Você está na página 1de 13

Abstrak

Lebih dari 50% badan manusia terdiri dari cairan yang terbagi pada kompartemen
yang jelas. Walaupun demikian, cairan tersebut saling terhubung satu sama lainnnya.
Cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam basa pada setiap kompartemen saling
berhubungan satu dengan dan lainnya terutama pada ketergantungannya pada energi
untuk dapat mencapai fungsingnya. Pengertian kita terhadap homeostasis cairan
mikrovaskular telah berkembang dari hipotesis hukum Ernest Starling menjadi
hukum Ernest Starling yang telah di revisi dan berdasarkan pada bukti-
bukti,menggabungkan fungsional lapisan permukaan lapisan endotelial. Ginjal adalah
organ yang sangat vascular dan terlingkupi yang sensitive terhadap aliran darah yang
tidak adekuat (tidak sufisien datau berlebih). Ginjal terutama sensitive terhadap
kongesti vena dan pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan dari
aliran balik vena dapat memicu kerusakan ginjal yang lebih besar daripada akibat dari
penurunan aliran arterial. Makadari itu,kelebihan cairan dapat menimbulkan cedera
ginjal yang berat dan berkelanjutan. Managemen cairan pada gagal ginjal akut dapat
menjadi sesuatu yang sulit. Dalam melakukan terapi cairan, kapasitas output dan
konsentrasi urin yang terganggu dan pengenceran harus menjadi pertimbangan.

Pendahuluan

Keseimbangan cairan diatur dibawah keadaan fisiologis tubuh. Perubahan dari


volume cairan dan keseimbangan elektrolit mempunyai efek merusak multipel. Pada
pembahasan ini, kami mengintergrasikan pengetahuan bru dan lama dalam
mengevaluasi efek dari terapi cairan pada hemodinamikginjal dan potensi jejas pada
ginjal.

Fisiologi cairan

Badan manusia terdiri dari kurang lebih 60% air yang terdistribusi 1/3 nya (20%)
pada akstra selular dan 2/3 nya(40%) di intra selular. Cairan ekstra seluler (ECF)
kemudian terbagi lagi menjadi cairan interstisial dan intravascular sebanyak 80% dan
20%. Sehingga, 70 kg orang dewasa terdiri dari 42 kg(liter) air, 28 liter cairan
intraselular dan 14 liter CES. Lalu dapat terbagi lahi menjadi 11 liter cairan
interstisial dan 3 liter plasma. Pengaturan elektrolit dan keseimbangan asam basa
pada setiap kompartemen diatur dengan ketat, terutama dengan regulasi berbasis
energi dan mempunyai jendela fisiologis yang sempit. Pada keaadan fisiologis,
albumin keluar dari sirkulasi melalui pori pori kapiler dengan kecepatan kurang lebih
pada 5% per jam dan kembali ke sirkulasi via sistem limfatik dan duktus thorakis.
Pertukaran yang dinamis juga terjadi diantara CES dan sistem gastrointestinal juga
ginjal. Terdapat 8-9 liter/hari turnover dari cairan gastrointestinal (sekresi dan
absorbs) dan 180 liter/hari dari filtrasi glomerular yang 98-99% di absorbs oleh
tubulus renalis. Faktor multipel seperti banyaknya pengobatan, dapat mempengaruh
keseimbangan ini.

Homeostasis cairan vascular

Kesehatan jaringan sangat dipengaruhi oleh oksigenasi yang adekuat.


Oksigenasi jaringan adalah fungsi utama dari mikrosirulasi.Selama bertahun-tahun,
konsep mikrosirkulasi dari Ernest Starling pada tahun 1896 telah dibandingkan
dengan penemuan-penemuan baru dan muncul hokum Starlng yang telah di revisi.

