Você está na página 1de 21

NABIL HARIZ

1102010

SKENARIO 2: TRAUMA PELVIS

LI.1. Memahami & Menjelaskan Trauma Pelvis


Terdapat 3 mekanisme cedera mayor menurut Young and Burgess, yaitu :
a. Cedera kompresi lateral Tabrakan dari arah lateral dapat mengakibatkan berbagai macam
cedera, tergantung dari kekuatan tabrakan yang terjadi.
a. Tipe AI (impaksi sakral dengan fraktur ramus pubis sisi yang sama (ipsilateral)cedera
yang stabil.
b. Tipe AII (impaksi sakral dengan fraktur iliac wing ipsilateral atau terbukanya SI joint
posterior dan fraktur ramus pubis)
c. Tipe AIII (sama dengan tipe An dengan tambahan cedera rotasional eksterna dengan SI
joint kontralateral dan fraktur ramus pubis
b. Kompresi anteroposterior, hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki
dan kendaraan yang dihasilkan oleh gaya dari anterior ke posterior yang mengakibatkan
terbukanya pelvis.
a. Tipe BI (diastasis simfisis <2,5 cm dengan sisi posterior yang intak)cedera yang stabil
b. Tipe BII (Diastasis simfisis >2,5 cm dengan terbukanya SI joint tapi tidak terdapat
instabilitas vertikal)
c. Tipe BIII(Disrupsi komplit dari anterior dan posterior pelvis dengan kemungkinan adanya
pergeseran vertikal)
c. Vertically unstable atau shear injury, Hemipelvis yang tidak stabil atau disebut juga dengan
fraktur malgaigne. Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal
disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi
apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.

d.

Gambar 3. Klasifikasi fraktur pelvis Young-Burgess. A, kompresi anteroposterior tipe I. B, kompresi


anteroposterior tipe II. C, kompresi anteroposterior tipe III. D, kompresi lateral tipe I. E, kompresi lateral
tipe II. F, kompresi lateral tipe III. G, shear vertikal. Tanda panah pada masing-masing panel
mengindikasikan arah tekanan yang menghasilkan pola fraktur.

1
NABIL HARIZ
1102010

Terdapat pula klasifikasi lain, namun yang terpenting adalah pengertian dari pola fraktur,
mekanisme dan stabilitasnya.

TRAUMA VESIKA URINARIA

Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin
bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga kemungkinan
mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi.

Etiologi
Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada
tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi
terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat
merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis
merobek dindingnya.

Dalam keadaan penuh terisi urin, buli-buli mudah sekali robek jiak mendapatkan tekanan dari
luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundus dan
menyebabkan ekstravasasi uri ke rongga intraperitoneum.

Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain pada reseksi
buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula partus kasep atau tindakan
operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli.

Klasifikasi
Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi:

kontusio buli-buli
cedera buli-buli ekstraperitoneal 45-60%
cedera intraperitoneal 25-45%

2-12% cederanya cedera buli-buli ekstraperitoneal+cedera intraperitoneal. Jikat tidak


mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan berakibat kematian karena
peritonitis atau sepsis.

Patofisiologi

Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur tulang panggul dapat
menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada
dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat bersifat
ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal. Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal
biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang
penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin di r ongga perivesikel. Trauma tumpul
dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama jika buli-buli sedang terisi penuh atau terdapat kelainan
patologik seperti TBC, sehingga trauma yang kecil bisa menyebabkan ruptur.

2
NABIL HARIZ
1102010

Manifestasi klinis
Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga dapat
menyebabkan syok.
Tampak jejas/hematoma pada abdomen bagian bawah. Nyeri
t e k a n d i d a e r a h suprapubik ditempat hematoma.
Pada kontusio buli-buli: nyeri terutama bila ditekan didaerah suprapubik
d a n d a p a t ditemukan hematurtia. Tidak terdapat rangsang peritoneum.
Pada rupture buli-buli intraperitoneal: urin masuk ke rongga peritoneum
s e h i n g g a memberi tanda cairan intraabdomen dan rangsang peritoneum. Tidak
terdapat benjolan dengan perkusi pekak.
Pada ruptur buli-buli ekstraperitoneal: infiltrat urin di rongga peritoneal yang
sering menyebabkan septisemia. Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil,
kadang keluar d a r a h d a r i u r e t r a . T i m b u l b e n j o l a n y a n g n y e r i d a n p e k a k
p a d a p e r k u s i p a d a d a e r a h suprapubik.

