Você está na página 1de 133

PERENCANAANRUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS

SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN


BUKIT CIMANGGU CITY

DIAN KHAERUNNISA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Ruang
Terbuka Hijau Ekologis sebagai Habitat Burung di Kawasan perumahan Bukit
Cimanggu City adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada
daftar pustaka skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Dian Khaerunnisa
A44062918
Hak Cipta Milik Dian Khaerunnisa dan IPB
Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izinDian Khaerunnisa dan IPB
RINGKASAN

DIAN KHAERUNNISA. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Ekologis sebagai


Habitat Burung di Perumahan Bukit Cimanggu City. Dibimbing oleh
QODARIAN PRAMUKANTO.

Semakin banyaknya penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan


papan yaitu kawasan permukiman dan perumahan. Bertambahnya kawasan
perumahan menyebabkan Ruang Terbuka Hijau yang ada menjadi semakin
sedikit. Hal ini mempengaruhi fungsi ekologis yang dimiliki oleh Ruang Terbuka
Hijau yaitu sebagai habitat burung. Habitat burung tergusur oleh keinginan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Sembiring (dalam Antara
News, 2010), semakin banyaknya pertumbuhan pembangunan mengurangi jumlah
ruang terbuka hijau sebagai tempat tinggal burung-burung. Beliau juga
menyatakan bahwa Indonesia memiliki 1.599 jenis burung, atau peringkat
keempat di dunia tetapi dari 1.599 spesies itu, 234 jenis di antaranya terancam
punah. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya untuk merencanakan Ruang
Terbuka Hijau yang dapat berfungsi secara ekologis yaitu sebagai habitat burung.
Tujuan studi ini adalah merencanakan ruang terbuka hijau di kawasan
permukiman Bukit Cimanggu City dengan cara mengevaluasi Ruang Terbuka
Hijau yang ada lalu mengembangkan menjadi Ruang Terbuka Hijau sebagai
habitat burung. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan September hingga
Oktober 2011 dengan menggunakan teknik sampling. Teknik sampling yang
digunakan adalah sampling acak. Contoh sampel yang diambil meliputi data
taman komunitas, taman RT/ketetanggaan dan taman halaman rumah. Data yang
diambil dalam contoh sampel adalah data jenis vegetasi dan satwa. Selain dengan
teknik sampling dilakukan pula teknik wawancara untuk mendapatkan data jenis
satwa. Kesesuaian tapak untuk dijadikan kawasan permukiman ekologis sebagai
habitat burung dapat diketahui dengan proses analisis. Analisis pertama adalah
menganalisis kebutuhan RTH untuk permukiman dengan cara membandingkan
luas eksisting RTH dengan standard berupa aturan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.5 tahun 2008. Kedua dilakukan analisis kesesuaian lahan. Analisis
kesesuaian lahan terbagi menjadi dua yaitu analisis kesesuaian RTH sebagai
tempat bersarang dan analisis biofisik. Analisis kesesuaian RTH sebagai tempat
bersarang dilakukan dengan membandingkan luas eksisting RTH dengan standard
luas habitat burung ideal berdasarkan kriteria The University of Montana (2010).
Analisis biofisik dilakukan dengan membandingkan jenis tanah, vegetasi, iklim
dan hidrologi eksisting dengan kriteria berdasarkan teori Van Hoeve (1989)
mengenai iklim, jenis tanaman dan jenis makanan yang dihasilkan (Hails et al.,
1990), bentuk tajuk (Halle, dalam Rusilawati, 2002) dan tinggi tanaman
(Handayani, 1995).
Hasil analisis pertama menyatakan bahwa masih ada beberapa luas Ruang
Terbuka Hijau yang tidak memenuhi luas standard dari PU. Hasil analisis
kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang menyatakan bahwa luas Ruang
Terbuka Hijau yang ada, tidak memenuhi standard sebagai area perlindungan
sumber burung (source) tetapi dapat dikembangkan sebagai area perlindungan
penampung (sink). RTH di sekitar lokasi dianggap sebagai potensi area sumber.
Berdasarkan hasil analisis biofisik diketahui bahwa jenis tanaman yang dominan
adalah tanaman penghasil pakan biji-bijian dengan tipe percabangan nezeran dan
rauh. Tipe percabangan nezeran kurang disukai oleh burung karena
percabangannya terlalu terbuka sedangkan tipe percabangan rauh sangat disukai
sebagai tempat bersarang karena percabangannya tertutup. Analisis drainase
menunjukan tipe drainase yang ada adalah saluran drainase terbuka dan tertutup.
Analisis iklim menunjukan bahwa suhu dan kelembaban di lokasi studi telah
sesuai untuk satwa burung.
Berdasarkan hasil analisis dan sintesis, dapat disusun rencana ruang
terbuka hijau dengan pengembangan konsep perencanaan yang meliputi konsep
ruang ekologis, konsep vegetasi dan konsep aktivitas satwa. Konsep ruang
ekologis dibagi menjadi daerah perlindungan daerah burung sumber (source),
daerah penampung (sink) dan koridor. Konsep vegetasi menerapkan teori Leedy
(1978) mengenai enam jenis tanaman di area perlindungan yaitu tanaman konifer,
tanaman peneduh, semak, tanaman tepi air, rumput, gabungan tanaman. Konsep
aktivitas dibuat untuk aktivitas burung. Burung dapat masuk ke kawasan
perumahan lalu menuju ke kawasan sink yang telah dikembangkan. Rencana
Ruang Terbuka Hijau disusun ke dalam ruang vegetasi untuk bersarang (sink),
ruang vegetasi koridor dan ruang potensi area sumber (source).
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS
SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
BUKIT CIMANGGU CITY

DIAN KHAERUNNISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Ekologis Sebagai


Habitat Burung di Kawasan Perumahan Bukit Cimanggu
City
Nama : Dian Khaerunnisa
NRP : A44062918
Program Studi : Arsitektur Lanskap

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Ir. Qodarian Pramukanto, MSi.


NIP. 19620214 1987031 1 002

Menyetujui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA


NIP.19480912 1974122 2 001

Tanggal lulus:
ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia-Nya dan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dengan baik.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua yang telah mendukung baik secara moril maupun materil.
2. Ir.Qodarian Pramukanto, MSi. selaku pembimbing skripsi.
3. Teman-teman departemen Arsitektur Lanskap angkatan 43 atas dukungan
dan doanya.
Penelitian ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir
yaitu skripsi. Skripsi ini dibuat supaya dapat bermanfaat untuk masyarakat.
Sesungguhnya penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan
saran yang membangun untuk perkembangan berikutnya.

Bogor, Februari 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi.. ......................................................................................................x
Daftar Tabel ...................................................................................................xii
Daftar Gambar ........................................................................................... xiii
Daftar Lampiran ..........................................................................................xvi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Tujuan ..................................................................................................2
1.3 Manfaat ................................................................................................2
1.4 Kerangka Pikir Studi ...........................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Lanskap Ekologi... .................................................................5
2.2 Kawasan Permukiman .........................................................................6
2.3 Ruang Terbuka Hijau ..........................................................................7
2.4 Ruang Terbuka Hijau pada Permukiman. ..........................................10
2.5 Mengembangkan RTH Untuk Burung ................................................17
2.6 Perencanaan Lanskap ..........................................................................29
BAB III Metodologi
3.1 Tempat dan Waktu........................................................................... 31
3.2 Batasan Studi..................................................................................... 32
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................32
3.4 Metodologi ..........................................................................................33
BAB IV Analisis dan Sintesis
4.1 Data Biofisik ........................................................................................48
4.1.1 Kondisi Umum Tapak ....................................................................48
4.1.2 Kondisi Biofisik Tapak ..................................................................51
4.1.2.1 Bukit Cimanggu City .............................................................51
4.1.2.2 Alokasi Ruang dan Lahan Tapak ...........................................51
4.1.2.3 Iklim .......................................................................................57
4.1.2.4 Saluran Drainase ....................................................................58

xi

4.1.2.5 Vegetasi..................................................................................58
4.1.2.6 Topografi dan Tanah ..............................................................61
4.1.2.7 Kondisi Satwa Burung .........................................................61
4.2 Analisis ................................................................................................61
4.2.1 Analisis Kebutuhan RTH untuk Permukiman ...............................61
4.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan untuk Bersarang .................................66
4.2.3 Analisis Biofisik.............................................................................67
4.3 Sintesis .................................................................................................87
BAB V Perencanaan Lanskap
5.1 Konsep Perencanaan ............................................................................92
5.2 Pengembangan Konsep ........................................................................ 92
5.2.1 Konsep Ruang ........................................................................... 92
5.2.2 Konsep Vegetasi ......................................................................... 93
5.2.3 Konsep Aktivitas ......................................................................... 93
5.3 Block plan ............................................................................................ 94
5.4 Rencana Lanskap ................................................................................. 96
BAB VI Simpulan dan Saran
6.1 Simpulan ............................................................................................ 105
6.2 Saran .................................................................................................. 106
Daftar Pustaka ..............................................................................................107
LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Kepemilikan RTH ......................................................................................9
2. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk .......................................10
3. Standar kebutuhan RTH oleh Umum.........................................................15
4. Cara Membedakan Jenis Vegetasi secara Spasial ......................................21
5. Jenis Pohon Yang Disukai Burung ............................................................22
6. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson ...........................................29
7. Tahap Pelaksanaan dan Alokasi Waktu Studi ...........................................31
8. Jenis, Bentuk Pengambilan, Sumber dan Bentuk Data ..............................32
9. Kunci Identifikasi Citra IKONOS .............................................................35
10. Kriteria luas berdasarkan peraturan ........................................................41
11. Kriteria luas habitat burung ideal daerah .................................................42
12. Persaratan/Kriteria Biofisik Lokasi Habitat Burung ................................43
13. Klasifikasi Vegetasi Berdasarkan Kriteria ..............................................45
14. Penggunaan Lahan pada Bukit Cimanggu City ......................................53
15. Klasifikasi Tata Guna Lahan Bukit Cimanggu City ...............................53
16. Alokasi Jenis Ruang dan Lahan untuk Pemukim yang Direncanakan
Oleh Pengembang ...................................................................................55
17. Vegetasi Pohon di Bukit Cimanggu Villa ...............................................58
18. Standard Kebutuhan RTH menurut PU ..................................................62
19. Luas Beberapa Sampel Taman Ketetanggaan .........................................63
20. Luas RTH taman lingkungan kawasan ................................................64
21. Jenis RTH dan Fungsi area yang dapat dikembangkan .........................66
22. Karakter jenis tanah latosol ...................................................................69
23. Jumlah ragam tanaman berdasarkan kriterianya ...................................71
24. Ragam jenis tanaman dengan kriteria di RTH halaman rumah .............79
25. Tingkat kesesuaian lahan BCC sebagai habitat burung .........................88
26. Matrik hubungan kesesuaian lahan dengan konsep pengembangan ........94
27. Jenis vegetasi dan fungsinya ....................................................................99
28. Rekomendasi jenis vegetasi yang disukai burung ................................103

xiii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Kerangka pikir ...........................................................................................3
2. Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan ..........................................................14
3.Skema hipotetik penyebaran populasi dengan struktur sumber dan
penampung (sink-source) ............................................................................18
4. Ketebalan RTH optimal pada koridor burung ..........................................19
5. Diagram skematis perbandingan bentuk-bentuk areal ...............................19
6. Penataan spasial lokasi ideal habitat burung ..............................................20
7. Tipe tanaman yang harus ada merencanakan suatu kawasan di perkotaan
menjadi perlindungan habitat liar ..............................................................22
8. Tipe-tipe arsitektur pohon (Halle dalam Rusilawati, 2002)......................24
9. Tata vegetasi pada daerah perlindungan, transisi, koridor dan lapangan
rumput bagi satwa burung.....................................................................25
10. Jaring-jaring makanan .............................................................................26
11. Denah Lokasi ...........................................................................................31
12. Diagram Alur metodologi ........................................................................33
13. Sampel Taman Lingkungan .....................................................................36
14. Sampel Taman RT ...................................................................................36
15. 3 (Tiga) pembagian wilayah untuk sampel taman rumah ........................37
16. Penentuan sampel melalui layar monitor computer .................................37
17. Struktur penggunaan lahan Bukit Cimanggu City ...................................38
18. Tahapan Analisis- Sintesis .......................................................................40
19. Jarak yang dibutuhkan dalam area penampung .......................................43
20. Masterplan Bukit Cimanggu City (BCC) ...............................................49
21. Peta Batas Penelitian ................................................................................50
22. Peta Eksisting Bangunan..........................................................................52
23. Peta Tata Guna Lahan ..............................................................................54
24. RTH Permukiman: (a) Taman Rumah, (b) Taman RT,
(c) Taman Komunitas, dan (d) Jalur Hijau Jalan ......................................56
25. Data Iklim kota Bogor Tahun 1996-2006 ................................................57
26. Aliran Drainase Permukiman BCC .........................................................58

xiv

27. Beberapa Jenis Vegetasi di RTH Publik BCC .........................................59


28. Peta Vegetasi ...........................................................................................60
29. Sampel Taman Ketetanggaan / RT: (a) Sampel 1, (b) Sampel 2,
(c) Sampel 3, dan (d) Sampel 4 ..........................................................62
30. Taman Lingkungan: (a) Taman 1, (b) Taman 2, dan (c) Taman 3 .........63
31. Lokasi Tempat Usulan penambahan RTH ...............................................64
32.Peta Sebaran Sampel RTH .......................................................................65
33. Tempat penampungan sampah ................................................................67
34. Koridor ....................................................................................................68
35. Taman lingkungan Casa Grande ............................................................70
36. Lapangan Tenis .......................................................................................73
37. RTH Taman Masjid ................................................................................75
38. Sampel RT-1 ......................................................................................... 76
39. Sampel RT-2 ...........................................................................................77
40. Sampel RT-3 ...........................................................................................77
41. Sampel RT-4 ...........................................................................................78
42. Segment 1 Master plan ............................................................................80
43. Sampel Blok A3-9 ...................................................................................80
44. Sampel Blok H16 ....................................................................................81
45. Sampel Blok R3-1 ...................................................................................81
46. Segment 2 Master plan ............................................................................81
47. Sampel Blok M3-23 ................................................................................82
48. Sampel Blok L4-07 .................................................................................82
49. Sampel Blok N8-9 ...................................................................................82
50. Segment 3 Master plan ............................................................................83
51. Sampel Blok W5-19 ................................................................................83
52. Sampel Blok T6-7 ...................................................................................83
53. Sampel Blok W5-19 ................................................................................84
54. Peta Aliran Drainase ...............................................................................86
55. Teori area penampung-sumber (sink-source) Wiens dan Rotenberry yang
diterapkan pada BCC ...........................................................................87
56. Overlay peta .............................................................................................89
57. Peta Kesesuaian Lahan ...........................................................................91

xv

58 Konsep ruang sebagai habitat burung ......................................................92


59. Jenis tanaman yang ada di area perlindungan .........................................93
60. Aktivitas pergerakan burung ...................................................................94
61. Block Plan ................................................................................................95
62. Rencana Ruang Terbuka Hijau ...............................................................97
63. Peletakkan area bersarang dalam area perlindungan ..............................98
64. Jalur hijau sebagai koridor ......................................................................98
65. Struktur dalam penanaman roof garden .................................................98
66. Strata tanaman dalam perlindungan habitat liar ......................................99
67. Rencana Taman Komunitas Taman Masjid ...................................... 100
68. RTH danau Casa Grande .................................................................... 101
69. RTH Taman RT ................................................................................... 101
70. Rencana Taman RT .............................................................................. 102
71. Rencana Taman Atap ............................................................................ 102

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman
1. Daftar Klasifikasi Tanaman di Taman Casa Grande .............................112
2. Daftar klasifikasi tanaman Lapangan Tenis BCC ...................................113
3. Daftar klasifikasi tanaman Taman Masjid BCC .....................................114
4. Tabel Jenis Pohon Yang Disukai Burung ..............................................115

RIWAYAT HIDUP

Dian Khaerunnisa merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari


pasangan Moerdianto dan Yunifiati. Lahir di kota Jakarta pada tanggal 24
November 1988. Pendidikan formal penulis dilalui di SD Kartika XI-10 Bandung
tahun 1994 -2000, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1
Jayapura tahun 2001-2004, dan SMUN 77 Jakarta tahun 2004-2006. Pada tahun
yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis diterima di Mayor
Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam bidang keorganisasian.
Penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap
(HIMASKAP) pada divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) tahun 2007. Pada
tahun 2008, penulis menjabat sebagai ketua Badan Pengawas Himpro
HIMASKAP. Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah yaitu Bina
Sekolah untuk mengajarkan Pendidikan Lingkungan. Prestasi yang pernah diraih
yaitu Medali Emas dalam Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang
pengabdian masyarakat pada PIMNAS tahun 2009.
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara global, masalah lingkungan disebabkan oleh empat faktor utama,
yaitu pertambahan penduduk yang cepat, polusi, pemanfaatan sumber daya alam
yang berlebihan, menurunnya etika dalam menghargai alam dengan perlahan.
Semakin banyaknya penduduk menyebabkan pertambahan kebutuhan akan
perumahan.
Perumahan merupakan lingkungan hidup yang perlu ditata untuk
memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Kenyamanan lingkungan dapat
dibangun melalui penataan ruang terbuka hijau (RTH) yang menjamin fungsi baik
psikis, fisik, maupun ekologis. Fungsi ekologi RTH merupakan salah satu fungsi
lingkungan yang penting namun seringkali diabaikan. Adanya asosiasi antara
hidupan liar dengan aktivitas manusia di lingkungan permukiman ini, selain
menciptakan kenyamanan melalui berbagai bentuk atraksi (seperti pengamatan
burung) dan sarana pendidikan lingkungan, juga sangat bermanfaat sebagai sarana
penyeimbang lingkungan (fungsi edapis) yang sangat diperlukan di kawasan
permukiman. Bentuk integrasi antara hidupan liar dengan aktivitas kehidupan
manusia di kawasan permukiman yang berjalan seimbang mencerminkan adanya
kualitas lingkungan yang baik. Fungsi penyeimbang lingkungan dari ruang
terbuka hijau permukiman dapat diwujudkan melalui penataan ruang terbuka hijau
yang kaya akan keanekaragaman biologi. Keanekaragaman biologi tersebut
menandakan stabilitas lingkungan.
Menurut Sembiring (dalam, Antara News, 2010), burung merupakan salah
satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal, diperkirakan ada sekitar
8.600 jenis yang tersebar di dunia. Daerah Jawa dan Bali memiliki hampir 500
jenis avifauna yang mewakili setengah dari suku burung di dunia. Di daerah Jawa
dan Bali terdapat lebih dari 100 cagar alam tetapi umumnya berukuran sangat
kecil dan tidak cukup untuk melindungi komunitas burung secara lengkap.
Menurut Sembiring (2010), kerusakan lingkungan berdampak pada punahnya
burung itu, di samping ulah manusia yang melakukan perburuan unggas tersebut.
2

"Rusaknya lingkungan membuat burung berpindah ke tempat lain mencari tempat


perlindungan yang lebih aman," ujarnya. Dia mengatakan bahwa semakin
banyaknya pertumbuhan pembangunan mengurangi jumlah ruang terbuka hijau
sebagai tempat tinggal burung-burung itu.
Permasalahan yang terjadi di kawasan terbangun perkotaan, termasuk
permukiman adalah adanya ketidakseimbangan ekologis. Berkurangnya populasi
dari satwa burung di kawasan pemukiman yang perkotaan akan menimbulkan
ketidakseimbangan ekologis. Salah satu upaya untuk menciptakan keseimbangan
ekologis ini, adalah dengan memberdayakan fungsi ruang terbuka, termasuk ruang
terbuka hijau di kawasan permukiman sebagai habitat burung.

1.2 Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah merencanakan ruang terbuka hijau ekologis
sebagai habitat burung di kawasan permukiman.

1.3 Manfaat
Hasil studi ini diharapkan dapat dijadikan alternatif pemikiran bagi
pemerintah dan pengembang perumahan dalam cara mengembangkan RTH secara
ekologis di kawasan perumahan.

