Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Di suatu negeri antah-berantah bertahtalah seorang raja yang arif bijaksana. Raja itu
hidup bersama permaisuri dan putra-putrinya. Rakyat sangat mencintainya. Istananya
terbuka setiap waktu untuk dikunjungi siapa saja. Ua mau mendengar pendapat dan
pengaduan rakyatnya. Anak-anak pun boleh bermain-main di halaman sekitar istana.
Di negeri itu hidup juga seorang janda dengan seorang anaknya yang senang bermain
di sekitar istana. Setiap pergi ke istana, ia selalu membawa binatang kesayangannya,
seekor nyamuk. Leher nyamuk itu diikat dengan tali dan ujung tali dipegangnya. Nyamuk
akan berjalan mengikuti ke mana pun anak itu pergi.
Pada suatu sore, anak itu sedang bermain di sekitar halaman istana. Karena asyik
bermain, ia lupa hari sudah mulai gelap. Raja yang baik itu mengingatkannya dan
menyuruhnya pulang.
Orang tuamu pasti gelisah menantimu, kata raja.
Baik, Tuanku, sahutnya, karena hamba harus cepat-cepat pulang, nyamuk ini
hamba titipkan di istana.
Ikatkan saja di tiang dekat tangga, sahut raja.
Keesokan harinya, anak itu datang ke istana. Ia amat terkejut melihat nyamuknya
sedang dipatuk dan ditelan seekor ayam jantan. Sedih hatinya karena nyamuk yang amat
disayanginya hilang. Ia mengadukan peristiwa itu kepada raja karena ayam jantan itu milik
raja.
Ambillah ayam jantan itu sebagai ganti, kata raja.
Anak itu mengucapkan terima kasih kepada raja. Kaki ayam jantan itu pun diikat
dengan tali dan dibawa ke mana saja. Sore itu ia kembali bermain-main di sekitar istana.
Ayam jantannya dilepas begitu saja sehingga bebas berkeliaran ke sana kemari. Ayam
jantan itu melihat perempuan-perempuan pembantu raja sedang menumbuk padi di
belakang istana, berlarilah dia ke sana. Dia mematuk padi yang berhamburan di atas tikar
di samping lesung, bahkan berkali-kali dia berusaha menyerobot padi yang ada di lubang
lesung.
Para pembantu raja mengusir ayam jantan itu agar tidak mengganggu pekerjaan
mereka. Akan tetapi, tak lama kemudian ayam itu datang lagi dan dengan rakusnya
berusaha mematuk padi dalam lesung.
Mereka menghalau ayam itu dengan alu yang mereka pegang. Seorang di antara
mereka bukan hanya menghalau, tetapi memukulkan alu dan mengenai kepala ayam itu.
Ayam itu menggelepargelepar kesakitan. Darah segar mengalir dari kepala. Tidak lama
kemudian, matilah ayam itu.
Alangkah sedih hati anak itu melihat ayam kesayangannya mati. Ia datang menghadap
raja memohon keadilan. Ambillah alu itu sebagai ganti ayam jantanmu yang mati! kata raja
kepadanya.
Anak itu bersimpuh di hadapan raja dan menyampaikan rasa terima kasih atas
kemurahan hati raja.
Hamba titipkan alu itu di sini karena di rumah ibu hamba tidak ada tempat untuk
menyimpannya, pintanya.
Sandarkanlah alu itu di pohon nangka, kata raja. Pohon nangka itu rimbun daunnya
dan lebat buahnya.
Keesokan harinya, ketika hari sudah senja, ia bermaksud mengambil alu itu untuk
dibawa pulang. Akan tetapi, alu itu ternyata patah dan tergeletak di tanah. Di sampingnya
terguling sebuah nangka amat besar dan semerbak baunya.
Nangka ini rupanya penyebab patahnya aluku, katanya, aku akan meminta nangka
ini sebagai ganti aluku kepada raja!
Raja tersenyum mendengar permintaan itu. Ambillah nangka itu kalau engkau suka,
kata raja.
Tetapi, hari sudah mulai gelap! kata anak itu. Hamba harus cepat tiba di rumah.
Kalau terlambat, ibu akan marah kepada hamba. Hamba titipkan nangka ini di istana.
Boleh saja, ujar raja, letakkan nangka itu di samping pintu dapur!
Bau nangka yang sedap itu tercium ke seluruh istana. Salah seorang putri raja juga
mencium bau nangka itu. Seleranya pun timbul.
Aku mau memakan nangka itu! kata putri berusaha mencari dimana nangka itu
berada. Kalau nangka itu masih tergantung di dahan, aku akan memanjat untuk
mengambilnya!
Tentu saja putri raja tidak perlu bersusah payah memanjat pohon nangka karena
nangka itu ada di samping pintu dapur. Ia segera mengambil pisau dan nangka itu pun
dibelah serta dimakan sepuas-puasnya.
Kita tentu dapat menerka kejadian selanjutnya. Anak itu menuntut ganti rugi kepada
raja. Pada mulanya raja bingung, tetapi dengan lapang dada beliau bertitah, Ketika
nyamukmu dipatuk ayam jantan, ayam jantan itu menjadi gantinya. Ketika ayam jantan mati
karena alu, kuserahkan alu itu kepadamu. Demikian pula ketika alumu patah tertimpa
nangka, nangka itu menjadi milikmu. Sekarang, karena putriku menghabiskan nangkamu,
tidak ada jalan lain selain menyerahkan putriku kepadamu.
Putri raja sebaya dengan anak itu. Akan tetapi, mereka belum dewasa sehingga tidak
mungkin segera dinikahkan. Ketika dewasa, keduanya dinikahkan. Raja merayakan pesta
secara meriah. Setelah raja meninggal, anak itu menggantikan mertuanya naik takhta.
Ibunya juga diajak untuk tinggal di istana.