Diagnosis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri didaerah
suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Gambaran klinis yang lain
tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal,
adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini
mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tanpa tanda sepsis dari suatu
peritonitis atau abses perivesika.

1. Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinik serta hematuria. Pada
fotopelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur tulang pelvis.
2. Dilakukan foto pelvis atau foto polos perut yang mempertlihatkan adanya fraktur pelvis
3. BNO-IVP: dibuat untuk memastikan trauma ginjal dan urethra, bila terdapat hematuria
4. Pemeriksaan Sistogram: pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan kontras ke kandung kemih
sebanyak 300-400ml, lalu dibuat foto antero-posterior pada waktu pengisian kontras dan kemudian
dibuat foto lagi ketika kandung kemih sudah kosong
Jika tidak ditemukan ekstravasasi berarti kontusio buli buli
Jika ada gambaran ekstravasasi terlihat seperti nyala api pada daerah perivesikal berarti
ruptur ekstraperitoneal
Jika terlihat kontras masuk kedalam abdomen berarti ruptur intraperitoneal

3
NABIL HARIZ
1102010

5. T e s b u l i - b u l i : d i l a k u k a n d e n g a n c a r a b u l i - b u l i d i k o s o n g k a n t e r l e b i h d a h u l u
d e n g a n kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan garam faal, kateter kemudian diklem
sebentar lalu dibuka kembali. Bila selisihnya cukup besar kemungkinan terjadi ruptur buli-buli.

Terapi

Penatalaksanaan :
Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dulu dengan memberikan cairan
intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, lakukan reparasi buli-buli.
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan
istirahat pada buli-buli. Diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari.
Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada
buli-buli serta kemungkinan cedera organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada
buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan diluar sayatan
laparotomi.
Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk memasang kateter 7-
10 hari tetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter
sistostomi.
Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter
sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk melihat kemungkinan masih
adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada
ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

Penyulit
Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang dibiarkan dalam
waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli
intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari
ekstravasasi urin pada rongga intraperitoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang
dapat mengancam jiwa.

TRAUMA URETRA

Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra
posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis,
pengelolaan, serta prognosisnya.

Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar.
Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.
Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan ruptur uretra
pars membranasea.
Trauma tumpul pada selangkangan/straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars
bulbosa

4
NABIL HARIZ
1102010

Pemasangan kateter yang kurang hati -hati dapat menimbulkan robekan uretra
karena false route/salah jalan.

Klasifikasi

1. Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital.


2. Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital.
Derajat cedera urtera posterior dibagi dalam 3 jenis :
Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Pada
foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya
tampak memanjang.
Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate -membranasea, sedangkan
diafragma urogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis

5
NABIL HARIZ
1102010

Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut
rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga dibawah
diafragma urogenital sampai ke perineum.

Gambaran klinis

- Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah
suprapubik d a n a b d o m e n b a g i a n b a w a h d i j u m p a i j e j a s , h e m a t o m d a n n y e r i
t e k a n . B i l a d i s e r t a i ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum.
Trias rupture uretra posterior: bloody discharge, retensi urin, floating prostat

- Pada ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau


h e m a t o m p a d a p e n i s d a n skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus
uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi ruptur uretra total penderita
mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak t e r j a d i t r a u m a d a n n y e r i p e r u t b a g i a n
b a w a h d a n d a e r a h s u p r a p u b i k . P a d a p e r a b a a n ditemukan kandung kemih yang
penuh.Trias ruptur uretra anterior: bloody discharge, retensio urin, dan hematom/ jejas
peritoneal/ urin infiltrat

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-uretram yaitu terdapat
darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma. Pada trauma uretra yang
berat, seringkali pasien mengalami retensi urin. Pada keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan
pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Diagnosis
ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui uretra, guna mengetahui
adanya rupture uretra.

6
NABIL HARIZ
1102010

Ruptura Uretra Posterior

Rupture uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang
mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan
robekan uretra pars prostate-membranasea.