1.4 Kerangka Pikir Studi


Bukit Cimanggu City merupakan salah satu perumahan terbesar di kota
Bogor yang menerapkan konsep green. Konsep green diaplikasikan dengan
banyaknya ruang terbuka hijau berupa taman dan jalur hijau. Bukit Cimanggu
City memiliki fungsi-fungsi penting dari perumahan yaitu berupa hunian, fasilitas
umum, fasilitas sosial dan infrastruktur. Beberapa fungsi tersebut memiliki ruang
terbuka hijau (RTH) yang luas dan bentuknya disesuaikan dengan bentuk
perumahan. Faktor- faktor yang menentukan akan berpengaruh dalam
merencanakan kawasan Bukit Cimanggu City sebagai habitat burung. Gambar 1
adalah kerangka pikir dalam studi ini.
3

RTH Permukiman

Ketidakseimbangan Ekologis

RTH RTH Halaman RTH


Komunitas RTH RT Rumah Infrastruktur RTH Drainase

Evaluasi RTH Menurut PU


- RTH Komunitas
- RTH RT
- RTH Halaman Rumah

Evaluasi Kriteria Ekologis


Pola ruang habitat burung
- Area Bersarang
- Area Transisi
- Koridor
Biofisik

Perencanaan RTH

Gambar 1. Kerangka pikir

Berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang diakibatkan


meningkatnya pembangunan papan menjadi salah satu penyebab terjadinya
ketidakseimbangan ekologis. Salah satu dampaknya yaitu berkurangnya habitat
burung. Oleh karena itu, diperlukan adanya perencanaan Ruang Terbuka Hijau
ekologis sebagai habitat burung dengan mempertimbangkan aspek peraturan
pemerintah, fisik dan biofisik tapak. Pertama luas RTH perlu dievaluasi supaya
dapat diketahui kesesuaiannya dengan standard Peraturan Menteri Pekejaan
Umunu No.5 Tahun 2008. RTH yang dievaluasi yaitu RTH komunitas, RTH RT
atau ketetanggaan dan RTH halaman rumah. Kedua dievaluasi menurut kriteia
ekologis yaitu pola ruang habitat burung untuk bersarang dan evaluasi secara
4

biofisik. Analisis kesesuaian RTH untuk tempat besarang dilakukan dengan


membandingkan luas eksisting RTH dengan standard luas habitat burung ideal
berdasarkan standard The University of Montana (2010). Ruang-ruang yang
dibutuhkan sebagai habitat burung yaitu area bersarang, area transisi dan koridor.
Analisis biofisik dilakukan dengan membandingkan jenis tanah, vegetasi, iklim
dan hidrologi eksisting dengan teori Van Hoeve (1989) mengenai iklim, jenis
tanaman dan jenis makanan yang dihasilkan (Hails et al., 1990), bentuk tajuk
(Halle, dalam Rusilawati, 2002) dan tinggi tanaman (Handayani, 1995).
Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap perencanaan RTH.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Lanskap Ekologi


Menurut Forman dan Godron (1986) bahwa lanskap mempunyai sifat yang
heterogen dengan struktur yang berbeda pada distribusi spesies, energi, dan
material pada elemen patches, koridor dan matriks. Ekologi dapat disebut sebagai
bagian dari ekosistem yang menunjuk kepada organisme atau makhluk hidup yang
berada di suatu tempat dan berinteraksi dengan lingkungan.
Lanskap ekologi mempunyai teori dasar ekologi yang kuat antara
perencana lanskap dan ekologis yang berhubungan dengan bagian-bagian lanskap
antara tiga pandangan yaitu aspek visual, aspek kronologi dan aspek ekosistem.
Kesepahaman pada kerja lanskap menggambarkan struktur, proses dan lokasi.
Dengan struktur, komposisi biologi dan elemen alami dengan lingkungan
manusia. Hubungan fungsional antara elemen seperti, iklim, bentukan lahan,
tanah, flora dan fauna. Proses menggambarkan pergerakan energi, material, dan
organisme di lanskap. Sedangkan lokasi menunjuk pada distribusi elemen dan
proses di lanskap dan hubungannya dengan iklim dan bentukan lahan (Thompson,
1997). Taman ekologi memiliki definisi bahwa heterogenitas, atau pola-pola
spasial yang berbeda, terdiri atas inti pertanyaan penelitian dalam lanskap ekologi.
Tema utama yang terdiri dari lanskap ekologi meliputi:
pola spasial atau struktur lanskap, mulai dari padang gurun ke kota
hubungan antara proses pola dan lanskap, termasuk implikasi ekologis
pola populasi, komunitas, dan ekosistem
efek skala pada lanskap
proses yang terlibat dalam pembentukan pola, seperti fisik (abiotik)
lingkungan hidup, tanggapan demografis ini, dan gangguan rezim
hubungan antara aktivitas manusia untuk lanskap pola, proses dan
perubahan (misalnya aplikasi dalam perencanaan penggunaan lahan)
Lansekap ekologi terjadi pada berbagai skala, sehingga sebuah "pemandangan"
dapat mencakup wilayah yang terdiri dari beberapa ekosistem, atau mungkin
merupakan rumah berbagai serangga yang memanjang beberapa meter di
6

seberang. Daripada ukuran tertentu, lanskap didefinisikan oleh pola spasial


(heterogenitas) dan proses-proses yang terjadi di atasnya yang berada di bawah
pertimbangan. Dengan demikian, resolusi, gandum, dan sejauh mana konsep-
konsep penting dalam ekologi lansekap. Ini juga berarti bahwa tingkat organisasi,
berbeda dari skala, adalah konsep yang penting, yang berasal dari jenis interaksi
di bawah pertimbangan dalam usaha penelitian tertentu. Dengan penentuan aspek-
aspek studi, pola dapat dinilai, yang biasanya digambarkan sebagai suatu mosaik
tambalan.
Lanskap memiliki beberapa hal yang tidak diharapkan:
a Kumuh (slum [slm]) yaitu lanskap dengan sarana dan prasarana
lingkungan yang inferior.
b Squatter [skwtu(r)] yaitu liar, hunian liar.
c Urban sprawl [sprol] yaitu menyebar tidak teratur
Berakibat pada penurunan kualitas estetika dan penyediaan sarana
dan prasarana (jejaring lintas wilayah, penyediaan air bersih, sanitasi
lingkungan dll) menjadi tidak layak.
d Konurbasi (conurbation [knurbeyshun]), agregasi atau jejaring yang
kontinyu komuniti kota, tidak ada jeda kota-desa.
Relevan dengan efisiensi sarana dan prasarana.
e Lapuk (blight [blIt]), integritas lanskap rusak
Satu atau beberapa sentra prasarana dan sarana permukiman dengan
aksesibilitas tertinggi secara internal (dengan seluruh bagian di kawasan urban)
dan secara eksternal (dengan pusat-pusat perkotaan lainnya lainnya) dengan
standard memadai.

2.2. Kawasan Permukiman


Populasi penduduk yang secara alami meningkat dan terjadinya pemusatan
penduduk di kota-kota pulau Jawa menyebabkan masalah pembangunan
permukiman semakin mendesak terutama di pulau Jawa. Perumahan dan
prasarana lingkungan merupakan kebutuhan dasar setiap keluarga dalam
masyarakat Indonesia dan merupakan faktor yang sangat penting dalam
7

peningkatan stabilitas sosial, dinamika dan produktivitas masyarakat. (Batubara,


1982)
Permukiman kota dihadapkan dengan permasalahan penggunaan lahan
yang sangat padat disebabkan mahalnya lahan dan ruang yang terbatas (Carpenter
dan Walker, 1975). Hal ini menciptakan suasana kota yang menekan. Skala yang
terbentuk dalam pembangunan kota dan ruang kota seringkali gagal mencapai
skala manusia. Oleh karena itu, kekurangan ruang menjadi faktor penting yang
harus dipertimbangkan dalam pembangunan kota.
Dalam UU No. 4 tahun 1992, disebutkan pula bahwa ciriciri utama dari
permukiman adalah sebagai berikut:
Mayoritas peruntukan adalah hunian
Fasilitas yang dikembangkan lebih pada pelayanan skala lingkungan
(neighbourhood)
Luas kawasan yang dikembangkan lebih kecil dari 1000 Ha
Kebutuhan fasilitas perkotaan bagi penduduk kawasan hunian skala besar masih
tergantung atau memanfaatkan fasilitas perkotaan yang berada di pusat kota

2.3. Ruang Terbuka Hijau


Dinas Tata Kota DKI, membagi Ruang Terbuka Hijau menjadi tiga yaitu :
a) Ruang Terbuka Hijau Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan
lindung, hutan kota dan landasan pengaman bandar udara.
b) Ruang Terbuka Hijau Medium, seperti kawasan area pertamanan (city park),
sarana olah raga, sarana pemakaman umum.
c) Ruang Terbuka Hijau Mikro, lahan terbuka yang ada di setiap kawasan
permukiman yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum seperti taman bermain
(play ground), taman lingkungan (community park), lapangan olah raga.
Menurut PERMENDAGRI no.1 tahun 2007 tentang penataaan RTH
kawasan perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah
yang lebih luas balk dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area
memanjangljalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang
8

selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a sebagai area perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan
penyangga kehidupan
b sebagai area untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan
keindahan lingkungan
c sebagai sarana rekreasi
d sebagai sarana pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai
macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara,
e sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi
masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan
f sebagai tempat perlindungan plasma nutfah
g sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro,
h sebagai sarana pengatur tata air.
Hernowo dan Prasetyo (1989) menyatakan bahwa bentuk RTH kota dapat
berupa taman lingkungan, jalur hijau, kebun pekarangan, areal rekreasi, lapangan
rumput, makam, tepian sungai, kanal dan lain-lain.
Kriteria penataan RTH menurut Supriyanto (1996) adalah merupakan
keterkaitan hubungan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta
kriteria vegetasi. Alokasi RTH : (1) rencana RTH dikembangkan sesuai dengan
jenis pemanfaatan ruang kotanya, (2) pada lahan yang bentang alamnya bervariasi
menurut keadaan lereng dan kegiatan di atas permukaan laut serta kedudukannya
terhadap jalur sungai, jalur jalan dan jalur pengaman utilitas.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjan Umum No.5 tahun 2008 mengenai
penyediaan dan pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan, RTH dibedakan ke
dalam RTH publik dan RTH privat. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di
perkotaan adalah sebagai berikut:
1. ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
9

2. proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang
terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka
hijau privat;
3. apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah
memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku,
maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana
Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kepemilikan RTH


No Jenis Area Publik Area Privat
1 RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah tinggal V
b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat
usaha V
c. Taman atap bangunan V
2 RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT v V
b. Taman RW v V
c. Taman kelurahan v V
d. Taman kecamatan v V
e. Taman kota v
f. Hutan kota v
g. Sabuk hijau (green belt) v
3 RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan v V
b. Jalur pejalan kaki v V
c. Ruang dibawah jalan layang v
4 RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel kereta api v
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi v
c. RTH sempadan sungai v
d. RTH sempadan pantai v
e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air v
f. Pemakaman v
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008
10

2.4. Ruang Terbuka Hijau pada Pemukiman


Proses kehidupan di kota, menuntut manusianya berkompetisi dan terlibat
dalam aktivitas rutin yang menyebabkan stress dan kejenuhan sehingga manusia
yang hidup di lingkungan perkotaan memerlukan lingkungan yang sehat dan
bebas polusi. RTH memberikan manfaat kehidupan yang nyaman dengan
berperan sebagai penyumbang ruang bernapas yang segar dan memberikan
keindahan visual (Simonds, 1983). Carpenter, Lanphear dan Walker (1975)
mengatakan bahwa manusia membutuhkan lingkungan hijau di tengah-tengah
lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, RTH berfungsi untuk
melembutkan kesan keras dari struktur fisik, menolong manusia mengatasi
tekanan- tekanan dari kebisingan, udara panas dan polusi di sekitarnya sebagai
pembentuk kesatuan ruang.
Menurut Peraturan Menteri Perumahan Rakyat no.34 tahun 2006
mengenai penyelenggaraan prasarana, sarana dan utilitas kawasan perumahan,
kawasan perumahan perlu menyediakan ruang terbuka hijau yang bermanfaat
untuk menjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan di sekitar kawasan. Ruang
terbuka hijau bermanfaat tidak langsung seperti perlindungan tata air, dan
konservasi hayati atau keaneka-ragaman hayati, dan bermanfaat langsung seperti
kenyamanan fisik (teduh, segar) dan mendapatkan bahan untuk dijual (kayu, daun,
bunga), tempat wisata (bermain) serta bangunan umum yang bersifat terbatas (WC
umum, pos polisi, lampu taman, gardu listrik, dan lain-lain). Persyaratan ruang
terbuka hijau didasarkan luas wilayah dan berdasarkan jumlah penduduk. Bentuk
tipologi ruang terbuka hijau berupa ruang terbuka hijau taman lingkungan dan
taman kota, jalur hijau, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau sempadan rel
kereta api, jalur hijau tegangan tinggi, RTH pemakaman, dan RTH pekarangan
(Tabel 2).

Tabel 2. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk


No Unit Tipe RTH Luas Luas minimal Lokasi
lingkungan minimal /kapita (m)
/unit (m)
1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 di tengah
2 2500 jiwa Taman RW 1.25 0,5 di pusat kegiatan
3 30000 jiwa Taman 9 0,3 Dikelompokan
11

120000 Taman 24 0,2 Dikelompokan


4
jiwa Pemakaman Disesuaikan 1,2 Tersebar
Taman kota 144 0,3 di pusat wilayah/
480000 Hutan kota Disesuaikan 4,0 di dalam/ kawasan
5
jiwa Untuk fungsi- Disesuaikan 12,5 disesuaikan dengan
fungsi tertentu kebutuhan
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008

Beberapa kriteria RTH permukiman (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5


Tahun 2008)
1. RTH Pekarangan
Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai
aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar
bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA
mengenai RTRW di masing-masing kota. Untuk memudahkan di dalam
pengklasifikasian pekarangan maka ditentukan kategori pekarangan sebagai
berikut:
a. Pekarangan Rumah Besar
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah besar adalah
sebagai berikut:
1) kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas lahan di atas
500 m2;
2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2)
dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;
3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon
pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau
rumput.
b. Pekarangan Rumah Sedang
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah sedang adalah
sebagai berikut:
1) kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan antara
200 m sampai dengan 500 m;
2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m)
dikurangi luas dasar bangunan (m) sesuai peraturan daerah setempat;
12

3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon


pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah
dan atau rumput.

c. Pekarangan Rumah Kecil


Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah kecil adalah
sebagai berikut:
1) kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luas lahan dibawah
200 m;
2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m)
dikurangi luas dasar bangunan (m) sesuai peraturan daerah setempat;
3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon
pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau
rumput.
4) keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak
menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui penanaman dengan
menggunakan pot atau media tanam lainnya.
2. RTH Taman Rukun Tetangga
Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial
di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m per penduduk RT,
dengan luas minimal 250 m. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m
dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman
(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon
pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
3. RTH Taman Rukun Warga
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman
yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja,
kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan
RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m per penduduk RW, dengan luas
minimal 1.250 m. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari
13

rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman


(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa
pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada
taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga
terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang.
4. RTH Kelurahan
RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m per
penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada
pada wilayah kelurahan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman
(ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa
pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada
taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga
terdapat minimal 25 (dua puluh lima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari
jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
5. RTH Kecamatan
RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m per
penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m. Lokasi taman
berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.Luas area yang ditanami
tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat
berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas.
Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga
terdapat minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis
pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
6. Sabuk Hijau
Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk
membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan,
dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak
14

saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya. Sabuk


hijau dapat berbentuk:
- RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan
tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau
pemisah;
- Hutan kota;
- Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya
(eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan
keberadaannya.
Fungsi lingkungan sabuk hijau:
- Peredam kebisingan;
- Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energy matahari;
- Penapis cahaya silau;
- Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik
sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta menjadi
sarang nyamuk.
- Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai penahan
angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang jalur, lebar
jalur.
7. RTH Jalur Hijau Jalan
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan
tanaman antara 2030% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan.
Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal,
yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih
jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta
tingkat evapotranspirasi rendah.

Gambar 2. Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan


15

Tabel 3. Standar kebutuhan RTH oleh umum (Simonds, 1983)


Hierarki KK/wilayah RTH Bentuk perumahan
(m/jiwa)
Ketetanggaan 2500 12 Pekarangan, taman rumah
T. lingkungan skala kecil
Taman bermain
Komuniti 10000 20 T. lingkungan skala besar
Lapangan olah raga
Koridor lingkungan
Termasuk RT
Ketetanggaan
Kota 40 Taman kota
Jalur hijau
Lapangan olah raga
Koridor, ada 2.
Wilayah 80 T. Rekreasi sekitar kota
Jalur lingkar kota
Hutan kota
Sawah/kebun

Kriteria Vegetasi untuk RTH Pekarangan (Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum, 2008):
a. Kriteria Vegetasi untuk RTH Pekarangan Rumah Besar, Pekarangan Rumah
Sedang, Pekarangan Rumah Kecil, Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat
Usaha
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
a) memiliki nilai estetika yang menonjol;
b) sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan
bangunan;
c) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak
mengganggu pondasi;
d) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain
seimbang;
e) jenis tanaman tahunan atau musiman;
f) tahan terhadap hama penyakit tanaman;
g) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
h) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.
16

b. Kriteria Vegetasi untuk RTH Taman dan Taman Kota


Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman lingkungan dan taman kota
adalah sebagai berikut:
a) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak
mengganggu pondasi;
b) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap;
c) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain
seimbang;
d) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah;
e) kecepatan tumbuh sedang;
f) berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya;
g) jenis tanaman tahunan atau musiman;
h) jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal;
i) tahan terhadap hama penyakit tanaman;
j) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
k) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.
c. Kriteria Vegetasi untuk Sabuk Hijau
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
- Peredam kebisingan; untuk fungsi ini dipilih penanaman dengan vegetasi
berdaun rapat. Pemilihan vegetasi berdaun rapat berukuran relatif besar dan
tebal dapat meredam kebisingan lebih baik.
- Ameliorasi iklim mikro; tumbuhan berukuran tinggi dengan luasan area yang
cukup dapat mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi
matahari.
- Penapis cahaya silau; peletakan tanaman yang diatur sedemikian rupa
sehingga dapat mengurangi dan menyerap cahaya.
- Mengatasi penggenangan.
- Tanaman yang ditanam didominasi oleh tanaman yang cukup tinggi, dengan
dahan yang kuat namun cukup lentur;
- Memiliki kerapatan daun berkisar antara 7085%. Kerapatan yang kurang,
tidak dapat berfungsi sebagai penahan angin. Sebaliknya kerapatan yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan terbentuknya angin turbulen;
17

- Tanaman harus terdiri dari beberapa strata yaitu tanaman tinggi sedang dan
rendah, sehingga mampu menutup secara baik.

2.5. Mengembangkan RTH Untuk Burung


Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan RTH untuk
pelestarian burung:
1. Lokasi, Luas dan Bentuk Habitat
Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan
hidupnya seperti habitat yang mendukung dan aman dari gangguan. Lokasi yang
direncanakan menjadi habitat burung harus mempunyai hubungan dengan daerah
sumber populasi satwa burung (Gambar 4). Hubungan ini didasari bahwa populasi
burung penyebarannya bersifat mosaic pada berbagai tipe di suatu tempat.
Menurut Hails et al. (1990), tipe habitat yang diperlukan untuk
membentuk habitat burung di perkotaan adalah:
- Daerah alami yang merupakan sumber burung bagi taman-taman kota
atau daerah yang berfungsi sebagai penampung.
- Taman-taman atau area lain yang dapat dikembangkan sebagai area
burung berkembang biak.
- Koridor tanaman untuk menghubungkan antara sumber burung dan daerah
berkembang biak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk habitat burung
perkotaan, yaitu:
- Keanekaragaman jenis tanaman
- Penutup tanah dan tanaman rendah
- Kompleksitas dan kerapatan pohon.
Konsep desain RTH sebagai habitat burung berupa :
- Daerah perlindungan (refugee)
- Daerah transisi
- Hamparan rumput
- Koridor tanaman
Lokasi RTH yang direncanakan dianggap sebagai suatu ruang dengan
populasi penampung (sink population). Populasi sumber (source population)
18

merupakan populasi yang menempati habitat yang sesuai untuk berkembang biak.
Bila jumlah keturunan yang dihasilkan melebihi daya tampung habitat
setempatnya maka akan terjadi penyebaran keluar populasi sumber tersebut.
Kadang terjadi kondisi populasi penampung menempati tipe-tipe habitat yang
tidak memadai sebagai tempat untuk berbiak dan hasil reproduksinya tidak cukup
besar untuk mempertahankan tingkat populasi setempat. Dalam hal ini ukuran
populasi penampung dipertahankan dengan perpindahan-perpindahan dari
populasi sumber dan sebaliknya individu-individu dari populasi penampung dapat
berpindah mengisi kekosongan-kekosongan yang terjadi pada habitat populasi
sumber di dekatnya (Wiens dan Rotenberry, 1981).

Sumber
Penampung

Penampung

Sumber
Sumber

Penampung
Gambar 3. Skema hipotetik penyebaran populasi dengan struktur sumber dan
penampung (sink-source) (Wiens dan Rotenberry, 1981)

Jarak dan bentuk ketebalan RTH koridor yang ideal terdapat pada Gambar
5 (Meurk, 2005). Bila total area adalah 6.25 hektar, maka jarak batas terluar
dengan area inti adalah 50 meter. Perbandingan antara luas area inti dengan total
luas area adalah 1 banding 5. Jarak antara jalanan dan area bermain adalah 10
meter.
Bentuk habitat yang baik untuk keberlangsungan hidup burung adalah
habitat yang mampu melindungi dari gangguan maupun menyediakan kebutuhan
hidupnya. Berdasarkan teori biogeografi pulau terdapat alternatif bentuk habitat
satwa seperti pada Gambar 6 (Hernowo dan Prasetyo, 1989).
19

625 m
50 m
Zona 100 m
Pembatas

Core area = 0 ha Total area = 6.25 ha

Jalanan dan Jalur Ketetanggaan


Area bermain Untuk Habitat Burung

10 m 125 m

10 m 25 m
125 m 25 m
Core area0.06 ha

Total area 1.56 ha

Gambar 4. Ketebalan RTH optimal pada koridor burung (Meurk, 2005)

Gambar 5. Diagram skematis perbandingan bentuk-bentuk areal. Gambar sebelah


kiri merupakan alternatif yang lebih baik dari gambar di sebelah kanan.

Menurut The University of Montana (2010), ada 3 jenis lokasi yang harus
didirikan (Gambar 7):
1. Open and Cavity Nests
Luas sebesar 5 meter dan plot radius 11.3 meter berpusat pada
sarang untuk semua sarang yang diketahui telah mengandung telur.
20

2. Systematic Description Of Vegetation on Plots


Serangkaian poin dalam sistem grid harus dibentuk untuk vegetasi
sampel di tingkat plot. Untuk situs yang melakukan penghitungan titik
burung, plot poin vegetasi harus berpusat pada titik-titik survei. Empat
pasang 5 - dan plot m 11,3 vegetasi harus dilakukan pada setiap titik
vegetasi plot.
3. Vegetation on Nests Without Eggs
Biasanya menggunakan minimal jenis vegetasi ( misalnya jenis 30
tanaman).