Pada hukum Starling klasik (1896) mengatakan bahwa perpindahan cairan


dari dan ke ruang interstisial jaringan perifer di seimbangkan berlawanan tekanan
onkotik dan hidrostatik melewati dinding sel (fig. la,b). Pada penemuan berbasis
bukti tidak mendukung konsep ini. Teori klasik dipertanyakan seiring dengan
penemuan dari imaging dan studi fungsional dari endothelial surface layer(ESL)
yang bermuatan negative, lapisan gliokaliks yang menyerupai gel (bila terhubung
dengan bahan dari plasma) yang melapisi permukaan dari endothelium.ESL dapat
ditemukan pada setiap vaskuler namun memiliki kecenderungan tinggi berada pada
pembuluh darah dengan tekanan hidrostatik tinggi. Penemua pertama kontribusi dari
glikokaliks endothelial (ESL) pada barrier vascular ditemukan pada 1980an. Levick
menyatakan bahwa low lymph flow paradox pada barrier vascular masih dianggap
kompeten walau tekanan onkotik interstisial menyamakannya di lumen vascular.
Studi menyatekanan onkotik interstisial menyamakannya di lumen vascular. Studi
menyatakan bahwa bahwa gradasi onkotik dari lumen pembuluh darah dan interstisial
adalah minim dan tidak akan menyebabkan gradien driven inward fluid
shift..Pergerakan cairan ke ruang interstisial dihambah sebagian besar oleh tekanan
onkotik dan hidrostatik yang berlawanan pada lumen vascular pada ESL, bukan pada
dinding lumen. Hal ini dapat diamati bahwa ESL memiliki peran penting dalam
mencegah ektravasasi cairan vascular yang berlebihan dan mencegah pembentukan
dari edema jaringan walaupun belum ada bukti bahwa cairan interstisial dapat di
reabsorbsi kedalam lokasi venular pada pembuluh darah dengan tekanan gradien
onkotik. Tidak hanya sebagai regulator utama dari filtrasi cairan plasma, ESL juga
terbukti memberikan proteksi terhadap vaskuler dan regulasi dari aliran darah
mikrovaskular.ESL juga memediasi sheer stress dari aliran darah melewati lapisan
endothelial dan mencegah adesi dari leukosit-endotelial dan platelet-endotelial.

Glikokaliks endothelial terutama tersusun oleh membrane bond glycoproteins


(molekul adesin, selektin, dan integrin) dan proteoglikan (sindekan, glipikan, dan
cincin pinggir heparin dan kondroitin sulfat). ESL mempunyai ketebalan sekitar 1
m. Pada general consensus menyatakn bahwa ketebalannya berbeda-beda menurut
letak dari vaskulatur. Pembuluh darah besar memiliki ketebalan ESL lebih tebal/lebar
dari mikrovesel. Kontribusi dari sebagian besar GAGs pada ketebalan dari ESL dan
permeabilitas solute kecil telah diamati pada pembeluh darah mesentrial pengerat.
Didapatkan kontribusi relatif dari protein pada aliran darah dan yang terikat dengan
ESL. Pada bagian dibawah ESL terdapat ruang kecil sebesar <100 nm terdapat
tempat yang hampir tidak mengandung protein dan memberikan gradient tekanan
onkotik menghalangi jalan protein keluar (gradient tekanan onkotik ke arah darah) di
dalam pembuluh darah. ESL juga menurunkan konduktivitas hidraulik (fluid filtration
rate/area/gradient tekanan) yang akan mengurangi ekstravasi cairan yang disebabkan
olehtekanan hidrostatik.

ESL dapat terkompromi selama ischemia-fusion injury


,sepsis,inflamasi,hypervolemia,diabetes, dan lemak yang teroksidasi. Inflamasi dapat
meningkatkan permeabilitas dari lapisan glikokaliks endothelial kepada
makromulekul poli ionic sehingga cairan dapat berpindah ke interstitium. Ekspansi
cairan dapat memicu produksi dari atrial natrium peptides (ANP) dari atrium. ANP
mempunyai kemampuan untuk mendegrasi glikokaliks endothelial dan menyebabkan
kerusakan ESL dan barrier failure.

Kebutuhan Cairan pada Orang Sehat dan Pasien di Rumah Sakit

Kebutuhan cairan pada orang dewasa sehat adalah 25-35 ml/kg/hari.


Kebutuhan harian natrium (Na) dan kalium (K) kira-kira 1 mmol/kg/hari. Ginjal
memiliki kemampuan luar biasa untuk mempertahankan Na,namun ginjal tidak siap
pada keadaan kebalikannya yaitu kelebihan Na.Maka dari itu, manusia dapat
mentoleransi kekurangan Na lebih baik dari kelebihan Na.Kelebihan itu merupakan
hal yang diturunkan dan hasil dari evolusi terestrial selama jutaan tahun yaitu pada
saat itu manusia pada zaman Paleolithic (low salt) diet, beradaptasi secara fisiologis
dan metabolik untuk mempertahakan Na. Maka bukan hal yang mengagetkan bila
kenaikan intake dari Na pada dekade terakhir dihubungkan dengan munculnya
penyakit serius dan kronik seperti hipertensi dan penyakit-penyakit kardiovaskular
lainnya. Begitu juga pada pggunaan berlebih dari infus kristaloid di rumah sakit dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi seperti mortalitas dan penemuan ini telah
dikonfirmasi dan di simpulkan dari studi terbaru.

