Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Usai pencoblosan, caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50) misalnya kecewa dan marah
karena perolehan suaranya minim. Pria ini ditemani Asmad (50) tiba-tiba keluar dari rumah
dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten
Sampang.
Saat itu, petugas baru saja merampungkan penghitungan suara. Tanpa permisi, Taufiq dan
Asmad langsung mengambil paksa sebuah kotak suara di TPS tersebut.
"Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TKP dan
mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah saudara Taufik," kata
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie sambil menambahkan bahwa kedua pelaku
kemudian diamankan Panwascam Tambelangan.
Ulah keterlaluan dilakukan caleg yang tidak lolos seleksi pemilu legislatif . Beberapa bantuan
yang sempat diberikan ke masyarakat mereka tarik lagi. Di Tulungagung, Jawa Timur
seorang caleg menarik kembali sumbangan material untuk pembangunan sebuah mushola,
sementara di Kolaka, Sulawesi Tenggara sebuah mushola disegel.
Material berupa 2000 batu bata, 10 zak semen dan satu truk pasir memang diberikan Miftahul
Huda untuk pembangunan mushola saat masa kampanye lalu melalui salah satu tim
suksesnya. Namun Miftahul menarik kembali sumbangan ini, karena di tempat ini ia hanya
memperoleh 29 suara di RT 2 RW 2 Desa Majan.
Penarikan bantuan gara-gara caleg gagal juga terjadi di Sulawesi Tenggara. Seorang kepala
desa di Kabupaten Kolaka menyegel sebuah sekolah Taman Kanak Kanak dan Tempat
Pendidikan Anak Usia Dini. Bahkan mengancam akan mengusir seluruh guru dan kepala
sekolahnya setelah dua orang caleg titipan sang kades kalah di TPS dusun ini.
Menurut Kepala Sekolah TK, Darma, dua caleg titipan kades yakni dari Partai PKP dan PDIP
gagal memperoleh cukup suara. Akibat penyegelan ini sebanyak 27 siswa TK terpaksa
belajar di rumahnya masing-masing
Lain lagi dengan Witarsa, sehari pascapencoblosan lelaki ini dibawa anggota keluarganya ke
sebuah padepokan di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Caleg dari
Partai Demokrat untuk Dapil Jabar X ini mengalami stres akibat perolehan suaranya sangat
minim, sehingga gagal menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Padahal, modal yang
dikeluarkannya sangat besar.
Ketika dibawa ke padepokan itu, Witarsa masih mengenakan seragam Partai Demokrat. Dia
menjalani pengobatan di padepokan dengan cara dimandikan dulu, lantas dibacakan ayat-ayat
suci Al- Quran.
Saat menjalani pengobatan dari Ustadz Ujang Bustomi Witarsa bahkan sempat menangis. Dia
mengaku stres karena perolehan suara untuknya sangat minim. Padahal, modal yang
dikeluarkan sangat besar. Ia mengaku pusing dengan tagihan utang sebesar Rp 300 juta.
Caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN), Anselmus Petrus Youw, nekat menutup jalan
masuk Perumahan Satpol PP dengan balok kayu, karena warga setempat tidak memilih
dirinya saat Pemilu 2014.
"Benar, Anselmus memblokir perumahan karena warga setempat tidak memilih dia," kata
anggota Panitia Pengawas Pemilu Distrik Nabire, Micky sambil menambahkan bahwa
mantan bupati Nabire itu merasa kecewa karena sudah memberikan tanahnya untuk
pembangunan perumahan, namun warga setempat tidak mencoblosnya.
Bersama puluhan pendukungnya, dia menutup gapura masuk perumahan di Kampung Wadio,
Kelurahan Bumi Wonorejo, Nabire, Papua. Mereka merusak pangkalan ojek dan kantor
kepala desa. Massa juga sempat mengancam petugas TPS dan ketua RT setempat agar
perolehan suara caleg yang didukungnya lebih banyak.
"Beberapa orang masuk rumah sakit," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo
Pudjo. Warga setempat ketakutan. Mereka tak berani keluar rumah. Situasi mereda setelah
aparat keamanan bersiaga di lokasi.
Gantung Diri
Nyaris terjadi pertumpahan darah di Kabupaten Bangkalan, tepatnya di Dusun Shebuh, Desa
Tobadung, Kecamatan Klampis. Kejadian bermula ketika caleg NasDem, Abdul Azis,
mengecek TPS 3 di Dusun Shebah. Gerak-gerik Aziz dicurigai oleh H Halim yang
merupakan caleg dari Gerindra.
