Você está na página 1de 10

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

A. Definisi
AKI disebut juga Gagal Ginjal Akut atau Acute Tubular Necrosis, namun
beberapa tahun kemudian Komite Ginjal Internasional melakukan perubahan
terhadap definisi AKI berdasarkan RIFLE criteria, dimana istilah tersebut sudah
mencakup semua sindroma akut pada ginjal yang mengalami gangguan untuk
menentukan Renal Replacement Therapy (RRT) (Mehta et al., 2007).
Pada tahun 2004, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)
mempublikasikan RIFLE Criteria dengan kriteria sebagai berikut:
Dalam hal ini AKI bersifat umum namun berbahaya, tetapi masih dapat
diobati. Bahkan gangguan akut yang minor dalam fungsi ginjal memiliki prognosis
buruk. Oleh karena itu deteksi dini dan pengobatan AKI dapat meningkatkan
hasil yang cukup efektif dalam menentukan Renal Replacement Therapy (RRT).
(KDIGO, 2012)
Penggunaan definisi AKI berdasarkan serum kreatinin (SCr) dan urine
output (RIFLE dan AKIN) telah diusulkan dan divalidasi terutama untuk
kebutuhan dalam pelatihan, penelitian, dan kesehatan masyarakat. (KDIGO,
2012).

B. Klasifikasi
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang
terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal
dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang
terlihat pada tabel berikut.
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi
nefrolog dan intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE.
AKIN mengupayakan peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan
merekomendasikan (1) kenaikan kadar Cr serum sebesar >0,3 mg/dL sebagai
ambang definisi AKI karena dengan kenaikan tersebut telah didapatkan
peningkatan angka kematian 4 kali lebih besar (OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2)
penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal secara akut,
disepakati selama maksimal 48 jam (bandingkan dengan 1 minggu dalam kriteria
RIFLE) untuk melakukan observasi dan mengulang pemeriksaan kadar Cr
serum; (3) semua pasien yang menjalani terapi pengganti ginjal (TPG)
diklasifikasikan dalam AKI tahap 3; (4) pertimbangan terhadap penggunaan LFG
sebagai patokan klasifikasi karena penggunaannya tidak mudah dilakukan pada
pasien dalam keadaan kritis. Dengan beberapa modifikasi, kategori R, I, dan F
pada kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN tahap
1, 2, dan 3. Kategori LE pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis
(outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan. Klasifikasi AKI menurut
AKIN bisa dilihat pada tabel berikut.
C. Faktor Risiko
Gagal ginjal akut hampir selalu terjadi sehubungan dengan kondisi
kesehatan lain. Kondisi yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal akut
termasuk:
Dirawat di rumah sakit, terutama untuk kondisi serius yang memerlukan
perawatan intensif
Usia lanjut
Penyumbatan pembuluh darah di lengan atau kaki (penyakit arteri perifer)
Diabetes
Tekanan darah tinggi
Gagal jantung
Penyakit ginjal
Penyakit hati

D. Etiologi
1. Faktor Prarenal
Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkuran
yang menyebabkan terdapatnya hipovolemia, misalnya:
a. Perdarahan karena trauma operasi
b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstraselluler (dehidrasi pada
diare)
c. Berkumpulnya caiiran insterstitial di suatu daerah luka
Bila faktor prarenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembali
tetapi jika hipovolemia berlangsung lama, maka akan terjadi kerusakan pad
parenkim ginjal. (Ngastiyah, 2005)
2. Faktor Renal
Faktor ini merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal akut terbanyak
Kerusakan yang timbul di glomerulus atau tubulus menyebabkan faal ginja
langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung secara cepat atau mendadak
atau dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadiu
uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfus
prarenal dan iskemia yang kemudian menyebabkan nekrosi jaringan ginjal.
(Ngastiyah, 2005)
3. Faktor Pascarenal
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran
kemih seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, dan keracunan jengkol
harusbersifat bilateral (Ngastiyah, 2005)
Sistem klasifikasi yang telah ditetapkan menyederhanakan tumpang tindih
mekanisme yang patologis yang mendasari terjadinya AKI. Hipoperfusi jaringan
parenkim pada ginjal akibat hipovolemia atau hipotensi awalnya menyebabkan
peningkatan scara reversibel pada SCr. Oleh karena disfungsi sel secara terus
menerus, sel tubulus ginjal mengalami cedera iskemik yang dapat bertahan
setelah koreksi awal hipoperfusi (Case, et al., 2013).
Pada pasien Intensive Care Unit (ICU) dengan AKI dan rasio Blood
Ureum Nitrogen (BUN) : Cr lebih besar dari 20:1 mengalami peningkatan
mortalitas lebih signifikan (Rachoin et al., 2012)