Pemberian cairan merupakan intervensi yang paling sering di anjurkan pada


pasien yang dirawat di rumah sakit. Pemberian cairan yang tidak tepat, dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan dapat berkontribusi atas kematian
pasien. Untuk memberian atau tidaknya cairan intravena harus berdasarkan dengan
keadaan klinis pasien. Bila pasien stabil hemodinamiknya dan telah di instrusikan
NPO (Nl per os/puasa) <8 jam untuk prosedur elektif, pemeliharaan cairan tidak
diperlukan.pada pasien dengan post abdominal open surgery ,penting melakukan
pemeliharaan cairan lebih dari sampai dengan 5 hari post operasi untuk mendapatkan
hasil klinis yang lebih baik dari pasien tanpa pemeliharaan cairan, kebanyakan
dengan net positive balance.

Untuk pasien dengan operasi jantung yang rumit seperti perbaikan aneurisma
aorta abdominal dan penggantian katub jantung,vasoplegia postoperatif sangat umum,
sebagian besar berhubungan dengan kerusakan jaringan yang luas damage-dependent
molecular patterns.Penatalaksanaannya merupakan gabungan dari larutan isotonic
dan agen vasoaktif. Untuk pasien dengan sepsis dan syok sepsis, gabungan cairan
dengan pressor dibutuhkan terutama pada saat periode resusitasi awal.

Bila cairan IV dianggap dibutuhkan, larutan kristaloid


lebih digemari dibanding larutan koloid dengan beberapa pengecualian. Pada pasien
dengan syok hemoragik akut, darah lebih dianjurkan untuk mempertahakan status
volue dan perfus jaringan. Pada pasien dengan sirosis dan penyakit hati berkelanjutan,
cairan yang mengandung albumin dan akhir-akhir ini albumin dialisis dapat
memberikan hasil yang bermanfaat. Ada beberapa keadaan dimana koloid dapat
merugikan seperti pada pasien dengan trauma otak akut, cairan yang mengandung
albumin telah menunjukan dapat meningkatkan komplikasi seperti kematian. Cairan
koloid semi sintetik seperti cairan yang mengandung hesastarch tidak lagi dianjurkan
secara klinis diakibatkan menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti (1)
meningkatkan kejadian disfungsi ginjal (2) dibutukan lebih banyak tranfusi darah
,dan (3) menaikkan mortalitas pada beberapa keadaan klinis. Efek yang merugikan
pada pemakaian cairan koloid semi sintetik mungkin berhubungan dengan akumulasi
dari fraksi molecular rendah di tubulus renalis proksimal dan nefrosis osmotic.

Dari banyak cairan kristaloid, cairan dengan yang kadar klorida tinggi yaitu
saline 0,9% lebih digemari. Di cairan kristaloid yang seimbang, anion yang di dapat
di metabolism dapat digunakan untuk mengganti bikarbonat dan komponen akhir dari
kristaloid yang seimbang adalah yang menyerupai plasma pada normalnya. Saline
dengan kandungan klorida yang tinggi yaitu dengan 0,9% saline yang mengandung
super physiological content of chloride yang bila banyak digunakan dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik yang dapat menimbulkan koagulasi,
hyperkalemia, dan lebih banyak retensi cairan interstisial; dan 0,9% infus saline juga
dapat mengakibatkan retensi cairan yang lebih hebat ( 60% setelah 6 jam di infus)
dari 5% dextrose di orang dewasa normal. Chowdhury et al juga menyatakan bahwa
56% dari saline infus tertahan di dalam tubuh 6 jam setelah dilakukan infus pada
volunteer yang dalam keadaan sehat, dibandingkan 30% retensi yang diakibatkan
oleh cairan Hartmann. Ketika 0,9% saline dibandingkan dengan plasmalyte, volume
interstisial terhitung meningkat dengan saline dibandingkan dengan plasmalyte.
Mikrosirkulasi negative diberikan pada ginjal oleh 0,9% saline.

Pada beberapa scenario klinis, 0,9% salin digunakan. Seperti pada pasien
kejadian akut pada sistem saraf sentral, 0,9% lebih digemari,karena memiliki
osmolality sebesar 309 msOsm/l, yaitu sedikit tonus yang lebih tinggi dibandingkan
cairan penyeimbang yang biasanya dipakai (ringer laktat). Untuk pasien dengan
alkalosis metabolik diakibkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas, suction
lambung, atau muntah kronik, 0,9% saline merupakan pilihan cairan yang tepat.

