Você está na página 1de 11

Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN IMBALAN JASA


FAKTOR PRODUKSI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Analysis of Added Value and Production Factor Service Fee of


Agricultural Products Processing

Reni Kustiari

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

The objectives of this research are: (1) to calculate the value added of of cassava,
maize, banana, and sweet potatoes processing, dan (2) to analyze margins share of each
input of production. Processing of manihot, maize, banana, and sweet potatoes will give
value added and margins shares which received by labor, processor, and other input as
production factors. Value added received by processor of cassava, maize, banana, and
sweet potatoes are 58.3 percent, 52.9 percent, 56.6 percent, dan 50.3 percent, respectively.
Furthermore, profit margin that received by processor of cassava, maize, banana, and sweet
potatoes are 45 percent, 45.9 percent, 56.3 percent, dan 79 percent, respectively. In
cassava and maize crackers processing, the greater share is received by labor factor.
Whereas in processing of banana and sweet potatoes crackers the greater share is received
by processor. From the factors share analysis, margins share is relative unequally
distributed among the processor and the two others processing factor.

Key words : value added, margins share, processing of agricultural products

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menghitung nilai tambah pada pengolahan ubi
kayu, jagung, pisang, dan ubi jalar, serta (2) menganalisis imbalan jasa yang diperoleh
masing-masing faktor produksi yang digunakan. Pengolahan ubi kayu, jagung, buah pisang,
dan ubi jalar akan memberikan nilai tambah dan marjin bagi tenaga kerja, pengolah, dan
input lain sebagai faktor produksi. Nilai tambah pengolah ubi kayu, jagung, buah pisang, dan
ubi jalar masing-masing 58.3 persen, 52.9 persen, 56.6 persen, dan 50.3 persen. Lebih
lanjut marjin keuntungan pada pembuatan keripik ubi kayu, emping jagung, keripik pisang,
dan keripik ubi jalar masing-masing 45 persen, 45.9 persen, 56.3 persen, dan 79.0 persen.
Pada pengolahan kripik ubi kayu dan emping jagung, marjin terbesar diterima oleh tenaga
kerja, sedang pada pengolahan keripik pisang dan keripik ubi jalar diterima oleh pengusaha.
Dari analisis kontribusi faktor, marjin kontribusi relatif tidak sama terdistribusi antara
pengolah dan dua faktor pengolahan lainnya.