E. Patofisiologi (terlampir)

F. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala gagal ginjal akut adalah sebagai berikut:
Berkurangnya produksi urine.
Linglung atau kebingungan.
Mual dan muntah.
Sesak Napas.
Penumpukan cairan dalam tubuh atau edema.
Kelelahan.
Dehidrasi.
Sakit di bagian dada.
Nyeri punggung.
Sakit perut.
Tingginya tekanan darah atau hipertensi.
Pada fase awal, gagal ginjal akut tidak menunjukkan gejala apa pun dan
hanya bisa dideteksi melalui uji laboratorium. Tapi, penyakit ini bisa memburuk
dengan sangat cepat, dan tiba-tiba penderita mengalami beberapa gejala di atas.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis AKI, dapat dilakukan beberapa hal, yaitu:
1. Anamnesis
Dalam hal ini yang perlu diketahui dan ditanyakan kepada pasien adalah
tanda vital (pengukuran tekanan darah), BB, data mengenai intake dan output
pasien, pemeriksaan lab masa lampau dan sekarang, keseimbangan cairan, dan
obat - obatan (NSAID, diuretik, agen radiokontras, serta antibiotik). (Akcay et al.,
2010)
Pada penelitian Akcay et.al., (2010) dikatakan bahwa evaluasi
selanjutnya, dapat dilakukan pada prerenal, postrenal, dan intrarenal azotemia,
karena ini merupakan pendekatan yang paling penting dalam mendiagnosis
penyebab terjadinya AKI.
a. Prerenal Azotemia
Terdapat 4 kriteria untuk mendiagnosis azotemia; Pertama,
peningkatan secara akut BUN dan SCr. Kedua, penyebab hipoperfusi
ginjal. Ketiga, sedimen urin (tidak ada cell cast) atau fractional
excretion of sodium (FENa) kurang dari 1%. Keempat, setelah koreksi
hipoperfusi, fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 24 48 jam.
b. Postrenal Azotemia
Obstruksi pada kedua ureter, bladder/urethra, atau obstruksi pada
salahsatu ginjal dapat menyebabkan postrenal azotemia.
c. Intrarenal Azotemia
Intrarenal Azotemia dapat ditegakkan setelah kriteria ekslusi pada
prerenal dan postrenal azotemia dilakukan.
2. Urinalisis
Pemeriksaan sedimen urin merupakan tindakan yang krusial dalam
mendiagnosis AKI, seperti sel epitel tubular ginjal, debris selluler, muddy brown
cellular cast mendukung diagnosis AKI. Selain itu protein urin dalam jumah besar
(> 3.0 g/ 24 jam) dan cast sel darah merah merupakan indikasi sekunder AKI
terhadap acute glomerulonephritis atau vasculitis (Akcay et al., 2010).
3. Nephrotoxins
Nephrotoxin merupakan penyebab penting AKI, seperti antibiotik
aminoglikosida, agen radiokontras, NSAID, cisplatin, dan amphotericin B. Pada
suatu penelitian dikatakan bahwa AKI timbul pada 80% pasien yang
menggunakan amphotericin B dengan dosis kumulatif 3 4 g (Akcay et al.,
2010).