Target dari resusitasi cairan adalah untuk mengoptimalisasikan hemodinamik,


menaikkan stroke volume, dam meningkatkan perfusi organ dan distribusi O2. Pada
penyakit kritis, the Sepsis Campaign menyarankan pada resusitasi cairan awal
(sampai 30 ml/kg) pada 6 jam pertama. Setelah resusitasi awal, persisten net positive
fluid balance hal ini tidak di sarankan, karena dapat menyebabkan overload cairan
interstisial. Kelebihan cairan dan positive fluid balance yang diakumulasi telah
menunjukkan bahwa dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan di sistem organ
multipel dan meningkatkan mortalitas dan harus dihindari. Cara menghitung cairan
pada saat ini adalah indirek dan kebanyakan kurang dari idealnya,walaupun pada
studi terakhir pada pasien dengan penyakit kritis menunjukan hasil yang memuaskan
menggunakan bioimpedance. Pada belakangan ini, beberapa cara monitoring
menggunakan direk mikrosirkulasi. Walaupun pada studi belakangan ini
menunjukkan korelasi antara kematian dan perhitungan mikrosirkulasi secara
langsung pada pengukuran awal di ICU ( 48 h) masih, hasilnya belom konsisten,
khususnya pada pasien ICU yang heterogen. Terlebih lagi pada saat ini metode ini
tidak praktis dan membutuhkan data analisis offline sehingga tidak praktis dalam
penggunaannya di setiap hari. Namun metode ini juga memberikan harapan dalam
menentukan status mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan untuk menjadi petunjuk
terapi cairan di kemudian hari.

Ginjal adalah organ yang sensitif akan cairan dan status volume

Ginjal adalah organ yang sensitif terhadap aliran arterial dan vena. Aliran
arterial yan tidak cukup dan atau kongesti vena dapat mengganggu clearance dari
ginjal. Dikarenakan ginjal terbungkus dan hanya mempunyai sedikit ruang untuk
meluas, kongesti vena membengkakkan ginjal menyebabkan peningkatan tekanan
intrakapsular yang akan menurunkan aliran vena dan limfatik juga menurunkan aliran
masuk dari aliran darah arterial (fig.2). pada studi menunjukkan pada 30 menit
iskemia dengan menjepit vena pada ginjal menyebabkan peningkatan berlipat dari
kreatinin serum dibandingkan dengan penjepitan arteri pada ginjal pada durasi yang
sama [62,63]. Bahkan pada pasien yang normal, volume ginjal meningkat karena
respon terhadat infus kristaloid, menandakan retensi cairan intra-renal. Misalkan
kebocoran mikroviskular pada pasien kritis dengan terapi cairan, retensi cairan pada
ginjal dan edema akan lebih menonjol. Edema interstisial akan menahan aliran masuk
darah arteri dan aliran balik vena juga drainase dari limfatik yang akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi dari jaringan, acute kidney injury (AKI) dan
secara lanjut memperburuk kongesti dan menciptakan siklus yang mematikan (fig.2).
Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan sepsis dan post operasi abdominal,
keseimbangan cairan kumulatif sangat dikaitkan dengan terjadi dan perkembangan
AKI [64,64]. Pasien yang mendapatkan pemeliharaan cairan dan vasopresor memeliki
kecenderungan hasil yang baik pada ginjal dan penurunan terjadinya AKI. Tekanan
dari luar pada ginjal seperti pada obesitas dan asites abdomial juga dapat menggangu
aliran darah ginjal pada arteri dan vena dan mengakibatkan AKI anurik [66], mirip
dengan sindrom kompartemen.
Meskipun 0,9% salin dan cairan yang seimbang dapat menyebabkan ekspansi
volume ginjal,efek retensi cairan iterstisial dan mikrovaskular intra-renal yang
merugikan lebih ditemukan pada infus dengan 0,9% salin [52,53]. Chowdhury et al,
,menunjukkan secara jelas bahwa 0,9% infus salin (2 liter) ,bila dibandingkan dengan
cairan infus penyeimbang lainnya dengan jumlah yang sama, menyebabkan
penurunun aliran darah kortikal ginjal dan pengantaran oksigen yang lebih signifikan.
Perbedaan itu berhubungan ,kecuali pada beberapa bagian, pada super fisiologikal
konten klorida pada 0,9% salin, yang mengaktifkan umpan balik tubuloglomerular
diantara efek tubular ginjal lainnya [67], menyebabkan vasokonstriksi arteriol [50].
Sama dengan mekanisme ini, studi telah menunjukkan bahwa hiperkloremia post
operatif pada pasien dengan serum klorida pre operatif normal dihubungkan dengan
disfungsi ginjal post operatif.