Kata kunci : nilai tambah, imbalan jasa, pengolahan hasil pertanian

75
Reni Kustiari

PENDAHULUAN

Salah satu subsektor yang sangat penting dikembangkan untuk


mendukung pembangunan pertanian adalah industri pengolahan hasil pertanian
(pangan). Pengembangan industri makanan diharapkan akan mampu menyerap
hasil pertanian yang diproduksi oleh petani, memberikan nilai tambah terhadap
produk pertanian, membuka kesempatan kerja, dan sumber devisa sekaligus
menyediakan produk pangan yang semakin beragam. Pangan secara umum
bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya
sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Dengan demikian,
pengolahan dan pengawetan pangan diharapkan akan dapat memberikan nilai
tambah bagi produsen dan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan
dikonsumsi.
Pohon produksi komoditas pertanian menunjukkan bahwa keragaman
produk turunan industri masih relatif sedikit yang dihasilkan oleh industri makanan
di lokasi penelitian. Produkproduk turunan pisang yang telah banyak diolah oleh
industri skala rumah tangga adalah kripik pisang. Produk turunan lebih lanjut
berupa pati pisang belum banyak dilakukan. Selain pengolahannya memerlukan
teknologi tinggi, nilai investasi untuk pengolahan ini memerlukan dana yang cukup
besar.
Permintaan produk olahan pertanian juga menunjukkan kecenderungan
semakin meningkat, baik pada pasar domestik maupun internasional (Slamet,
2005) terutama olahan tapioka). Hal ini bukan saja disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk dunia secara kwantitatif tetapi juga secara kwalitatif
kesejahteraan penduduk tersebut semakin baik yang menyebabkan semakin
meningkatnya kebutuhan akan pangan yang bergizi dan beragam.
Sejalan dengan hal tersebut, maka pengembangan teknologi pengolahan
pertanian terutama industri makanan sangat dibutuhkan. Upaya untuk
mengembangkan teknologi tersebut dan diseminasinya telah dilakukan oleh Badan
Litbang, terutama melalui BPTP dan Balai Besar Pasca Panen. Selama periode
tahun 1995-2009 Badan Litbang telah menghasilkan sekitar 731 teknologi
unggulan spesifik lokasi, 39 teknologi diantaranya adalah teknologi pengolahan
hasil pertanian.
Kegiatan pengolahan komoditas pertanian adalah kegiatan yang produktif
karena dapat menambah kegunaan produk utama ataupun produk sampingan
menjadi produk baru dan mempunyai nilai tambah. Karena suatu proses produksi
pengolah adalah suatu kegiatan produktif, maka dengan sendirinya berbagai input
produksi seperi tenaga kerja, bahan-bahan baku produksi, dan input lain sebagai
bahan baku penunjang. Pengolahan akan meningkatkan daya guna dan faktor
produksi akan memperoleh balas jasa atas penggunaannya. Dengan demikian
pertanyaannya adalah (1) berapa besarnya nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan keripik ubi kayu, keripik pisang, emping jagung, dan kripik ubi jalar; (2)
bagaimana dampak pengolahan terhadap imbalan jasa yang diperoleh masing-
masing faktor produksi yang digunakan. Sejalan dengan hal tersebut tujuan
penelitian adalah untuk: (1) mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari

76
Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian

pengolahan ubi kayu, pisang, jagung, dan ubi jalar; (2) menganalisis dampak
pengolahan terhadap imbalan jasa yang diperoleh masing-masing faktor produksi
yang digunakan.

KERANGKA ANALISIS

Sumber data dalam penulisan ini adalah dari hasil penelitian DIPA PSEKP
2010 yang berjudul Akselerasi Sistem Inovasi Teknologi Pengolahan Hasil dan
Alsintan dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan. Penelitian telah
melakukan survei pada empat jenis pengolahan skala rumah tangga yaitu pada
usaha pengolahan keripik ubi kayu/slondok, keripik pisang, emping jagung, dan
kripik ubi jalar. Data yang diperoleh diolah kembali serta disajikan dalam bentuk
tabel.
Data nilai produk didasarkan atas harga jual. Nilai produk (penerimaan)
merupakan hasil perkalian antara harga per unit output dikali dengan total volume
penjualan. Total biaya bahan baku diperoleh dari total bahan baku yang digunakan
dikali dengan harga bahan baku dipergunakan. Upah tenaga kerja didapat dari
upah yang berlaku per siklus pengolahan.
Pengertian nilai tambah (Suprapto, 1999) adalah pertambahan nilai suatu
komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun
penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat
didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan biaya bahan baku dan
input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara
nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup
komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan
balas jasa pengusaha pengolahan/prosesor (Hayami et al, 1987; Dwihandini, 2003;
Mulyana, 1999; Septiyani, 2003, Slamet, 2005)
Perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan
dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang diperoleh,
marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi dapat diketahui
(Hayami et al., 1987). Faktor produksi lainnya berupa inpun-input lain: penyusutan,
bahan baku, bahan penunjang dan lain-lain dihitung atas dasar besar
pemakaiannya. Komponen-komponen perhitungan nilai tambah disajikan dalam
Tabel 1.

PENGOLAHAN DAN NILAI TAMBAH

Pengolahan Hasil
Pada umum pengolahan ubi kayu digunakan untuk membuat tepung
tapioka. tepung cassava, kue, dan mie. Pembuatan tapioka sebagian besar
dilakukan oleh pabrik besar dengan teknologi modern. Tidak seperti halnya bahan

77
Reni Kustiari

baku yang digunakan oleh industri lain, agroindustri amat bergantung pada bahan
baku yang tidak tahan lama disimpan atau mudah rusak. Oleh karena itu, industri
ini memerlukan kecepatan dan kehati-hatian dalam menangani dan menyimpan
bahan bakunya. Jika hal tersebut diabaikan maka akan berpengaruh pada kualitas
produk yang dihasilkan, seperti perubahan warna dan rasa. Karateristik lain dari
bahan baku agroindustri adalah variabilitas dalam jumlah dan kualitas dari bahan
baku yang dihasilkan. Walaupun telah ditemukan sejumlah teknologi untuk
mengatasinya kualitas yang amat beragam, namun ketidakseragaman tetap tidak
dapat dihindari.