Klasifikasi

Colapinto dan McCollum (1976) membagi derjat cedera uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, selanjutnya diafragma
urogenitalia masih utuh.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.

7
NABIL HARIZ
1102010

Diagnosis

Ruptur uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di


m e a t u s u r e t r a disertai patah tulang pelvis.
Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat seperti
m e n g a p u n g k a r e n a t i d a k terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang
sama sekali tidak teraba lagi karena pindah ke kranial.
Pemeriksaan radiologik dengan menggunakan uretrogram retrograde
d a p a t m e m b e r i keterangan letak dan tipe ruptur uretra. Terdapat elongasi uretra atau
ekstravasasi kontra pada pars prostate-membranasea

Tindakan

- Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan


observasi saja.
- Jika sulit kencing atau terlihat ekstravasasi
pada uretrogram usahakan memasukkan
kateter foley sampai buli-buli. Jika gagal
lakukan pembedahan sistostomi untuk
manajemen aliran urin.
- Bila rupture uretra posterior tidak disertai
cedera organ intrabdomen, cukup dilakukan
sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari
kemudian dengan melakukan anastomosis
ujung ke ujung dan pemasangan kateter
silicon selama 3 minggu. Bila disertai cedera
organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan
reparasi2-3 hari kemudian, sebaiknya
dipasang kateter secara langsir.
- Pada rupture uretra anterior total, langsung
dilakukan pemulihan uretra dengan
anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan
perineal. Dipasang kateter silicon selama 3
minggu. Bila rupture parsial dilakukan
sistostomi dan pemasangan kateter foley di
uretra selama 7-10 hari, sampai terjadi
epitelisasi uretra yang cedera. Kateter
sistostomi baru dicabut bila saat kateter
sistostomi diklem ternyata penderita bias
buang air kecil.

8
NABIL HARIZ
1102010

Komplikasi

Penyulit yang terjadi pada rupture uretra adalah striktura uretra yang seringkali kambuh,
disfungsi ereksi, dan inkontinensia urin. Disfungsi ereksi terjadi pada 13-30% kasus disebabkan karena
kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya insufisiensi arteria. Inkontinensia urine lebih jarang terjadi,
yaitu 2-4% yang disebabkan karena kerusakan sfingter uretra eksterna.

Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat diatasi dengan
uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali, striktura ini biasanya tidak
memerlukan tindakan uretoplasti ulangan.

Rupture Uretra Anterior

Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury
(cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan
urerta yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra.

Klasifikasi

Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas berdasarkan atas
gambaran radiologi
Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde normal
Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada kontinuitas uretra
sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria.
Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada kontras mengisi
uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya terganggu. 4

Patologi

Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi
masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun
jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah
dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan
gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.

9
NABIL HARIZ
1102010

Diagnosis

Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika
terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupu-
kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.

Pemeriksaan uretrogafi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya ekstravasasi
kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya ekstravasasi kontras di pars bulbosa.

Tindakan

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat
menimbulkan penyulit striktura uretra dikemudian hari, maka setelah 4 6 bulan perlu dilakukan
pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada rupture uretra parsial dengan ekstravasasi ringan, cukup
dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urin. Kateter sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu,
dan dilepas setelah diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi
kontras atau tidak timbul striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra
atau sachse.

Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom yang luas
sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi uretra
dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.

LI.2. Memahami & Menjelaskan Fisiologi Kesadaran

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls


aferen dan eferen. Semuan impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat
dinamakan output susunan saraf pusat. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kompos
mentis, dimana aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami dan
perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat
dan sesuai. Kesadaran yang terganggu adalah dimana tidka terdapat aksi dan reaksi, walaupun
dirangsang secara kasar. Keadaan ini disebut koma.

Struktur di serebral yang berfungsi mengatur kesadaran

Input susunan saraf pusat dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan bersifat non-
spesifik. Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik,
propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan
asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal.