Cairan yang rendah klorida dihubungkan dengan penurunan mortilitas dan


AKI atau keperluan dari terapi penggantian ginjal pada pasien kritis [70,71].
Belakangan ini pada multi-center studi prospektif menyatakan bahwa 0,9% saline vs
balanced fluids pada pasien ICU, dan tipe cairan IV yang tidak diketahu apa pada saat
sebelum masuk ke ICU. Pada nyatanya, pada pasien kritis yang mendapatkan cairan
jumlah banyak saat berpindah, pada IG, dan sebelum masuk ke ICU. Makadari itu,
pemberian IV di ICU mungkin tidak cukup sensitif untuk melihat perbedaannya. Pada
pemberian cairan total dalam jumlah banyak, tidak melihat apa jenisnya, juga dapat
merugikan. Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahuin jumlah cairan terapi
total pada pasien kritis pada waktu spesifik dari presentasi awal pasien.

Jumlah cairan IV juga mempengaruhi fungsi dari ginjal. Pemberian infus IV


secara cepat dapat secara transien menaikkan tekanan atrial, menyebabkan pelepasan
dari ANP. Kemudian secara cepat menurunkan lapisan glikokalaks pada permukaan
endotelial [27,30], mengkompromi fungsi barier. Cairan intracena bisa dengan mudah
masuk ke kompartemen interstisial,menyebabkan penambahan dari tekanan intra-
renal dan AKI. Terlebih lagi kerusakan ESL dapat menyebabkan inflamasi dan
mikrotrombosis [6,8], menyebabkan disfungsi ginjal berkelanjutan.

Untuk pasien yang telah menderita AKI dan butuh cairan, yang dianjurkan
sekarang oleh KDIGO (kidney disease improvement global outcome) adalah dengan
menggunakan cairan kristaloid isotonik dengan tidak adanya keadaan hemoragik
[73]. AKI memberikan kecenderungan perubahan elektrolit yang disebabkan oleh
infus cairan, asam basa dan tonisitas seiring kemampuan ginjal untuk mengentalkan
dan mencairkan menurun secara besar. Penggunaan cairan intravena haruslah hati-
hati untuk mengindari kelebih volume dan kongesti interstisial (Box 1). Pasien
dengan proteuneria pada onset awal dan sedimen urin yang aktif (sel epitelial tubulus
ginjal) namun gagal untuk menemui kriteria konvesional kriteria sCr dari AKI (Box
2) harus di kelola dengan hati-hati untuk mengoptimalkan tekanan perfusi, status
volume [64] dan menghindari keadaan atau agen yang dapat menyebabkan jejas pada
ginjal.

Sayangnya pada penerapannya cenderung infus albumin digunakan pada


pasien yang jelas mengalami kelebihan cairan seperti edema dependen dan kongesti
paru untuk mendapatkan cairan interstisial. Kegagalan barier endotelial akan
menyebabkan kebocoran infus albumin ke interstisium dan akan menyebabkan
kenaikan dari tekanan onkotik interstisial dan memperburuk edema interstisial dan
menghilangkan O2 pada ginjal. Tidak mengagetkan bahwa tidak ada penelitian yang
menunjukkan hasil yang menguntungkan dengan penggunaan infus albumin daripada
infus kristaloid untun (non-sirotik) pasien kritis [74,75].

Kesimpulannya ,ginjal menggunakan banyak oksigen. PO2 pada mudular luar


adalah 510 mm Hg pada keadaan normal. Ginjal juga sensitif pada ketidak
cukupan dan kelebihan dari pemberian cairan. Mempertimbangkan Hukum Fick,
difusi O2 pada jaringan di pengaruhi olej (1) gradien O2 antara kapiler dan jaringan
(2) diffusional distance (3) area yang tersedia untuk pertukaran gas [76], penurunan
aliran arterial ginjal, edema interstisial, kenaikan tekanan intra kapsular, dan kongesti
vena ginjal dapat bersamaan menyebabkan kekurangan O2 intra renal dan memicu
reaksi inflamasi, menyebabkan kerusakan ginjal yang menetap.