Tabel 1. Komponen Perhitungan Nilai Tambah

Uraian Variabel Nilai


I. Output, Input dan Harga
1. Output (kg) OP
2. Input (kg) IP
3. Tenaga Kerja (kg) LB
4. Faktor konversi FKO OP/IP
5. Koefesien tenaga kerja (Hok/kg) KTK LB/IP
6. Harga output HO
7. Upah tenaga kerja (rp/Hok) UP
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/Kg) HBB
9. Input lain (Rp/Kg) IPL
10. Nilai output ((Rp/Kg) NO FKO*HO
11. a. Nilai tambah (Rp/Kg) NT NO-IPL-HBB
b. Rasio nilai tambah (%) RNT (NT/NO) x 100
12. a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/Kg) RTK KTK x UP
b. Pangsa tenaga kerja (%) PTK (RTK/NT) x 100
13. a. Keuntungan (Rp/Kg) PFT NT RTK
b. Tingkat keuntungan (%) TPF (PFT/NT) x 100
III. Imbalan Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Marjin (Rp/Kg) MR NO HBB
a. Pendapatan tenaga kerja MTK (RTK/MR) x 100
b. Sumbangan input lain MIL (IPL/MR) x 100
c. Keuntungan pengusaha MP (PFT/MR) x 100
Sumber : Hayami et al., 1987

Pemanfaatan tanaman ubi kayu adalah daun, batang, dan umbinya.


Bagian batang ubi kayu dimanfaatkan untuk bibit pertanaman berikutnya. Daun
dari ubi kayu selain ada yang dimanfaatkan untuk menjadi makanan manusia
(daun yang muda) dan juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Sedangkan
untuk bagian umbinya dapat diolah menjadi berbagai macam produk turunan dan
kulit umbi dapat dimanfaatkan oleh industri pakan ternak. Manfaat dari umbi antara
lain untuk keperluan pangan, obat-obatan, sampai dengan bahan baku industri
kimia. Ubi kayu dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama sesudah
diparut, disewut atau serut, dan dikeringkan Selanjutnya dapat dijadikan bahan
baku untuk tepung ubi kayu yang banyak dipergunakan sebagai bahan baku
industri makanan.

