Você está na página 1de 28

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH

Pembimbing
dr. Adri Rivai, Sp.PD

Disusun Oleh:
Rani Meiliana Susanti
2012730148

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. W
Ruang Perawatan : Zam-Zam
Umur : 24 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Lebah, Jakarta Timur
Masuk RS : 25-08-2017
No RM : 97 ****

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kiri bawah sejak 2 minggu SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit RSIJ cempaka putih dengan keluhan nyeri perut bawah
kiri sejak 2 minggu SMRS, nyeri hilang timbul namun 2 hari SMRS nyeri dirasakan
terus menerus, nyeri dirasakan menjalar sampai ke pinggang kiri. Pasien juga
mengeluh BAK anyang-anyangan dan panas di akhir BAK, warna kuning, keluhan
disertai demam sejak 1 hari SMRS, demam terus menerus, mual dan muntah 2 kali
berupa makanan yang dimakan pasien. Keluhan BAK berpasir, nyeri BAK, BAK
berwarna merah disangkal, keputihan (+). BAB normal tidak ada keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
Riwayat hipertensi, riwayat DM, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit ginjal
disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


tidak ada keluarga menderita sakit yang sama .
riwayat hipertensi, Riwayat DM, Riwayat penyakit jantung disangkal
E. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan, makanan, dan cuaca disangkal

F. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah minum paracetamol dan keluhan demam berkurang.

G. Riwayat psikososial
Pasien mengatakan sering menahan BAK saat lagi bekerja

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Berat badan : 50 Kg
Tinggu badan : 156 cm
IMT :
Tanda vital
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Pernafasan : 20 x/menit
o Nadi : 84 x/menit
o Suhu : 36,8C (dalam pengaruh obat)

Status Generalis

1. Kepala : Normochepal
2. Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks pupil (+/+)
3. Telinga : Normotia, sekret -/-
4. Hidung : sekret (-), epistaksis (-)
5. Mulut : mukosa bibir lembab, faring hiperemis (-)
6. Leher : pembesaran KGB (-)
7. Thorax
a. Inspeksi : Pergerakan dada simetris
b. Palpasi : Vocal fremitus kanan dengan kiri sama
c. Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonchi -/-,wheezing -/-
8. Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : ictus cordis tidak teraba
c. Perkusi :
Batas atas : ICS II linea Parasternalis sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Batas Kiri : ICS V Line Midclavicularis Sinistra
d. Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II murni reguler, murmur (-), Gallop (-).

9. Abdomen
a. Inpeksi : Supel
b. Auskultasi : Bising usus (+), Normal
c. Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan regio iliaca sinistra
(+), nyeri tekan suprapubik (+)
d. Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
10. Ekstremitas
a. Superior : Hangat (+/+), edema (-/-), RCT < 2 dtk ,sianosis (-/-)
b. Inferior : Hangat (+/+), edema (-/-), RCT < 2 dtk ,sianosis (-/-)

IV. Resume
Tanggal 25-08-2017 (02.00 WIB)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

Hemoglobin 12,7 12,5-15,5 g/dL

Jumlah Leukosit 9.04 3,6 11103/L


Hematokrit 36 37 47 %
Trombosit 351 150 400 103/L
MCV 81 80-100 fL
MCH 28 26-34 pg
MCHC 35 32-36g/dL
Tanggal 25-08-2017 ( 10.50 WIB )
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Urin Lengkap

Warna Kuning muda - -

Kejernihan Jernih Jernih -

Sedimen

Leukosit 5 <5 /LPB

Eritrosit 1 <5 /LPB

Silinder - - /LPK

Sel epitel 2 <4 /LPB

Kristal - - /LPB

Bakteri + - -

Berat Jenis 1,007 1000-1030 -

pH 6,5 5-9 -

Protein - - g/dL

Glukosa - - mmoL/L

Keton - mmoL/L

V. Resume
Wanita usia 24 datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan abdominal pain regio iliaca
sinistra sejak 2 minggu SMRS, intermitten, sejak 2 hari SMRS abdominal pain continue
dan menjalar sampai ke pinggang kiri . BAK anyang-anyangan dan panas di akhir BAK.
Febris sejak 1 hari SMRS, continue. Nausea, vomits 2 kali berupa makanan yang dimakan.
Pasien minum paracetamol dan keluhan demam berkurang.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan TD : 120/80 mmHg, Nadi : 84 x/menit, RR: 20
x/menit, Suhu : 36,8C (dalam pengaruh obat), nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri tekan
iliaca sinistra (+), nyeri tekan suprapubik (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan sedimen urin leukosit 5/LPB, Bakteri (+).