10
NABIL HARIZ
1102010

Ada pula lintasan asendens non pesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang
menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada
batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya
disebarkan difus ke seluruh permukaan otak. pada manusia pusat
kesadaran terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan
non pesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS).
Melalui lintasan non pesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh
permukaan korteks serebri.
Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada
dasarnya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik
pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens nonpesifik menghantarkan setiap impuls
dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri.
Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens nonpesifik itu
dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan
nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis
neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

Lintasan implus non-spesifik

Mekanisme gangguang kesadaran


Lesi Supratentorial
o Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung
pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses
tersebut, maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses

11
NABIL HARIZ
1102010

ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro-kaudal sepanjang
batang otak.
o Gejala-gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai
dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah
berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma mesefalon bahkan sindroma ponto-
meduler dan deserebrasi. karena kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi
girus cinguli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus
temporalis melalui insisura tentorii.
Lesi infratentorial
o Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik
oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
o Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu
simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan
anatomic tertentu pada susunan saraf pusat. Penyebab gangguan kesadaran pada
golongan ini terutama akibat kekurangan O2 , kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi
darah serta pengaruh berbagai macam toksin.
Kekurangan O2
o Otak yang normal memerlukan 3.3 cc O2/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR O2). CMR O2 ini pada berbagai kondisi normal tidak
banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR O2 meningkat dan jika timbul
gangguan fungsi otak, CMR O2 menurun. Pada CMR O2 kurang dari 2.5 cc/100 gram
otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc
O2/100 gram otak/menit terjadi koma.
Glukosa
o Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Pada
o hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
o Untuk mencukupi keperluan O2 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan
penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, O2 dan glukosa darah juga akan berkurang.
Toksin
o Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik
dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi.

Penilaian kesadaran
Derajat kesadaran (Penilaian Kualitatif)
1. Kompos mentis: keadaan sadar penuh, menyadari seluruh asupan dari panca indera (aware /
awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh ransangan baik luar maupun dari dalam
(arousal / waspada).
2. Apatis: keadaan penurunan kesadaran yang paling ringan, dimana penderita tampak segan
berhubungan dengan sekitarnya dan tampak acuh tak acuh.
3. Delirium: keadaan dimana terjadi disorientasi dan salah tafsir terhadap stimulus yang disertai
dengan rasa takut, iritabilitas, ofensif, curiga, dan agitasi. Sering terjadi pada pengkonsumsi
alkohol.

12
NABIL HARIZ
1102010

4. Letargi: penumpulan kesadaran (obtundasi) yaitu keadaan dimana tingkat kesadaran penderita
masih bangun tetapi kesadaran diri menurun yang ditandai dengan perlambatan reaksi
psikologik dan penambahan jumlah jam tidur (sering mengantuk).
5. Somnolen (drowsiness / clouding of consciuness): mengantuk dan mata cenderung menutup,
tetapi masih dapat dibangunkan dengan perintah dan masih dapat menjawab pertanyaan
walaupun sedikit bingung, gelisah dan orientasi terhadap sekitar menurun.
6. Stupor / sopor: keadaan penurunan kesadaran yang lebih dalam dibanding somnolen dan lebih
ringan dari koma, dimana penderita masih dapat dibangunkan dengan ransang kuat sekali baik
dengan ransang nyeri maupun suara keras, tetapi kembali tidak sadar ketika tidak diransang lagi.
7. Semikoma / soporokoma: keadaan penurunan kesadaran yang ditandai dengan mata tetap
tertutup meskipun diransang secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti dan gerakan
motorik hanya gerakan primitif.
8. Koma: penurunan kesadaran yang paling rendah yang ditandai dengan ransang apapun tidak
responsif baik membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.

Penentuan tingkat kesadaran


Batas antara berbagai derajat kesadaran tidak jelas. Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran
dapat digunakan:
A. Glasgow Coma Scale = CGS8, yang pertama kali diperkenalkan oleh Teasdale & Jennet dalam tahun
1974 dan banyak digunakan dalam klinik.
B. Glasgow Pitsburgh Coma Scale = GPCS (modifikasi CGS)

