Você está na página 1de 26

ASIDIMETRI DAN AlKALIMETRI

Januari 20, 2011

kokyum Uncategorized Tinggalkan komentar

I. DASAR TEORI

Asidimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan standar.

Alkalimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar.

Analisis anorganik secara kualitatif yaitu proses atau operasi analisis yang digunakan untuk
mengetahui atau mengidentifikasi penyusun-penyusun dari suatu zat dan pengembang-
pengembang metode-metode pemisahan masing-masing penyusun yang terdpat dalam suatu
campuran.

Analisis anorganik kuantitatif yaitu proses analisis untuk menentukan atau mengidentifikasi
banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap penyusun yang terdapat dalam suatu zat atau
senyawa.

Secara garis besar analisis kuantitatif dibagi menjadi :

1. Analisis secara volumetri.

2. Anallisis secara gravimetri.

Analisis secara volumetric adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menentukan
banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi
secara kwantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya.

Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan standar atau larutan
lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu.
Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya volum larutan
standar dengan hukum ekivalen kimia biasa.

Proses penambahan larutan standar kedalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya sampai
terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi. Sedangkan larutan yang akan ditentukan
normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut saat
titik ekivalen atau titik stokiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik akhir teoritis. Titik
akhir titrasi ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna yang terdapat dalam larutan yang
dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan jelas bila dalam proses titrasi ditmbahkan
sedikmit indikator.
Dalam analisis secara volumetric, reaksi yang terjadi antara zat yang ditentukan dengan larutan
standar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat
yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar atau larutan
pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri.

2. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat
ditambahkan suatu katalisator.

3. Pada saat tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan
yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya.

4. Indikator yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir
titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan. Apabila ternyata tidak
ada indikator yang mampu menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen, amak proses ini dapat
dikerjakan dengan cara :

a. Titrasi secara potensiometri.

b. Titrasi secara konduktometri.

c. Titrasi secara amperometri.

Reaksi dalam analisis volumetric terbagi menjadi :

1. Reaksi-reaksi yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan valensi, sehingga hanya


terjadi penggabungan ion-ion saja.

2. Reaksi-reaksi yang mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau pepindahan elektron


yaitu reaksi-reaksi oksidasi-reduksi.

Sehingga berdasarkan reaksi-reaksi diatas, proses titrsi terbagi menjadi :

1. Titrasi netralisasi.

2. Titrasi pengendapan dan pembentukan kompleks.

3. Titrasi oksidasi-reduksi.

Proses titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri
merupakan suatu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah
dengan larutan standar asam. Dalam proses ini terjadi penggabungan ion H+ dengan ion OH
membentuk molekul air. Sedangkan alkalimetri adalah suatu proses titrsi larutan asam bebas atau
larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar biasa.
Dalam perhitungan selanjutnya, digunakan persamaan antara volume dan konsentrasi masing-
masing zat yang dititrasi dengan penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut :

V1 X N1 = V2 X N2

V1 : Volume zat penetrasi/standar (mL).

N1 : Normalitas zat penetrasi/standar (gr ekivalen/L).

V2 : Volume zat yang dititrasi (mL).

N2 : Normalitas zat yang diititrasi (mL)

II. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Gelas arloji 6. Gelas beker 11. Labu takar

2. Sendok sungu 7. Corong gelas 12. Gelas ukur

3. Neraca analitik 8. Pipet volum 13. Pipet tetes

4. Erlenmeyer 9. Bulbpipet 14. Lemari asam

5. Buret 10. Statif

Bahan :

1. Kristal NaOH 4. Aquades

2. Kristal asam oksalat 5. Kristal Natrium Borat

3. HCL pekat 6. Indikator MO dan PP

III. LANGKAH KERJA

1. Membuat larutan NaOH 0,1 N.

a. Kristal NaOH ditimbang sebanyak 1 gram.


b. Kristal NaOH tersebut dimasukan kedalam labu takar 250 mL, kemudian ditambahkan
aquades sampai tepat 250 mL.

c. Larutan NaOH disimpan dalam botol dan ditutup rapat.

1. Penentuan normalitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat.

a. Kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O) ditimbang sebanyak 0,63 gram.

b. Kristal asam oksalat tersebut dimasukan dalam labu takar 100 mL, kenmudian
ditambahkan aquades sampai tanda batas.

c. Larutan asam oksalat tersebut diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan indikator PP.

d. Larutan dalam erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.

e. Titrasi diulangi 2-3 kali.