78
Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian

Usaha pengolahan skala rumah tangga berbahan baku lokal komoditas


jagung telah dirintis di Kabupaten Lamongan sejak awal tahun 1990an.
Pemanfaatan tanaman jagung mencakup daun dan umbi. Jagung dapat diolah
menjadi kripik jagung, emping, dan nasi jagung. Sedangkan pengolahan produk
turunan lebih lanjut dari jagung menjadi pati, tepung, gula fruktosa, dan lainnya
belum banyak dilakukan. Dinas terkait baru memberi bantuan berupa teknologi
pengolahan jagung pipilan menjadi makanan ringan, seperti emping jagung tortilla
dan campuran emping melinjo.
Keragaman produk turunan dari komoditas pisang (pohon industri) belum
sepenuhnya dihasilkan oleh masyarakat di Kabupaten Pringsewu. Produkproduk
yang telah banyak diolah oleh masyarakat adalah kripik pisang yang digoreng
biasa dan yang divakum (25% dari total produksi), jika harga kripik pisang yang
digoreng biasa harganya sekitar Rp 32.000 per kg maka harga kripik vakum Rp
50.000 per kg. Produk turunan lebih lanjut dari pati pisang lainnya belum banyak
dilakukan di Kabupaten Pringsewu. Selain pengolahannya memerlukan teknologi
tinggi, nilai investasi untuk pengolahan ini memerlukan dana yang cukup besar.
Kegiatan pengolahan skala rumah tangga berbahan baku komoditas ubi
jalar telah dirintis di Kabupaten Malang sejak tahun 1980an. Dengan adanya
pembangunan industri ubi jalar (pabrik pengolahan chip/tepung ubi jalar)
berdampak pada perkembangan ekonomi masyarakat setempat. Salah satu
indikator yang terlihat adalah membaiknya harga jual ubi jalar di tingkat petani
yang dapat mencapai Rp 1.650 Rp 2.100 per kg. Sementara itu, pabrik
pengolahan chip dan tepung ubi jalar yang membeli ubi jalar segar (dari petani dan
pedagang) pada tingkat harga Rp 1.800 Rp 2.300 per kg.
Keadaan ini berdampak pada posisi tawar petani dalam menjual ubi jalar
segar, karena mempunyai pilihan untuk menjual ke pedagang pengumpul atau ke
industri, sehingga pedagang pengumpul desa tidak dapat lagi menekan harga.
Dalam rangka terus mendorong perkembangan pengolahan hasil (agroindustri)
pada tingkat kelompok tani dan rumah tangga, maka harus terus dicari dan
dikembangkan teknologi pengolahan ubi jalar yang sederhana dengan biaya
murah dan dapat dilakukan pada skala industri rumah tangga.
Produkproduk yang merupakan hasil olahan dari komoditas ubi jalar yang
telah banyak diolah oleh rumah tangga di Kabupaten Malang antara lain: kripik ubi
jalar, sawut, dan serut. Hasil parutan diperas dan disaring untuk mendapatkan pati
ubi jalar. Dari produk pati dapat diolah menjadi dextrin yang produknya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku oleh industri lem dan industri kecil lainnya.
Selain itu pati dapat diolah menjadi gula yang bisa diuraikan lagi menjadi alkohol
yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, asam cuka, dan
aceton (produk yang menjadi bahan baku industri kimia). Dari hasil pengolahan
pati akan tersisa ampas ubi jalar yang dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak.
Pengolahan hasil pertanian yang dikaji adalah (1) ubi kayu sebagai bahan
baku keripik ubi kayu, (2) pisang yang diolah menjadi keripik pisang, (3) jagung
yang diolah menjadi emping jagung, dan (4) ubi jalar yang diolah menjadi kripik
ubi jalar. Proses pengolahan slondok di Desa Sumur Arum, Kecamatan Grabag
Kabupaten Magelang, adalah sebagai berikut: ubi kayu dikupas, dicuci, lalu

79
Reni Kustiari

ditiriskan, diparut, dimasukan ke dalam karung goni untuk dipres, dikeluarkan


airnya. sesudah itu dihancurkan/digempur, diayak. dikukus, diangin-anginkan
sekitar 3 hari, dibuang bagian yang keras lalu dipotong kecil-kecil. Dilanjutkan
dengan penggilingan/ proses cetak, dipotong sesuai ukuran/panjang yang
diinginkan, penjemuran di bawah sinar matahari, pembumbuan dan digoreng.
Adapun proses pengolahan emping jagung di Desa Yungyang, Kecamatan
Modo, Kabupaten Lamongan. adalah sebagai berikut: pengolahan diawali dengan
pemipilan jagung, kemudian dijemur, direbus dengan kapur, direndam selama 24
jam, direbus sebentar (tidak sampai mendidih), dikukus, digiling pada saat jagung
masih panas hingga menjadi emping, emping basah dibumbui dan dijemur, lalu
digoreng. Sedangkan tahapan pembuatan kripik pisang dan kripik ubi jalar adalah
pengupasan, perendaman, penyerutan, pencucian/ perendaman, pemberian rasa,
penirisan, dan penggorengan.
Produk hasil pengolahan (output), bahan baku, input lain (bahan
penunjang) dan harga produk (output) disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel
2 tersebut, produksi keripik ubi kayu dalam setahunnya adalah 1.764,2 kg. Untuk
menghasilkan produk tersebut diperlukan 12.166,7 kg ubi kayu, dengan demikian
konversinya 0,15, berarti dari 100 kg ubi kayu akan dihasilkan 15 kg keripik ubi
kayu (slondok). Jumlah hari kerja dalam proses pembuatan keripik ubi kayu adalah
122 hari dalam setahun, dengan 3 orang tenaga kerja, maka tenaga kerja yang
dibutuhkan adalah 366 HOK. Angka koefisien tenaga kerja yang diperoleh adalah
0,06, artinya untuk memproduksi 100 kg ubi kayu menjadi keripik ubi kayu
diperlukan 6 hari orang kerja atau dalam satu hari kerja mampu dihasilkan keripik
ubi kayu sebanyak 2,5 kg (=15kg/6 HOK).
Produksi keripik pisang yang diperoleh dalam setahun adalah 2.190 kg
dengan bahan bakunya buah pisang sebanyak 14.600 kg (konversinya 0,15).
Sedangkan untuk memproduksikan emping jagung dan kripik ubi jalar masing-
masing sebesar 486,7 kg dan 6.387,5 kg dibutuhkan bahan baku sebesar 2.433,3
kg dan 35.770 kg, konversinya masing-masing adalah 0,2 dan 0,18.