H. Penatalaksanaan
Pasien yang mengalami AKI memiliki perhatian khusus terhadap status
hemodinamik. Pertama, karena hipotensi menyebabkan penurunan perfusi ginjal
dan jika parah atau berkelanjutan, dapat mengakibatkan cedera ginjal. Kedua,
cedera ginjal mengalami kehilangan autoregulasi dari aliran darah, suatu
mekanisme yang mempertahankan aliran yang relatif konstan meskipun terjadi
perubahan tekanan darah di atas titik tertentu (Sekitar 65 mmHg) (KDIGO, 2012).
1. Minocycline
Minocycline adalah generasi kedua antibiotik tetrasiklin. Minocycline
dikenal memiliki efek antiapoptotic dan anti-inflamasi. Ketika diberikan 36 jam
sebelum iskemia ginjal, minocycline mengurangi apoptosis sel tubular dan
pelepasan mitokondria sitokrom c, p53, dan bax (Kelly et al., 2004).
2. Guanosin dan n Pifithrin- (p53 Inhibitor)
Pemberian guanosin eksogen mengurangi apoptosis sel tubular ginjal.
Oleh karena efek yang ditimbulkan berkaitan dengan penghambatan ekspresi
sitokrom p53 (Kelly, et al., 2001).
3. Diuretik (Manitol)
Manitol telah sering digunakan di masa lalu untuk pencegahan AKI.
Namun pada sebagian besar studi retrospektif, tidak memenuhi kriteria dari
kelompok kerja untuk dimasukkan dalam perumusan masalah yang
direkomendasi. Manitol profilaksis telah dipromosikan pada pasien yang
menjalani operasi. Sementara di sebagian besar kasus, manitol meningkatkan
aliran urin, itu sangat mungkin bahwa manitol tidak menimbulkan efek di luar
hidrasi terhadap kejadian AKI (KDIGO, 2012).
4. Penanganan Dehidrasi
Bila terdapat dehidrasi atau banyak kehilangan darah maka perlu
diberikan cairan secara intravena. Sebaliknya diberikan cairan larutan glukosa 10
- 20 %, tetapi hendaknya diperhatikan kadar glukosa tidak tinggi karena dapat
menimbulkan trombosis. Dianjurkan tempat venoklisis setiap 8 jam dipindahkan
untuk mencegah timbulnya trombosis. Dapat ditambah heparin pada setiap 500
ml larutan glukosa 20 - 50 % untuk tujuan yang sama. Bila ada faal jantung,
jumlah cairan tidak boleh terlalu banyak (Ngastiyah, 2005).
5. Penanganan Asidosis
Asidosis disebabkan oleh retensi glomerulus dan reabsorbsi tubulus yang
meninggi terhadap sulfat, laktat, fosfat, dan asam organik. Untuk mencegah
terjadinya asidosis dapat diberikan bikarbonas natrikus atau laktat natrikus
(Ngastiyah, 2005).

I. Komplikasi
1. Edema Paru-Paru
Edema paru-paru berlangsung akibat berlangsungnya penimbunan cairan
serosa atau serosanguinosa yang terlalu berlebih didalam area interstisial serta
alveolus paru-paru. Hal ini timbul dikarenakan ginjal tidak bisa mensekresi urine
serta garam didalam jumlah cukup. kerapkali edema paru-paru mengakibatkan
kematian.
2. Hiperkalemia
Komplikasi ke-2 yaitu hiperkalemia (kandungan kalium darah yang tinggi)
yakni satu situasi di mana konsentrasi kalium darah kian lebih 5 meq/l darah.
butuh diketahui konsentrasi kalium yang tinggi justru beresiko dari pada situasi
sebaliknya (konsentrasi kalium rendah). Konsentrasi kalium darah yang lebih
tinggi dari 5, 5 meq/l bisa merubah system konduksi listrik jantung. Jika hal ini
terus berlanjut, irama jantung jadi tidak normal serta jantungpun berhenti
berdenyut.

J. Pencegahan
Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya memuaskan maka
pencegahan sangat penting untuk dilakukan. Walaupun demikian sampai saat
ini, tidak ada pencegahan umum yang dapat diberikan pada seorang dengan
penyakit dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia lanjut dan seseorang
dengan PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status
hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan
mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu
kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin
dosis ginjal maupun diuretik tidak terbukti efektif mencegah terjadinya AKI.
Patofisiologi
DAFTAR PUSTAKA

Akcay, A., Turkmen, K., Lee, K., and Edelstein, C.L., 2010. Update on The
Diagnosis and Management of Acute Kidney Injury. International
Journal of Nephrology and Renovascular Disease, 129 40.
Case, J., Khan, S., Khalid, R., and Khan, A., 2013. Epidemiology of Acute Kidney
Injury In The Intensive Care Unit. Critical Care Research and Practice.
Crit Care Rest Pract, 2013.
Kelly, K.J., Plotkin, Z., and Dagher, P.C., 2001. Guanosine supplementation
reduces apoptosis and protects renal function in the setting of ischemic
injury.
Kelly, K.J., Sutton, T.A., Weathered, N., Ray, N., Caldwell, E.J., Plotkin, Z., et al.,
2004. Minocycline inhibits apoptosis and inflammation in a rat model of
ischemic renal injury. Am J Physiol Renal Physiol, 287; 760 66
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO), 2012. Clinical Practice For
AKI guideline. National Kidney Foundation.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. 2nd ed. Jakarta: EGC.
Rachoin, J.S., Daher, R., Moussallem, C., Moussallem, C., Milcarek, B., Hunter,
K., et al., 2012. The fallacy of the BUN: creatinine ratio in critically ill
patients, Nephrology Dialysis Transplantation.
Sinto, Roben dan Nainggolan, Ginova. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan
Klinis dan Tatalaksana. Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 2,
Pebruari 2010.
http://www.alodokter.com/gagal-ginjal-akut
http://www.amazine.co/25360/gejala-penyebab-faktor-resiko-gagal-ginjal-akut/

Você também pode gostar