2. Membuat larutan HCl 0,1 N.

a. Larutan HCl 0,1 N akan dibuat sebanyak 100 mL dari HCl pekat.

b. Larutan HCl pekat diambil sebanyak X mL (sesuai perhitungan)

c. Larutan HCl tersebut dimasukan dalm labu takar 100 mL kemudian ditambahkan aquades.

d. Larutan tersebut dikocok sampai homogen, kemudian ditanda bataskan dengan aquades.

3. Penentuan normalitas HCl 0,1 N.

a. Larutan natrium borat 0,1 N dibuat sebanyak 100 mL.

b. Larutan HCl yang dibuat tadi, diambil 25 mL dan ditambahkan indikator MO 3 tetes.

c. Larutan HCl tersebut dititrasi dengan larutan natrium borat yang dibuat.

d. Titrasi diulangi 2-3 kali.

e. Normalitas HCl tersebut ditentukan dengan perhitungan.

4. Penentuan larutan sampel (H2SO4 0.1 N).

a. Larutan sampel diambil beberapa mL.

b. Larutan sampel ditambah dengan indikator yang sesuai sebanyak 2-3 tetes.
c. Larutan sampel dititrasi dengan larutan standar.

d. Titrasi diulangi 2-3 kali

e. Normalitas larutan sampel ditentukan dengan perhitungan.

IV. DATA PERCOBAAN

1. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N

BM NaOH : 40,0 gr/mol

Massa NaOH : 1,009 gr

Vol. NaOH : 250 mL

2. Standarisasi normalitas larutan NaOH dengan asam oksalat (H2C2O4).

Massa oksalat : 0,635 gr

BM oksalat : 126,07 gr/mol

Vol. pengenceran : 100 mL

No. Vol. oksalat Indikator Vol. NaOH Perubahan warna


1. 25 mL 3 tetes PP 26,5 mL Merah tak berwarna
2. 25 mL 3 tetes PP 26,4 mL Merah tak berwarna

3. Pembuatan larutan HCl 0,1 N.

Vol. HCl diambil : 0,830 mL

BM HCl pekat : 36,5 gr/mol

BD HCl pekat : 1,190 gr/ml

Prosen HCl pekat : 37 %

Vol. pengenceran : 100 mL

4. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7.10H2O.

Massa borat : 1,913 gr

BM borat : 381,37 gr/mol


Vol. pengenceran : 100 mL

No. Vol. HCl Vol. Na2B4O7 Indikator Perubahan warna


1. 25 mL 18,5 mL 3 tetes MO Merah orange
2. 25 mL 18,4 mL 3 tetes MO Merah orange

5. Penentuan larutan sampel.

Vol. H2SO4/
No. Indikator Vol. NaOH Perubahan warna
sampel

1. 25 mL 3 tetes PP 21,2 mL Tak berwarna merah


2. 25 mL 3 tetes PP 21,1 mL Tak berwarna merah

Ket : Larutan H2SO4 5M dibuat menjadi 0,1 N. Volume larutan H2SO4 5M yang diambil 1 mL dan
ditanda bataskan sampai 100 mL.

I. PERHITUNGAN

a. Standarisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat.

Nas. oksalat =(m.oksalatxekivalen)/(BMxvol)

=(0,635 gr x 2)/(126,07 gr/molx 0,1 L)

= 0,1007 N

Vol. as. oksalat rata-rata = 25 mL

Vol. NaOH rata-rata = 26,45 mL

NNaOH = ( Vas. oksalat X Nas. oksalat)/VNaOH

NNaOH = (25 mL X 0,1007 N)/26,45 mL

NNaOH = 0,0952 N

b. Standarisasi larutan HCl dengan larutan borat.

Nborat =(m.boratxekivalen)/(BMxvol)

=(0,913 grx2)/(381,37gr/mol x 0,1 L)

= 0,1003 N
Vol. borat rata-rata = 18,45 mL

Vol. HCl rata-rata = 25 mL

NHCl = (Vborat X Nborat )/Vol HCl

NHCl = (18,45 mL X 0,1003 N)/25 mL

NHCl = 0,0740 N

e. Penentuan normalitas larutan sampel (H2SO4).