Tabel 2. Output, Input, Upah Tenaga Kerja, dan Harga Produk

Emping Kripik Kripik Ubi


Uraian Slondok
Jagung Pisang Jalar
1. Output (kg) 1.764,2 486,7 2.190,0 6.387,5
2. Input (kg) 12.166,7 2.433,3 14.600,0 35.770,0
3. Tenaga Kerja (kg) 730,0 486,7 1.460,0 2.190,0
4. Faktor konversi 0,15 0,20 0,15 0,18
5. Koefesien tenaga kerja (Hok/kg) 0,06 0,20 0,10 0,06
6. Harga produk (Rp/kg) 12.900,0 35.000,0 27.000,0 32.500,0
7. Upah tenaga kerja (Rp/Hok) 10.000,0 10.000,0 10.000,0 10.000,0

Nilai Tambah
Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan slondok, keripik pisang,
emping jagung, dan kripik ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai produk kripik

80
Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian

ubi kayu adalah Rp 1.870,5 per kg bahan baku (diperoleh dari hasil kali antara
faktor konversi dengan harga produknya, lihat Tabel 3). Nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan satu kilogram bahan baku ubi kayu adalah Rp 1.090,5.
nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku
dan nilai input lain. Rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 58,4 persen.
Sumbangan tenaga kerja yang diperoleh dari hasil kali antara koefesien
tenaga kerja dengan upah tenaga kerja yaitu Rp 600,- per kg. Persentasi imbalan
tenaga kerja terhadap nilai tambahnya adalah 55,1 persen. Imbalan terhadap
modal dan keuntungan diperoleh dari nilai tambah dikurangi besar imbalan tenaga
kerja. Keuntungan dari pengolahan keripik ubi kayu adalah Rp 490,5 per kg
dengan tingkat keuntungannya 45,7 persen. Keuntungan ini menunjukan
keuntungn yang diperoleh dari setiap kilogram pengolahan bahan baku ubi kayu.
Apabila diperbandingkan antara keripik ubi kayu, keripik pisang, emping
jagung, dan kripik ubi jalar, maka rasio nilai tambah keripik ubi jalar (79%) ini lebih
besar dari kripik pisang (56,3%), emping jagung (45,9%) dan kripik ubi kayu (45%).
Hal ini menunjukan bahwa pengolahan keripik ubi kayu dan emping jagung
keuntungannya dibawah 50 persen.