Skor 15: kompos mentis


Skor 11 14: letargi
Skor 8 11 : stupor / sopor
Skor <8: koma

13
NABIL HARIZ
1102010

LI.3. Memahami & Menjelaskan Kegawatdaruratan Mata

Kegawatdaruratan mata
Kedaruratan mata adalah keadaan mata yang memerlukan tindakan segera, tanpa itu akan
menyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan yang berat dan menetap. Kedaruratan mata ada 4
macam :
1. Glaucoma akut
Biasanya terjaid pada usia diatas 40 tahun.
Keluhan :
Kemunduran penglihatan yang berlangsung cepat.
Nyeri dimata dan sekitarnya
Mual dan muntah
Pada mata terlihat :
Injeksi siliar
Edema kornea
Bilik mata depan dangkal
Pupil lebar dan refleksnya menghilang
Lensa keruh dan kehijauan.
Tekanan intraokuler tinggi.
Penatalaksanan : segera berikan :
- Asetazolamid 500mg oral, kemudian 250 mg/4 jam.
- Pilokarpin HCL 2-6% 1 tetes/jam selama penserita bangun. Mata tidak usah ditutup.
- Dapat diberikan pula (bila tidak dikontraindikasikan) morfin 10 mg im dan
deksametason 0.5 mg im. Jangan beri diazepam.
24 jam kemudian :
- Bila tekanan intraocular telah normal, segera lakukan iridektomi perifer.
- Bila tekanan intraocular tetap tinggi, berikan infuse :
o Larutan manitol 20% 60 tetes/ menit selama 3 jam atau
o Larutan ureum 30% 30 tetes/menit selama 3 jam atau
o Larutan gliserin dalam air 50% 150-200 ml oral. Setelah tekanan intraocular
berhasil diturunkan segera lakukan filtering.
- Selama operasi belum mungkin, pengobatan diteruskan dengan cara yang sama setiap
harinya.
2. Ulkus kornea
Ulkus kornea yang cepat menimbulkan perforasi ialah ulkus sentra. Pennyebab utamanya adalah
pseudomonas pyocyaneus, pneumococcus.
Keluhan :
o Penglihatan mundur, silau dan mata berair terus menerus.
o Nyeri sekitar mata dan seisi kepala.
o Biasanya didahului trauma ringan pada mata.
Pada mata terlihat :
o Injeksi siliar dan dapat disertai pula dengan injeksi konjungtiva.
o Kornea keruh, keputihan dengan permukaan mencekung, bila disebabkan jamur,
permukaannya dapat menonjol karena timbunan jaringan nekrotik.
Penatalaksanaa :
o Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3-4 kali/hari

14
NABIL HARIZ
1102010

o Antibiotic, bila dalam bentuk tetes mata, berikan 2 tetes/jam atau dalam bentuk salep
mata 3-5 kali/hari. Bila ada gunakan antibiotic yang efektif untuk pseudomonas seperti
terramycin dengan polymixin B sulfate, garamycin. Berikan juga secara sistemik
antibiotic yang berspektrum luas dengan dosis tinggi.
o Vitamin A, sekurang-kurangnya 100.000 U
o Mata ditutup dengan kasa steril.
Bila keadaan tidka membaik atau memberat, mungkin penyebabnya adalah jamur. Maka
dilakukan :
o Debridement sampai bersih, lalu bilas dengan larutan garam faal steril.
o Setelah itu diberi salep antijamur tiap jam mislanya : preparat amfoterisin B, preparat
nistatin.
o Sebaiknya usahakan pengiriman ke pusat mata agar dapat segera diambil tindakan bila
terjadi perforasi.
3. Uveitis anterior
Penyakit ini cenderung kronik, tetapi tindakan dini yang tepat dapat menyelamatkan mata dari
kebutaan.
Keluhan :
- Penglihatan mundur, silau dan pegal disekitar dan dalam mata.
- Tak ada secret ataupun lakrimasi.
Pada mata terlihat:
- In jeksi siliar
- Kornea jernih atau berbercak-bercak coklat di bagian dalam.
- Bilik mata depan suram, kadang-kadang ada hipopion.
- Iris pucat, lipatannya berkurang atau menghilang.
- Pupil kecil, kadang-kadang tepinya tidak rata.
Penatalaksanaa :
- Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3 kali/hari
- Beri tetes mata mengandung kortikosteroid dengan atau tanpa campuran antibiotic
setiap 2 jam. Bila berbentuk salep, berikan 3-5 kali/hari
- Mata sebaiknya ditutup dengan kasa steril.
- Sebaiknya dikirimkan ke pusat mata karena dapat menimbulkan komplikasi yang
menetap.
4. Trauma mata
Trauma pada mata menimbulkan rasa takut dan kegelisahan yang besar, oleh karena itu kita
harus bertindak cepat dan tepat. Macam-macam trauma mata :
1. Trauma tajam mata/ trauma perforatum
Biasanya mudah didiagnosis bila luka luas karena kan selalu ada jaringan intraokuler yang
prolaps.
Penatalaksanaa :
Konservatif :
- Berikan salep mata antibiotic 3-5 kali/hari, lalu tutup dengan kasa steril.
- Berikan antibiotic sistemik dengan dosis tinggi.
- ATS 1500 U im, pada anak 750 U im.
Bila terjadi perforasi kecil <4mm dapat diharapkan sembuh dengan cara diatas. Tetapi bila
luas > 4mm harus disertai dengan tindakan operatif yang sebaiknya dilakukan dipusat mata.
2. Trauma tumpul mata