Vol. NaOH rata-rata = 21.15 mL

Vol. H2SO4 rata-rata = 25 mL

NH2SO4 = (VNaOH X NNaOH )/V H2SO4

N H2SO4 = (21,15 mL X 0,1007 N)/25 mL

N H2SO4 = 0,0805 N

V. PEMBAHASAN

Titrasi asidi-alkalimetri merupakan titrasi asam-basa dan termasuk dalam titrasi netralisasi
(penetralan). Titrasi asidimetri yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal
dari basa lemah dengan menggunakan larutan standar asam. Sedangkan, titrasi alkalimetri yaitu
titrasi terhadap larutan asam bebas atau garam yang berasal dari asam lemah dengan
menggunakan larutan standar basa.

Asidimetri dan alkalimetri yang dilakukan dalam percobaan ini melalui beberapa tahap. Untuk
alkalimetri yaitu pembuatan larutan NaOH dan larutan asam oksalat, kemudian standarisasi
larutan NaOH dengan larutan asam oksalat. Larutan asam oksalat dipakai sebagai larutan standar
karena memiliki kemurnian tinggi, tidak higroskopis dan memiliki berat ekivalen yang cukup
besar, sehinngga tergolong sebagai larutan standar primer. Karena larutan NaOH termasuk basa
kuat sedangkan larutan asam oksalat termasuk asam lemah, Maka, pH saat terjadi titik ekivalen
bersifat basa. Oleh karena itu digunakan indikator fenolftalein, dengan trayek PH antara 8,3-10.
Saat titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH, warna larutan berubah dari merah
menjadi tak berwarna. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan NaOH sebelum
distandarisasi yaitu 0,1009 N, namun setelah distandarisasi, normalitas larutan NaOH yaitu
0,0952 N.

Untuk titrasi asidimetri, tahap-tahap yang dilakukan yaitu pembuatan larutan HCl dan larutan
borat, kemudian standarisasi larutan HCl dengan larutan borat. Larutan borat dipakai sebagai
larutan standar karena memiliki beberapa keuntungan yaitu :
1. Borat memiliki berat ekivalen yang tinggi ( 1 grek borat = 190,72).

2. Borat mudah dimurnikan dengan jalan rekristalisasi.

3. Tidak perlu memanaskan sampai berat tetap (konsatan).

4. Secara praktis, borat tidak higroskopis.

5. Titik akhir titrasi dapat terlihat jelas dengan indikator metil orange, karena indikator ini
tidak dipengaruhi oleh asam borak (H3BO3) yang sangat lemah.

Pada standarisasi larutan HCl dengan larutan borat, karena larutan HCl termasuk asam kuat,
sedangkan larutan borat adalah garam dari basa lemah. Maka, pH saat titik ekivalen terjadi
bersifat asam. Oleh karena itu, indikatot yang dipakai adalah indikator metil orange (MO),
dengan trayek pH antara 3,1 4,4. Saat titrasi larutan HCl dengan larutan borat, warna larutan
berubah dari merah menjadi orange. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan
HCl setalah distandarisasi adalah 0,0740 N.

Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan normalitas larutan sampel yaitu larutan H2SO4.
Untuk menentukan normalitas larutan H2SO4, maka larutan H2SO4 dititrasi dengan larutan NaOH
standar, dengan indikator PP. Saat titrasi berlangsung, warna larutan berubah dari tak berwarna
menjadi merah. Dari hasil perhitunggan diperoleh bahwa normalitas larutan sampel (H2SO4)
yaitu 0,0805 N. Dari seluruh perobaan yang dilakukan tersebut, dimungkinkan terjadi beberapa
kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin lebih disebabkan karena ketidak-telitian
waktu pembuatan larutan dan menentukan titik akhir titasi.
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu
zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara
kuantitatif.

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH.

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang
dianalisis dan larutan standar.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan
titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.

Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu
senyawa.

1.1.1. Tujuan

Adapun tujaun dari pembuatan makalah ini yaitu:

1. sebagai sumber informasi untuk mahasiswa.

2. Agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman khusunya bagi mahasiswa mengenai
asidimetri.

1.1.2. Rumusan masalah

a. Faktor faktor yang mempengaruhi asidimetri?

b. Apa yang di maksud dengan asidimetri?


c. Rumus rumus asidimetri ?

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis

volumetric adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.

3 Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen

tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.