VI. Daftar Masalah


Abdominal pain ec ISK
Nausea + vomitus ec dyspepsia

VII. Assessment
Abdominal pain ec ISK
S : Abdominal pain regio iliaca sinistra sejak 2 minggu SMRS, intermitten, sejak 2 hari
SMRS abdominal pain continue dan menjalar sampai ke pinggang kiri . BAK anyang-
anyangan dan panas di akhir BAK. Febris sejak 1 hari SMRS, continue.

O : Tekanan darah : 120/80 mmHg


Pernafasan : 20 x/menit
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,8C (dalam pengaruh obat)
nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri tekan iliaca sinistra (+), nyeri tekan suprapubik (+).

A : Abdominal pain ec ISK


Nause + vomitus ec dyspepsia
Dd/ uretrhitis
Ureterolithiasis
KET

P : Rencana pemeriksan

Pemeriksaan ureum kreatinin


USG abdomen

Non medikamentosa

Istirahat
Minum banyak
Menjaga higienitas sekitar alat kelamin
Hindari makanan pedas dan asam

Non medikamentosa

Inf RL 20 Tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1
Inj. Ketorolak 1 x 1 amp
Paracetamol 500 mg 3 x 1 tab (b/p)
Inj. Ranitidin 2 x 1amp
Inj ondansetron 2 x 1amp

VIII. FOLLOW UP

Tanggal S O A P
26/08/2017 Nyeri perut kiri TD : 110/70 mmHg, ISK Inf RL 20 Tpm
berkurang, mual (+), N : 88 x/menit Dyspepsia Inj. Ceftriaxon 2 x
BAK anyang- R : 18 x/menit, 1
anyangan (+), BAK Suhu : 36,6C Inj. Ketorolak 1 x
panas (+), demam (- Nyeri tekan epigastrium (+) 1 amp
) Nyeri tekan iliaca sinistra (+) Paracetamol 500
Nyeri tekan suprapubik (+) mg 3 x 1 tab (b/p)
Inj. Ranitidin 2 x
1amp
Inj ondansetron 2
x 1amp
27/08/2017 Nyeri perut kiri TD : 120/80 mmHg, ISK Inf RL 20 Tpm
berkurang, mual (+), N : 90 x/menit dyspepsia Inj. Ceftriaxon 2 x
BAK anyang- R : 18 x/menit, 1
anyangan (-), BAK Suhu : 36,5C Inj. Ketorolak 1 x
panas (-), demam (-) Nyeri tekan epigastrium (+) 1 amp
Nyeri tekan iliaca sinistra (+) Paracetamol 500
Nyeri tekan suprapubik (-) mg 3 x 1 tab (b/p)
Inj. Ranitidin 2 x
1amp
Inj ondansetron 2
x 1amp

28/08/2017 Nyeri perut kiri (-), TD : 110/70 mmHg, ISK Inf RL 20 Tpm
mual (-), BAK N : 80 x/menit Dyspepsia Inj. Ceftriaxon 2 x
anyang-anyangan (- R : 18 x/menit, 1
), BAK panas (-), Suhu : 36,6C Inj. Ketorolak 1 x
demam (-). Nyeri tekan epigastrium (-) 1 amp
Nyeri tekan iliaca sinistra (-) Paracetamol 500
Nyeri tekan suprapubik (-) mg 3 x 1 tab (b/p)
Inj. Ranitidin 2 x
1amp
Inj ondansetron 2
x 1amp
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi1


Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra.
Sistem urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi
untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk
mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa
seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum
terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi
untuk regulasi volume darah tubuh, regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah,
regulasi keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran
kemih bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan
uretra merupakan saluran kemih bagian bawah.

Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia

Sumber: www.kidney.org

Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal.
Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah
dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang
berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal
bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang
membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung kemih.

Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.

Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir
dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition, 2007, Hal. 422.

Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih


denganluar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-
laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan
tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung
penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika,
uretra membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria,
karena hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium
diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris.
.

Gambar 3. Vesika Urinaria dan Uretra pada perempuan & laki laki

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition,2007, Hal. 432

2. Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:
Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme
murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 105 colony forming
units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria2,3
Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik2,3
Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa
manifestasi klinik2,3.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 101, dan
lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik3.
ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh
terhadap invasi mikroorganisme pada urothelium4,5.

3. Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan
perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan,
kecuali disertai factor predisposisi2.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5
% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat
mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat
praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih
aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki
yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah
disirkumsisi (0,11%)4.

Tabel 1. Epidemiologi ISK berdasarkan Umur & Jenis Kelamin

Sumber: Smiths General urology 17th edition, 2008, halaman 194

4. Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:2
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan
ISK simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK
anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase
negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali
pasca kateterisasi

Gambar 4. Bakteri E.Coli, berbentuk basil dan ada


fimbrae

Tabel 2. Bakteri Penyebab ISK

Sumber: Nefrologi Klinik, edisi III. 2006, hal.33

5. Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung
dari patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk
ke saluran kemih (bacterial entry) 2,4.
Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)
Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran
kemih. Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat
uropathogen.2,4,6,7.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia.
Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika
urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis
memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan
strain E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya
manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan
berbeda dari sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli
ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi7. Penelitian
intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence
determinalis2.

Gambar 5. Penampang permukaan E.Coli

Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86


Tabel 3. Faktor virulensi E. coli

Penentu virulensi Alur

Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)

Resistensi terhadap pertahanan tubuh


Kapsul antigen K Perlengketan (attachment)

Resistensi terhadap fagositosis

Lipopolysaccharide side
chains (O antigen)

Inhibisi peristalsis ureter


Proinflamatori
Lipid A (endotoksin)

Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Membran protein lainnya

Inhibisi fungsi fagosit


Sekuestrasi besi

Hemolysin

Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010

Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi2.

Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa)


Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from bacterial
surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan
untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih2.
Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk
berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel
uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan
tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang dapat
menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel
uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis.
Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial4.
Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang
menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK
bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk
melekat pada mukosa vesika urinaria4.
Peranan Faktor Virulensi
Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel
saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya.
Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi
untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman
patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri
yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh
neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai mekanisme
pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan bahwa banyak
bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen
oportunistik intraseluler2,4,5.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin
seperti -haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system
(aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat
pada gen plasmid5.
Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal2.
Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK
Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor
bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi
bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi)
bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih
termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan
proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi2.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi
bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor
penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa
bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG
membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah
satu mekanisme pertahanan tubuh4.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap ISK2,4. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter,
stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host4,8

Tabel 4. Faktor Predisposisi (pencetus) ISK

Faktor predisposisi (pencetus) ISK

Litiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009

Status Imunologi Pasien


Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang
melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan
mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like
receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga
menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan
seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain
itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta
untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini
berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam
kejadian ISK4,5
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status
secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae
bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis2.
Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)
Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya, bakteri
di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria dan
menyebabkan ISK2,,3 Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya
bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian
ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga dipermudah oleh refluks
vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan dengan kedekatannya dengan
ruang depan vagina dan rektum merupakan predisposisi yang menyebabkan perempuan
lebih sering terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4
Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada
pasien dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies
Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan
perjalanan melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga
dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu,
invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada
abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat
menyebabkan ISK3.

6. Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis
terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah
pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis)
yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik5.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh
radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat
mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa
ditemukan kelainan radiologik4,5. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis
kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-
laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat5.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan
sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai
kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase
inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari
pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari
pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak
memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus
mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan
anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi
bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter
lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik
mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa
kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim2.
Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis,
uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada
perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki
berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis2.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah
radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak,
biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit
ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated
type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection)
termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian
khusus dalam pengelolaannya5.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang
(recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit
dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe
berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor
predisposisi5.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat
diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA
disebabkan oleh MO anaerobik2,5.

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal,
sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti
disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampir 90% pasien rawat jalan
dengan ISK akut5.
Tabel 5. Simtomatologi ISK

Lokal Sistemik

Disuria Panas badan sampai menggigil


Polakisuria Septicemia dan syok
Stranguria
Tenesmus
Nokturia
Enuresis nocturnal Perubahan urinalisis

Prostatismus Hematuria
Inkontinesia Piuria
Nyeri uretra Chylusuria
Nyeri kandung kemih Pneumaturia
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah
pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Hubungan antara lokasi ISK dan keluhan


Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85

Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5C-40,5C),


disertai menggigil dan sakit pinggang2. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit
berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi
E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman staphylococcus dan
streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali per menit. Ginjal sulit
teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness
mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra
peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia
subur dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas
menggigil, mual, dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti
obastruksi, refluks vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi
bakteriemia dan syok, kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena
alkalosis respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik5.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhan-
keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin
rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi
akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)5.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan
hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila
disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah
melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang
terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis
sekunder2,5.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena
rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin
ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari
hidronefrosis dan distensi vesika urinaria5.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing2.

8. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis


a. Analisis urin rutin5
Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria
(albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.
Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin
masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting
organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari
1 gram per 24 jam.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100
x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan
mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml.
Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien
dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadang-kadang masih
ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan
piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >101. Analisa ini
menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%
untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20
leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak
disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk
melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan
spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun
pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%11.
b. Uji Biokimia5
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit
dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya
sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat
menentukan tipe bakteriuria.
c. Mikrobiologi5
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml
urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak
lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring
bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh
urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada
lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK),
aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml
>105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut
kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK
d. Renal Imaging Procedures2
Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen,
pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi
lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh,
pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria
persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta
ISK berulang dengan interval 6 minggu.
9. Terapi
a. Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 2
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan
rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral
minimal 48 jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam
mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien
sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi
lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti
kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum
adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau
tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida.
b. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan,
pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk
alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari2,5
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin,
ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid
cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan
nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum
diketahui hasil bakteriogram5.
10. Komplikasi2
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan
ISK tipe berkomplikasi (complicated).
a. ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan
hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan
tidak menyebablan akibat lanjut jangka lama.
b. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan
pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS)
merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus
(LFG).

Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan


infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis
emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan
klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif
pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis
emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.

Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis


(41%), dan obstruksi ureter (20%).

Tabel 6. Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko Potensial

BAS tidak diobati Pielonefritis


Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension

Bayi mengalami retardasi mental


Pertumbuhan bayi lambat
Cerebral palsy
ISK trimester III Fetal death

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012

11. Prognosis5
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang
diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit
dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien
Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut,
pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal
yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali
bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat
infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis
kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi
mudah dikenal dan diberantas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition.
Philadelpia: FA Davis Company. 2007: 420-432
2. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
3. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar
E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72
4. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. &
McAninch J.W. ed. Smiths General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill
Medical Publishing Division. 2008: 193-195
5. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology.
California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16
6. Ronald A.R & Nicoll L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed.
Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2001: 1687
7. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In
In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1.
Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826
8. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential
Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189
9. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis,
and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrisons Manual of Medicine16th Edition.
Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724
10. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallachs
Interpretation of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a
Wolters Kluwer Publishers. 2011: 730-731
11. Meyrier, A. Urinary Tract Infection. Available from:
http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf

Você também pode gostar