Perselisihan terjadi di antara kedua caleg tersebut. Halim mengeluarkan celurit yang
dibawanya dan menantang duel Abdul Azis. "Namun dapat dipisahkan oleh Kapolsek, Kasat
Narkoba, sehingga mereka bisa menahan diri dan didamaikan," kata Kadiv Humas Ronny F
Sompie.
Tindakan nekat dan tragis bahkan dilakukan seorang ibu muda dengan inisial S yang gagal
menjadi caleg. Anggota sebuah partai asal kota Banjar, Jawa Barat ini memilih bunuh diri
saat dia tidak berhasil menjadi calon anggota dewan.
Wanita itu mencalonkan diri untuk Dapil I kota Banjar dengan nomor urut 8. Namun saat
mengetahui dia gagal, depresi dan bisikan setan membuat S bunuh diri dan mayatnya
ditemukan di sebuah saung bambu di Dusun Limusnunggal, Desa Bangunjaya, Kecamatan
Langkaplancar, Kabupaten Ciamis.
Di Banda Aceh, para caleg yang gagal bersembunyi di rumah ketua partai. Eanm calon wakil
rakyat lokal tak berani pulang ke rumah. Alasannya, mereka belum bisa membayar uang
saksi yang diordernya menjaga TPS.
Salah satu caleg, Junaidi, mengaku kerap mendapat telepon dan menerima pesan singkat dari
para saksi. Ia sebenarnya ingin melunasi honor saksi. Hanya saja, ia tidak punya uang.
Apalagi, berdasarkan penghitungan suara internal, ia kalah. "Sekarang kami terpaksa harus
menginap di rumah ketua partai."
Ketua DPD Partai Hanura Banda Aceh, Abdul Jabar mengaku belum mampu membayar
honor saksi karena dana dari DPP Hanura belum dikirim. Hingga saat ini, dia berusaha
mencari solusi atas kejadian ini dan berharap ada kucuran dana.
Membagi-bagikan uang dikira menjadi salah satu cara untuk menarik simpati dan itulah yang
dilakukan salah satu caleg parpol (Y) di kota Bogor. Saat kampanye, Y meminta bantuan tim
suksesnya yakni SB untuk memberikan ratusan buku tabungan di Kampung Muara,
Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat senilai Rp50 ribu setiap buku.
Saat itu Y sangat pede bisa meraih suara. Nyatanya, ketika pemilu usai dan suara dihitung,
dari total DPT yang ada 900 suara, Y hanya meraih di bawah 10 suara. Mungkin Y akhirnya
menyadari apa arti pemberi harapan palsu (PHP). Dia kemudian menarik lagi buku tabungan
yang sempat dibagi-bagikan itu.
Tekanan saat gagal menjadi caleg memang besar, apalagi jika mengingat besarnya uang yang
harus dikeluarkan dan bingung untuk membayarnya. Banyak yang terkena stress berat seperti
dialami caleg dari Tangerang ini.
Pria dari Dapil Tangerang berusia 40 tahun langsung marah-marah saat tahu bahwa dia kalah
dalam pemilu. Bahkan sore harinya usai pencolblosan, dia langsung stress dan merangkak di
pinggir jalan sambil membawa cangkir meminta uang kepada setiap orang yang lewat.
Kalimat yang diucapkannya: "Kembalikan uang saya."
Caleg non anggota legislatif memang rentan mengalami depresi pasca Pemilu 2014. Sebab
hampir seluruh biaya kampanye sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang
Pemilu Nomor 8 tahun 2012, dibebankan pada caleg yang maju.
Menurut anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh, fenomena caleg stress karena
gagal menjadi anggota dewan akan ditanggung oleh negara sesuai dengan Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.
Menjadi anggota dewan ternyata menjadi impian banyak orang dan mereka rela berkorban
apapun untuk mewujudkan mimpi itu. Sayangnya, mereka siap menang tetapi tidak siap
kalah. Maka stress-lah yang didapat. (*)
Tweet
Muhammad Taufik (50) tak siap kalah. Calon anggota legislatif asal Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) ini kecewa saat perolehan suaranya minim. Begitu dapat laporan suara yang
ia peroleh di tempat pemungutan suara (TPS) dekat rumahnya di Dusun Cekocek, Desa
Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang, minim, ia segera mendatangi TPS
tersebut dan mengambil kotak suara.