4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia

atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai

berikut :

1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan

pipet volume yang telah di kalibrasi.

2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti

atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.

3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi

telah di capai.

Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan
standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.

Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian
digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada
pembakuan larutan iodium.

000

Gambar 1. Peralatan yang dipergunakan dalam volumetri (Chang, 2005)


1.2. Penggolongan Analisis Titrimetri

Analisi kuantitatif titrimetri sangat banyak dipakai dalam analisa jumlah di laboratorium analisis
maupun laboratorium industri. Keberagaman analisa titrimetri ini dapat di kelompokkan
berdasarkan analit yang aakan di uji, proses dari reaksi selama titrasi dan lainnya. Berikut kami
sajikan pengelompokan analisis titrimetri :

1.2.1. Berdasarkan reaksi kimia

a. Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)

b. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

c. Reaksi Pengendapan (presipitasi)

d. Reaksi pembentukan kompleks

1.2.2. Berdasarkan cara titrasi

a. Titrasi langsung

b. Titrasi kembali (titrasi balik/residual tiitration)

1.2.3. Berdasarkan jumlah sampel

a. Titrasi makro

Jumlah sampel : 100 mg 100 mg


Volume titran : 10 20 mL
Ketelitian buret : 0,02 mL.
b. Titrasi semi mikro

Jumlah sampe : 10 mg 100 mg


Volum titran : 1 mL 10 mL
Ketelitian bure t : 0,001 mL

c. Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 mg 10 mg
Volume titran : 0,1 mL 1 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL

Analit adalah zat yang akan ditentukan konsentrasi/kadarnya. Titran merupakan zat yang
digunakan untuk mentitras

1.3. Larutan Standar


Proses analisis untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat, dengan mengukur
volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna disebut analisis volumetri.
Analisis ini juga menyangkut pengukuran volume gas.

Proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan
lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi. Larutan yang
diketahui konsentrasinya disebut larutan standard. Proses penentuan konsentrasi larutan standard
disebut menstandardkan atau membakukan. Larutan standard adalah larutan yang diketahui
konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetrik. Ada cara dalam menstandarkan
larutan yaitu:

Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian
diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standard
primer, sedangkan zat yang digunakan disebut standard primer.
Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandardkan dengan larutan
standard primer, disebut larutan standard sekunder.

1.3.1. Larutan Standra Primer

Larutan titran haruslah diketahui komposisi dan konsentrasinya.


Idealnya kita harus memulai dengan larutan standar primer. Larutan standar
primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi
(standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan
yang diketahui dengan tepat volumnya. Apabila titran tidak cukup murni,
maka perlu distandardisasi dengan standar primer.

Persyaratan standar primer

1. Kemurnian tinggi

2. Stabil terhadap udara

3. Bukan kelompok hidrat


4. Tersedia dengan mudah

5. Cukup mudah larut


6. Berat molekul cukup besar

Contoh larutan standar primer :

Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit NaASO2 yang dipakai
untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4, larutan iodine I2, dan cerium (IV) sulfat
Ce(SO4)2.
Asam bensoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat, isopropanol atau DMF.
Kalium bromat KBrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat Na2S2O3.
Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam perklorat dan asam
asetat.
Natrium Karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.
Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3
Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi larutan natrium nitrit.

1.3.2. Larutan Standar Sekunder

Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi
dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat dipakai untuk standar primer disebabkan
NaOH bersifat higroskopis oleh sebab itu maka NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP agar
dapat dipakai sebagai standar primer. Begitu juga dengan H2SO4 dan HCl tidak bisa dipakai
sebagai standar primer, supaya menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat dititrasi dengan
larutan standar primer NaCO3.

1.3.3. Larutan Standar Tersier

Larutan standar tersier adalah larutan yang konseentrasinya diperoleh dengan cara menitrasi
dengan larutan standar sekunder yang terlebih dahulu telah distandarisasi dengan larutan standar
primer.

BAB II

PEMBAHASAN

2.Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa atau yang lebih dikenal dengan analisis volumetri metoda asidi alkalimetri,
merupakan metoda titrimetri dengan larutan yang bersifat asam ataupun basa.

2.1. Prinsip Dasar Titrasi

Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa. Reaksi ini
menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan pada
reaksi kimia sebagai berikut :

aA + tT produk

dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk menghasilkan produk
yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan (larutan standar) konsentrasi
dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula
mol equivalennya juga berlaku sama.

n titran = n analit

n eq titran = n eq analit
Dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua. (anonim,
2009).

Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi
tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:

1. reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi
sampingan

2. reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Dengan kata
lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar besar. Maka dari itu dapat
terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik ekivalensi.

3. diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. Dan
diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat menghentikan
penambahan titran

4. diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya beberapa
menit. (anonim, 2009).

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi,
titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya (Day, dkk, 1986).

Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit
demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna
indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna
indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri
disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen.
Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan
oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat
titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik dimana
reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik
ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi
oleh suatu perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh
penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Anonim, 2009).

2.2. Asidi Alkalimetri


Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan
penerima proton (basa).

H+ + OH- H2O

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang


bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar
senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.

Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W.
Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam
bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan
dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau
pada pH tertentu.

Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama
titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal
ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.

Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam
dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat
berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral
yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi
netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah
basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana
jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen
pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator
merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan
atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.

Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang
tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara
penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang
sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan
titrasi adisi-alkalimetri.

Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam
yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu
basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa
dan sebaliknya. reaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen.

Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran.

2.3. Cara Mengetahui Titik Ekivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu:

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian


membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen teradi, pada saat inilah titrasi
kita hentikan.

2.4. Indikator asam basa

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan
titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator yang tepat dan sesuai dengan
titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator disebut sebagai
titik akhir titrasi (Anonim, 2009). Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan
dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah.
Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator
yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga
indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk
terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator
0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1% dengan berat
formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein ( pp ) seperti di atas dalam
keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ).

Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam
keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak
berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna
merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke
kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna
yang teramati adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange
(Anonim, 2009).

Contoh indikator asam-basa

Nama Indikator Warna asam Warna basa Trayek pH

Alizarin kuning kuning ungu 10,1 -12,0

Fenolftalein tak berwarna merah 8,0 -9,6

Timolftalein tak berwarna biru 9,3 10,6

Timolftalein tak berwarna biru 9,3 10,6

Fenol merah kuning merah 6,8 -8,4

Bromtimol blue kuning biru 6,0-7,6

Metil merah merah kuning 4,2 -6,2

Metil jingga merah kuning 3,1 -4,4

Para nitrofenol tak berwarna kuning 5,0 -7,0

Timol blue kuning biru 8,0 -9,6

Tropeolin OO merah kuning 1,3 -3,0

2.5. Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa,
maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:

NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam
atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :

N = Normalitas

V = Volume

M = Molaritas

H+ (pada asam) atau OH (pada basa)

2.6. Berat Eqivalent

BE dalam titrasi asam basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara dengan ion OH- atau
ion H+.

Contoh :

HCl H+ + Cl-

1mol HCl setara dengan 1mol H+

BE HCl = 1 mol

H2SO4 2H+ + SO42-

1mol H2SO4 setara dengan 2 mol H+

mol H2SO4 setara dengan 1 mol H+

BE H2SO4 = mol

2.7. Titrasi balik (back-titration)

Terkadang suatu reaksi berlangsung lambat dan tidak dapat diperoleh


titik akhir yang tegas. Untuk itu metoda titrasi balik dapat digunakan untuk
mengatasinya. Caranya dengan menambahkan titran secara berlebih,
setelah reaksi dengan analit berjalan sempurna, kelebihan titran ditentukan
dengan menitrasi dengan larutan standar lainnya. Dengan mengetahui
mmol titran dan menghitung mmol yang tak bereaksi, akan diperoleh mmol
titran yang bereaksi dengan analit.

T (mmol titran yang bereaksi) = mmol titran berlebih mmol titrasi balik

mg analit = T x faktor (mmol analit/mmol titran yang bereaksi) x BM analit


BAB III

APLIKASI TITRASI ASAM BASA

3.1. Titrasi Asam Basa: Basa Lemah Vs Asam Kuat

Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat,
akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs basa kuat.
Sebagai contoh disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana
reaksinya dapat ditulis sebagai:

NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

Kurva titrasinya dapat ditulis sebagai berikut:

Kurva 1: Kurva titrasi 0,1 M NH4OH dengan 0,1 M HCl

Pada awal titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat NH4OH, karena NH4OH adalah basa lemah
maka tidak semua akan terionisasi untuk mencari pH nya maka kita gunakan rumus:

rumusphbasalemah

[OH-] = (10exp-5 x 0,1 )exp1/2 [OH-] = 10-3 M pH = 11

Setelah titrasi berlangsung maka akan terbentuk sistem buffer disebabkan dalam larutan sekarang
terdapat NH4OH dan NH4Cl. Pada saat ini kurva titrasi berada pada daerah yang landai dan pH
larutan ditentukan oleh pebandingan [NH4Cl]/[NH4OH].