Kesimpulan

Banyak pergembangan yang telah didapatkan pada beberapa akhir ini dalam
mengerti akan homeostasis vaskular. Bukti yang kuat menyatakan keberadaan ESL
dan fungsinya yang signifikan pada homeostasis cairan mikrosirkuler dan proteksi
vaskular, termasuk perannya dalam menjada barier pada ekstravasasi cairan plasma,
sheer stress dan regulasi yang diperantarai oleh reseptor, anti trombosis dan anti
inflamasi. Pengetahuan akan hal yang dapat melukai dan membahayakan ESL harus
diperhatikan dan dipikirkan. Managemen cairan dapat mempengaruhi integritas dari
ESL, mikrosirkulasi dan suplai O2 jaringan. Pada ginjal, terapi cairan suboptimal,
kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan AKI dan memperburuk AKI yang
telah ada. Ketidakpastian dan kontroversi tetap ada mengenai pemberian cairan yang
tepat pada pasien kritis termasuk pasien dengan AKI, terutama dikarenakan
kurangnya metode yang dapat diandalkan untuk menentukan status cairan pasien.
Akhir-akhir ini penemuan akan handheld microscopy dengan software analisis
otomatis telah memberikan harapan dalam penyediaan informasi bedside in vivo dan
non invasif tentang mikrosirkulasi dari organ-organ vital untuk memberikan petunjuk
yang lebih baik untuk terapi cairan di kemudian hari. Dikarenakan ketidak tersediaan
dari alat-alat untuk menilai volume, klinisi terus menggunaka bermacam marker
pengganti untuk menentukan volume. Penekanan harus diberikan untuk pemilihan
cairan dan pemberian cairan yang bijaksana untuk menghindari perubahan dari status
volume dan keseimbangan elektrolit, khususnya untuk menghidari kelebihan cairan,
yang diketahui adalah penyebab dari AKI, kegagalan multi organ dan kematian.
Managemen cairan pada pasien dengan AKI dapat menjadi suatu tantangan.
Kemampuan yang terganggu untuk menghasilkan,mengentalkan dan mencairkan urin
dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan cairan dan asam-basa/elektrolit dan
harus menjadi suatu pertimbangan bila ingin memberikan cairan pada pasien dengan
AKI.

Key message

Terapi cairan harus diberikan berdasarkan seting klinis pasien dan kebutuhan
harian dengan tujuan untuk mengembalikan pasien ke keadaan fisiologisnya.
Pada saat resusitasi awal, tujuan dari pengobatan harus meliputi stabilisasi
hemodinamik dan optimasi mikrosirkulasi untuk dapat mempertahankan
suplai O2 jaringan yang adekuat.
Pemilihan cairan dapat mempengaruhi outcome pasien; cairan yang tepat
harus dipilih untuk menghindari perubahan dari tonisitas serum, elektrolit, dan
keseimbangan asam-basa.
Pemeliharaan lapisan glikokaliks harus dipertimbangkan dalam pemberian
cairan.
Overload cairan interstisial dihubungkan dengan AKI, komplikasi multipel
dan kenaikan mortalitas.
Ginjal mentoleransi cairan yang diseimbangkan lebih baik daripada cairan
dengan kadar klorida tinggi (salin 0,9%).
Peningkatan cairan (apapun tipe cairannya) menaikkan tekanan intra kapsular
dari ginjal, menyebabkan AKI, sama dengan sindrom kompartemen.
Metode penilaian volume terbaru dan penetuan direk bedsite tentang
mikrosirkulasi jaringan memberikan harapan kedepannya untuk menentukan
status volume untuk membantu terapi cairan pada pasien kritis dan pasien
dengan AKI.

Box 1. Managemen cairan pada AKI

Tuan. NC ,65 tahun dengan severe ulcerative colitis dan pulmonary fibrosis. Pasien
melakukan diverting loop ileostomi post total kolektomi pada 28 juni 2016. Setelah
operasi, pasien mendapatkan ketorolak secara IV dan oral untuk rasa sakit. Post-op
hari ke 2, sCr pasien naik dari 1,1 saat pertama kali masuk menjadi 3,6 mg/dl pada 4
juli 2016. Pasien mengalami penurunan output urin (menjadi 5-15 ml/jam) dan output
ileostomi meningkat dari 5.5 pada 2 juli menjadi >7liter pada 3 juli, 10 da 12 liter
pada 4 dan 5 Juli. Pasien diberina IV salin 0,9%. Pasien timbul hipernatremi, asidosi
dan hiperkalemi. Layanan nefrologi dipanggil secara emergensi. Saline diganti
dengan ringer laktan semalaman. Pagi kemudian hari, TD :110/74 mm HG, Nadi : 82
kali/menit, RR : 18 kali/menit, suhu : 36,5. Ditemukan crackles basiler pada kedua
lapang paru (yaitu adalah keadaan awal pasien dengan penyakit paru kronis). Jantung
dan abdomen DBN. Kantung ileostomi penuh dan basah. Tidak ada ruam kulit dan
edema dependen. Pemeriksaan lab didapatkan Hb : 12,1 g/dl ,leukosit 10.7
109/liter, platelet 2,757 109/liter, sodium 131 mmol/l, kalium 4.4 mmol/l, fosfor 3.7
mg/dl, klorida 94 mmol/l, bikarbonat 20 mmol/l, BUN 37 mg/dl, kreatinin 2.9
mg/dl.pada urinalisis ditemukan granular cast dan sel epitel renal (4-10/hpf).