Gambar 6. Penataan spasial lokasi ideal habitat burung

2. Komposisi dan Struktur Vegetasi


Komposisi dan struktur vegetasi mempengaruhi jenis dan jumlah burung
yang terdapat di suatu habitat. Hal ini disebabkan karena tiap jenis burung
mempunyai relung yang berbeda. Menurut Hails, Kavanagh, Kumari dan Arifin
(1990) bahwa keanekaragaman struktur vegetasi dan penutupan vegetasi
merupakan faktor penting yang mempengaruhi keanekaragaman dan populasi
burung di daerah perkotaan.
Struktur vegetasi suatu habitat merupakan penentu kuat bagi
keanekaragaman jenis satwa ( Meents, Rice, Anderson dan Ohmart, 1983). Hasil
penelitian mereka menunjukan bahwa keanekaragaman jenis satwa mempunyai
korelasi dengan distribusi dedaunan atau ketinggian tajuk. Keragaman tinggi tajuk
21

merupakan fungsi dari lapisan vegetasi serta distribusi dedaunan/tajuk di antara


lapisan-lapisan tadi dan keragaman jenis akan semakin meningkat sesuai dengan
meningkatnya keragaman tajuk. Hal ini disebabkan banyak faktor-faktor lain yang
turut menentukan keragaman jenis satwa pada suatu habitat. Sebagai contoh
adalah keterbukaan atau kerapatan kanopi termasuk faktor yang menentukan.
Habitat yang kanopinya relatif terbuka mempunyai lebih banyak jenis burung
dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup.

Tabel 4. Cara Membedakan Jenis Vegetasi secara Spasial


Tekstur Bentuk Bayangan
Pohon Kasar Bulat Panjang, Warna gelap
Semak Sedang Bergerombol Sedang, Warna Abu-
abu
Penutup Tanah Halus Kotak, Persegi panjang, Sedikit, Warna redup
Tak Beraturan
Sumber : http://sundana.wordpress.com/

Hails et al. (1990) mengelompokan tata letak tanaman menjadi dua daerah, yaitu:
- Tanaman daerah dalam (interior species) yaitu species yang hanya dapat
hidup di tengah atau pedalaman hutan. Dibuat begitu rapat untuk
menghindari datangnya gangguan.
- Tanaman daerah tepi (edge species) yaitu tanaman yang hidup di tepi-tepi
habitat tertentu dimana habitat tersebut masih dapat dinikmati untuk
rekreasi.
Menurut Leedy (1978), ada beberapa tipe tanaman yang harus ada
merencanakan suatu kawasan di perkotaan menjadi perlindungan habitat liar yaitu
tanaman konifer, semak berbunga sepanjang tahun, rerumputan, gabungan
tanaman, kolam, tanaman tepi air dan tanaman peneduh (Gambar 8).
Jenis tanaman yang ideal sebagai elemen RTH kota untuk habitat burung
adalah jenis tanaman yang mempunyai fungsi bermacam-macam bagi satwa
burung. Fungsi tanaman tersebut adalah sebagai tempat berlindung, bertengger
dan beristirahat, tempat mencari makan dan tempat berkembang biak.
22

Semak Gabungan Tanaman


Tanaman Rumput Tanaman
berbunga tanaman Kolam peneduh
konifer tepi air
sepanjang
tahun

Gambar 7. Tipe tanaman yang harus ada merencanakan suatu kawasan di


perkotaan menjadi perlindungan habitat liar (Leedy, 1978)

Karakter jenis tanaman yang disukai burung berkaitan dengan strata


ketinggian tanaman, diameter tajuk, sistem percabangan, struktur tanaman dan
kelebatan tajuk dan jenis makanan yang dihasilkan (Pakpahan, 1993). Tabel 5
adalah daftar jenis pohon yang disukai burung.

Tabel 5. Jenis Pohon Yang Disukai Burung (www.kutilang.or.id)


Nama Lokal Nama Latin Nama local Nama Latin
Aren Arengga pinnata Kersen/Talok Muntingia calabura
Bambu Bambusa Langsat Lansium domesticum
Harendong nagri Miconia speciosa Lobi-lobi Flacourtia inermis
Dadap ayam Erythrina variegate Menteng/bencoy Baccaurea lanceolata
Dadap srep Erythrina indica Namnam Cynometra cauliflora
Kaliandra Caliandra callothyrsus Nangka Artocarpus communis
Kantil Michelia campaka Pala Myristica fragrans
Trembelekan Lantana camara Rambutan Nephelium lappaceum
Kenanga Cananga odorata Rukem Flacourtia rukam
Murbei Morus alba Salam Eugenia polyanthum
Nusa indah Mussaenda frundosa Srikaya Annonona squamosa
Palem Livistona rotundifolia Sawo kecik Manilkara kauki
Palem merah Cyrtostachys lacca Asem kranji Pithecellobium dulce
Pinang sirih Areca catechu Bodi Ficus religiosa
Pohon Kupu-
Bauhinia variegate Beringin Ficus benjamina
kupu
Si anak nakal Duranta repens Cemara laut Casuarina equisetiolia
Soka Ixora spp Flamboyan Delonix regia
Pisang hias Heliconia spp Jarak pagar Jatropha curcas
Arbei Rubus rosaefolium Keben Baringtonia asiatica
Belimbing Averrhoa carambola Kayu putih Melaleuca leucadendron
23

Buni Antiddesma buniuss Kappuk Ceiba peetandra


Duku condeet Lanssium domestikkum Kareet kebo Ficus elaastica
Durian Durio zibethinus Lo Ficus gloomerata
Eugeenia
Gowok Laban Vitex pub
bercens
polychephalum
Jomblang Eugeenia cumini Minndi Melia azzedarach
Jambu air Eugeenia jambos Preh
h Ficus strricta
Jambu biji Psidiium guajava Ranndu alas Gossamp pinus heptaphhylla
Jambu bol Eugeenia malaccaeensis Sem
mpur Dillenia pubescens
Kelapa Cocoos nucifera Senggon Albizzia falcataria
f
Kemang Manggivera caesiaa Tanjjung Mimusop pos elengi
Steleechocarpus
Kepel burahhol Turii Sesbania
a grandiflora

Hailss et al. (19990) menyatakkan bahwa jenis tanamaan yang dipilih sebagai
p
penghasil m
makanan adaalah yang menghasilkan buah, dapaat mengundaang burung
d seranggga, menghassilkan bunga, baik tanaaman tahunnan maupun musiman,
dan
s
sedang untuk burung peemakan biji-bbijian maka sumber bijii-bijian didap
patkan dari
j
jenis rumpuut-rumputan. Pohon yanng bertekstuur daun haluus sperti Peeltophorum
p m, berbuah seperti Ficuus benjamina dan berbuunga seperti Bauhinia
pterocarpum
a
acuminate, b
bersifat men
ngundang serrangga.
Sisteem percabaangan pohoon yang disukai
d buruung pada umumnya
m
merupakan p
percabangan
n yang kontinnyu (Mukhtaar dan Elvizaar, 1986). Beentuk tajuk
y
yang disukaai burung addalah tajuk tertutup
t nam
mun adapulaa yang menyyukai tajuk
t
terbuka. Menurut Hallle (dalam Rusilawati, 2002), pohhon berdasarkan tipe
a a bagi habittat burung ddibagi menjaadi empat tippe yaitu tipe Nezeran,
arsitekturnya
R
Roux, Rauh dan Altim (Gambar 9).

Gamb
bar 8. Tipe-tiipe arsitekturr pohon (Haalle, dalam Rusilawati,
R 2002)
24

Tipe arsitektur pohon Nezeran mempunyai tipe percabangan kontinyu


pada batang utama dengan tajuk terbuka. Tipe pohon Roux mempunyai tipe
percabangan yang sama dengan Nezeran tetapi dengan tajuk tertutup. Tipe
arsitektur pohon Rauh mempunyai tipe percabangan kontinyu pada cabang
samping (cabang sekunder) dan bentuk tajuk tertutup. Tipe arsitektur pohon Attim
mempunyai percabangan kontinyu pada cabang tersier dan bentuk tajuknya
tertutup.
Hails et al. (1990) membedakan tata letak penanaman vegetasi pada ruang
terbuka hijau kota sebagai habitat burung berdasarkan fungsi daerahnya, yaitu
vegetasi pada daerah perlindungan (refuges), vegetasi pada daerah transisi,
vegetasi koridor dan vegetasi padang rumput. Tata letak tanaman pada RTH
sebagai habitat burung (Gambar 10) dibedakan sebagai berikut:
- Tanaman pada daerah perlindungan (refugee), terdiri dari komponen pepohonan
yang ditanam rapat satu sama lain dan kelompok perdu tahan naungan yang
ditanam di antara pepohonan tersebut.
- Tanaman pada daerah transisi, merupakan daerah yang berada di luar daerah
perlindungan dan mengelilingi daerah perlindungan. Tanaman di daerah transisi
berupa semak dan rumput.
- Tanaman koridor adalah tanaman penghubung antara daerah perlindungan,
dimana burung-burung dapat melintas mudah dari suatu tempat ke tempat lainnya
untuk mencari makan, mencari pasangan maupun tempat bersarang. Koridor dapat
berupa jalur pepohonan, semak atau berupa sungai kecil untuk burung air dan
rawa.
- Tanaman padang rumput merupakan daerah terluar setelah transisi atau dapat
berdiri sendiri, terpisah dari daerah yang lebih rapat. Tanamannya berupa
hamparan atau lapangan.

Ruang dimana burung-burung dapat ditemukan untuk mencari makan,


beristirahat dan berkembang biak oleh Handayani (1995) dikelompokan dalam
beberapa strata yaitu strata 1 (0 - 0,6 m), strata 2 (0,6 - 1,8 m), strata 3 ( 1,8 4,5
m), strata 4 (4,5 15 m) dan strata 5 ( >15 m). Jenis burung yang menggunakan
strata 1 dan 2 adalah prenjak, kutilang dan burung gereja. Strata 3 dan 4 lebih
25

banyak digunakan sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang bagi burung-
burung karena menyediakan lebih banyak tempat untuk sembunyi. Selain itu,
strata 3 dan 4 juga menyediakan makanan, baik berupa buah-buahan maupun
serangga. Hampir semua jenis burung menggunakan ruang ini. Sedang strata 5
banyak digunakan oleh jenis burung yang menyukai tajuk pohon, baik mencari
makan, bersarang maupun beristirahat. Burung yang sering terlihat pada strata ini
adalah kepodang dan kutilang.

Gambar 9. Tata vegetasi pada daerah perlindungan, transisi, koridor dan lapangan
rumput bagi satwa burung (Hails et al., 1990)

3. Sumberdaya Pakan Untuk Burung


Rantai makanan adalah peristiwa memakan dan dimakan dengan urutan
tertentu. Contoh : Makanan --> Ulat --> burung prenjak --> burung rajawali -->
bakteri. Tumbuhan dimakan ulat, ulat dimakan burung prenjak, burung prenjak di
makan burung rajawali.
Keterangan :
1. Tumbuhan bertindak sebagai produsen
2. Ulat bertindak sebagai konsumen tingkat I
3. Burung prenjak bertindak sebagai konsumen tingkat II
4. Burung Rajawali bertindak sebagai konsumen tingkat III --> konsumen puncak
26

5. Bakteri bertindak sebagai decomposer / pengurai


Jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan yang
saling berhubungan. Gambar 10 merupakan gambaran jaring-jaring makanan.

Gambar 10. Jaring-jaring makanan

Menurut Boer (1994), ritme dan sedikit perubahan-perubahan stokastik


dalam penawaran sumberdaya makanan dan kelimpahannya, menentukan pola dan
cara pemanfaatan habitat oleh banyak jenis burung. Komponen makanan adalah
penting, yaitu : (a) jenis makanan, (b) banyaknya sumberdaya makanan dan (c)
distribusi makanan berdasarkan waktu. Jenis-jenis burung tersebut dapat
diklasifikasikan dalam kelas-kelas makanannya, sebagai berikut :
a. Frugivore
Frugivore adalah jenis burung pemakan buah. Frugivore terbagi
kedalam dua kelompok yaitu burung-burung yang memakan buah-buah
ukuran besar dan burung-burung yang memakan buah-buah ukuran kecil
(Karr dalam Boer, 1994).
b. Insectivore
Insectivore adalah jenis burung pemakan serangga. Fauna serangga
ataupun kepadatan kehadiran Arthropoda berkorelasi erat dengan derajat
penutupan tanah hutan (Numelin dalam Boer, 1994). Oleh karena itu,
perubahan iklim mikro akibat penutupan tajuk merupakan hal yang
penting.
27

c. Generalist
Secara teoritis, kelompok burung tidak begitu terspesialisasi dalam
makanan yaitu insectivore-frugivore, nectarivore-insectivore, nectarivore-
insectivore-frugivore atau nectarivore-frugivore (Boer, 1994).

4. Faktor Pendukung RTH Ekologis


Berdasarkan penelitian Deppe dan Rottenberry (2008), migrasi burung
bergantung pada distribusi spesies baik luas area maupun tipe vegetasi dan
hubungan migran dengan arsitektur atribut antara skala spasial dan ekologis.
Komposisi dari tanaman dan arsitektur vegetasi menjadi salah satu yang
berpengaruh untuk migrasi burung pada skala yang luas termasuk jenis vegetasi
pantai. Hubungan migran dengan arsitektur atribut antara skala spasial dan
ekologis membuktikan bahwa burung mempertimbangkan bentuk arsitektural dan
sisi ekologis untuk bermigrasi pada suatu tempat. Burung-burung di alam
mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang. Oleh karena itu,
ketersediaan air bersih untuk mandi dan minum merupakan hal yang penting.
Pergerakan satwa antar patch melintasi gap tersebut yang kemudian
ditanggapi oleh satwa secara berbeda pada skala spasial yang sangat spesifik.
Pergerakan satwa antar patch melintasi gap akan bervariasi pada tiap spesies
tergantung pada tipe patch dan faktor lain, seperti cuaca, musim, rute alternatif,
serta resiko yang mungkin dihadapi (predator, jarak) (Wiens dan Rotenberry,
1981). Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan
dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah (mbojo.wordpress.com):
a. Sistem Klasifikasi Koppen
Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan
temperatur dan curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok
utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok
nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima
huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical
rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C
adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates),
28

iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest
climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates).
b. Sistem Klasifikasi Mohr
Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan
besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian
bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan
basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah
hujan bulan berkisar antara 100 60 mm dan bulan kering bila curah hujan
< 60 mm per bulan.
c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk
(2000) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih
banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut
Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan
kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr.
Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang
tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat
basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah)
jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis
vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu
menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis
vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya
hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe
iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H
(ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang.

Tabel 6. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson


29

Berdasarkan Van Hoeve (1989), burung memiliki suhu yang naik turun,
namun waktu burung keluar dari sarang adalah saat bulan kering. Suhu udara
untuk burung di daerah tropis bertahan berkisar 25 30 C.
Menurut Thomas (1979), penyediaan RTH merupakan salah satu usaha
pengelolaan habitat satwa di perkotaan. Dalam membentuk RTH kota yang dapat
digunakan sebagai habitat burung, maka dilakukan pendekatan yang bertujuan:
1. Untuk memperoleh keanekaragaman spesies yang tinggi. Dalam hal ini,
semua spesies dianggap penting dan diharapkan populasi semua spesies
cukup memadai.
2. Untuk meningkatkan populasi spesies tertentu. Dalam hal ini hanya
spesies tertentu yang diutamakan.
Menurut Bennett (1999), berdasarkan asalnya koridor dapat dibedakan atas:
- Koridor alami, seperti sungai dengan tanaman pinggiran sungai (riparian),
termasuk kontur lingkungan yang merupakan hasil dari proses lingkungan.
- Koridor remnant, seperti strip hutan yang tidak ditebang dalam suatu
pembukaan lahan, pepohonan di sisi jalan, atau habitat alami yang
dipertahankan sebagai penyambung antar kawasan lindung,yang terpecah
karena adanya pembukaan lahan atau gangguan lingkungan.
- Koridor regenerasi, merupakan hasil dari pertumbuhan kembali suatu strip
tanaman yang dulu telah mengalami pembukaan atau gangguan.
- Koridor buatan seperti tanaman pertanian, windbreaks atau shelterbelts,
umumnya merupakan tanaman introduksi (non-indigenous atau eksotik).
- Koridor gangguan, seperti jalan kereta, jalan raya, atau fitur lainnya yang
merupakan hasil dari gangguan yang bersifat tetap dan berbentuk strip
panjang.

2.6.Perencanaan Lanskap
Menurut Siti Nurisjah (2009), perencanaan lanskap adalah salah satu
bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini
merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based
planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan
proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu
30

model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik dan lestari yang
mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya
meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan termasuk kesehatannya. Kegiatan
perencanaan lanskap adalah satu bentuk kegiatan yang menitik beratkan pada data
dan informasi yang dikumpulkan serta proses pengolahan data dan informasi
tersebut untuk mendapatkan hasil seperti yang diinginkan atau dikonsepkan. Hasil
perencanaan lanskap yang baik bila produk yang dihasilkan akan berdaya guna
tinggi bagi para pemakainya dan berkelanjutan bagi lanskap atau kawasan yang
direncanakan penataannya. Dalam kegiatan perencanaan lanskap ini maka proses
perencanaan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan
saling mendukung satu dengan yang lain. Proses ini merupakan suatu alat yang
terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari
suatu bentukan fisik dan fungsi lahan/tapak bentang alam, keadaan yang
diinginkan setelah dilakukan berbagai rencana perubahan, serta cara dan
pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan
tersebut.
Rachman (1984) menyatakan bahwa dalam proses perencanaan meliputi
beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu tahap inventarisasi data, analisis,
sintesis, perencanaan, perancangan, pelaksanaan dan diakhiri dengan tahap
pemeliharaan.
31

BAB III
MET
TODOLO
OGI

3.1
3 Tempatt dan Waktu
u
Stud
di dilakukan di kawasan pperumahan Bukit
B Cimannggu City, Kota
K Bogor,
Provinsi
P Jaw
wa Barat (Gaambar 11).

Tanppa skala

Gambar 11. Denah Lokasi


L
di ini dilaksaanakan dalam
Stud m jangka waaktu 6 (enam
m) bulan yaang dimulai
bulan
b Juli 20011 hingga Desember
D 20011 sebagaim
mana disajikkan pada Tabbel 7.

Tabel
T 7. Tahhap Pelaksannaan dan Alookasi Waktuu Studi
Bulaan ke-
No Jeniss Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Pembuaatan Proposall
2 Mengurrus perizinan
3 Survey Lapang
4 Perencaanaan RTH Ekologis
E
5 Penyusunan laporann

32

3.2 Batasan Studi


Studi ini dibatasi sampai tahap penyusunan rencana lanskap (landscape
plan) ruang terbuka hijau perumahan Bukit Cimanggu City, Bogor.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


Alat alat yang digunakan pada kegiatan penelitian ini terdiri atas :

a. Kamera digital untuk mengambil data visual yang dibutuhkan


b. Perangkat komputer dengan software Arcview 3.3 untuk analisis spasial,
Microsoft Word 2007, AutoCAD 2007, Adobe Photoshop CS4, Adobe
Illustrator CS3 dan Google SketchUp 7 untuk pembuatan perencanaan RTH
ekologis.
Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini, disamping
dilakukan pengkajian data lapangan juga membutuhkan data dan peta pendukung
sebagaimana disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jenis, Bentuk Pengambilan, Sumber dan Bentuk Data


Bentuk
Jenis Data Pengambilan Sumber Data Bentuk Data Interpretasi
Data
Data Fisik/ Lanskap
1. Master plan Sekunder Developer Data spasial -Batas tapak
-Tata Guna Lahan
2. Tanah Sekunder Bappeda Deskriptif Jenis Tanah
3. Peta Tata Guna Primer dan Developer,
Data spasial Tata Guna Lahan
Lahan sekunder Survey lapang
4. Citra Satelit Sekunder Pemda/ - Vegetasi
(Quickbird 2006) Bappeda Kota Data Spasial - Aksesibilitas
Bogor - Infrastruktur
5. Iklim Sekunder Kantor -Suhu
Meteorologi Data statistik -Curah Hujan
dan Geofisika -Kelembaban
6. Data Satwa Primer Lapang Data deskriptif Data Satwa Burung

33

3.4 Metodologi
Tahap metodologi terdiri dari persiapan (inventarisasi), pengumpulan data,
analisis-sintesis dan perencanaan. Diagram alur tahap metodologi terdapat pada
Gambar 12.

PENGUMPULAN DAN
PERSIAPAN ANALISIS DAN SINTESIS PERENCANAAN
PENGOLAHAN DATA

Proposal Pengumpulan Data: Membandingkan Konsep


-survey lapang, Luas eksisting RTH perencanaan
-studi pustaka, dengan peraturan PU
- wawancara No.5 Tahun 2008
Desk study Pengembangan
konsep

Pengolahan Data: Membandingkan


Memilih Luas eksisting RTH dengan
lokasi studi -Pembuatan Peta Dasar Block plan
-Pembuatan Peta Tematik kriteria habitat burung ideal
(Peta penutup lahan dan dari University of Montana
peta tata guna lahan) (2010)
Rencana RTH
-Menentukan lokasi
Ekologis sebagai
contoh sampel
Habitat Burung
Analisis Biofisik

Pengecekan lapang
RTH sampel
Peta kesesuaian lahan

Gambar 12. Diagram Alur metodologi

3.4.1 Persiapan
Proses persiapan meliputi penyusunan proposal, desk study, memilih lokasi
penelitian, serta pengumpulan data. Tahap ini dilanjutkan dengan pemilihan lokasi
dengan pengecekan lapang untuk mengetahui kondisi eksisting dari tapak.
Kawasan perumahan Bukit Cimanggu City dipilih sebagai tempat studi karena
dianggap memiliki potensi dan kriteria yang dapat dikembangkan ruang terbuka
hijau ekologis.