Pada titik tengah titrasi yaitu setengah jumlah mol baik HCl dan NH4OH bereaksi maka
[NH4Cl] akan sama dengan [NH4OH] akibatnya pH akan sama dengan pKb (ingat persamaan
Henderson-Hasselbalch. Kb NH4OH adalah 10-5.

persamaanHenderson-Hasselbalchasam

pH = pKb = 5

Pada saat titik ekuivalen dicapai maka dalam larutan sekarang hanya terdapat NH4Cl adalah
garam dari asam kuat dan basa lemah sehingga dalam larutan akan terhidrolisis parsial dengan
reaksi sebagai berikut:

NH4Cl NH4+ + Cl-

NH4+ + H2O NH4OH + H+

Dalam larutan sekarang akan bersifat asam disebabkan terdapat H+ dari hidrolisis parsial
NH4Cl. pH larutan dapat dihitung dengan persamaan:
rumushidrolisisasamlemah1

[H+] = { (10exp-14/10exp-5) }exp1/2 . 0,05 [H+] = 7.07.10-6 M pH = 5,15

karena pH pada titik ekuivalen titrasi NH4OH dengan HCl jatuh pada kisaran pH 5,15 maka
indicator yang memenuhi trayek pH ini adalah metil merah yang memiliki trayek pH 4,4 sampai
dengan 6,2 atau juga bisa digunakan metil orange (MO) yang trayek pHnya 3,1 4,4.

3.2. Titrasi Asam Basa: Asam Lemah VS Basa Kuat

Asam lemah yang dicontohkan disini adalah asam asetat CH3COOH (biasanya kita singkat
menjadi HOAc) dan dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai
berikut:

HOAc + NaOH NaOAC + H2O

Dan kurva titrasi antara 0,1 M HOAc 50 mL dengan 0,1 M NaOH 50 mL dapat digambarkan
sebagai berikut:

kurvatitrasiasamlemahbasakuat

Kurva 2 : Kurva titrasi 0,1 M CH3COOH dengan 0,1 M NaOH

Pada saat sebelum titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat asam asetat. HOAc adalah asam
lemah sehingga dalam laruta tidak terdisosiasi sempurna, dan untuk mencari konsentrasi H+ nya
kita menggunaka rumus pH asam lemah. 0,1 M HOAc dengan volume 50 mL memiliki pH
sekitar 3.

pH dihitung dengan rumus:

phasamlemah

Setelah titrasi dijalankan dengan penambahan sedikit demi sedikit NaOH maa dalam larutan
akan terbentuk NaOAc sebagai hasil reaksi antara NaOH dan HOAc. Dalam larutan sekarang
terdapat HOAc yang belum bereaksi serta NaOAc sehingga terbentuk sistem buffer. pH larutan
pun sedikit demi sedikit beranjak naik sebagai fungsi perubahan perbandingan [OAc-]/[HOAc].

Penambahan 10 mL NaOH 0,1 M pada analit HOAc akan merubah pH larutan menjadi 4,3
(hitung pH dengan persamaan Henderson-Hasselbalch).

pH = 5 + log 0,0167/0,067

pH = 4,3
Pada titik tengah titrasi dimana setengah dari jumlah total mol baik NaOH dan HOAc telah
bereaksi maka konsentrasi OAc- akan sama dengan konsentrasi HOAc ( [OAC-] = [HOAc] )
sehingga pH nya akan sama dengan pKa yaitu 5.

persamaanHenderson-Hasselbalchasam

pH = 5 + log 0,033/0,33

pH = 5

Pada titik ekuivalen, HOAc habis bereaksi dan sekarang kita mempunyai larutan NaOAc.
NaOAc adalah garam yang dibangun dari basa kuat dan asam lemah, sehingga dalam air akan
terhidrolisis sebagian dengan reaksi sebagai berikut:

NaOAc Na+ + OAc-

OAc- + H2O HOAc + OH-

Adanya OH- sebagai akibat hidrolisis parsial NaOAc akan menyebabkan pH larutan menjadi
bersifat basa, sehingga pH pada titik ekuivalen

titrasi asam lemah dan basa kuat adalah basa, dan pHnya ditentukan oleh konsentrasi NaOAc.

rumusphhidrolisisbasa

[OH-] = { (10exp-14/10exp-50 }exp1/2 . 0,05

[OH-] = 7.07.10-6 M

pOH = -log 7.07.10-6 M = 5,15

pH = 14 5,15 = 8,85

Jadi pH larutan pada saat titik ekuivalen adalah 8,85. pH ini adalah berada pada trayek pH
indicator pp oleh sebab itu titrasi asam asetat dengan NaOH dipakai indicator pp. Jika indicator
MO dipakai maka warnanya akan berubah begitu titrasi dimulai dan secara gradual berubah
menjadi warna pada kondisi basa pada sekitar pH diatas 6 sebelum titik akhir titrasi di capai.
Oleh sebab itulah maka indicator titrasi asam lemah yang diapaki adalah indicator yang memiliki
transisi perubahan warna pada kisaran pH 7 sampai 10 dan indicator pp memenuhi kriteria ini.

Dengan penambahan NaOH maka OH- dari hasil hidrolisis NaOAc dapat diabaikan sebab OH-
dari NaOH yang akan mendominasi. Oleh sebab itu adanya penambahan NaOH maka pHnya
ditentukan oleh konsentrasi OH- dari NaOH dengan demikian pHnya semakin naik ke pH basa.

3.3. Titrasi Asam Basa: Asam Kuat VS Basa Kuat


Titrasi asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam
jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa
kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH
larutan sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.

Sebagai contoh titrasi asam kuat dan basa kuat adalah titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:

HCl + NaOH NaCl + H2O

H+ + OH- H2O

Reaksi umum yang terjadi pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai dengan reaksi kedua diatas.
Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir titrasi pada titik ekuivalen
pH larutan adalah netral. Kurva titrasi antara 50 mL HCl 0,1 M dengan 50 mL NaOH 0,1 M
dapat ditunjukkan dengan gambar berikut ini:

kurvatitrasiasamkuatbasakuat

Kurva 3 : Kurva Titrasi 0,1 M HCl dengan 0,1 M NaOH

Pada awal sebelum titrasi berlangsung maka dalam Erlenmeyer hanya terdapat 0,1 M HCl
shingga pH larutan adalah 1. Selanjutnya setelah proses titrasi berlangsung maka pH meningkat
sedikit demi sedikit dikarenakan jumlah H+ yang semakin berkurang. Sebagai perbandingan saja
jika 90% HCl telah bereaksi dengan NaOH maka konsentrasi H+ dalam larutan berkisar 5,3.10-3
M dan pHnya adalah 2,3, dan secara gradual pHnya akan meningkat sampai pada saat titik
ekuivalen diperoleh. Pada titik ekuivalen maka pH larutan adalah sama dengan 7, dalam larutan
hanya terdapat NaCl dan H2O.

Penambahan NaOH selanjutnya akan membuat pH semakin meningkat dari konsentrasi 10-7 M
untuk OH- hingga bisa mencapai 10-3 M hanya dengan penambahan 5 mL NaOH saja.

Pada kurva titrasi diatas ditunjukkan 2 penggunaan indicator yaitu metil orange (MO) dan
fenolthalein (PP). Untuk titrasi HCl dan NaOH diatas maka digunakan indicator pp disebabkan
trayek pH indicator pp adalah 8,3 10 dimana trayek pH ini adalah dekat dengan pH titik
ekuivalen titrasi HCl-NaOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indicator yang baik adalah setidak-
tidaknya antara -1 pH titik ekuivalen sampai dengan +1 pH titik ekuivalen. Indikator lain yang
bisa dipakai adalah Bromothymol blue.

Jika kita pergunakan indicator MO maka titik akhir titrasi akan terjadi terlebih dahulu sebelum
titik ekuivalen tercapai. Hal ini tentu saja akan membuat perhitungan analisa kita jauh dari
akurat.