Tabel 3. Nilai Tambah, Pendapatan, dan Keuntungan Pengolahan Slondok, Keripik Pisang,
Emping Jagung, dan Kripik Ubi Jalar

Emping Kripik Kripik Ubi


Uraian Slondok
Jagung Pisang Jalar
1. Harga bahan baku (Rp/Kg) 650,0 2.100,0 1.000,0 2.100,0
2. Sumbangan Input lain (Rp/Kg) 130,0 1.200,0 759,4 783,2
3. Nilai produk ((Rp/Kg) 1.870,5 7.000,0 4.050,0 5.803,6
4. a. Nilai tambah (Rp/Kg) 1.090,5 3.700,0 2.290,6 2.920,4
b. Rasio nilai tambah (%) 58,3 52,9 56,6 50,3
5. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/Kg) 600,0 2.000,0 1.000,0 612,2
b. Bagian tenaga kerja (%) 55,0 54,1 43,7 21,0
6. a. Keuntungan (Rp/Kg) 490,5 1.700,0 1.290,6 2.308,2
b. Tingkat keuntungan (%) 45,0 45,9 56,3 79,0

Bagian tenaga kerja yang diperoleh keripik ubi kayu, emping jagung,
keripik pisang, dan kripik ubi jalar masing-masing 55,0 persen, 52,9 persen, 56,6
persen, dan 50,3 persen. Tingkat keuntungan yang diperoleh terbesar adalah dari
pengolahan ubi jalar sebesar 79,0 persen. Sedangkan tingkat keuntungan dari
pengolahan keripik ubi kayu, emping jagung, dan keripik pisang masing-masing
adalah 45,0 persen, 45,0 persen, dan 56,3 persen. Dengan demikian, pengolahan
hasil pertanian segar seperti ubi kayu, dan jagung mempunyai tingkat keuntungan
yang lebih kecil, dibawah 50 persen, daripada tingkat keuntungan dari pengolahan
hasil ubi jalar dan pisang.

Imbalan Jasa Faktor Produksi


Imbalan jasa untuk faktor produksi dari pengolahan ubi kayu, buah pisang,
jagung, dan ubi jalar menjadi produk olahannya dapat dilihat pada Tabel 4. Dari

81
Reni Kustiari

hasil perhitungan seperti pada Tabel 4 diperoleh bahwa marjin yang diperoleh
terbesar adalah pada pengolahan emping jagung yaitu Rp 4.900,-. Imbalan jasa
atas penggunaan faktor-faktor produksi adalah sebagai berikut: (a) bagian
pendapatan tenaga kerja dari pengolahan keripik slondok dan keripik pisang lebih
tinggi dari pendapatan tenaga kerja yang diperoleh dalam pengolahan emping
jagung dan kripik ubi jalar. Bagian pendapatan tenaga kerja berkisar antara 16,53
persen 49,16 persen, hanya sekitar seperlima dari marjin yang diperoleh. (b)
Bagian pendapatan (marjin) bagi input lain yang terbesar adalah 24,9 persen untuk
pengolahan keripik pisang, diikuti berturut-turut oleh emping jagung, kripik ubi jalar,
dan kripik ubi kayu masing-masing sebesar 24,49 persen, 21,15 persen, dan 10,65
persen.

Tabel 4. Marjin dan Imbalan Jasa pada Faktor Produksi Pengolahan Slondok, Keripik
Pisang, Emping Jagung, dan Kripik Ubi Jalar

Emping Kripik Kripik Ubi


Uraian Slondok
Jagung Pisang Jalar
1. Marjin (Rp/Kg) 1.220,5 4.900,0 3.050,0 3.703,6
a. Pendapatan tenaga kerja 49,16 40,82 32,79 16,53
b. Sumbangan input lain 10,65 24,49 24,90 21,15
c. Keuntungan pengusaha 40,19 34,69 42,32 62,32

Input-input lain yang dipergunakan pada pengolahan keripik ubi kayu


adalah minyak goreng, minyak tanah, dan bumbu. Semua ini hanya mencapai 9
persen dari total biaya pengolahan (Tabel 5). Dalam pengolahan emping jagung,
selain jagung pipilan sebagai bahan baku utamanya, input lain yang dipergunakan
ialah minyak goreng, bawang putih, bumbu lain, plastik bungkus, dan kayu bakar.
Keseluruhan input ini mencakup sekitar 22.7 persen dari biaya totalnya (Tabel 6).