Dibantu satu rekannya, tanpa permisi Taufik mengambil kotak suara di TPS itu dan segera
mengangkutnya ke rumah. Keruan, Taufik dan rekannya langsung diurus Panitia Pengawas
Kecamatan (Panwascam) Tambelangan.
Di Sulawesi Tenggara, seorang kepala desa (kades) di Kabupaten Kolaka menyegel sebuah
taman kanak kanak (TK) dan tempat pendidikan anak usia dini (PAUD), bahkan mengancam
mengusir semua guru dan kepala sekolahnya. Itu terjadi setelah dua caleg titipan sang kades
kalah di TPS dusun ini. Akibat penyegelan, 27 siswa TK terpaksa belajar di rumahnya
masing-masing.
Daftar caleg stres karena gagal memenangi pileg agaknya masih akan bertambah panjang.
Hampir setiap kali usai pileg, sejak pemilihan umum (pemilu) menggunakan sistem
proporsional terbuka, para caleg yang gagal lolos harus berurusan dengan kesehatan
mental-nya.
Itu sebabnya sejumlah rumah sakit bahkan telah menyediakan bangsal untuk menampung
mereka. Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dokter Soedjarwadi Klaten, misalnya, sudah
mempersiapkan ruang perawatan untuk caleg yang stres. Persiapan tersebut mulai dari
penyediaan peralatan kelas VIP, tenaga perawat, hingga pelayanan.
Direktur RSJD Dokter Soedjarwadi Klaten, Tri Kuncoro mengatakan, meski hingga hari ini
belum terdapat pasien yang berasal dari caleg gagal, pihaknya telah menyiapkan sejumlah
ruang dengan fasilitas VIP, dengan jumlah kamar pasien sebanyak 189 ruangan.
Kelas VIP dilengkapi fasilitas seperti toilet pribadi dan kamar mandi dengan air panas,
televisi, lemari pendingin, serta dua tempat tidur kelas atas. Ruang VIP memang diciptakan
kenyamanan sehingga memudahkan perawatan dan penanganan kejiwaan bagi para pasien
yang stres, ujar Tri Kuncoro. RSJD Dokter Soedjarwadi Klaten juga menerima pasien
peserta BPJS dengan pelayanan yang sama kualitasnya.
Menurut Tri Kuncoro, jika stres yang dialami caleg gagal tergolong ringan, bisa disembuhkan
dengan waktu 5-7 hari. Namun, itu harus dengan penanganan pemulihan yang ketat dan
dukungan keluarga.
RSUD Sukoharjo juga siap menangani pasien sakit jiwa termasuk, caleg stres. Namun,
jumlah ruang yang disediakan untuk perawatan pasien gangguan sakit jiwa terbatas.
Prinsipnya tidak ada perbedaan dalam pelayanan. Semua kami layani dengan baik, termasuk
jika nanti ada pasien dari caleg yang gagal menang, ujar Direktur RSUD Sukoharjo, Gani
Suharto.
Lebih lanjut Gani mengatakan, untuk menangani pasien gangguan jiwa, pihaknya
menyiapkan bangsal Cempaka dengan 65 kamar, terdiri atas bangsal kelas I, II dan III.
Sementara itu, untuk menangani pasien gangguan jiwa, saat ini pihaknya menyiapkan dua
dokter spesialis kejiwaan. Di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang, hingga saat ini belum ada caleg
gagal yang menjadi pasien. Demikian pula di RSJ Islam Klender.
Panti Sosial Bina Laras Phala Martha juga belum menerima caleg stres. Sistem di sana,
pasien yang sudah menjalani pengobatan di RSJ baru ditampung di PSBL Phala Martha.
Pemulihan Jiwa
Sementara itu di Semarang, pengasuh Pondok Pesantren Soko Tunggal, KH Nuril Arifin yang
biasa dipanggil Gus Nuril, tidak menampik hingga hari ini sudah ada beberapa caleg yang
mendatangi pesantrennya di Jalan Sendangguwo, Semarang. Beberapa di antaranya justru
berasal dari luar Jawa, seperti Medan dan wilayah Sumatera lainnya.
Kalau caleg konsultasi itu sudah biasa, baik sebelum pemilu maupun saat selesai
pemungutan suara. Pasti ada yang datang. Kalau dihitung dari pemilu yang sudah-sudah,
jumlahnya mencapai ratusan, tutur Gus Nuril.