3.4.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Pengumpulan data dilakukan melalui survei lapang, wawancara dan studi
pustaka. Data yang telah terkumpul akan diolah menjadi peta dasar dan peta
tematik. Peta dasar akan membantu dalam proses menentukan lokasi sampel.


34

3.4.2.1 Peta Dasar


Penyiapan peta dasar dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia yaitu
master plan. Peta dasar digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta-peta
tematik lainnya.
3.4.2.2 Peta Tematik
Peta tematik dibuat 2 (dua) jenis peta yaitu peta penutupan lahan dan peta
tata guna lahan.
Penutupan Lahan
Klasifikasi penggunaan lahan disusun berdasarkan informasi spasial
seperti master plan kawasan pemukiman dan citra satelit. Peta ini berguna untuk
mengetahui pola permukiman kawasan berdasarkan kondisi eksisting pada tapak
yang meliputi ruang terbangun dan non-terbangun. Peta ini juga berguna dalam
membantu identifikasi penutupan lahan serta membantu dalam menganalisis
lokasi-lokasi di luar tapak sebagai daerah sumber asal burung dan daerah
potensial untuk dikembangkan.
Klasifikasi penutupan lahan dilakukan melalui intepretasi visual terhadap
citra satelit Quickbird 2006. Penutupan lahan diklasifikasikan ke dalam dua kelas
yaitu ruang terbuka dan ruang terbangun.
a. Ruang terbangun
b. Ruang terbuka
Ruang terbuka terdiri atas RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan badan
air. RTH terdiri dari kelompok tanaman sedangkan badan air berupa
sungai dan danau. Citra satelit digunakan untuk mengklasifikasikan jenis
tanaman menjadi beberapa sub-klas yaitu pohon, semak, dan penutup
tanah. Delineasi kelas penutup lahan dilakukan pada layar monitor
komputer. Setelah klasifikasi penutup lahan, dilakukan verifikasi dan
survei lapang untuk setiap kelasnya. Kunci interpretasi citra yang
digunakan berdasarkan karakteristik citra, seperti bentuk, warna, tekstur,
dan bayangan (Tabel 9). Untuk memastikan data dan jenis tanaman, akan
dilakukan pengecekan lapang.

35

Tabel 9. Kunci Identifikasi Citra

Bentuk Warna Tekstur Bayangan


Ruang Terbuka
a.RTH
- Pohon -Bulat - Hijau tua Kasar -Ada,
-Semak -Titik,bulat, memanjang - Hijau tua/muda Agak kasar memanjang
- Penutup tanah -Kotak, Tidak -Hijau muda Halus -Ada, sedikit
-Kompleks (penutup beratuuran -Hijau agak Kasar -Tidak ada
tanah, semak, pohon) -Tidak beraturan kehitaman -Ada

b. Ruang Terbuka lain


- air - Memanjang, kotak, -Hijau pekat, Halus
tidak beraturan cokelat -Tidak ada
Ruang Terbangun
-Jalan -Memanjang -Abu-abu, Hitam Halus Tidak ada
-Rumah/Bangunan -Kotak -Warna terang Agak kasar Ada

Interpretasi citra dilakukan secara visual melalui digitasi pada layar


monitor. Pelaksanaan interpretasi mengikuti langkah- langkah sebagai berikut :
- Memasukan data kedalam sistem komputer
- Registrasi untuk menempatkan koordinat citra pada pada koordinat
geografisnya
- Pemilihan lokasi dengan luasan tertentu untuk areal interpretasi
- Identifikasi obyek berdasarkan kunci interpretasi citra
- Delineasi (digitasi) obyek hasil identifikasi dan klasifikasi
- Penyajian hasil interpretasi
Cara mendigitasi tapak pada Arcview 3.2 adalah sebagai berikut:
Buka data tapak yang telah diregistrasi.
Tekan tombol View pada toolbar lalu tekan New Theme untuk
membuat tema baru. Bentuk tema yang akan dipilih berbentuk polygon.
Beri nama sesuai kunci interpretasi citra, misalnya: Tema Bangunan.
Untuk memulai mendigitasi, tekan tombol Theme lalu tekan Start
editing. Bila sudah selesai mendigitasi, tekan tombol Theme lalu tekan
Stop editing.
Bila sudah selesai membuat digitasi, simpan file project dalam bentuk apr.

Untuk pengecekan lapang , metode yang dilakukan adalah berupa teknik


sampling. Sampling yang digunakan adalah sampling acak. Cara pengacakan
dilakukan dengan menutup mata lalu memilih contoh sampel melalui layar

36

monitor computer. Klasifikasi sampel berdasarkan jenis RTH yang ada di


perumahan yaitu taman lingkungan, taman ketetanggaan/RT, taman halaman
rumah dan koridor. Kawasan BCC tidak memiliki ruang terbuka hijau yang
diperuntukan untuk kawasan RW sehingga taman RW tidak dimasukkan dalam
klasifikasi. Berikut adalah metode pengambilan sampel tiap RTH:
- Taman lingkungan. Untuk taman lingkungan, data diambil pada setiap
taman lingkungan yang ada di perumahan. Data yang diambil berupa data
jenis vegetasi dan satwa. Ketiga sampel merupakan keseluruhan taman
lingkungan yang ada di perumahan Bukit Cimanggu City. Pada Gambar
13 terdapat hasil digitasi sampel taman lingkungan.

Gambar 13. Sampel Taman Lingkungan

- Taman RT. Untuk taman RT, data diambil pada beberapa taman RT yang
ada di perumahan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan
menutup mata lalu memilih lokasi contoh sampel pada layar komputer.
Banyaknya sampel yang diambil adalah 4(empat) sampel dari total
keeluruhan taman RT yang berjumlah 16 taman. Data yang diambil adalah
berupa data jenis vegetasi dan satwa. Pada Gambar 14 terdapat hasil
digitasi sampel taman RT.

Gambar 14. Sampel Taman RT

37

- Taman halaman rumah. Berdasarkan master plan terdapat tiga kelompok


segment. Dibagi menjadi 3 (tiga) bagian untuk memudahkan dalam
menentukan wilayah sampel. Berdasarkan Peraturan Mentei Pekerjaan
Umum No.5 Tahun 2008, kategori RTH pekarangan/ halaman rumah
dibagi menjadi 3(tiga) yaitu pekarangan rumah besar, rumah sedang dan
rumah kecil sehingga masing-masing bagian dipilih tiga sampel rumah.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menutup mata lalu
memilih lokasi contoh sampel pada layar komputer karena diharapkan
sampel yang didapat adalah tiga kategori luas rumah. Sampel rumah yang
didapat akan dibagi menjadi tiga kategori luas yaitu kategori rumah besar (
tipe 90), rumah sedang (tipe 90-45) dan rumah kecil ( tipe 45).

Gambar 15. Penentuan sampel melalui layar monitor komputer

Gambar 16 adalah pembagian tapak menjadi tiga bagian untuk dapat


menentukan lokasi sampel taman rumah. Titik biru pada gambar merupakan
sampel yang telah dipilih.

Gambar 16. 3 (Tiga) pembagian wilayah untuk sampel taman rumah

38

- Koridor. Penghubung antar taman. Data koridor yang diambil berupa data
jenis vegetasi yang berada di jalur hijau jalan dan jalur biru yang
menghubungkan dengan antar RTH taman dan antara RTH taman dengan
sumber di luar tapak.

Peta Tata Guna Lahan


Peta tata guna lahan diperoleh dari master plan lalu dilakukan klasifikasi
berdasarkan fungsi lanskap perumahan yaitu hunian, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan infrastruktur. Bukit Cimanggu City (BCC) membagi kawasannya
menjadi empat yaitu hunian, fasilitas umum, infrastruktur dan lain-lain. Fasilitas
umum terbagi menjadi RTH taman, area komersil, mesjid dan area rekreasi.
Infrastruktur terbagi menjadi dua yaitu saluran drainase dan jalan sedangkan lain-
lain terbagi menjadi kavling dan kebun. Diagram penggunaan lahan di kawasan
Bukit Cimanggu City terdapat pada Gambar 17.

Bukit Cimanggu City

Hunian Fasilitas Umum Infrastruktur Lain-lain

RTH Area Mesjid Area Saluran Jalan Kavling Kebun


Taman komersil rekreasi drainase

Gambar 17. Struktur penggunaan lahan Bukit Cimanggu City

3.4.2.3 Data Pendukung


1. Tanah
Data tanah berguna untuk mengetahui jenis tanah dan tingkat kesuburan
tanah.
2. Iklim
Data iklim disusun berdasarkan kriteria kenyamanan manusia yang
mempengaruhi yaitu suhu dan kelembaban.


39

3. Saluran Drainase
Data yang dibutuhkan adalah sistem/saluran drainase yang ada di sekitar
tapak seperti saluran drainase primer dan sekunder seperti penyerapannya. Data
hidrologi berguna dalam menentukan daerah-daerah yang dapat digunakan oleh
burung untuk minum, mandi dan bermigrasi.

4. Data Satwa
Data satwa ditujukan pada penghuni kawasan perumahan Bukit Cimanggu
City. Cara pengambilan data dilakukan dengan mengajukan wawancara kepada
pengguna taman. Isi wawancara berkaitan dengan jenis burung yang pernah
dilihat pengguna dalam RTH. Metode wawancara adalah sebagai berikut:
-Wawancara dilakukan kepada salah seorang penghuni di tiap taman sampel.
- Menanyakan jenis burung yang pernah dilihat di dalam atau sekitar taman.
- Menunjukan foto atau gambar jenis burung untuk memastikan benar atau
tidaknya jenis burung yang disebutkan oleh narasumber.
Metode pengambilan sampel telah dijelaskan pada pengambilan data vegetasi.
Selain dengan metode wawancara, dilakukan pendataan tanaman untuk
mengetahui potensi burung yang ada di kawasan perumahan.

3.4.3 Analisis dan Sintesis


Kesesuaian tapak untuk dijadikan kawasan permukiman ekologis
kawasan burung dapat diketahui dengan proses analisis. Analisis pertama adalah
menganalisis kebutuhan RTH untuk permukiman dengan cara membandingkan
luas eksisting sampel dengan standard berupa aturan PU No.5 tahun 2008.
Berikutnya adalah analisis kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian lahan terbagi
menjadi dua yaitu analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang dan analisis
biofisik. Analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang dilakukan dengan
membandingkan luas eksisting dengan kriteria habitat burung ideal menurut The
University of Montana (2010) sedangkan analisis biofisik membandingkan jenis
tanah, vegetasi, iklim dan hidrologi eksisting dengan kriteria. Adapun tahapan
analisis-sintesis tersaji pada Gambar 18.

40

Luas Tapak Kebutuhan RTH PU

E<S E=S E>S

Luas Kebutuhan RTH Biofisik Kriteria


Tapak Biofisik

-tanah
-vegetasi
-hidrologi, iklim

Kesesuaian Luas RTH


untuk Kesesuaian Biofisik
Habitat burung Tapak untuk
Bersarang

Ket : E Eksisting
Sintesis
S Standard

Gambar 18. Tahapan Analisis- Sintesis

Luas eksisting RTH taman sampel akan dibandingkan dengan standard


kebutuhan RTH menurut Menteri Pekerjaan Umum No.5 tahun 2008 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Selanjutnya akan
didapatkan hasil E<S, E=S atau E>S. Bila E<S atau eksisting lebih kecil dari
standard yang ditetapkan maka diperlukan penambahan luasan RTH dengan
memanfaatkan ruang-ruang kosong yang belum terpakai. Sedangkan bila luas
sudah sesuai dengan standard atau melebihi standard maka tahap analisis dapat
dilanjutkan ke tahap berikutnya.

3.4.3.1 Analisis Kebutuhan RTH untuk Permukiman


Pertama-tama dilakukan evaluasi ketersediaan luas RTH berdasarkan
peraturan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum (Tabel 10). Hal ini
untuk menentukan kebutuhan RTH manusia.

41

Tabel 10. Kriteria luas berdasarkan peraturan daerah


No Unit Tipe RTH Luas Luas minimal Lokasi
minimal /unit (m)
/unit (m)
1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 di tengah
2 2500 jiwa Taman RW 1.25 0,5 di pusat kegiatan
3 30000 jiwa Taman 9 0,3 dikelompokan
120000 Taman 24 0,2 dikelompokan
4
jiwa Pemakaman Disesuaikan 1,2 tersebar
Taman kota 144 0,3 di pusat wilayah/
480000 Hutan kota Disesuaikan 4,0 di dalam/ kawasan
5
jiwaUntuk fungsi- Disesuaikan 12,5 disesuaikan dengan
fungsi tertentu kebutuhan
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008

Data luas kebutuhan RTH berdasarkan PU akan dibandingkan dengan luas


RTH yang ada di lapang. Perhitungan luas RTH di lapang menggunakan data
tematik yang telah didigitasi. Data luas berdasarkan PU yang telah dihitung
kemudian akan dibandingkan dengan luas hasil digitasi. Hasilnya akan diketahui
apakah luas RTH kawasan telah sesuai dengan peraturan pemda atau belum.
Untuk cara mendapatkan luas RTH yang ada, digunakan peta hasil dari
digitasi penutupan lahan. Berikut adalah cara untuk mendapatkan luas RTH:
File Arcview yang telah didigitasi (.shp) dipindahkan ke program Adobe
Illustrator CS3, lalu di-save as dengan format .dwg.
Buka file di Autocad 2007, rubah unit satuan menjadi meter. Simpan
dalam format .dwg.
Buka file di Sketch Up7
- Peta dalam bentuk polyline.
- Rubah bentuk polyline peta menjadi bidang (tertutup sempurna)
dengan cara membuat kotak di-on face menutupi seluruh peta. Klik
kanan pilih Intersect lalu tekan Intersect With Model.
- Hapus kotak yang telah dibuat sebelumnya.
- Untuk mendapatkan luas, pilih seluruh area lalu klik kanan tekan
Area pilih Selection.
- Hasil yang akan keluar berupa luas dengan satuan meter persegi.

42

3.4.3.2 Analisis Kesesuaian Lahan RTH Sebagai Habitat Burung


Analisis kesesuaian RTH, dilakukan dengan menyepadankan (matching)
antara data yang diperoleh dengan kriteria.
a. Analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang
Kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang ditentukan berdasarkan kriteria
yang dikeluarkan The University of Montana (2010) mengenai luas yang
dibutuhkan untuk mengoptimalisasi satwa burung yang ada (Tabel 10). Setelah itu
dilakukan evaluasi jumlah dari edges menggunakan rumus L/2A, di mana L
= keliling patch dan A = luas (Forman and Godron, 1986).
Koridor dianalisis untuk mengetahui kesesuaian fungsi koridor sebagai
penghubung antar RTH dan antara RTH dengan sumber di sekitar tapak. Analisis
koridor juga berguna untuk mengetahui arah pergerakan burung.

Tabel 11. Kriteria luas habitat burung ideal


Area yang Luas area (meter) Keterangan Kriteria
diperlukan
Area perlindungan Lebih dari 50 ha Untuk daerah bertelur -pepohonan yang
( sumber ) ditanam rapat
-perdu tahan naungan
yang ditanam di antara
pepohonan tersebut
Area perlindungan 5 meter dengan daerah - Daerah bertelur -pepohonan yang
(penampungan) buffer sebesar 11.3 meter sebesar 5 meter dan ditanam rapat
daerah transisi 11.3 -perdu tahan naungan
meter yang ditanam di antara
-Memiliki 30 jenis pepohonan tersebut
tanaman
Koridor Tak tentu (kontinyu) berupa jalur
pepohonan, semak
atau berupa sungai
kecil

Luas perlindungan penampung ditentukan dengan melakukan perhitungan


luas menggunakan rumus lingkaran. Panjang jari-jari lingkaran bagian dalam
sebesar 5 meter dengan daerah transisi sebesar 11.3 meter dari tepi lingkaran

43

terluar. Pada Gambar 19, terdapat lingkaran untuk memudahkan dalam


perhitungan area perlindungan penampung.

11.3 5 meter
meter

Gambar 19. Jarak yang dibutuhkan dalam area penampung

b. Analisis Biofisik
Setelah dilakukan klasifikasi dengan kriteria luas burung ideal kemudian
dilakukan klasifikasi habitat burung berdasarkan persaratan atau kriteria biofisik
habitat burung disusun dari beberapa sumber (Tabel 11) yaitu berdasarkan teori
Van Hoeve (1989) mengenai iklim, jenis tanaman dan jenis makanan yang
dihasilkan (Hails et al., 1990), bentuk tajuk (Halle, dalam Rusilawati, 2002) dan
tinggi tanaman (Handayani, 1995). Hasil dari klasifikasi dianalisis menurut
bagiannya masing-masing.

Tabel 11. Persaratan/Kriteria Biofisik Lokasi Habitat Burung

Karakteristik Lokasi Lahan Persaratan Lokasi Habitat Burung


Iklim
- Suhu udara Berkisar antara 25-30 C

- Curah hujan 60- 100 mm per bulan


Jenis tanah Subur
Vegetasi
- Jenis tanaman Pohon, semak, rumput, kompleks

- Tinggi tanaman a. Strata 1 ( 0-0,6 meter)


b. Strata 2 (0,6-1,8 meter)
c. Strata 3 (1,8-4,5 meter)
d. Strata 4 (4,5- 15 meter)
e. Strata 5 ( >15 meter)

44

- Jeniss makanan yang


y Biji, buah
h, penarik serangga, berbbunga
dihassilkan

- Tipe arsitektural4 a. Neezeran

b. Rooux

c. Raaux

d. Alltim

Saluran draiinase Terbuka


http://mbojo.wordpress.com
m/2007/05/02/kklasifikasi-iklim
m/.(diakses 7 D
Desember 20100]
Hails (1990)
Handayani (11995)
4
Rusilawati (22002)

Analisis Tanah
Anallisis tanah dilakukan
d deengan cara membandinngkan data tanah
t yang
telah
t didapaat dengan deskripsi kkesuburan tanah menurrut literatur mengenai
kesuburan
k taanah.

45

Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi menggunakan peta dan data sampel yang telah diperoleh
sebelumnya lalu hasilnya diklasifikasi pada Tabel 12. Data vegetasi yang telah
diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis, sumber pakan, tipe arsitektural dan
tinggi tanaman. Data vegetasi ini diambil berdasarkan sampel jenis RTH
permukiman yang diperoleh.
Analisis vegetasi berguna untuk mengetahui lokasi mayoritas burung
untuk bersarang, makan dan mandi serta potensi jenis burung yang dapat
dikembangkan.

Tabel 13. Klasifikasi Vegetasi Berdasarkan Kriteria


Nama Jenis tanaman Jenis makanan yang Tipe arsitektural Tinggi Tanaman Jenis burung
Tanaman (pohon, semak, dihasilkan ( biji, (Nezeran, Roux, ( Strata 1, 2, 3, 4, yang sesuai
rumput) buah, penarik Rauh, Altim) 5)
serangga, berbunga)

Klasifikasi ini untuk mempertahankan jenis burung yang telah ada dan
menentukan upaya yang diperlukan mempertahankan keberadaan jenis-jenis
tanaman tertentu.

Analisis Iklim
Data iklim yang ada dibandingkan dengan data literatur (Tabel 11). Data
iklim yang akan dianalisis adalah data iklim makro selama sepuluh tahun terakhir.
Hal ini untuk menghindari kesalahan pada analisis iklim akibat terjadinya
perubahan iklim.

Analisis Saluran Drainase


Peta saluran drainase digunakan untuk mengetahui aliran saluran drainase
kawasan BCC. Berdasarkan penelitian Deppe dan Rottenberry (2008), burung-
burung di alam mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang.
Analisis saluran drainase dilakukan untuk mengetahui apakah kawasan memiliki
ketersediaan air bersih yang dapat digunakan sebagai sumber kehidupan burung.

46

Hasil akhir dari tahap analisis adalah untuk mengetahui kesesuaian


kawasan BCC untuk dikembangkan sebagai kawasan ekologis habitat burung
yang dinilai dari segi ketersediaan luas RTH dan kesesuaian lahan.

3.4.3.3 Sintesis
Sintesis adalah tahap penyusunan program kebutuhan ruang untuk
mendapatkan bentuk RTH ekologis serta pembentukan sistem RTH pada
lingkungan permukiman yang memiliki fungsi sebagai RTH untuk keseimbangan
ekologis wilayah permukiman. Hasil sintesis berupa suatu rumusan alternatif
bentuk RTH ekologis yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakter tapak dan
jenis burung yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan hasil analisa tapak
dan rumusan penghadiran elemen perlengkapan ruang RTH ekologis yang
mendukung habitat satwa. Untuk meningkatkan populasi spesies burung perlu
dilakukan perbaikan habitat, misalnya: melakukan penanaman jenis-jenis
tumbuhan sumber pakan. Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, secara garis
besar faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan
habitat burung sebagai berikut :
1. Ruang- ruang dalam pengembangan habitat burung di daerah perumahan
yaitu daerah perlindungan daerah burung sumber (source), daerah
penampung (sink) dan koridor.
2. Jenis burung yang potensial untuk dikembangkan.
3. Jenis tanaman yang akan dikembangkan dapat mendukung dalam
perencanaan habitat burung.