15
NABIL HARIZ
1102010

Merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi. Kerusakan yang terjadi juga sangat
bervariasi. Trauma tumpul mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun lambat.
- Trauma tumpul konjungtiva
o Edema konjungtiva, edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan
palpebra tidka menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap
konjungtiva. hal ini dapat dicegah dengan pemberian dekongestan untuk
mencegah pembendungan cairan dalam selaput lender konjungtiva. Pada
keadaan yang lebih berat dapat dilakukan insisi.
o Hematoma subkonjungtiva, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang
terdapat pada atau dibawah konjungtiva. Bila perdarahan terjadi karena
trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak ada robekan dibawah
jaringan konjungtiva atau sclera. Bila tekanan bola mata rendah dengan
pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya rupture bulbus okuli. Penanganan dini adalah
dengan kompres hangat.
- Trauma tumpul pada kornea
o Edema kornea,
akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar
bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh.
Edema kornea yang berat akan mengakibatkan masuknya serbukan sel
radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea. Pengobatan
yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCL 5% atau larutan
garam hipertonik 2-8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi
peningkatan TIO berikan asetozolamid.
o Erosi kornea,
merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras pada epitel kornea. Pasien akan merasa sakit sekali,
mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia dan penglihatan
akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pewarnaan flurensensi akan
berwarna hijau. Berikan anestesi local untuk pemeriksaan visus. Untuk
mencegah adanya infeksi beri antibiotic spectrum luas.
- Trauma tumpul uvea
o Iridoplegia
Terjadi kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar dan
midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi,
silau akibat gangguan pengatur masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat
tidak sama besardan bentuknya menjadi irregular. Pupil ini tidak bereaksi
dengan cahaya. Pasien sebaiknya diistirahatkan saja.
o Iridodialisis
Pupil berubah bentuk akibat trauma. Pasien akan melihat ganda dengan
satu matanya. Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan
reposisi pangkal iris yang terlepas.
o hifema
- Trauma tumpul pada lensa
o Dislokasi lensa, terjadi akibat putusnya zonula zinii, sehingga kedudukan
lensa terganggu.

16
NABIL HARIZ
1102010

oSubluksasi lensa, terjadi akibat putusnya zonula zinii sehingga lensa


berpindah tempat. Pasien akan mengeluh penglihatanya berkurang dan
lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Subluksasi
dapat menyebabkan glaucoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut
bilik mata oleh lensa yang cembung.
o Luksasi lensa anterior, pasien akan mengeluh penglihatan menurun
mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan
blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang hebat, edema kornea, lensa
didalam bilik mata depan, iris terdorong kebelakang dengan pupil yang
lebar. TIO sangat tinggi. Sebaiknya langsung dirujuk dan terlebih dahulu
diberi asetozolamida.
o Luksasi lensa posterior, pasien akan mengeluh adanya skotoma pada
lapangan pandangnya akibat lensa mengganggu. Pasien akan melihat
normal dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh, COA dalam. Secepatnya
dilakukan ekstraksi lensa.
o Katarak trauma
- Trauma tumpul pada retina dan koroid
o Edema retina dan koroid
Penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan menmberikan warna
retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui
retina yang sembab. Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah
beberapa waktu.
o Ablasi retina
Pasien akan mengeluh adanya selaput seperti tabir mengganggu lapangan
pandang. Bila terkena daerah macula maka tajam penglihatan akan
menurun. Pada pemeriksaan funduskopi terlihat retina yang berwarna abu-
abu dengan pembuluh darah terangkat dan berkelok-kelok. Sebaiknya
dirujuk secepatnya.
- Trauma tumpul saraf optik
3. Trauma kimia
o Trauma asam
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan
ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi maka kerusakanya hanya pada bagian superficial saja. Pengobatan
dapat dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama
mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan.
o Trauma basa
Alkali akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan, dan
sampai ke jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran
jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifatkoagulasi sel dan terjadi
proses penyabunan disertai dengan dehidrasi. Menurut klasifikasi thoft
maka trauma basa dapat dibedakan:
Derajat 1 :hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel
kornea.
Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea.
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