Lebih lanjut Gus Nuril menyatakan, saat ini seluruh kamar di pondok pesantren dalam
kondisi penuh, meski tidak semuanya diisi caleg gagal. Pihaknya juga telah berpengalaman
dalam penanganan pemulihan jiwa, khususnya untuk para pejabat maupun caleg yang
depresi.
Untuk membantu pemulihan jiwa, Gus Nuril menerapkan terapi air, dengan memandikan
caleg stres tentu saja dengan dukungan doa-doa dan permohonan khusus kepada Tuhan.
Tapi, saya bukan dukun. Jika memang terdeteksi gila, saya sarankan keluarganya untuk
ditangani di RSJ saja, ucapnya.
Ia menambahkan, khusus caleg stres pascapileg 9 April, memang sudah ada salah seorang
caleg yang terkena depresi akut hingga mengalami penyimpangan perilaku sosial. Sebut saja
namanya Suro Setriko dari Kota Pati, Jawa Tengah. Sekarang ia sedang kami bantu
memulihkan jiwa karena ia sudah mulai senyum-senyum sendiri, ujarnya.
Ia mengungkapkan, jumlah caleg gagal yang datang ke pondoknya tahun ini lebih banyak,
mencapai 40 orang. Pada Pileg 2009, jumlah caleg gagal yang datang 23 orang.
"Tahun ini ada sekitar 40 orang yang datang menjalani terapi di Pusat Rehabilitas dan
Narkoba Pondok Pesantren Dzikrusyifa Asma Berojomusti, terdiri atas 13 perempuan serta
27 laki-laki. Diperkirakan jumlah ini terus bertambah, mengingat belum ada keputusan resmi
hasil rekapitulasi suara," katanya.
Ia mengaku, pondok pesantrennya yang terletak di Jalan Raya Sekanor atau lebih dikenal
dengan "Ponpes Jin" telah mempunyai pusat rehabilitasi dan narkoba sejak dulu. Tempat ini
menangani beberapa pasien yang mengalami penyakit psikologi, seperti stres.
"Beberapa pasien yang datang kondisinya depresi berat karena gagal memperoleh dukungan
dari rakyat. Beberapa anggota keluarganya yang mengantar ke sini juga bercerita saudaranya
itu sering bertingkah aneh dan berbicara sendiri," tuturnya.
Ia menyiapkan beberapa ruangan khusus untuk isolasi sebab pasien tersebut sering
memberontak dan marah kepada setiap orang yang dijumpai. (Ant/CR-40)
Suparman
Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) Pusat, Komjen Pol Anang Iskandar (kanan) saat melakukan penandatanganan
prasasti bersama Gubernur Sultra Nur Alam, terkait peresmian kantor baru BNN Sultra di Kawasan Bumi Praja Kantor
Gubernur Sultra, Selasa 6/5.(FOTO-ANTARA/Azis Senong).
Kendari, (Antara News) - Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) pusat, Komjen Pol Anang Iskandar, mengatakan
korban pengguna narkoba di Sulawesi Tenggara (Sultra) selama ini sudah mencapai angka 21.568 orang.
"Data itu berdasarkan hasil berbagai penelitian," kata Anang saat meresmikan penggunaan Kantor BNNP Sultra, di
Kendari, Selasa.
Menurutnya, data itu akan semakin bertambah jika penanganan para pengguna narkoba masih mengedepankan
dengan cara memenjarakan mereka.
Dikatakan, meskipun data itu banyak, tetapi faktanya tidak bisa dibedakan mana penggunan dan pengedar sehingga
sulit kelihatan secara nyata.
Menurut Anang, para korban pengguna narkoba tidak mudah diketahui karena para pengguna pada ngumpet, karena
secara empiris pengguna narkoba dicari-cari untuk di penjara, kalau tidak dikejar-kejar maka kemungkinan 21 ribu bisa
melaporkan diri dan direhabilitasi.
"Melalui undang-undang narkoba saat ini maka pengguna narkoba tidak harus dipenjara, tetapi harus direhabilitasi,"
katanya.
Gubernur Sultra, Nur Alam, dalam kesempatan itu mengaku jumlah kasus narkoba yang sudah tertangani di Sultra
belum sebanding dengan pengguna narkoba yang ada sesuai data dari BBN pusat.
"Berdasarkan data kasus narkoba yang saya perloleh dari kepolisian sebanyak 261 kasus. Melibatkan sekitar 300
orang," katanya.