3.4.4 Perencanaan Lanskap RTH Ekologis


Tahap ini merupakan tahapan lanjutan dari tahap sintesis. Selanjutnya
dilakukan tahap konsep, pembuatan konsep dasar mengacu pada tujuan dari studi
perencanaan. Bentuk RTH merupakan pengajuan dari bentuk alternatif berupa
rencana blok yang telah didapatkan pada tahap sintesis.
Tahapan perencanaan lanskap dimulai dengan menjabarkan konsep sesuai
dengan kepentingan-kepentingan penataan kawasan perumahan Bukit Cimanggu
City. Selanjutnya penerapan konsep ke dalam bentuk arsitektural sehingga dapat

47

menjadi dasar untuk pengembangan kawasan, baik yang terkait dengan kebutuhan
habitat burung maupun yang terkait dengan kepentingan masyarakat yang ada.
Hasil akhir dari studi ini berbentuk rencana ruang terpadu baik bentuk,
lokasi dan luas RTH ekologis dalam kawasan permukiman yang menyediakan
ruang luar aktivitas manusia, penetapan jenis-jenis ruang habitat satwa burung dan
faktor-faktor pendukung kehidupan satwa burung. Tahap ini merupakan
penerapan dari kriteria habitat burung ideal yang sesuai dengan tapak kemudian
diterapkan pada kawasan perumahan. Hasil perencanaan secara arsitektural
berupa gambar rencana lanskap (landscape plan) untuk tiap zona berbeda yaitu
daerah perlindungan burung, daerah transisi burung dan lanskap daerah koridor.
Ruang aktivitas manusia di dalam RTH ekologis dan suasana ruang digambarkan
dengan ilustrasi perspektif. Elemen perlengkapan ruang dan perkerasan lantai
beton berpola disajikan dalam gambar-gambar ilustrasi model untuk tiap jenis
RTH. Serta didukung spasial kawasan yang dilengkapi dengan sarana, prasarana
dan fasilitas pendukung.

48

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Data Biofisik


4.1.1 Kondisi Umum Tapak
Penelitian dilakukan di kawasan Bukit Cimanggu City yang terletak di kota
Bogor, Kecamatan Tanah Sereal dan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Secara
geografis, terletak pada 06.53LS-06.56LS dan 106.47BT -106.78BT. Kawasan ini
dibatasi oleh Jalan Soleh Iskandar atau dikenal dengan Jalan Baru di bagian selatan,
di selatan dibatasi Jalan Cilebut dan Desa Sukadamai, di bagian barat berbatasan
dengan Desa Sukadamai sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Desa
Mekarwangi dan Cibadak. Kawasan ini terdiri dari area perumahan, area komersil,
fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana serta lahan kosong yang masih dalam tahap
pembangunan.
Kawasan Bukit Cimanggu City memiliki dua tipe zona permukiman (Gambar
20). Zona pertama yaitu permukiman yang berada di Bukit Cimanggu Villa
sedangkan zona kedua yaitu permukiman yang berada di Green Land. Titik merah
pada gambar merupakan batas pemisah antara dua zona permukiman sedangkan
warna biru tua merupakan batas perumahan Bukit Cimanggu City.
Bukit Cimanggu City menerapkan sistem cluster berdasarkan kesamaan
desain arsitektur pada bangunan rumah. Jenis-jenis cluster yang diidentifikasi pada
perumahan Bukit Cimanggu Villa adalah Cluster Mediterania, Rafflesia, Royal
Lakeside, Tropical Garden, Taman Permata, Taman Chrysant, Taman Bunga, dan
Cluster Bali. Sedangkan cluster yang berada di Greenland Residence, yaitu Cluster
River Park View, Valley Park View, Hills Park View dan Cluster Raya Kencana.
Kawasan permukiman Bukit Cimanggu Villa sudah selesai dibangun
sementara permukiman Greenland masih dalam tahap pembangunan. Oleh karena itu,
studi difokuskan pada Bukit Cimanggu Villa (Gambar 21).


49

BUKITCIMANGGU
VILLA

GREENLAND

Sumber : Pihak Pengembang Perumahan Bukit Cimanggu City


Legenda Judul Penelitian Judul Gambar
Batas Perumahan Bukit Cimanggu City
Greenland PERENCANAAN RUANG TERBUKA
HIJAU EKOLOGIS DI KAWASAN Dibuat Oleh
PERUMAHAN Dian Khaerunnisa
Bukit Cimanggu Villa A44062918

Dibimbing Oleh
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Batas
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP Orientasi No Gambar 20
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kawasan BCC Skala
2011

50

Desa Sukadamai

Desa Mekarwangi

Jalan Soleh Iskandar

Legenda Judul Penelitian Judul Gambar


Peta Batas Penelitian
Batas kawasan studi PERENCANAAN RUANG TERBUKA
HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI Dibuat Oleh
HABITAT BURUNG DI KAWASAN Dian Khaerunnisa
PERUMAHAN A44062918

Dibimbing Oleh
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP Orientasi No Gambar 21


Sumber Peta FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
QUICKBIRD 2006 Skala
2011

51

4.1.2 Kondisi Biofisik Tapak


4.1.2.1 Bukit Cimanggu City
Bukit Cimanggu City dahulu dikenal sebagai Bukit Cimanggu Villa,
dikembangkan oleh PT Perdana Gapura Prima (PGP) mulai tahun 1990. Luas areal
kawasan ini 1.295.514 m atau 129 hektar dengan kisaran elevasi (ketinggian tanah
dari permukaan laut) 194 m dari permukaan laut dengan slope kemiringan lahan 0-5
%. Kawasan perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) dahulu berada pada daerah
yang berbukit dengan curah hujan per tahun mencapai 3500-4000 mm dan suhu rata-
rata berkisar antara 23-30 C (Monografi Kelurahan Mekarwangi, 2009).
Menurut Mackinnon (1995), daratan pulau Jawa bagian barat merupakan
penyedia ekosistem terestrial tropis dengan kelimpahan jenis burung yang tinggi yaitu
340 jenis bila dibandingkan dengan pulau Jawa bagian tengah dan timur yaitu 316
jenis dan 299 jenis. Daratan pulau Jawa bagian barat dikunjungi burung migran pada
saat belahan bumi bagian utara mengalami musim dingin. Hal ini dikarenakan berada
di kawasan tropis yang subur sehingga menjadi penyedia sumber daya pakan yang
berlimpah dengan suhu yang hangat sepanjang tahun. Oleh karena itu, tapak yang
berada di daratan pulau Jawa bagian barat memiliki potensi sebagai penyedia sumber
daya pakan yang berlimpah untuk habitat burung.

4.1.2.2 Alokasi Ruang dan Lahan Tapak


Rencana umum pembangunan kawasan BCC terdiri dari pembangunan
kawasan perumahan yang didukung oleh fasilitas-fasilitas publik. Apartemen,
Driving range, shopping mall, pusat bisnis dan masih banyak pembangunan dari
pengembangan lain di Bukit Cimanggu City, baik residensial, fasilitas umum dan
sosial, commercial dan high rest project.
Batas kawasan tapak dalam rencana pengembangan kawasan terbangun oleh
pengembang membentuk pola batasan kawasan yang memanjang (Gambar 22).


52

Legenda Judul Penelitian Judul Gambar


Peta Eksisting Bangunan
bangunan PERENCANAAN RUANG TERBUKA
HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI Dibuat Oleh
HABITAT BURUNG DI KAWASAN Dian Khaerunnisa
PERUMAHAN A44062918

Dibimbing Oleh
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP Orientasi No Gambar 22
Sumber Peta FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

QUICKBIRD 2006 2011
Skala
53

Jumlah keluarga dalam tiap cluster dapat mencapai 20 hingga 50 keluarga.


Alokasi penggunaan lahan pada Bukit Cimanggu City tersaji pada Tabel 14.

Tabel 14. Penggunaan Lahan pada Bukit Cimanggu City
Tata Guna Lahan Luas (m2) Penggunaan (%)
Perumahan Bukit Cimanggu City
a. Bukit Cimanggu Villa 915.644 70,7
b. Greenland 379.870 29,3
Jumlah 1.295.514 100%
Sumber : Master Plan Bukit Cimanggu City, Bogor

Tabel 15. Klasifikasi Tata Guna Lahan Bukit Cimanggu City


Klasifikasi Luas (m2) Penggunaan (%)
Kavling Perumahan Efektif 527.876 39,0
Area Komersil 36.901 2,2
Prasarana Jalan & Fasos-Fasum 629.427 51,4
Rencana Pengembangan 101.310 7,4
Jumlah 1.295.514 100,0%
Sumber : Master Plan Bukit Cimanggu City, Bogor

Menurut wawancara dengan pihak pengembang, umumnya penghuni di


perumahan lebih menyukai area taman atau ruang-ruang terbuka lainnya. Taman-
taman kantung (vest pocket park) dan taman lingkungan dibentuk untuk menjawab
kebutuhan tersebut. Taman-taman tersebut berfungsi untuk tempat berkumpul dan
sebagai area terbuka hijau.
Gambar 23 tersaji peta tata guna lahan kawasan Bukit Cimanggu City
sedangkan pada Tabel 16 tersaji alokasi jenis ruang dan lahan untuk pemukim yang
telah direncanakan oleh pihak pengembang. Berdasarkan fungsinya, peta tata guna
lahan ruang dibagi menjadi tujuh ruang sedangkan jenis ruang yang direncanakan
oleh pengembang terbagi menjadi tiga yaitu ruang bermukim, fasilitas umum dan
infrastuktur. Selain jenis ruang dan alokasi lahan, pada tabel juga terdapat lokasi tiap-
tiap ruang.


54

Legenda Judul Penelitian Judul Gambar


Permukiman
Peta Tata Guna Lahan
PERENCANAAN RUANG TERBUKA
Ruang Terbuka Hijau
HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI Dibuat Oleh
HABITAT BURUNG DI KAWASAN Dian Khaerunnisa
Area komersil
PERUMAHAN A44062918
Area rekreasi Dibimbing Oleh
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Masjid
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP Orientasi
Kebun FAKULTAS PERTANIAN No Gambar 23
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saluran drainase terbuka Skala
2011

55

Tabel 16. Alokasi Jenis Ruang dan Lahan untuk Pemukim yang Direncanakan Oleh
Pengembang
Jenis Ruang Alokasi Lahan Lokasi ruang
Ruang bermukim Bangunan rumah Menyatu dalam
lingkungan cluster

Taman Rumah Menyesuaikan dengan


luas bangunan

Fasilitas Umum Jalan Menghubungkan


kelompok cluster
pemukiman

RTH
a. Taman Lingkungan Lokasi tersebar dengan
jarak aksesibilitas yang
tidak merata di tepi jalan
ramai dan luas tidak
konsisten sama

b. Taman Lokasi tersebar dengan


Ketetanggaan luas yang tidak merata
dengan satu taman untuk
per dua RT

c. Jalur Hijau Lebar rata-rata 1 hingga


2 meter

Mesjid Lokasi ada di tepi jalan


dengan aksesibilitas
kurang terjangkau bagi
pemukim

Areal Rekreasi Olahraga Lokasi berada di tengah


pemukiman dan cukup
mudah untuk diakses
oleh pemukim

Kawasan Komersial Lokasi berada di tengah


pemukiman dan cukup
mudah untuk diakses
oleh pemukim


56

Tabel 16. Lanjutan
Infrastruktur Pos satpam Lokasi tersebar pada
pintu masuk tiap cluster
dan fasilitas pemukiman

Jaringan kabel listrik Peletakan jaringan kabel


dan telepon listrik dan telepon di atas
udara

Saluran air bersih Peletakan pipa air bersih


ditanam di bawah tanah

Saluran air drainase dan Saluran pembuangan air


saluran air kotor drainase terbagi menjadi
dua yaitu terbuka dan
tertutup

Sumber : Hasil Survey

Beberapa Ruang Terbuka Hijau yang terdapat pada kawasan permukiman Bukit
Cimanggu City antara lain taman ketetanggaan, taman rumah, taman komunitas dan jalur
hijau jalan (Gambar 24).

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 24. RTH Permukiman: (a) Taman Ketetanggaan, (b) Taman Rumah,
(c) Taman Komunitas, dan (d) Jalur Hijau Jalan


57

4.1.2.3 Iklim
Iklim yang digunakan pada penelitian berasal dari Badan Metereologi dan
Geofisika (BMG) Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Klas I, Dramaga
Bogor. Data iklim diambil dalam kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 1996-
2006. Data iklim kota Bogor dari tahun 1996-2006 terdapat pada Gambar 25.

RatarataBulananIklimKotaBogor
19962006
400

360

320

280

240

200

160

120

80

40

0
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
curahhujan(mm) kelembapan(%) suhu(C)

Sumber : Data Klimatologi BMG


Gambar 25. Data Iklim kota Bogor Tahun 1996-2006


58

4.1.2.4 Saluran Drainase


Sistem drainase di Bukit Cimanggu City (BCC) dilengkapi dengan sistem
drainase terbuka dan drainase tertutup (Gambar 26). Kanal-kanal air berfungsi
sebagai tempat mengalirkan air yang berasal dari air hujan, saluran rumah tangga dan
Marcopolo Water Park menuju ke kolam resapan atau danau. Kawasan BCC terdapat
situ atau danau yang berfungsi sebagai daerah resapan air yang dapat menampung air
dalam kapasitas yang cukup besar. Area danau ini terletak di Casa Grande. Luas area
danau mencapai lebih kurang 7.360 m. Selain berfungsi sebagai area resapan air, situ
tersebut dijadikan sebagai objek rekreasi.

Gambar 26. Aliran Drainase Permukiman BCC

4.1.2.5 Vegetasi
Vegetasi prasarana jalan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berada di
kawasan Bukit Cimanggu City dapat diidentifikasi berdasarkan letak cluster-cluster
yang berada di kawasan perumahan. Pada kawasan Bukit Cimanggu Villa (BCV)
terdapat 8 cluster sedangkan pada Green Land terdapat 6 cluster. Vegetasi pohon
yang terdapat di Bukit Cimanggu Villa pada umumnya telah mengalami pertumbuhan
yang optimal dan dapat diidentifikasi (Tabel 17) sedangkan vegetasi yang terdapat di
Greenland sebagian besar masih dalam tahap pembangunan.

Tabel 17. Vegetasi Pohon di Bukit Cimanggu Villa


No. Cluster Vegetasi Pohon Nama Latin Pohon
1 Mediterania Cemara cunninghamii (Araucaria cunninghamii)
Palem raja (Roystonea regia)
Kamboja kuburan (Plumeria rubra)


59

Tabel 17. Lanjutan


2 Rafflesia Cemara norflok (Araucaria heterophilla)
Pinang (Areca catechu)
Biola cantik (Ficus lyrata)
3 Royal Lakeside Palem sadeng (Livistona chinensis)
Tabibuya (Tabebuya sp)
Chinese jupiter (Juniperus chinensis)
4 Tropical Garden Palem merah (Cyrtostachis renda)
Dadap merah (Erythrina cristagalli)
5 Taman Permata Palem botol (Mascarena lagenicaulis)
Cemara kipas (Thuja orientalis)
6 Taman Chrysant Palem putri (Veitchia merilii)
Kayu manis (Cinnamomun burmanii)
Kerai payung (Felicium decipiens)
Krisan (Chrysanthemum sp.)
7 Taman Bunga Palem ekor tupai (Wodyetia bifurcata)
Kenanga (Cananga odorata)
Sikat botol (Callistemon cifrinus)
8 Bali Pisang hias (Heliconia sp)
Cempaka (Michelia champaca)
Ketapang (Terminalia catappa)
Kelapa (Cocos nucifera)
Sumber : Pihak Pengembang Perumahan Bukit Cimanggu City
Vegetasi semak dan penutup tanah yang banyak ditemukan di RTH publik pada
kawasan BCC (Gambar 27) adalah Kana (Canna generalis), Ruelia tegak (Ruellia
brittoniana), Sutra bombay (Portulaca grandiflora), Kucai (Carex morrowii), Lili
paris (Chlorophytum sp), Siklok (Agave attenuate), Agave (Agave angustifolia), dan
Rumput gajah (Axonopus compressus). Pada Gambar 28 tersaji peta persebaran
vegetasi kawasan BCC.

Gambar 27. Beberapa Jenis Vegetasi di RTH Publik BCC


60

Legendda Judul Penelitiann J


Judul Gambar
P
Peta Vegetasi
Pohon PERENCANA AAN RUANG TERBUKA
HIJAU EK
KOLOGIS SEBAAGAI D
Dibuat Oleh
Semak HABITAT BUURUNG DI KA
AWASAN Diaan Khaerunnisa
PE
ERUMAHAN A44062918
Groundcoveer
Dibimbing Oleh
D
Gabungan Ir. Qodariian Pramukanto, M.Si
M

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


L O
Orientasi No Gambbar 28
Sumberr Peta FAKULLTAS PERTANIA
AN
I
Interpretasi visua
al citra INSTITUT
T PERTANIAN BOOGOR
QUICKBIRD 20062 S
Skala
2011

61

4.1.2.6 Topografi dan Tanah


Kawasan Bukit Cimanggu City (BCC) memiliki kemiringan yang pada
umumnya datar yaitu berkisar 0%-5% . Kemiringan tersebut menjadikan kawasan
BCC bebas dari bahaya erosi atau longsor. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(2004) tentang kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lereng, kedua
kawasan perumahan tersebut telah memenuhi kriteria yaitu untuk lahan permukiman
dibangun pada lahan dengan kemiringan 0-15%.
Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor (dalam, Saputra, 2010) jenis tanah
yang teridentifikasi di kawasan Bukit Cimanggu City merupakan jenis tanah Latosol.
Mahasiswa tidak melakukan uji lab terhadap tanah di daerah ini.

4.1.2.7 Kondisi Satwa


Data kondisi satwa yang diperolah melalui wawancara kepada orang yang
berada di RTH dan memiliki intensitas tinggi di RTH. Pada taman ketetanggaan
memiliki fasilitas pos satpam. Dari beberapa satpam dan penghuni yang telah
diwawancara, diketahui jenis burung yang sering terlihat pada pemukiman.
Jenis burung berdasarkan hasil wawancara tersebut antara lain:
- Burung gereja (Passer montanus),
- Burung emprit (Lonchura puntulata),
- Burung kutilang (Pycnonotus aurigaster),
- Burung merpati (Columba oenas),
- Burung perkutut (Geopelia striata), biasanya pada pagi hari
- Burung sriti/walet rumah (Collocalia esculanta) ,
- Burung ciblek/prenjak jawa (Prinsa familiaris), setiap pagi dan
- Burung hummingbird.

4.2 Analisis
4.2.1 Analisis Kebutuhan RTH untuk permukiman
Berdasarkan fungsinya, ruang terbuka hijau permukiman akan dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu taman lingkungan, taman ketetanggaan (RT) dan halaman


62

rumah. Luas sampel dibandingkan dengan standard kebutuhan RTH dari PU (Tabel
18). Gambar 29 merupakan sampel taman ketetanggaan Bukit Cimanggu City
sedangkan luas taman ketetanggaan/RT dan perbandingan dengan standard Menteri
Pekerjaan Umum (2008) terdapat pada Tabel 19.

Tabel 18. Standard Kebutuhan RTH menurut PU


No Unit Tipe RTH Luas minimal Luas minimal Lokasi
/unit (m) /unit (m)
1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 di tengah
2 2500 jiwa Taman RW 1.25 0,5 di pusat kegiatan
3 30000 jiwa Taman 9 0,3 dikelompokan
Taman 24 0,2 dikelompokan
4 120000 jiwa
Pemakaman Disesuaikan 1,2 tersebar
Taman kota 144 0,3 di pusat wilayah/
Hutan kota Disesuaikan 4,0 di dalam/ kawasan
5 480000 jiwa
Untuk fungsi- Disesuaikan 12,5 disesuaikan
fungsi tertentu dengan kebutuhan
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 29. Sampel Taman Ketetanggaan / RT: (a) Sampel 1, (b) Sampel 2,
(c)Sampel 3, dan (d) Sampel 4


63

Tabel 19. Luas Beberapa Sampel Taman Ketetanggaan


Kebutuhan Ruang
Taman
Luas (m) Keterangan minimal berdasarkan PU
Ketetanggaan/RT
menjadi 250 m/ unit
Sampel 1 367.9493 - Satu taman untuk dua RT E>S
- Kebutuhan Ruang Terbuka
Sampel 2 223.5442 E<S
Hijau = Luas minimal PU x
Sampel 3 787.5076 Jumlah RT E>S
Sampel 4 972.0216 E>S
Ket : E = Eksisting ; S = Standard

Berdasarkan hasil perbandingan, diketahui bahwa pada sampel 2 luas


eksisting tidak mencukupi standard PU. Pada 2, luas eksisting RTH tidak mencukupi
26,4558 m sehingga diperlukan adanya penambahan luas taman ketetanggaan untuk
memenuhi standard PU. Gambar 30 merupakan gambar Taman Lingkungan Bukit
Cimanggu City.

(a) (b)

(c)
Gambar 30. Taman Lingkungan: (a) Taman 1, (b) Taman 2,
dan (c) Taman 3

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008, pada


Tabel 20 tersaji hasil perhitungan luas RTH taman lingkungan kawasan Bukit
Cimanggu City.