17
NABIL HARIZ
1102010

Tindakan yang dilakukan adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam


fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Penderita diberi
sikloplegia, antibiotic, EDTA untuk mengikat basa.
4. Trauma radiasi, yang sering ditemukan adalah radiasi sinar inframerah, sinar ultraviolet,
sinar X dan sinar terionisasi.

HIFEMA
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata depan, yaitu darah
diantara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar dan bercampur dengan humor aquos yang jernih. Walaupun darah yang terdapat
dibilik mata depan sedikit tetap dapat menurunkan penglihatan.

Etiologi :
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu dll.
Selain itu hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata seperti retinoblastoma dan
kelainan pembuluh darah.

Klasifikasi :
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi :
o Hifema traumatic, merupakan perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
o Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
o Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar, sehingga pembuluh darah pecah.
o Hifema akibat kelainan sel darah merah atau pembuluh darah.
o Hifema akibat neoplasma.

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi 2 :


Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke-2
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya :
Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA.
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA.
Grade III : darah mengisi hamper total COA.
Grade IV : darah memenuhi seluruh COA.

Gejala :
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien
akan sangat menurun. Terdapat tumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya
cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan
hifema dapat memenuhi seluruh ruangan bilik mata depan. Selain itu dapat terjadi peningkatan tekanan
intraocular, merupakan keadaan yang harus diwaspadai karena dapat menyebabkan glaucoma
sekunder.

Diagnosis :

18
NABIL HARIZ
1102010

- Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata snellen. Visus dapat menurun
akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris dan retina.
- Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler atau glaucoma.
- Pengukuran tonometri : untuk mengetahui tekanan intra okuler.
- Slit lamp biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous
flare dan sinekia posterior.
- Pemeriksaan oftalmoskopi : untuk mengetahui struktur internal okuler.

Pengobatan :
Berdasarkan atas :
- Tekanan intraokuler yang tinggi selama lima hari akan menyebabkan imbibisi kornea dan
kelainan papil yang menetap.
- Mobilitas dini akan menyebabkan hyphaema sekunder.
- Hifema lebih dari 10 hari akan menimbulkan reaksi radang intraokuler.

Tatalaksana :
Konservatif
- Istitahat baring penuh dengan elevasi kepala 30o. pada dewasa tutup kedua mata, pada anak
cukup satu mata agar tidak gelisah. Pada anak-anak yang gelisah dapat diberikan obat
penenang. Biasanya hifema akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari
tergantung pada banyaknya darah.
- Untuk mengurangi nyeri, dapat diberikan paracetamol. Tidak disarankan pemberian jenis aspirin
karena salah satu efek aspiran akan menyebabkan perdarahan kembali pada hifema yang
disebabkan trauma. Obat-obatan untuk mengurangi tekanan intraocular dan kortikosteroid
dapat diberikan.
- Diet makanan cair atau lunak agar tidak banyak mengunyah dan defekasi mudah dan sedikt.
Tunggu 24 jam.
- Bila tekanan intraocular menurun atau normal, pengobatan diteruskan.
- Bila tekanan intra ocular tetap tinggi lakukan parasentesis.
Paresentesis sebaiknya dilakukan dipusat mata.
Indikasinya :
Terdapat glaucoma sekunder akibat hifema.
Hifema yang penuh dan berwarna hitam.
Bila setelah 5 hari tidak ada tanda-tanda hifema akan berkurang.