Tabel 5. Bahan Baku dan Biaya Pengolahan Keripik Ubi Kayu per Tahun di Magelang, 2010

No Deskripsi Volume Harga (Rp) Nilai (Rp) (%)


1. Ubi kayu (kg) 12.166,7 650 7.908.333 47,1
2. Minyak tanah (lt) 365,0 1.500 547.500 3,3
3. Bumbu lain 365,0 1.000 365.000 2,2
4. Tenaga kerja (HOK) 730,0 10.000 7.300.000 43,5
5. Penyusutan alat 121,7 2500 304.167 1,8
6. Minyak goreng 121,7 3000 365.000 2,2
Total biaya 16.790.000 100,0
Pendapatan 1.764,2 12.900 22.757.750
Keuntungan bersih 55.500
R/C 1,5
B/C 0,5
BEP (Rp) 2.467

82
Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian

Tabel 6. Bahan Baku dan Biaya Pengolahan Emping Jagung per Tahun di Lamongan, 2010

No Deskripsi Volume Harga (Rp) Nilai (Rp) (%)


1 Jagung (kg) 2.433,3 2.100 5.110.000 39,6
2 Bawang putih (kg) 24,3 5.000 121.667 0,9
3 Bumbu lain 12,2 5.000 60.833 0,5
4 Minyak goreng (kg) 121,7 8.000 973.333 7,5
5 Plastik bungkus 60,8 6.000 365.000 2,8
6 Kayu bakar 85,2 10.000 851.667 6,6
7 Tenaga kerja 486,7 10.000 4.866.667 37,7
8 Penyusutan alat 121,7 4.500 547.500 4,2
Total biaya 10.463.333 100,0
Penerimaan 486,7 35.000 17.033.333
Keuntungan Bersih 6.570.000
R/C 1,3
B/C 0,3
BEP (Rp) 7.308

Untuk pengolahan kripik pisang, selain buah pisang sebagai bahan


bakunya, input-input lain yang digunakan adalah plastik kemasan, kayu bakar,
ketumbar, garam, bawang putih, minyak goreng, dan penyusutan alat sekitar 27,6
persen dari total biaya (Tabel 7). Sedang untuk pengolahan kripik ubi jalar,
menggunakan input-input lain seperti plastik kemasan, kayu bakar, bumbu, minyak
goreng, dan penyusutan alat yang mencapai hingga sebesar 22,4 persen dari total
biaya (Tabel 8).

Tabel 7. Bahan Baku dan Biaya Pengolahan Kripik Pisang per Tahun di Pringsewu, 2010

No Deskripsi Volume Harga (Rp) Nilai (Rp) (%)


1 Pisang nangka 14.600,0 1.000 14.600.000 36.2
2 Minyak goreng 821,3 7.000 5.748.750 14.3
3 Bawang putih 182,5 2.000 365.000 0.9
4 Garam 182,5 500 91.250 0.2
5 Ketumbar 182,5 750 136.875 0.3
6 Kayu bakar 127,8 15.000 1.916.250 4.8
7 Kemasan 182,5 5.500 1.003.750 2.5
8 Transportasi 182,5 5.000 912.500 2.3
9 Penyusutan alat 91,3 10.000 912.500 2.3
10 Tenaga kerja 1.460,0 10.000 14.600.000 36.2
Total biaya 40.286.875 100,0
Nilai Penjualan 2.190.0 27.000 59.130.000
Keuntungan Bersih 18.843.125
R/C 1,6
B/C 0,6
BEP (Rp) 8.698

83
Reni Kustiari

Tabel 8. Bahan Baku dan Biaya Pengolahan Kripik Ubi Jalar per Tahun di Malang, 2010

No Deskripsi Volume Harga (Rp) Nilai (Rp) (%)


2.100
1 Ubi jalar (kg) 35.770,0 75.117.000 60.1
2 Minyak goreng (kg) 91,3 120.000 10.950.000 8.8
3 Bumbu 912,5 2.600 2.372.500 1.9
4 Kayu bakar 91,3 80.000 7.300.000 5.8
5 Plastik bungkus 136,9 50.000 6.843.750 5.5
6 Tenaga kerja (HOK) 2.190,0 10.000 21.900.000 17.5
7 Penyusutan alat 182,5 3.000 547.500 0.4
Total biaya 125.030.750 100,0
Nilai Produksi 6.387.5 32.500 207.593.750
Keuntungan Bersih 82.563.000
R/C 1,2
B/C 0,2
BEP (Rp) 1.2831