64

Tabel 20. Luas RTH taman lingkungan kawasan


Kebutuhan Ruang
Taman
Luas (m) Keterangan minimal PU adalah
Lingkungan
9000 m
Taman 1 2249.5346 BCC memiliki kurang dari 3000
KK
Taman 2 2130.9228 Jumlah penduduk kurang dari
Taman 3 3888.1305 30000 jiwa
8268.5879 E<S
Ket : E = Eksisting ; S = Standard

Kawasan BCC memiliki jumlah penduduk kurang dari 30000 jiwa maka luas
RTH taman lingkungan minimal yang harus dimiliki adalah sebesar 9000 m. RTH
taman lingkungan yang dimiliki oleh BCC tersebar menjadi beberapa macam fungsi
seperti taman olahraga, taman mesjid dan hijauan danau. Jumlah luas RTH taman
lingkungan seluruhnya mencapai 8268,5879 m sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa RTH taman lingkungan kawasan BCC belum memenuhi standard dari PU. Di
kawasan BCC diperlukan penambahan luas taman lingkungan sebesar 731,4121 m
untuk memenuhi standard PU.
Pada tabel perbandingan dapat diketahui perlu adanya penambahan luas RTH.
Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan adanya kavling-kavling kosong tak
terbangun atau tanah kosong secara permanen menjadi RTH dengan fungsi sebagai
area sink (Gambar 31). Peta persebaran sampel RTH terdapat pada Gambar 32.

Gambar 31. Lokasi tempat usulan penambahan RTH


65

Bagian III

Bagian II

Bagian I

Legenda Judul Penelitian Judul Gambar


Peta Sebaran Sampel RTH
RTH komunitas PERENCANAAN RUANG TERBUKA
HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI Dibuat Oleh
HABITAT BURUNG DI KAWASAN Dian Khaerunnisa
RTH ketetanggaan PERUMAHAN A44062918

Dibimbing Oleh
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Halaman rumah
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP Orientasi No Gambar 32
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Skala
2011


66

4.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan untuk Bersarang


Luas RTH yang dibutuhkan oleh satwa burung untuk bersarang menggunakan
teori dari The University of Montana (2010). Berdasarkan hasil perhitungan
dibutuhkan area minimum seluas 401.3 meter untuk keseluruhan area perlindungan
penampung. Luas area perlindungan penampung (sink) didapatkan dengan
menghitung luas area dengan menggunakan rumus lingkaran, sebagai berikut:

22
11.3
7
401.3
Jari-jari lingkaran merupakan lingkaran terluar dari area perlindungan yaitu
11.3 meter. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka masing-masing RTH publik
dapat dikelompokkan menjadi tipe-tipe habitat burung ideal.

Tabel 21. Jenis RTH dan Fungsi area yang dapat dikembangkan
Luas Perimeter
Jenis RTH L/2A Fungsi Area
(m) (m)
2640.2 596.3 3.3 Area perlindungan
Taman lingkungan 1
(penampung)
2521.6 203.4 1.1 Area perlindungan
Taman lingkungan 2
(penampung)
3885.3 274.7 1.2 Area perlindungan
Taman lingkungan 3
(penampung)
Sampel ketetanggaan 1 367.9 110.5 1.6 Koridor
Sampel ketetanggaan 2 223.5 81.5 1.5 Koridor
878.7 126.1 1.2 Area perlindungan
Sampel ketetanggaan 3
(penampung)
1037.5 136.5 1.2 Area perlindungan
Sampel ketetanggaan 4
(penampung)
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa kawasan Bukit Cimanggu City
tidak memenuhi kriteria luas area perlindungan sebagai sumber (source). Dari tujuh
sampel RTH taman, dua diantaranya tidak memenuhi luas sebagai area perlindungan
penampung. Semakin besar nilai ratio maka semakin banyak edges yang tersedia.
Berpengaruh pada implikasi penyebaran tanaman dan pergerakan hewan, namun
semakin besar edges maka gangguan yang akan diterima akan semakin banyak.


67

Koridor berfungsi untuk menyambungkan antar area perlindungan dan antara


area perlindungan dan sumber (source). Semakin tinggi kerapatan vegetasi maka
tingkat pergerakan burung akan semakin tinggi.
Pada Gambar 33 terlihat keterkaitan antar RTH yang dihubungkan oleh
koridor. Koridor dapat berupa jalur pepohonan, semak atau berupa sungai kecil untuk
burung air dan rawa.
Koridor yang ada pada kawasan BCC adalah koridor buatan. Menurut Bennett
(1999), koridor buatan seperti tanaman pertanian, windbreaks atau shelterbelts,
umumnya merupakan tanaman introduksi (non-indigenous atau eksotik). Tanaman
yang ada bukan merupakan tanaman habitat asli kawasan BCC namun merupakan
hasil penanaman dari pembukaan lahan permukiman. Beberapa lokasi di kawasan
koridor terputus (tidak rapat) karena adanya koridor gangguan berupa jalan raya.
Jalur masuk ke kawasan BCC berada di bagian atas, bawah dan bagian kanan
lokasi. Hal ini dikarenakan bagian kiri BCC didominasi oleh kawasan perumahan.
Arah masuk lokasi terdapat gangguan berupa tempat penampungan sampah (Gambar
34) sehingga dapat mengganggu pergerakan burung ke arah dalam BCC.

Gambar 34. Tempat penampungan sampah

4.2.3 Analisis Biofisik


4.2.3.1 Analisis Tanah
Berdasarkan data yang telah diperoleh, jenis tanah pada tapak adalah tanah
latosol. Karakter jenis tanah latosol tersaji pada Tabel 22.


68

Legendda Judul Penelitiann J


Judul Gambar
Koridor Hijaau Koridor
PERENCANA AAN RUANG TERBUKA
Koridor biru HIJAU EK
KOLOGIS SEBAAGAI D
Dibuat Oleh
HABITAT BUURUNG DI KA
AWASAN Diaan Khaerunnisa
Sumber PE
ERUMAHAN A44062918

Dibimbing Oleh
D
RTH sampel Ir. Qodariian Pramukanto, M.Si
M

Jalur masuk burung


b DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
L O
Orientasi No Gambar 33
FAKULLTAS PERTANIA
AN
Batas permuk
kiman BCC INSTITUT
T PERTANIAN BOOGOR
S
Skala
2011

69

Tabel 22. Karakter jenis tanah latosol


Jenis karakter Latosol
A. Karakter fisik
1. Bahan induk Tuf volkan dan Volkan
2. Proses pembentukan Laterisasi
3. Corak
a.warna Merah
b.ketebalan (solum) 1.5-10
c.horizon Terselubung (tidak nyata)
4. Struktur Remah sampai gumpal lemah
5. Tekstur Liat berpasir
6. Konsistensi Gembur dan homogeny (tetap)
7. Sifat kepekaan erosi Rendah
B. Karakter Kimia
1. Kemasaman (pH) Masam (pH 4)
2. Kandungan BO (%) 1.0 (sedang)
3. KB (%) 65 (sedang)
4. KTK (me/100 g) 40 (tinggi)
5. Daya absorbs 15-25 (m.s) (sedang)
6. Mineral liat penyusun Kaolinit
7. Kandungan unsur hara Sedang
8. Permeabilitas Tinggi
9. Kejenuhan Al(%) 20 (rendah)
C. Karakter Biologi
Aktivitas biologi Baik
D. Tipe vegetasi Hutan tropis
Sumber: Soepraptohardjo, 1961

Pada Tabel 22 disebutkan bahwa jenis tanah latosol berdasarkan karakter


fisiknya dari bahan induk tuf volkan dan volkan menyediakan mineral hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Struktur, tekstur, dan konsistensinya mempunyai sifat yang
baik untuk aerasi udara tanah bagi akar tanaman. Kepekaan yang rendah menunjukan
tanah dapat ditanami dengan semua karakter fisik tanaman. Berdasarkan karakter
kimianya tanah tergolong subur dengan ketersediaan ion-ion mineral yang penting.
Kesuburan tanah akan semakin baik dengan usaha pengapuran dan penambahan
bahan organik. Kemampuan serap dan resap tanah yang tinggi diimbangi
permeabilitasnya yang tinggi. Karakter biologinya menunjukan aktivitas biologi yang
menunjang kesuburan tanah dan vegetasi yang cocok dengan tanah tersebut adalah
vegetasi hutan hujan tropis.
Kemiringan yang relatif datar memudahkan usaha pengembangan kawasan
permukiman. Kondisi kemiringan yang cukup datar meminimalkan terjadinya erosi
tanah sehingga vegetasi pengisi RTH yang direncanakan dapat dihadirkan dari jenis
yang beragam.


70

4.2.3.2 Analisis Vegetasi


Berdasarkan data yang telah diperoleh, data vegetasi akan dibagi menjadi tiga
jenis RTH yaitu RTH taman lingkungan, RTH taman ketetanggaan dan RTH halaman
rumah.
4.2.3.2.1 Taman lingkungan
a. Casa Grande
Jenis RTH taman lingkungan Casa Grande (Gambar 35) adalah taman yang
mengelilingi danau atau situ resapan air buatan. Casa Grande dibatasi oleh Cluster
Victoria di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Marcopolo Water
Park sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan perkampuan desa Sukadamai.
Casa Grande memiliki luas 1,2 ha. Alokasi pemakaian untuk RTH sebesar
2249.5346 meter, danau sebesar 7360 meter dan sisanya dipakai untuk lain-lain.

Gambar 35. Taman lingkungan Casa Grande


71

Berdasarkan Tabel 23, taman didominasi oleh tanaman penghasil pakan


berupa biji-bijian. Tanaman-tanaman penghasil biji tersebut diantaranya cemara
norflok (Araucaria heteropylla), Chinese Jupiter (Juniperus chinensis), trembesi
(Samanea saman), Ruelia tegak (Ruellia brittoniana), kucai (Allium schoenoprasum),
lili paris (Chlorophytum camosum), kacang-kacangan (Arachis pintoi), dan rumput
gajah (Axonopus compressus). Hal ini berarti jenis burung pemakan biji seperti
burung gereja, perkutut, emprit/pipit dan merpati berpotensi untuk dikembangkan
dalam kawasan Bukit Cimanggu City.

Tabel 23. Jumlah ragam tanaman berdasarkan kriterianya


Taman Lapangan Taman
Lokasi
Danau Tenis Masjid
Jumlah ragam tanaman 16 5 24
Biji 8 5 10
Buah 2 6
Jenis pakan yang
dihasilkan Penarik serangga 1 1 10
Nektar 6 4
Nezeran 2 2 5
Roux 2 1
Tipe arsitektural
Rauh 3 1 6
Altim 5
1 7 2 3
2 2 3
Tinggi tanaman
3 4 1 8
(Strata ke-)
4 2 6
5 2 2 5

Tipe arsitektural pohon yang terdapat pada taman lingkungan danau ada tiga
macam yaitu nezeran, roux dan rauh. Tipe arsitektural roux terdapat lebih banyak
dibanding tipe arsitektural lain. Rosana (2005) menyatakan bentuk tajuk tipe roux
yang tertutup dan tipe percabangan yang kontinyu pada batang utama menyebabkan
tipe ini lebih sering digunakan burung untuk bertengger. Tipe rauh memiliki tipe


72

percabangan sekunder dengan bentuk tajuk tertutup digunakan sebagai tempat


bersarang sedangkan tipe nezeran yang terbuka kurang disukai oleh burung.
Handayani (1995) mengelompokkan tinggi tanaman ke dalam beberapa strata
yaitu strata 1 (0 - 0,6 m), strata 2 (0,6 - 1,8 m), strata 3 ( 1,8 4,5 m), strata 4 (4,5
15 m) dan strata 5 ( >15 m). Taman lingkungan Casa Grande memiliki ketinggian
beragam yang berarti memiliki fungsi bermacam-macam. Taman ini didominasi oleh
oleh strata 1 yaitu dengan tinggi tanaman 0- 0,6 meter sehingga taman ini lebih sering
digunakan untuk bermain dan mencari pakan. Jenis burung yang menggunakan strata
1 dan 2 adalah prenjak, kutilang dan burung gereja. Strata 3 dan 4 digunakan untuk
istirahat, bersarang dan bersembunyi.
Taman lingkungan Casa Grande memiliki keragaman jenis tanaman yang
beragam yaitu pohon, semak dan pohon. Tipe arsitektural pohon dan tinggi tanaman
yang ada pada taman lingkungan Casa Grande memiliki keragaman yang cukup
tinggi dengan dominasi pakan yang dihasilkan berupa biji-bijian. Oleh karena itu,
taman lingkungan Casa Grande dapat dikembangkan untuk habitat burung jenis
pemakan biji.

b. Lapangan Tenis
Lapangan tenis Bukit Cimanggu City terletak bersebelahan dengan Marcopolo
Water Park. Taman lingkungan yang berbentuk lapangan tenis dibuat untuk
digunakan oleh penghuni Bukit Cimanggu City. Luas lapangan tenis adalah sebesar
2130.9228 meter. Secara umum, bentuk taman lingkungan lapangan tenis terdapat
pada Gambar 36.
Taman lingkungan lapangan tenis memiliki luas RTH sekitar 70-80% dari
luasnya sedangkan sisanya berupa perkerasan, bangunan dan pedestrian. Pada
Gambar 36 diketahui bahwa tanaman taman lingkungan lapangan tenis didominasi
oleh tanaman pinus dan penutup tanah. Daftar klasifikasi tanaman yang ada di
lapangan tenis terlampir.


73

Gambar 36. Lapangan Tenis

Berdasarkan Tabel 23, jenis pakan yang dominan dihasilkan adalah tanaman
biji-bijian. Semua tanaman yang ada di RTH taman ini merupakan penghasil biji-
bijian. Tipe arsitektur yang dimiliki adalah tipe nezeran dan rauh. Tipe rauh memiliki
tipe percabangan sekunder dengan bentuk tajuk tertutup digunakan sebagai tempat
bersarang sedangkan tipe nezeran yang terbuka kurang disukai oleh burung.
Tinggi pohon yang dimiliki oleh taman ini kurang beragam karena hanya
memiliki dua strata yaitu strata satu dan lima. Strata ke-satu memiliki fungsi untuk
tempat bermain burung dan mencari pakan sedangkan strata 5 banyak digunakan oleh
jenis burung yang menyukai tajuk pohon, baik mencari makan, bersarang maupun
beristirahat.
Keragaman tanaman yang dimiliki oleh RTH taman lingkungan lapangan
tenis dinilai kurang beragam karena hanya memiliki dua jenis tanaman yaitu pohon


74

dan penutup tanah. Tipe percabangan yang dimiliki yaitu rauh, mendominasi tanaman
yang ada di tapak, menjadikan taman lingkungan dapat dikembangkan sebagai tempat
bersarang habitat burung. Tanaman yang dimiliki RTH taman ini merupakan
penghasil biji-bijian sehingga dapat mengundang burung pemakan biji. Oleh karena
itu, RTH di taman ini lebih cocok digunakan sebagai habitat burung, singgah dan
bertengger burung pemakan biji-bijian.

c. RTH Taman Masjid


RTH Taman masjid bersebelahan dengan masjid di sebelah timur, kantor
polisi di sebelah utara, taman ketetanggaan di sebelah barat dan sungai di selatan.
Luas yang dimiliki taman masjid adalah sebesar 3888.1 meter. Taman ini merupakan
taman pasif karena 90% dari wilayahnya merupakan ruang terbuka hijau dan jarang
diadakan kegiatan aktif didalamnya. Berdasarkan papan penunjuk/informasi, status
lahan ini sudah dikembalikan ke Pemda kota Bogor. Gambar 37 merupakan gambar
eksisting tanaman di taman masjid.
Vegetasi yang dimiliki oleh taman masjid paling beragam bila dibandingkan
dengan ragam vegetasi di RTH taman lain. Jumlah ragam vegetasi yang dimiliki ada
24 (dua puluh empat) jenis tanaman. Pakan yang dominan dihasilkan pada taman ini
adalah pakan biji-bijian dan penarik serangga sehingga dapat menarik beragam jenis
burung.
Tipe arsitektural rauh dan altim membuat taman ini berpotensi untuk
dikembangkan sebagai area bersarang burung. Bentuk tajuk yang tertutup dengan
percabangan sekunder dapat menjadi sarang yang paling bagus untuk burung
beristirahat dan bersarang. Strata tanaman yang dimiliki didominansi oleh tanaman
dengan strata 3 yang biasa digunakan untuk istirahat bersarang dan sembunyi.
Sedangkan banyaknya penutup tanah berupa alang-alang sangat disukai oleh jenis
burung prenjak, kutilang dan burung gereja.


75

Gambar 37. RTH Taman Masjid

76

4.2.3.2.2 Taman Ketetanggaan/ Taman RT


Rata-rata tanaman yang ada berupa penghasil pakan biji-bijian dan buah-
buahan. Tanaman penghasil biji-bijian pohon pinus (Pinus merkusii) dan tanaman
buah-buahan pohon mangga (Mangifera indica) banyak terdapat di taman RT.
Pada 2 (dua) taman sampel, arsitektural pohon yang dimiliki didominasi oleh
tanaman nezeran dan rauh. Jenis arsitektural nezeran yang terbuka, membuat taman
dapat digunakan sebagai tempat bertengger sedangkan tipe arsitektural rauh membuat
taman dapat digunakan sebagai tempat bersarang.
Oleh karena itu, ada beberapa taman RT yang dapat dikembangkan sebagai
area perlindungan burung penampung. Hal ini dapat terlaksana bila tanaman yang
dimiliki oleh taman RT lebih beragam. Pakan yang dihasilkan membuat jenis taman
dapat dikembangkan untuk 2 (dua) jenis burung yaitu burung pemakan biji dan buah.
Gambar 38- 41 merupakan gambar sampel eksising taman RT.

a. Sampel 1

Pohonkayumanis Pohonkamboja
(Cinnamomunburmanii) (Plumeriasp.)
Pohonnangka Pohonmangga
(Artocarpusheterophyllus) (MangiferaindicaL.)

Pohonketapang Alangalang
(Terminaliacatappa) (Imperatacylindrica)

Cemaracunninghamii Possatpam
(Araucariacunninghamii)

Pohontanjung
(Mimusopselengi)
Pohonpepaya
(Caricapapaya)

Gambar 38. Sampel RT-1


77

b. Sampel 2
Pohonnangka
(Artocarpusheterophyllus)
Pohontanjung
(Mimusopselengi)
Pohonkersen
(Muntingiacalabura.)
Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)
Rumputgajah
(Axonopuscompressus)
Alangalang
(Imperatacylindrica)

5.1.3.3 Analisis Iklim

Gambar 39. Sampel RT-2

c. Sampel 3
Cemaranorflok
(Araucariaheteropylla)

Pohondadapmerah
(Erythrinacristagalli)

Soka
(Ixorasp.)

Melaticosta
(Jasminumsp.)

Hanjuang
(Cordylinesp.)

Palemraja
(Roystonearegia)

Tehtehan
(Acalyphamacrophylla)

Poskesehatan

Gambar 40. Sampel RT-3


78

d. Sampel 4 Pohonpinus
(Pinusmerkusii)
Pohonkersen
(Muntingiacalabura)
Pohonkayumanis
(Cinnamomunburmanii)
Tehtehan
(Acalyphamacrophylla)

Pohontanjung
(Mimusopselengi)

Cemaranorflok
(Araucariaheteropylla)

Bugenvil
(Bougainvilleasp.)

Palemraja
(Roystonearegia)

Sengon
(Paraserianthesfalcataria)

Batu

Gambar 41. Sampel RT-4

4.2.3.2.3 Taman Halaman Rumah


Lokasi sampel halaman rumah terbagi dalam 3 (tiga) wilayah dengan masing-
masing bagian terdiri dari tiga sampel rumah. Sampel taman rumah yang diperoleh
terdiri dari 2 (dua) rumah kecil, 4 (empat) rumah besar dan 3 (tiga) rumah sedang.
Rumah dengan tipe kecil hanya memiliki satu hingga dua pohon yang berjenis pohon
penghasil buah-buahan yaitu pohon mangga dan pohon ceri. Bahkan pada salah satu
sampel rumah tidak terdapat ditemukan tanaman didalamnya. Luas taman yang
terbatas membuat tipe rumah kecil hanya dapat dijadikan koridor.
Pada tipe rumah sedang, tanaman yang ditemukan rata-rata didominasi oleh
jenis penutup tanah dan semak. Jenis pakan yang dihasilkan tiap rumah sampel
berbeda. Pada sampel W5-19, tanaman yang dominan adalah tanaman berbunga
sedangkan pada sampel V4-10, tanaman didominasi jenis tanaman berbiji.
Tipe rumah besar memiliki keragaman tanaman yang cukup tinggi. Pada
sampel A3-9 dan R3-1, tanaman yang dominan adalah jenis penghasil buah yaitu


79

tanaman mangga dan pohon ceri sedangkan sampel H16 dan N8-9 didominasi oleh
tanaman penghasil biji-bijian yaitu pinus.
Jenis-jenis tanaman yang ada pada halaman rumah dipengaruhi oleh besarnya
luas rumah sehingga tanaman yang ada kebanyakan berupa penutup tanah dan semak.
Pohon-pohon yang ditanam rata-rata adalah tanaman penghasil buah-buahan agar
dapat dikonsumsi oleh pemilik rumah. Ketersediaan tanaman dianggap kurang
memiliki manfaat bila tidak dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Hal ini membuat
minimnya luas halaman rumah dan banyaknya perkerasan.
Terbatasnya luas area taman dan jenis tanaman pada rumah, membuat area
rumah hanya dapat dikembangkan sebagai koridor. Pada Tabel 24 terdapat jumlah
ragam jenis tanaman dengan kriterianya yang berada di RTH halaman rumah.