Bila yang dipergunakan sebagai titer adalah HCl maka kurva titrasinya adalah kebalikan dari
kurva titrasi HCl NaOH diatas.
3.4. Mencari Trayek pH Indikator untuk Titrasi Asam Basa

Indikator untuk titrasi asam basa memegang peranan yang amat penting disebabkan indicator ini
akan menunjukkan kita dimana titik akhir titrasi berlangsung. Pemilihan indicator yang tepat
akan sangat membantu dalam keberhasilan titrasi yang akan kita lakukan. Jangan sampai kita
salah memilih indicator yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penentuan titik akhir
titrasi.

Untuk memilih indicator yang akan dipakai pada titrasi asam basa maka terlebih dahulu kita
harus memperhatikan trayek pH indicator tersebut. Misalkan kita memiliki indicator asam lemah
HIn dimana bentuk takterionisasinya berwarna merah sedangkan bentuk terionisasinya berwarna
kuning.

HIn H+ + In-

Merah Kuning

Perubahan warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan ini tampak bergantung pada
kejelihan penglihatan orang yang melakukan titrasi. Untuk warna indicator yang terjadi akibat
terbentuknya dari transisi kedua warna (misal HIn berubah dari warna merah ke kuning maka
kemungkinan warna transisinya adalah oranye), maka umumnya hanya satu warna yang akan
teramati jika perbandingan kedua konsentrasi adalah 10 : 1 jadi hanya warna dengan konsentrasi
yang paling tinggi yang akan terlihat.

Sebagai contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka konsentrasi [In-]/[HIn] = 10/1 dan
jika kita masukkan ke persamaan Henderson-Hasselbalch diperoleh

pH = pKa + log 10/1 = pKa + 1

dan jika hanya warna merah yang terlihat maka konsentrasi [In]/HIn] = 1/10 sehingga:

pH = pKa + log 1/10 = pKa 1

Jadi pH indicator akan berubah dari kisaran warna yang satu dengan yang lain adalah berkisar
antara pKa-1 sampai dengan pKa + 1, dan pada titik tengah daerah transisi perubahan warna
indicator konsentrasi [In-] akan sama dengan [HIn] oleh sebab itu pH = pKa.

Dengan demikian kita dapat memilih suatu indicator dengan cara mimilih indicator yang nilai
pKa-nya adalah mendekati nilai pH pada titik ekuivalen atau untuk pH indicator dari basa lemah
nilai pKb-nya yang mendekati nilai pH ekuivalen. Contoh indicator pp yang dipakai untuk titrasi
asam kuat dan basa kuat atau asam lemah dan basa kuat, indikato metil merah yang dipakai
untuk titrasi basa lemah dan asam kuat.

Beberapa contoh indicator dan perubahan warnanya adalah sebagai berikut: (sumber:
wikipedia.org).
trayekphindikator

BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Berdasarkan teori-teori yang telah tersebutkan di dalam makalah ini dan apabila pembaca telah
membaca makalah ini maka dapat mengetahui bahwa :

Analisis kuantitatif dengan menggunakan metoda volumetri asam basa sangan banyak
digunakan sebagai metoda dalam penelitian dan dunia industri untuk analisis suatu analit yang
memiliki sifat asam atu basa.

Titrasi asam basa atau yang lebih dikenal dengan nama asidi alkalimetri merupakan analisis
konvensional, dimana mengunakan larutan yang bersifaat asam maupun basa. Dasar dari analisis
ini adalah reaksi yang terjadi dari senyawa yang bersif asam dengan senyawa lain yang bersifat
basa.

HA + OH- A- + H2O

( analit asam, titran basa )

BOH + H3O+ B+ + 2H2O

( analit basa, titran asam )

Dalam analisis titrimetri asam basa untuk menunjukkan ketuntasan suatu reaksi maka dapat
digunakan pH meter dan larutan indikator yang harus di sesuaikan dengan titik ekivalen yang
akan dicapai dari reaksi yang terjadi nantinya.

4.2. Saran

Metoda titrasi asam basa sangan dipengaruhi ole perubahan pH titrasi. Untuk menunjukkan
perubahan pH harus lah digunakan indikator yang sensitif terhadap perubah nilai pH selam titrasi
berlangsung. Perubahn ini bisa berupa perubahan warna larutan yang dititrasi, perubahan warna
ini harus spesifik.

Harus lebih diperhatikan adalah penggunaan indikator yang tepat dari analit yang di uji karena
setiap indikator mempuntai trayek perubahan pH yang berbeda.

Você também pode gostar