Pertanyaan :

Managemen pada acute kidney failure dan penurunan output urin.

Managemen penggantian cairan dan elektrolit serum

Jawaban :

Pada pasien ini memiliki high-grade AKi kemungkinan akibat kombinasi


keseimbangan dari hemodinamik akibat pemakainan NSAID saat operasi dan post-
op. Output ileostomi besar telah mengakibatkan fluktuasi volume tambahan.awalnya
pasien mendapatkan 0.9% salin yang mengakibatkan hiperkalemia dan asidosis.
Cairan IV diganti menjadi RL semalaman (rekomendasi oleh nefrologi).
Pada pemeriksaan keesokan hari, pasien euvolemik. Neflorogi
merekomendasikan loop diuretik untuk meningkatkan output urin dan mengganti
output dari ileostomi dan urin dengan 0.9% salin danringer laktat menjadi rasio 1:1
dan menjaga keseimbangan net cairan sekitar 0 sampai sedikit negatif (-0,5 sampai -
,01/hari) selama pasien masih stabil hemodinamiknya. Elektrolit pasien pelan pelan
kembali ke range normal. Ileostomi outpu tertinggi pada 16.9 liter pada 8 juli dan
menurun jadi <4 liter pada 11 Juli. sCr menurun dari tertinggi 3,6 mg/dl menjadi 0,9
mg/dl. Pasien keluar dengan oral sodm bikarbonat dan tablet sodium klorida.

Pada kasus ini menggambarkan kerumitan dari managemen cairan pada pasien
dengan AKI. Pada umumnya, kristaloid diberikan dengan perhatian khusus sesuai
tonisitas pasien, keseimbangan cairan, dan status asam basa. Setelah operasi, pasien
harus tetap pada keadaan euvolemik. Ginjal mempunya keterbatasan dalam pelepasan
Na, khusunya post-op. Pemberian cairan yang agresif dapat menimbulkan volume
overload, khususnya pada pasien dengan AKI. Dibandingkan dengan serum normal,
0,95 salin mempunya osmolalitas yang sedikit lebih tinggi dan, RL sedikit lebih
rendah. Output urin pasien juga harus dipertimbangkan saat memberikan cairan.
Ketika output urin menurun, pemberian cairan harus di kurangi secara bertahap.

Box 2.Managemen pasien yang menunjukkan abnormalitas ginjal baru namun tidak
memenuhi kriteria AKI

Wanita 77 tahun dengan riwayat hipertensi terkontrol >10 tahun, penyakit jantung
koroner dan CKD stage 3 dengan sCr 1,7 mg/dl masuk ke RS dengan acute gall stone
associated pancreatitis dan telah dilakukan laproscopik kolesistektomi. Selama
prosedur pasien mengalami instabilitas hemodinamik sementar dengan TD sistolik
menurun sekitarn 80 mmHg. Pasien meneriman infus salin 0.9% intra dan post-op. 3
hari post-op berat badan pasien meningkat 5 kg dari awal masuk, TD : 146/88 mm Hg
, nadi : 70 kali/menit. Dependen edema 1+ pada ekstremitas bawah. Elektrolit serum
(dalam mmol/l) 142, K 5.1, Cl 107, HCO3 20, BUN 38 mg/dl, Cr 1.8 mg/dl . pada
urinalisis menunjukan protein +1, perbandingn osmolalitas 0.5 ,mikroskopis 1-3 sel
epithelial ginjal/hpf. Urin output 900ml/hari selama 2 hari. Karena sCr tidak normal,
pasien tidak mendapatkan terapi diuretik.
Pertanyaan:

Apa rekomendasi untuk pasien dengan abnormalitas urin?