Tabel 24. Ragam jenis tanaman dengan kriteria di RTH halaman rumah

Lokasi A3-9 H16 R3-1 M3-23 L4-07 N8-9 W5-19 T6-7 V4-10
Jumlah ragam tanaman 9 4 4 4 8 4 6 3 5
Biji 2 1 2 1 3 1 1 3
Buah 4 1 1 1 2 1 1 1
Jenis pakan
yang Penarik
dihasilkan serangga
2 1 2 1 4 1 1 1 1
Nektar 2 1 2 1 1 1 2
Nezeran 2 2 2 1 2 1 2
Tipe Roux
arsitektural Rauh 1 1 1 1 1
Altim 2 1 1 1 1 1
1 3 1 3 2 2
2 2 1 1
Tinggi
tanaman 3 2 1 1 1
(Strata ke-) 4 2 1 2 1 2 1
5 3 3 1 2 2


80

a. Segment I
Bagian I terdapat di bagian selatan tapak. Lokasi sampel RTH di bagian I
terdapat pada Gambar 42. Pada gambar 43, 44 dan 45 merupakan contoh sampel
halaman rumah. Berikut adalah gambar ilustratif sampel RTH Halaman Rumah
Bagian I.

R31

H16

A39

Gambar 42. Segment 1 Master plan

Pohonsaputangan
(Maniltoagrandiflora)

Pohonsaputangan
(Maniltoagrandiflora)

Pohonkersen
(Muntingiacalabura)

Pohondadapmerah
(Erythrinacristagalli)
Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)
Pohonpepaya
Iris
(Irissp.)
Tehtehan
(Acalyphamacrophylla)

Gambar 43. Sampel Blok A3-9


81

Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)

Cemaranorflok
(Araucariaheteropylla)

Palemputri
(Araucariaheteropylla)

Agave

Gambar 44. Sampel Blok H16

Cemaraangin
(Casuarinaequisetifolia)

Palemmerah
(CyrtostachyslakkaBecc.)

Pohonbelimbing
(AverrhoacarambolaL.)

Palemraja
(Roystonearegia)

Gambar 45. Sampel Blok R3-1

b. Segment II
Segment II terdapat di bagian selatan tapak. Lokasi sampel RTH di segment II
terdapat pada Gambar 46. Pada Gambar 47, 48 dan 49 merupakan contoh sampel
halaman rumah. Berikut adalah gambar ilustratif sampel RTH Halaman Rumah
Bagian II.

N89

L407

M334

Gambar 46. Segment 2 Master plan


82

Pohonkersen
(Muntingiacalabura)
Agave

Gambar 47. Sampel Blok M3-23

Pohonnangka Pohonmangga Pinus Bugenvil


(Artocarpusheterophyllus) (MangiferaindicaL.) (Pinusmerkusii.) (Bougenvilleasp.)

Pohonjambuair Pohonrambutan Soka Tehtehan


(Syzgiumaqueum) (Nepheliiumlappaceum) (Ixorasp.) (Acalyphamacrophylla)

Gambar 48. Sampel Blok L4-07

Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)

Cemaranorflok
(Araucariaheteropylla)

Palemraja
(Roystonearegia)

Tehtehan
(Acalyphamacrophylla)

Gambar 49. Sampel Blok N8-9

83

c. Segment III
Segment III terdapat di bagian selatan tapak. Lokasi sampel RTH di segment III
terdapat pada Gambar 50. Pada gambar 51, 52 dan 53 merupakan contoh sampel
halaman rumah. Berikut adalah gambar ilustratif sampel RTH Halaman Rumah
Bagian III.

V410

T67
W519

Gambar 50. Segment 3 Master plan

Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)

Pohontabebuya
(Tabebuiaaurea)

Pohonkupukupu
(Bauhiniapurpurea)

Tehtehan
(Acalyphamacropyhlla)

Soka
(Ixorasp.)

Gambar 51. Sampel Blok W5-19

Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)

Tehtehan
(Acalyphamacropyhlla)

Kucai
(Alliumscoenoprasum)

Gambar 52. Sampel Blok T6-7


84

Cemaranorflok
(Araucariaheteropylla)

Tehtehan
(Acalyphamacropyhlla)

Pohonmangga
(MangiferaindicaL.)
Palemputri
(Araucariaheteropylla)
Kucai
(Alliumscoenoprasum)

Gambar 53. Sampel Blok V4-10

4.2.3.3 Iklim
4.2.3.3.1 Suhu
Rata-rata suhu selama sepuluh tahun dari tahun 1996 hingga tahun 2006
adalah 26 C. Suhu udara untuk burung di daerah tropis bertahan berkisar 25 30 C.
Hal ini menunjukan bahwa suhu pada tapak memiliki potensi untuk dikembangkan
menjadi RTH ekologis untuk burung. Berdasarkan grafik temperatur di atas dapat
diketahui terjadi peningkatan suhu beberapa tahun terakhir. Penambahan satu kanopi
pohon sebesar 1 meter persegi dapat menurunkan suhu sebesar 0.06 C. Hal ini
menunjukan perlunya penambahan pohon untuk menghindari kenaikan suhu yang
dapat berpengaruh pada populasi burung.

4.2.3.3.2 Curah Hujan


Berdasarkan data BMG Dramaga, rata-rata curah hujan selama sepuluh tahun
dari 1996 hingga 2006 memiliki rata-rata 321 mm/tahun. Banyaknya curah hujan
mempengaruhi intensitas burung untuk migrasi, makan, bertelur dan berkembang
biak. Berdasarkan Van Hoeve (1989), burung dapat bertahan pada suhu yang
beragam, namun waktu burung keluar dari sarang adalah saat bulan kering. Curah
hujan yang rendah menandakan keadaan dimana burung dapat keluar dari sarangnya
untuk makan, migrasi dan berkembang biak. Hal ini terjadi pada bulan Agustus
hingga September dimana debit air hujan mengalami penurunan dibanding bulan
lainnya. Sedangkan bulan lainnya memiliki debit air hujan yang cukup tinggi dan


85

tidak mengalami perubahan yang signifikan disebut juga bulan basah yang
menandakan keadaan dimana burung sedang berteduh dan jarang keluar dari
sangkarnya. Dapat disimpulkan bahwa bulan Agustus hingga September adalah bulan
yang paling berpotensi untuk melihat burung di kawasan ini.
Schmidt-Fergusson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh
di tipe iklim. Iklim pada tapak sesuai dengan teori Schmidt-Fergusson yaitu tipe iklim
A (sangat basah) dan jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis. Oleh karena itu
jenis vegetasi yang sesuai dengan keadaan iklim di tapak adalah jenis vegetasi hutan
hujan tropis.

4.2.3.3.3 Kelembaban
Kelembaban rata-rata adalah 84%. Hal ini berarti kelembapan pada kawasan
Bukit Cimanggu City sudah sesuai untuk habitat burung yang memerlukan
kelembaban tinggi.

4.2.3.4 Analisis Drainase


Berdasarkan penelitian Wiens dan Rottenberry (2008), burung-burung di alam
mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang. Oleh karena itu,
ketersediaan air bersih untuk mandi dan minum merupakan hal yang penting. Saluran
drainase (Gambar 54) berupa saluran air terbuka yang dangkal untuk daerah
perlindungan dan transisi burung menyediakan aliran air bagi satwa burung. Burung-
burung dapat memanfaatkan aliran air terbuka tersebut untuk kebutuhan hidupnya
akan air sesaat setelah turun hujan. Selain itu, saluran air terbuka dengan bentuk
konstruksi yang permukaannya merupakan hamparan rumput dan bukan dengan
perkerasan beton dapat memungkinkan terjadinya peresapan air ke tanah. Pada daerah
yang tinggi intensitas penggunaannya, drainase tertutup lebih diutamakan karena
lebih aman, nyaman dan lebih efisien dalam penggunaan ruang. Pada lingkungan
permukiman, penggunaan drainase tertutup dapat digunakan pada bagian bawah
pedestrian yang berdampingan dengan jalur hijau.


86

Legenda Judul Penelitian Judul Gambar


Saluran drainase terbuka Peta Saluran Drainase
Primer PERENCANAAN RUANG TERBUKA
HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI Dibuat Oleh
Saluran drainase terbuka HABITAT BURUNG DI KAWASAN Dian Khaerunnisa
Sekunder PERUMAHAN A44062918

Dibimbing Oleh
Saluran drainase terbuka Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
tersier
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP Orientasi No Gambar 54
Danau FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Skala
Batas permukiman BCC 2011

87

4.3 Sintesis
Kawasan Bukit Cimanggu City dapat dikembangkan sebagai area
perlindungan penampung (sink). Menurut Wiens dan Rotenberry (1981), lokasi RTH
yang direncanakan dianggap sebagai suatu ruang dengan populasi penampung (sink
population). Populasi sumber (source population) merupakan populasi yang
menempati habitat yang sesuai untuk berkembang biak. Dalam hal ini ukuran
populasi penampung dipertahankan dengan perpindahan-perpindahan dari populasi
sumber dan sebaliknya individu-individu dari populasi penampung dapat berpindah
mengisi kekosongan-kekosongan yang terjadi pada habitat populasi sumber di
dekatnya. Ruang habitat burung secara horizontal terdiri dari daerah perlindungan,
daerah transisi dan koridor. Daerah perlindungan merupakan daerah dengan sedikit
gangguan dan mencakup wilayah cukup luas dan aman bagi burung. Gambar 55
merupakan teori sink dan source satwa burung Wiens dan Rotenberry yang
diterapkan pada tapak.

Sumber

Bukit
Cimanggu
City
Sumber
Sumber

Penamp
Gambar 55. Teori area penampung-sumber (sink-source) Wiens dan Rotenberry yang
diterapkan pada BCC

Pada gambar di atas, kawasan permukiman Bukit Cimanggu City adalah area
perlindungan penampung (sink) burung yang berpindah dari area perlindungan
sumber (source). Ini merupakan bentuk sistem RTH ekologis secara makro
sedangkan untuk skala mikro, bentuk sistem RTH ditekankan ke dalam RTH
permukiman Bukit Cimanggu City.


88

Kesesuaian lahan permukiman dapat dikembangkan menjadi 3 (tiga) yaitu


kurang sesuai, sesuai dan cukup sesuai. Peta kesesuaian lahan merupakan hasil dari
proses analisis. Mengenai kriteria kesesuaian lahan, masing-masing akan dijelaskan
pada Tabel 25.

Tabel 25. Tingkat kesesuaian lahan BCC sebagai habitat burung


Tingkat
Kesesuaian Ketentuan*
Lahan
Luas memenuhi syarat sebagai area penampung
Taman yang memiliki jenis vegetasi beragam (pohon, semak,
Sesuai
penutup tanah)
Aktivitas semi aktif (daerah dengan sedikit gangguan)
Berupa RTH, kebun, jalur hijau jalan atau saluran drainase
terbuka
Cukup sesuai Untuk RTH luas tidak memenuhi syarat sebagai penampung
Jenis vegetasi kurang beragam
Aktivitas aktif sampai dengan pasif
Berupa bangunan dan perkerasan
Kurang sesuai
Aktivitas aktif
* Kriteria luas dari The University of Montana (2010)
* Kriteria jenis tanaman dari Hails et al. (1990)
* Tingkat dan jenis aktivitas teori Leedy (1978)

Ketentuan kesesuaian lahan dibuat berdasarkan dari kriteria-kriteria habitat


burung pada proses analisis. Lahan yang sesuai memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai area perlindungan penampung (sink). Lahan cukup sesuai
dapat dikembangkan sebagai koridor untuk pergerakan burung sedangkan lahan yang
kurang sesuai mayoritas merupakan bangunan perumahan.
Lahan yang sesuai dapat dikembangkan untuk bersarang, bertelur, mencari
makan, dan bermain sedangkan lahan cukup sesuai dikembangkan sebagai tempat
singgah, mencari makan dan bermain.
Gambar 56 merupakan overlay dari peta tematik. Peta kesesuaian lahan pada
Gambar 57 merupakan hasil dari overlay peta-peta analisis yang digabung dengan
tingkat kesesuaian lahan pada Tabel 25.


89

Peta Vegetasi

Peta Hidrologi

Peta Bangunan

Peta Infrastruktur Jalan

Peta Komposit

Gambar 56. Overlay Peta

Pada Gambar 57 diketahui lahan yang sesuai terdiri dari 9 (sembilan) RTH
taman dan satu rekomendasi RTH. Taman tersebut terdiri dari 5 (lima) taman sampel
dan 4 (empat) taman yang diusulkan untuk dikembangkan. Rekomendasi atau usulan
RTH sebelumnya berbentuk sebagai lahan kosong tak terbangun sehingga dapat
dikembangkan menjadi RTH ekologis. Lokasi usulan pengembangan ini didukung
dengan ketersediaan vegetasi liar yaitu semak dan groundcover (penutup tanah). Hal
ini berarti, konsep sistem RTH pada permukiman tidak dapat dilakukan namun
konsep Hails et al. (1990) mengenai ruang yang dibutuhkan habitat burung di


90

perkotaan dapat diterapkan dalam penelitian ini. Menurut Hails et al. (1990), tipe
habitat yang diperlukan untuk membentuk habitat burung di perkotaan adalah:
- Daerah alami yang merupakan sumber burung.
- Taman yang dapat dikembangkan sebagai area burung berkembang biak atau
area penampung. Daerah perlindungan burung merupakan daerah yang cukup
luas dengan sedikit gangguan dan aman bagi habitat burung.
- Daerah transisi merupakan kawasan sekitar daerah perlindungan disebut
sebagai edge (tepi habitat).
- Koridor tanaman merupakan ruang penghubung perpindahan atau sirkulasi
spesies burung ke daerah-daerah perlindungannya. Koridor berfungsi sebagai
habitat burung untuk mencari makan, tidur, kawin, bersarang dan berkembang
biak.
Area RTH di sekitar tapak dianggap sebagai area potensi sumber karena
dianggap memiliki peran penting dalam ketersediaan jenis burung. Area potensi
sumber (source) berada di luar kawasan permukiman karena luas yang dimiliki tapak
hanya cukup bila difungsikan sebagai area perlindungan penampung (sink). Jalur
hijau dan koridor air/saluran drainase terbuka difungsikan sebagai koridor
penghubung antara area sumber dan penampung. Selain untuk koridor, RTH yang ada
juga berfungsi sebagai sumber pakan.
Jenis tanah tapak tergolong subur sehingga sangat potensial untuk
pengembangan RTH yang direncanakan. Vegetasi yang potensial dikembangkan pada
tapak sesuai dengan jenis tanahnya yaitu vegetasi hutan hujan tropis yang merupakan
penyedia pakan melimpah bagi burung. Sedangkan jenis pakan yang dominan
dihasilkan tanaman adalah jenis biji-bijian sehingga jenis burung yang berpotensi
dikembangkan adalah burung pemakan biji yaitu gereja dan pipit/emprit. Jenis
burung pemakan biji atau pemakan serangga banyak mencari makan di tipe rumput
sehingga penggunaan tanaman berstrata rendah disarankan dalam pengembangannya.
Menurut hasil analisis, diperlukan penambahan pohon unuk mengurangi
terjadinya peningkatan suhu. Oleh karena itu diperlukan usaha penanaman tanaman
dengan menggunakan stratifikasi yang beragam.


91

Legendda Judul Penelitiann J


Judul Gambar
Peta Kesesuaian
K Lahan
n
Kurang Sesu
uai PERENCANA AAN RUANG TERBUKA
HIJAU EK
KOLOGIS SEBAAGAI D
Dibuat Oleh
Sesuai HABITAT BUURUNG DI KA
AWASAN Diaan Khaerunnisa
PE
ERUMAHAN A
A44062918
Cukup sesuaai
Dibimbing Oleh
D
Ir. Qodariian Pramukanto, M.Si
M

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


L O
Orientasi No Gambar 57
FAKUL
LTAS PERTANIA
AN
INSTITUT
T PERTANIAN BO
OGOR
S
Skala
2011

92

BAB V
PERENCANAAN LANSKAP

5.1 Konsep Perencanaan


Konsep dasar dalam penelitian ini adalah untuk merencanakan lanskap
ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung di kawasan permukiman.
Berdasarkan hasil sintesis, menurut fungsinya kawasan perumahan Bukit
Cimanggu City (BCC) dapat dikembangkan menjadi area perlindungan
penampung (sink), transisi dan koridor dengan jenis burung yaitu burung pemakan
biji, sehingga konsep dasar dapat dikembangkan menjadi menciptakan lanskap
ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung pemakan biji di kawasan
Bukit Cimanggu City.

5.2 Pengembangan Konsep


5.2.1 Konsep Ruang
Pengembangan konsep ruang berdasarkan fungsinya (Gambar 58) dibagi
menjadi area penampung (sink), transisi, dan koridor. Koridor berdasarkan
bentuknya dibagi menjadi dua yaitu koridor permukiman penduduk atau halaman
rumah dan koridor ruang terbuka (koridor hijau dan koridor biru). Konsep
pembagian ruang ini dimaksudkan agar pergerakan dan migrasi burung lebih
terarah dan terkendali.

Gambar 58. Konsep ruang sebagai habitat burung


93

5.2.2 Konsep Vegetasi


Konsep vegetasi untuk habitat burung direncanakan memiliki fungsi-
fungsi untuk bersarang, sumber pakan, bermain dan berkembang biak (Gambar
51). Dengan demikian, jenis-jenis vegetasi yang diterapkan pada kawasan
perlindungan berdasarkan Leedy (1978) dapat dibedakan menjadi 6 (enam) jenis
vegetasi ,yaitu: tanaman konifer, semak, rumput, gabungan tanaman, tanaman tepi
air dan tanaman peneduh.

Area bersarang Gabungan (pohon,


Area semak, perdu, penutup
perlindungan tanah)
(sink)
Transisi Pohon peneduh

Pohon konifer

Tanaman tepi air

Semak

Penutup tanah
(rumput)

Gambar 59. Jenis tanaman yang ada di area perlindungan

5.2.3 Konsep Aktivitas


Aktivitas yang dikembangkan di dalam tapak difokuskan pada aktivitas
pergerakan burung. Konsep aktivitas yang direncanakan memiliki fungsi
mengarahkan pergerakan burung. Burung yang berasal dari luar area kawasan
penelitian masuk melalui koridor menuju area perlindungan penampung (sink).
Gambar 60 merupakan konsep aktivitas.
94

Gambar 60. Aktivitas pergerakan burung

Berdasarkan area yang dapat dikembangkan, maka dibuat rencana blok


(block plan) dengan mengikuti konsep erencanaan. Gambar 61 merupakan
rencana.

5.3 Block Plan


Block plan merupakan integrasi peta kesesuaian lahan dengan
pengembangan konsep. Pada Tabel 26 yaitu matrik hubungan kesesuaian lahan
dengan konsep pengembangan.

Tabel 26. Matrik Hubungan kesesuaian lahan dengan konsep pengembangan


Konsep Pengembangan
Konsep Ruang Konsep vegetasi Konsep Aktivitas
Kurang sesuai Non-Available Semak, Pasif
Penutup tanah
Cukup sesuai Koridor Pohon konifer, Semi Aktif
Penutup tanah,
Semak
Kesesuaian
Sesuai Area Perlindungan, Gabungan, Aktif
Lahan
Transisi Pohon peneduh,
Pohon konifer,
Tanaman tepi air,
Semak,
Penutup tanah

Pada tabel diatas diketahui bahwa konsep pengembangan kurang sesuai


diterapkan pada bangunan dan perkerasan. Gambar 61menyajikan Block plan.
95

Legenda Judul Penelitian Judul Gambar


Potensi Area sumber
Block Plan
PERENCANAAN RUANG TERBUKA
Koridor hijau HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI Dibuat Oleh
HABITAT BURUNG DI KAWASAN Dian Khaerunnisa
Area penampung A44062918
PERUMAHAN
Koridor air
Dibimbing Oleh
Area transisi Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
Pergerakan Burung FAKULTAS PERTANIAN Orientasi No Gambar 61
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Batas permukiman BCC 2011
Skala
96

5.4 Rencana Lanskap


Rencana ruang terbuka hijau merupakan pengembangan dari block plan
yang dituangkan berupa detail bentuk dan struktur ruang terbuka hijau. Rencana
Ruang Terbuka Hijau Bukit Cimanggu City dapat dilihat pada Gambar 62.
a. Rencana Ruang Terbuka Hijau
Rencana ruang secara makro merupakan hubungan antara sink
( perumahan) dan source ( sekitar perumahan) sedangkan secara mikro merupakan
hubungan antara area-area penampung. Di dalam area penampung terdapat dua
area yang berbeda yaitu area bersarang dan area transisi.
Area perlindungan penampung (sink) memiliki fungsi utama sebagai
tempat bersarang dan sumber utama pakan. Perbandingan luas antara area
bersarang dengan daerah transisi adalah 1 : 5. Area bersarang dalam area
perlindungan, dapat diletakkan di tengah, di pinggir atau tersebar namun harus
tetap dikelilingi oleh area transisi (Gambar 63).
Koridor merupakan penghubung antara area penampung dengan area
penampung dan area penampung dan source. Koridor dibuat kontinyu dengan
tujuan mengarahkan burung ke area penampung.
Noise (gangguan) berbentuk jalan beraspal dapat menggunakan RTH jalur
hijau jalan. Penggunaan jalur hijau jalan bertujuan agar koridor penghubung tidak
terputus dan dapat berfungsi sebagai pengarah burung ke area penampung
(Gambar 64). Noise (gangguan) tidak hanya berbentuk jalan, salah satu gangguan
lainnya dapat berbentuk bangunan. Menurut Permen PU (2008) tiap rumah harus
menyediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung dengan ditambah tanaman semak
dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput, namun terbatasnya luas tanah
membuat koridor hijau menjadi terputus. Keterbatasan luas halaman dengan jalan
lingkungan yang sempit, tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH
melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya. Salah
satu cara untuk menyambungkan koridor yang terputus tersebut adalah dengan
menggunakan roof garden (taman atap).
97

98

(a) (b)

(c)
Gambar 63. Tiga tipe peletakkan area bersarang dalam
area perlindungan, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C

Gambar 64. Jalur hijau sebagai koridor

Gambar 65. Struktur dalam penanaman roof garden

b. Rencana Tata Vegetasi


Konsep vegetasi untuk habitat burung direncanakan memiliki fungsi-
fungsi untuk bersarang, sumber pakan, bermain dan berkembang biak. Dengan
demikian, jenis-jenis vegeasi yang diterapkan pada kawasan perlindungan
berdasarkan Leedy (1978) dapat dibedakan menjadi 6 (enam) jenis vegetasi, yaitu:
99

tanaman konifer, semak, rumput, gabungan tanaman, tanaman tepi air dan
tanaman peneduh. Tabel 26 menjelaskan jenis vegetasi dan fungsinya dalam
pengembangan habitat burung sedangkan Gambar 66 menunjukan strata vegetasi
yang direncanakan.