Dengan demikian, bagian perolehan untuk pengusaha terbesar adalah


pada pengolahan kripik ubi jalar yaitu 62,32 persen; dikuti oleh keripik pisang,
keripik ubi kayu dan emping jagung, masing-masing 42,3 persen, 40,19 persen,
dan 34,69 persen. Dengan demikian usaha pengolahan keripik ubi jalar adalah
yang paling menguntungkan dibandingkan dengan pengolahan keripik ubi kayu,
emping jagung, maupun keripik pisang. Hal ini dapat terjadi antara lain karena
permintaan untuk keripik ubi jalar yang relatif tinggi.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Berdasarkan angka konversi bahan baku dan tenaga kerja yang


diperlukan, produksi yang diperoleh per hari orang kerja untuk keripik ubi kayu
adalah 2,42 kg/HOK, sekitar 1,5 kg/HOK untuk keripik pisang, 1 kg/HOK untuk
emping jagung dan 2,9 kg/HOK untuk pengolahan kripik ubi jalar. Nilai tambah
terbesar adalah pada pengolahan kripik pisang sebesar 56,96 persen dari nilai
produknya, diikuiti oleh keripik ubi kayu (58,3%), emping jagung (52,9%), dan
keripik ubi jalar (50,3%).
Bagian yang diterima komponen-komponen faktor produksi dari marjin
yang diperoleh dalam pengolahan keripik pisang relatif lebih merata daripada
pengolahan keripik ubi kayu, emping jagung, dan kripik ubi jalar. Bagian terbesar
yang diterima faktor produksi dalam pengolahan keripik ubi kayu dan emping
jagung diterima oleh tenaga kerja. Sedangkan untuk pengolahan keripik pisang,
kripik ubi jalar, bagian faktor terbesar diterima sebagai keuntungan pengusaha
pengolah. Nampaknya pada pengolahan keripik ubi jalar, untuk setiap kilogram
bahan baku menyerap tenaga yang relatif besar dari pada ketiga jenis pengolahan

84
Analisis Nilai Tambah dan Imbalan Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian

lainnya. Namun pengolahan keripik ubi jalar menunjukan bahwa komponen-


komponen faktor produksi menerima bagian marjin yang relatif tidak merata.
Tingkat keuntungan pengolah hasil pertanian skala rumah tangga masih
relatif kecil, hal ini terutama karena harga bahan baku masih relatif tinggi dan
cukup fluktuatif. Selain itu, harga input lain terutama minyak goreng juga masih
cukup tinggi. Pengembangan pengolahan hasil pertanian di lokasi penelitian masih
terkendala oleh pemasaran dan terbatasnya alat mesin yang digunakan. Oleh
karena itu, peran pemerintah dalam pemasaran hasil dan pengadaan alat/mesin
yang sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat
sangat dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Dwihandini, D. 2003. Nilai Tambah Pengolahan Keripik Pisang (Studi Kasus). Skripsi. FP-
UMB., Jakarta, Tidak dipubilkasikan.
Hayami, Y., M. Thosinori, dan M. Siregar. 1987. Agricultural Markerting and Processing in
Upland Java: A Prospectif from A Sunda Village, Bogor.
Mulyana.1999. Analisis Nilai Tambah Pengolahan dan Pemasaran Keripik Ubi Kayu. (Studi
Kasus). Skripsi. FP-UMB. Jakarta.
Septiyani. 2003. Nilai Tambah Pengolahan dan Pemasaran Produk Olahannya. (Studi
Kasus). Skripsi. FP-UMB. Jakarta.
Slamet, U.U. 2005. Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil-Hasil
Pertanian. Buletin Penelitian No. 08: 1-8.
Suprapto, A. 1999. Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan dalam Memasuki Pasar
Global. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Nasional dan Musyawarah
Nasional V POPMASEPI di Medan. 16 Maret 1999. Medan.

85

Você também pode gostar