Jawaban:

Kira-kira 2/3 dari pasien dengan mild AKI berkembang menjadi severe AKI.
Keparahan Aki sangan dikaitkan dengan outcome dari pasien termasuk peningkatan
dari renal replacement therapy, kelainan ginjal persisten dengan new onset CKD atau
worsening CKD dan mortalitas short-term dan long-term. Seperti yanf ditunjukkan
pada pasien ini, khususnya dengan AKI dan CKD, hipertensi, penyakit jantung
koroner dan diabetes dengan kemungkinan terjadi gangguan terhadap ginjal seperti
prosedur yang mengakibatkan instabilitas hemodinamik, intravenous contrast atau
agen nefrotoksik, keterlibatan aktif nefrologi dapat mencegah dan meminimalisir
progresivitas jejas ginjal dan outcome pasien. Tipe pasien ini harus di monitor untuk
memastikan perfusi yang adekuat (TD arteri 65 mm Hg), status volum optimal dan
kalau bisa enghindari agen-agen nefrotoksik. Pasien ini hipervolemik. Diuretik harus
di gunakan untuk mengkoreksi ekspansi volume sambil memperhatikan perfusi yang
adekuat.

Diuretik yang digunakan pada AKI dan kelebihan cairan tidak menunjukkan
nefrotoksis. Pasien ini juga asidosis hiperkloremik. Asidosis hiperkloremik dapat
menimbulkan konstriksi arteri aferen (Tubuloglomerular feedback, TGF),
menurunkan perfusi renal, menurunkan urin output dan dapat menyebabkan kidney
injury. Pada pasien ini, meningkatkan statusvolumenya dengan diuretik, sodium
bikarbonat isotonik dapat dipertimbangkan untuk menyeimbangkan status asam-
basanya. Asidosis meningkatkan produksi amoniak ginjal untuk mengeuarkan asam
melewati ekskresi amonia urin. Pada penurunan output urin, akumulasi amonium
dapat mengaktifkan komplemen, endotelin dan akdosteron., menyebabkan inflamasi
intra renal dan perburukan disfungsi ginjal. Makadari itu asidosis haru dikoreksi.
Penggunaan ACEI dan ARB adalah kontroversial. Belum ada penelitian random
tentang perbandingan antara menggunakan dan tidak menggunakan ACEI dan ARD
pada AKI. Disisi lain, dengan melebarkan arteri aferen, kana mengurangi
hemodinamik ginjal yang optimal pada fase awal disfungsi ginjal. Pada klinis, bila
tekanan perfusi suboptimal, kami aan menahan antihipertensi seperti ACEI dan ARB.
Bila pasien memiliki hemodinamik yang stabil dan sedang menggunakan ACEI dan
ARB, kami akan melanjutkan terapi tersebut.

Você também pode gostar

  • 1.urinalisis Dan Interpretasi
    1.urinalisis Dan Interpretasi
    Documento15 páginas
    1.urinalisis Dan Interpretasi
    Uky SuGoy
    100% (5)
  • 325 871 1 SM
    325 871 1 SM
    Documento6 páginas
    325 871 1 SM
    Natasya Sugianto
    Ainda não há avaliações
  • Referat Radiologi
    Referat Radiologi
    Documento23 páginas
    Referat Radiologi
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • SPASMOFILIA
    SPASMOFILIA
    Documento33 páginas
    SPASMOFILIA
    Ign Arya Wira Satrya
    Ainda não há avaliações
  • CEDE RA KEPALA
    CEDE RA KEPALA
    Documento25 páginas
    CEDE RA KEPALA
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Documento1 página
    Lembar Pengesahan
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Jurnal Reading Fix
    Jurnal Reading Fix
    Documento30 páginas
    Jurnal Reading Fix
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Dermatitis
    Dermatitis
    Documento4 páginas
    Dermatitis
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Igd 06.03.18
    Igd 06.03.18
    Documento14 páginas
    Igd 06.03.18
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Kumpulan Resep
    Kumpulan Resep
    Documento46 páginas
    Kumpulan Resep
    winda_wijayanti_2
    80% (10)
  • Patfis Tenggelam Air Asin
    Patfis Tenggelam Air Asin
    Documento5 páginas
    Patfis Tenggelam Air Asin
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Chole Lithia Sis
    Chole Lithia Sis
    Documento22 páginas
    Chole Lithia Sis
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Vertigo
    Vertigo
    Documento6 páginas
    Vertigo
    Neno Ciecwemhanieysand Slalouwhappyie
    Ainda não há avaliações
  • 1 PB
    1 PB
    Documento6 páginas
    1 PB
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Penatalaksanaan Gizi Pada Pasien TB Paru
    Penatalaksanaan Gizi Pada Pasien TB Paru
    Documento12 páginas
    Penatalaksanaan Gizi Pada Pasien TB Paru
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações
  • Lapjag Forensik 18-17-12
    Lapjag Forensik 18-17-12
    Documento35 páginas
    Lapjag Forensik 18-17-12
    Aussie Aulia
    Ainda não há avaliações