Tabel 27. Jenis vegetasi dan fungsinya


Jenis vegetasi Fungsi
Tanaman konifer - Berada di tepi daerah perlindungan
- Sebagai batas dari area transisi
- Sebagai cadangan makanan
Semak - Sebagai tempat sembunyi
- Sebagai tempat bermain
- Sebagai cadangan makanan
Rumput - Sebagai tempat bermain
Gabungan - Tempat bersarang dan berkembang
biak
- Sumber pakan utama
Tanaman tepi air - Sebagai sumber air minum
Tanaman peneduh - Berada di tepi daerah perlindungan
- Sebagai batas dari area transisi
- Sebagai cadangan makanan

Semak
Tanaman Rumput Gabungan Tanaman Tanaman
berbunga
konifer tanaman Kolam tepi air peneduh
sepanjang
tahun

Gambar 66. Strata tanaman dalam perlindungan habitat liar (Leedy, 1978)
100

Jenis tanaman yang ada dalam kawasan Bukit Cimanggu City didominasi
oleh tanaman penghasil biji tetapi dalam rencana vegetasi ini, jenis pohon
direncanakan memiliki keragaman yang tinggi. Hal ini supaya jenis burung
eksisting lainnya dan burung migran tetap akan mendapat suplai makanan
sehingga burung yang ada di kawasan ini akan lebih beragam.
Burung pemakan biji menyukai tempat-tempat yang tidak terlalu tinggi
seperti rumput dan semak-semak. Pakan burung pemakan biji juga dapat
dihasilkan oleh rerumputan, semak-semak bahkan alang-alang. Oleh karena itu,
area hamparan rumput lebih luas dari pada area tanaman lain. Pada lampiran
terdapat beberapa tanaman yang dapat ditambahkan pada area perumahan serta
fungsinya.
Berikut adalah rencana pengembangan dari RTH tiap jenis taman yaitu
taman lingkungan, taman RT dan taman halaman rumah. Masing-masing terdapat
satu contoh detail rencana taman.
5.4.1Rencana RTH Taman Lingkungan

A Pohon Tanaman Air Gabungan tanaman Semak Rumput Pohon A


konifer tepi air peneduh

Gambar 67. Rencana Taman Komunitas Taman Masjid


101

Penerapan pada jenis vegetasi pada RTH taman lingkungan sesuai dengan
konsep Leedy (1978) sedangkan fungsi ruang yang ada di dalamnya sesuai
dengan Hails et al. (1990) yaitu area bersarang dan transisi. Gambar 68
merupakan gambar ilustrasi rencana danau Casa Grande.

Gambar 68. RTH danau Casa Grande

5.4.2 Rencana RTH Taman RT


Vegetasi pada RTH taman RT menerapkan konsep Leedy (1978)
sedangkan fungsi ruang yang ada di dalamnya sesuai dengan Hails et al. (1990)
yaitu area bersarang dan transisi. Gambar 69 adalah gambar ilustrasi taman RT.

Gambar 69. RTH taman RT

Taman RT digambarkan sebagai taman dengan aktivitas aktif dengan


memikirkan sisi ekologi. Hal ini dicerminkan dengan luasnya hamparan rumput
102

dengan pohon peneduh di sekitarnya. Gambar 70 merupakan rencana taman RT


beserta gambar section.

Pohon Tanaman Semak Gabungan tanaman Pohon


peneduh tepi air Air konifer

Gambar 70. Rencana Taman RT

5.4.3 Rencana RTH Halaman Rumah


Pada tahap pengembangan konsep telah diusulkan adanya taman atap atau
roof garden untuk membantu terhubungnya koridor. Pada Gambar 71 terdapat
rencana taman atap rumah.

Gambar 71. Rencana Taman Atap


103

Pada Tabel 28 terdapat beberapa tanaman yang yang disukai oleh burung.
Tanaman-tanaman ini sebagai rekomendasi tanaman yang dapat dikembangkan
pada kawasan perumahan Bukit Cimanggu City. Selain disukai oleh burung, jenis
tanaman ini berfungsi sebagai penarik burung sehingga keragaman jenis burung
yang ada di kawasan dapat meningkat.

Tabel 28. Rekomendasi Jenis Vegetasi Yang Disukai Burung

Nama Lokal Nama Latin Lokasi


T.Ling T. RT T. Rum
Aren Arengga pinnata 9 9
Bambu Bambusa 9 9
Dadap ayam Erythrina variegate 9 9
Dadap srep Erythrina indica 9 9
Kaliandra Caliandra 9 9
callothyrsus
Kantil Michelia campaka 9 9
Trembelekan Lantana camara 9 9
Kenanga Cananga odorata 9 9
Murbei Morus alba 9 9
Nusa indah Mussaenda 9 9
frundosa
Palem Livistona 9 9 9
rotundifolia
Palem merah Cyrtostachys lacca 9 9 9
Pinang sirih Areca catechu 9 9 9
Pohon Kupu-kupu Bauhinia variegate 9 9 9
Soka Ixora spp 9 9 9
Pisang hias Heliconia spp 9 9 9
Arbei Rubus rosaefolium 9 9 9
Belimbing Averrhoa 9 9 9
carambola
Buni Antidesma bunius 9 9
Duku condet Lansium 9 9
domestikum
Gowok Eugenia 9 9
polychephalum
Jambu air Eugenia jambos 9 9 9
Jambu biji Psidium guajava 9 9 9
Jambu bol Eugenia 9 9 9
malaccaensis
Kelapa Cocos nucifera 9 9
Kemang Mangivera caesia 9 9
Kepel Stelechocarpus 9 9
burahol
104

Tabel 28. Lanjutan


Kersen/Talok Muntingia 9 9 9
calabura
Langsat Lansium 9 9
domesticum
Lobi-lobi Flacourtia inermis 9 9
Menteng/bencoy Baccaurea 9 9
lanceolata
Nangka Artocarpus 9 9
communis
Pala Myristica fragrans 9 9
Rambutan Nephelium 9 9 9
lappaceum
Salam Eugenia 9 9
polyanthum
Srikaya Annonona 9 9 9
squamosa
Sawo kecik Manilkara kauki 9 9 9
Asem kranji Pithecellobium 9 9
dulce
Beringin Ficus benjamina 9 9
Cemara laut Casuarina 9
equisetiolia
Flamboyan Delonix regia 9 9
Jarak pagar Jatropha curcas 9 9
Kayu putih Melaleuca 9 9
leucadendron
Laban Vitex pubercens 9 9
Preh Ficus stricta 9 9
Randu alas Gossampinus 9
heptaphylla
Sempur Dillenia pubescens 9 9
Sengon Albizzia falcataria 9 9
Tanjung Mimusopos elengi 9 9
Turi Sesbania 9 9
grandiflora
Legenda Judul Penelitian Judul Gambar

vegetasi untuk bersarang RENCANA RUANG TERBUKA HIJAU


PERENCANAAN RUANG TERBUKA
vegetasi untuk koridor HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT Dibuat Oleh
Potensi Area Sumber (Source) BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Dian Khaerunnisa
Air A44062918
Dibimbing Oleh
Bangunan
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Jalan DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
Orientasi No Gambar 62
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011 Skala
106

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
1. Perencanaan RTH ekologis sebagai habitat burung di kawasan perumahan
Bukit Cimanggu City dapat disusun berdasarkan pengembangan konsep
ruang ekologis, konsep vegetasi dan konsep aktivitas satwa yang
dituangkan ke dalam ruang vegetasi untuk bersarang (sink), ruang untuk
koridor dan ruang potensi area sumber (source).
2. Berdasarkan hasil analisis mengenai kebutuhan RTH untuk permukiman,
diketahui bahwa taman komunitas dan beberapa taman RT tidak
memenuhi standard yang ada.
3. Pada kawasan permukiman dapat diterapkan konsep sink-source dengan
area sumber (source) berada di luar tapak studi.
4. Kawasan Bukit Cimanggu City Bogor memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai area perlindungan penampung (sink) burung.
5. Tata ruang yang dapat dikembangkan secara makro adalah hubungan
antara area penampung dengan area sumber dan area penampung dengan
area penampung. Tiap area dihubungkan dengan koridor. Di dalam area
perlindungan terdapat dua ruang yaitu area bersarang dan area transisi.
Letak area bersarang dalam area perlindungan, dapat dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu terpusat, ke samping dan menyebar. Perbandingan antara area
transisi dengan area bersarang adalah 5 : 1.
6. Pemilihan jenis vegetasi masing-masing RTH ditentukan berdasarkan
fungsinya yaitu untuk bersarang, bermain atau berlindung.
7. Tanaman yang mendominasi adalah jenis tanaman penghasil biji-bijian
sehingga berpotensi dikembangkan untuk jenis burung pemakan biji-
bijian. Oleh karena itu, rerumputan, semak dan alang-alang yang disukai
oleh burung pemakan biji-bijian perlu diperluas lagi.
107

6.2 Saran
1. Pengembang perumahan perlu menyadari pentingnya keberadaan ruang
terbuka hijau di kawasan perumahan sehingga dapat membantu terciptanya
keseimbangan ekosistem.
2. Desain dan perencanaan ruang terbuka hijau perumahan harus lebih
mementingkan aspek ekologis.
3. Studi ini tidak mengkaji ekosistem berdasarkan rantai dan jejaring makanan
pada satwa burung. Oleh karena itu, perlu diadakan studi lebih lanjut
mengenai food chain.
108

DAFTAR PUSTAKA

(www.kutilang.or.id)

As-syakur, A.R. 2007. http://mbojo.wordpress.com/2007/05/02/klasifikasi-iklim/.


[23:12, 7 Desember 2010]

Batubara,C. 1982. Kebijakan Pembangunan Perumahan Nasional Sebuah


Sumbangan Saran (Sumbangan Saran Dari Menteri Muda Urusan Perumahan
Rakyat Kepada MPR RI Dalam Rangka Penyusunan GBHN Menyongsong
Pelita IV, Juni 1982). Penerbit Alumni Bandung. Bandung.

Bennett, AF. 1999. Linkage in the Landscape : The role of corridors and
connectivity in wildlife conservation. IUCN-The World Conservation Union.
UK.

Boer, C. 1994. Mulawarman Forestry Reports : Studi Tentang Keragaman Jenis


Burung Berdasarkan Tingkat Pemanfaatan Hutan Hujan Tropis di Kalimantan
Timur Indonesia. Faculty of Forestry-Mulawarman Univ.

Brooks, R. Gene. 1988. Site Planning: Environment, Process and Development.


Prentice Hall Career & Technology.

Carpenter, P.L., T.D. Walker dan F.O. Lanphear. 1975. Plants in The Landscape.
W,H. Freemen and Company. SanFrancisco. 487 p.

Dinas Pertamanan DKI Jakarta. 1988. Pengelolaan Taman-Taman Kota dengan


Mengambil Acuan pada Upaya Penyediaan dan Pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau Kota Jakarta. Bahan Kuliah Mata Ajaran Pengelolaan Lanskap bagi
Mahasiswa Arsitektur Pertamanan-Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan).

Forman, R.T.T. and M. Godron. 1986. Landscape Ecology. John Wiley & Sons,
New York. 619p.

Hails, C.J., M.Kavanagh, K. Kumari dan I. Arifin. 1990. Bring Back The Bird
(Planning for Trees and Other Plants to Support Wildlife in Urban Area).
WWF Malaysia, Kuala Lumpur. 30p.

Handayani, Elsa. 1995. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Habitat


Burung (Studi Kasus Kotamadya Bogor, Jawa Barat). Skripsi Fakultas
Pertanian IPB.

Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota
Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi.

109

Lyle, J.Tillman. 1994. Regenerative Design for Sustainable Development. John


Wiley &Sons, Inc.

Leedy, D.L. 1978. Planning Wildlife in Cities and Suburbs. Washington :


U.S.Printing Government Office.

MacKinnon, J. 1993. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa


dan Bali. Gadjah Mada University Press.

Meents, J.K., J.Rice, B.W.Anderson dan R.D. Ohmart. 1983) Non-linier


Relationships Between Birds and Vegetation. Ecology 64: 1022-1027

Meurk, C.D. 2005. Planning for Sustainable in The Cultural Landscape.


NewZaland : Wanaaki Whenua Landcare Research.

Nurisjah, S. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen


Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pakpahan,A.M. 1993. Penanaman Pohon Untuk Habitat Burung (Makalah


Sarasehan Penanaman Sejuta Pohon di Wilayah DKI Jakarta, 5 Desember
1993). Jakarta.

Peggie, D. dan Amir, M. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanical


Garden. Bogor : LIPI.

Permen. 2006. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.34 mengenai


Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas
(PSU) Kawasan Perumahan.

Pete, E. h. Erich J. 2004. Human Security in A Changing Environment. Germany:


United Nations University, Institute for Environment and Human Security.

Rachman, Z. 1984. Proses Berpikir Lengkap Merencanakan dan Melaksanakan


dalam Arsitektur Lanskap (Makalah Diskusi pada Festival Tanaman VI-
Himpunan Mahasiswa Agronomi. Bogor.

Ramdan Sundana. 2008. http://sundana.wordpress.com/2008/12/09/penginderaan


-jauh-interpretasinya/. [22:25, 18 Januari 2011]

Rusilawati, S.K. 2002. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Habitat Burung
di Kawasan Permukiman Real Estat Bintaro Jaya Sektor 9 Tangerang. Jurusan
Budidaya Pertanian-Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sembiring. 2010. http:// antaranews.com. [21.59, 25 Desember 2012]


Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill Pub.Co., New York :
331p.

110

Thomas, J. Et al. 1979. Wild Life Habitat Management Forest. Jackward Thomas
ed. USDA.

Wiens, J.A. dan J.T. Rottenberry. 1981. Censusing and The Evaluation of Avian
Habitat Occupancy. Dalam C.J. Ralph dan J.M. Scot. 1981. Testimating The
Numbers of Terrestrial Birds. Studie Avian Biology.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Klasifikkasi Tanaman dii Taman Casa G
Grande*

Jenis ppakan yang dihasilkan Tipee arsitektural Tinggi tanaman ((Strata ke-)
JJenis Jeniss burung yang
N
Nama Tanaman N
Nama Latin Biji Bu
uah Penarik Neektar Nezeran Rooux Rauh Altim 1 2 3 4 5
tannaman dapat dikembangkan
serangga
C
Cemara norflok Araucaria po
ohon gerejaa, perkutut,
heteeropylla emprit, merpati
C
Chinese jupiter Juniiperus po
ohon gerejaa, perkutut,
chinnensis emprit, merpati
T
Tabebuya Tab
bebuia aurea po
ohon Humm
mingbird
K
Kamboja Plum
meria sp. po
ohon Humm
mingbird
D
Dadap merah Erytthrina po
ohon
mingbird
Humm
cristagalli
T
Trembesi Sammanea saman po
ohon gerejaa, perkutut,
emprit, merpati
K
Kersen Munntingia po
ohon
sriti, kutilang
k
calaabura
B
Bunga tasbih Cannna indica seemak Humm
mingbird
bbugenvil Bouugainvillea sp. seemak Humm
mingbird
R
Ruelia tegak Rueellia brittoniana seemak gerejaa, pipit
eeuphorbia Eupphorbia mili seemak Humm
mingbird
P
Pisang kipas Ravvenala seemak
maddagascariensis kutilan
ng

kkucai Alliu
um pennutup
schooenoprasum taanah gerejaa, emprit/pipit

llili paris Chlo


orophytum pennutup
cam
mosum taanah gerejaa, emprit/pipit

KKacang- Arachis pintoi pennutup


kkacangan taanah gerejaa, emprit/pipit

rrumput gajah Axo


onopus pennutup
com
mpressus taanah gerejaa, emprit/pipit

*Hasil analisis pribadi


L
Lampiran 2. Daftar klasifikasi ttanaman Lapanggan Tenis BCC**

Nama Nama Latin Jenis tanaman Jenis pakan yangg dihasilkan Tipe arsitekturral Tinggii tanaman (Strata ke-) Jenis burung yang
Tanaman dapat
Biji Buah P
Penarik Nektar N
Nezeran Roux Raauh Altim 1 2 3 4 5 dikembangkan
seerangga
Pinus Pinus merkusii gereja, perkutut,
pohon
emprit, merpati
Palem raja Roystonea regia gereja, perkutut,
pohon
emprit, merpati
Palem ekor Wodyetia bifurcatta gereja, perkutut,
pohon
tupai emprit, merpati
rumput gajah
h Axonopus gereja,
compressus penutup tanah
emprit/pipit
kucai Allium gereja,
schoenoprasum penutup tanah
emprit/pipit
*Hasil anallisis pribadi



man Taman Masjjid BCC*
Lampiran 3. Daftar klasifikasi tanam
Nama Taanaman Namaa Latin Jeniss Jenis pakann yang dihasilkan Tipe arsiitektural Tinggi tanaman (Strrata ke-) Jenis burung
b
tanamaan yang dapat
Biji Buah Penarik Nektar Nezeran Roux Rauh Altim 1 2 3 4 5 dikembbangkan
serangga
Pinus Pinus merkkusii pohon gereja, pperkutut,
emprit, merpati
m
Kersen Muntingia ccalabura gereja, sriti,
pohon kutilang
tanjung Mimusops eelengi gereja, sriti,
pohon kutilang
mangga Mangifera indica
i L. gereja, sriti,
pohon kutilang
Palem putri Veitchia meerilii gereja, pperkutut,
pohon emprit, merpati
m
Cemara laaut Casuarina gereja, pperkutut,
a
equisetifolia pohon emprit, merpati
m
ketapang Terminalia catappa
pohon
Pala Myristica fragrans
fr
pohon
Cerberra od
dollam
pohon
rambutan
n Nephellium
m lappaceum gereja, sriti,
pohon kutilang
Palem raja Roystonea rregia pohon gereja, pperkutut,
emprit, merpati
m
palem ekoor tupai Wodyetia bifurcata gereja, pperkutut,
pohon emprit, merpati
m
Pohon baambu Bambussa ssp.
pohon
nangka Artocarpus gereja, sriti,
heterophylllus pohon kutilang
Cemara kkipas Thuja orien
ntalis pohon gereja, pperkutut,
emprit, merpati
m
pohon kuupu-kupu Bauhinia puurpurea
pohon Hummin ngbird
Palem meerah Cyrtostachyys lakka pohon gereja, pperkutut,
Becc. emprit, merpati
m
angsana Pterocarpus indicus
pohon
Teh-tehan
n Acalypha m
macrophylla
semak
Pisang kip
pas Ravenala
madagascariensis semak
bugenvil Bougainvilllea sp.
semak
alang-alan
ng Imperata cyylindrica penutupp
tanah Gereja, emprit
e
*Hasil annalisis pribadi

110

Lampiran 4. Tabel Jenis Pohon Yang Disukai Burung


Nama Lokal Nama Latin Nama local Nama Latin
Aren Arengga pinnata Kersen/Talok Muntingia
calabura
Bambu Bambusa Langsat Lansium
domesticum
Harendong nagri Miconia speciosa Lobi-lobi Flacourtia inermis
Dadap ayam Erythrina variegate Menteng/bencoy Baccaurea
lanceolata
Dadap srep Erythrina indica Namnam Cynometra
cauliflora
Kaliandra Caliandra Nangka Artocarpus
callothyrsus communis
Kantil Michelia campaka Pala Myristica fragrans
Trembelekan Lantana camara Rambutan Nephelium
lappaceum
Kenanga Cananga odorata Rukem Flacourtia rukam
Murbei Morus alba Salam Eugenia
polyanthum
Nusa indah Mussaenda frundosa Srikaya Annonona
squamosa
Palem Livistona rotundifolia Sawo kecik Manilkara kauki
Palem merah Cyrtostachys lacca Asem kranji Pithecellobium
dulce
Pinang sirih Areca catechu Bodi Ficus religiosa
Pohon Kupu- Bauhinia variegate Beringin Ficus benjamina
kupu
Si anak nakal Duranta repens Cemara laut Casuarina
equisetiolia
Soka Ixora spp Flamboyan Delonix regia
Pisang hias Heliconia spp Jarak pagar Jatropha curcas
Arbei Rubus rosaefolium Keben Baringtonia
asiatica
Belimbing Averrhoa carambola Kayu putih Melaleuca
leucadendron
Buni Antidesma bunius Kapuk Ceiba petandra
Duku condet Lansium domestikum Karet kebo Ficus elastica
Durian Durio zibethinus Lo Ficus glomerata
Gowok Eugenia Laban Vitex pubercens
polychephalum
Jomblang Eugenia cumini Mindi Melia azedarach
Jambu air Eugenia jambos Preh Ficus stricta
Jambu biji Psidium guajava Randu alas Gossampinus
heptaphylla
Jambu bol Eugenia Sempur Dillenia pubescens
malaccaensis
Kelapa Cocos nucifera Sengon Albizzia falcataria
Kemang Mangivera caesia Tanjung Mimusopos elengi
Kepel Stelechocarpus Turi Sesbania
burahol grandiflora
111

Você também pode gostar