Lama sakit Tekanan intraokuler normal Tekanan intraokuler meninggi


< 5 hari Konservatif Asetazolamid 3x250 mg + hemostatik
5-10 hari Konservatif Parasentesis
>10 hari Parasentesis parasentesis

Komplikasi : Zat besi di bola mata Siderosis bulbi Ftisis Bulbi kebutaan. Hifema spontan pada
anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma

Pencegahan Trauma Mata


Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk menghindarkan
terjadinya trauma pada mata, seperti:
- Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul perkelahian

19
NABIL HARIZ
1102010

- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam


- Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti bahan apa
yang ada di tempat kerjanya
- Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan las dengan
memakai kacamata
- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya

LI.4. Memahami & Menjelaskan Kebutaan oleh Kegawatdaruratan Mata

Kebutaan
Criteria buta menurut WHO dan UNICEF : buta adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan penglihatannya sebagai hal yang esensial
sebagaimana orang sehat. WHO menganjurkan agar criteria kebutaan untuk Negara yang sedang
berkembang ialah tajam penglihatan 3/60 atau lebih rendah yang tidak dapat dikoreksi.

Etiologi :
- Penyebab kebutan yang utama dinegara yang sedang berkembang adalah katarak. Selain itu
juga trakoma, lepra, onkoserkariasi dan xeroptalmia. Dinegara-negara yang sudah bertkembang
kebutaan berhubungan dengan proses penuaan.

Diagnosis :
- Pemeriksaan visus dna lapangan pandang
- Kategori gangguan penglihatan

Kategori ganguan penglihatan Ketajaman penglihatan


(dikoreksi terbaik)
Penglihatan rendah 1 6/8
3/10
20/70
Penglihatan rendah 2 6/60
1/10
20/200
Kebutaan 3 3/60 (menghitung jari jarak 3m )
1/20
20/400
Kebutaan 4 1/60 ( menghitung jari jarak 1m )
1/50
5/300
Kebutaan 5 Tidak ada persepsi cahaya

Penatalaksanaan :
Rehabilitasi orang buta
Tujuan rehabilitasi :
Mengembalikan ke dalam masyarakat.
Untuk meringankan beban keluarga dan masyarakat.
Memelihara kepercayaan kepada diri sendiri

20
NABIL HARIZ
1102010

Rehabilitasi meliputi :
o Member dorongan, menghinari terjadinya depresi
o Memelihara, menggunakan indra yang tersisa se intensip mungkin, dimana ia dapat
mengenal alam sekitarnya melalui pendengaran, perabaan, pembau dan sebagian besar
melalui ilham
o Pendidikan khusus.
o Lapangan kerja yang sesuai.
o Kerjasama atau toleransi masyarakat dan pemeliharaan khusus.
o Usaha menolong orang yang sudah buta.
Latihan mobilitas dan anjing penuntun
Merupakan hal terpenting dalam rehabilitas orang buta.
Braile, system membaca untuk orang buta yang sangat efektif.
Perangkat elektronik, optakon adalah alat elektronik yang mengubah bayangan visual huruf-
huruf menjadi bentuk taktil.

Pencegahan :
- Mencegah penyakit-penyakit infeksi misalnya trakoma, lepra dan onkoserkariasis serta
xeroftalmia yang merupakan penyakit non-infeksi.
- Meningkatkan asupan vitamin A untuk mencegah xeroftalmia.
- Mencegah terjadinya katarak.
- Penyakit-penyakit herediter dapat dicegah melalui konsultasi genetic.
- Kerjasama pemerintah dengan organisasi penderma non-pemerintah untuk membantu orang
buta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus purwadianto. Kedaruratan Medik. 2000. Binarupa Aksara : Jakarta


2. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar urologi. 2007. Sagung Seto : Jakarta.
3. Mahar Mardjono. Priguna Sidharta. Neurologis klinis dasar. 2009. Dian Rakyat : Jakarta.
4. Priguna sidharta. Tata pemeriksaan klinik dalam neurologi. 2008. Dian Rakyat : Jakarta
5. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. 2006. FKUI : Jakarta.
6. Sidarta Ilyas. Mailangkay.dkk. ilmu penyakit mata. 2002. Sagung Seto : Jakarta.
7. Sjamsuhidajat. Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. 2005. EGC : Jakarta.

21

Você também pode gostar