Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Lebih dari 50% badan manusia terdiri dari cairan yang terbagi pada kompartemen
yang jelas. Walaupun demikian, cairan tersebut saling terhubung satu sama lainnnya.
Cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam basa pada setiap kompartemen saling
berhubungan satu dengan dan lainnya terutama pada ketergantungannya pada energi
untuk dapat mencapai fungsingnya. Pengertian kita terhadap homeostasis cairan
mikrovaskular telah berkembang dari hipotesis hukum Ernest Starling menjadi
hukum Ernest Starling yang telah di revisi dan berdasarkan pada bukti-
bukti,menggabungkan fungsional lapisan permukaan lapisan endotelial. Ginjal adalah
organ yang sangat vascular dan terlingkupi yang sensitive terhadap aliran darah yang
tidak adekuat (tidak sufisien datau berlebih). Ginjal terutama sensitive terhadap
kongesti vena dan pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan dari
aliran balik vena dapat memicu kerusakan ginjal yang lebih besar daripada akibat dari
penurunan aliran arterial. Makadari itu,kelebihan cairan dapat menimbulkan cedera
ginjal yang berat dan berkelanjutan. Managemen cairan pada gagal ginjal akut dapat
menjadi sesuatu yang sulit. Dalam melakukan terapi cairan, kapasitas output dan
konsentrasi urin yang terganggu dan pengenceran harus menjadi pertimbangan.
Pendahuluan
Fisiologi cairan
Badan manusia terdiri dari kurang lebih 60% air yang terdistribusi 1/3 nya (20%)
pada akstra selular dan 2/3 nya(40%) di intra selular. Cairan ekstra seluler (ECF)
kemudian terbagi lagi menjadi cairan interstisial dan intravascular sebanyak 80% dan
20%. Sehingga, 70 kg orang dewasa terdiri dari 42 kg(liter) air, 28 liter cairan
intraselular dan 14 liter CES. Lalu dapat terbagi lahi menjadi 11 liter cairan
interstisial dan 3 liter plasma. Pengaturan elektrolit dan keseimbangan asam basa
pada setiap kompartemen diatur dengan ketat, terutama dengan regulasi berbasis
energi dan mempunyai jendela fisiologis yang sempit. Pada keaadan fisiologis,
albumin keluar dari sirkulasi melalui pori pori kapiler dengan kecepatan kurang lebih
pada 5% per jam dan kembali ke sirkulasi via sistem limfatik dan duktus thorakis.
Pertukaran yang dinamis juga terjadi diantara CES dan sistem gastrointestinal juga
ginjal. Terdapat 8-9 liter/hari turnover dari cairan gastrointestinal (sekresi dan
absorbs) dan 180 liter/hari dari filtrasi glomerular yang 98-99% di absorbs oleh
tubulus renalis. Faktor multipel seperti banyaknya pengobatan, dapat mempengaruh
keseimbangan ini.
Untuk pasien dengan operasi jantung yang rumit seperti perbaikan aneurisma
aorta abdominal dan penggantian katub jantung,vasoplegia postoperatif sangat umum,
sebagian besar berhubungan dengan kerusakan jaringan yang luas damage-dependent
molecular patterns.Penatalaksanaannya merupakan gabungan dari larutan isotonic
dan agen vasoaktif. Untuk pasien dengan sepsis dan syok sepsis, gabungan cairan
dengan pressor dibutuhkan terutama pada saat periode resusitasi awal.
Dari banyak cairan kristaloid, cairan dengan yang kadar klorida tinggi yaitu
saline 0,9% lebih digemari. Di cairan kristaloid yang seimbang, anion yang di dapat
di metabolism dapat digunakan untuk mengganti bikarbonat dan komponen akhir dari
kristaloid yang seimbang adalah yang menyerupai plasma pada normalnya. Saline
dengan kandungan klorida yang tinggi yaitu dengan 0,9% saline yang mengandung
super physiological content of chloride yang bila banyak digunakan dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik yang dapat menimbulkan koagulasi,
hyperkalemia, dan lebih banyak retensi cairan interstisial; dan 0,9% infus saline juga
dapat mengakibatkan retensi cairan yang lebih hebat ( 60% setelah 6 jam di infus)
dari 5% dextrose di orang dewasa normal. Chowdhury et al juga menyatakan bahwa
56% dari saline infus tertahan di dalam tubuh 6 jam setelah dilakukan infus pada
volunteer yang dalam keadaan sehat, dibandingkan 30% retensi yang diakibatkan
oleh cairan Hartmann. Ketika 0,9% saline dibandingkan dengan plasmalyte, volume
interstisial terhitung meningkat dengan saline dibandingkan dengan plasmalyte.
Mikrosirkulasi negative diberikan pada ginjal oleh 0,9% saline.
Pada beberapa scenario klinis, 0,9% salin digunakan. Seperti pada pasien
kejadian akut pada sistem saraf sentral, 0,9% lebih digemari,karena memiliki
osmolality sebesar 309 msOsm/l, yaitu sedikit tonus yang lebih tinggi dibandingkan
cairan penyeimbang yang biasanya dipakai (ringer laktat). Untuk pasien dengan
alkalosis metabolik diakibkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas, suction
lambung, atau muntah kronik, 0,9% saline merupakan pilihan cairan yang tepat.
Ginjal adalah organ yang sensitif akan cairan dan status volume
Ginjal adalah organ yang sensitif terhadap aliran arterial dan vena. Aliran
arterial yan tidak cukup dan atau kongesti vena dapat mengganggu clearance dari
ginjal. Dikarenakan ginjal terbungkus dan hanya mempunyai sedikit ruang untuk
meluas, kongesti vena membengkakkan ginjal menyebabkan peningkatan tekanan
intrakapsular yang akan menurunkan aliran vena dan limfatik juga menurunkan aliran
masuk dari aliran darah arterial (fig.2). pada studi menunjukkan pada 30 menit
iskemia dengan menjepit vena pada ginjal menyebabkan peningkatan berlipat dari
kreatinin serum dibandingkan dengan penjepitan arteri pada ginjal pada durasi yang
sama [62,63]. Bahkan pada pasien yang normal, volume ginjal meningkat karena
respon terhadat infus kristaloid, menandakan retensi cairan intra-renal. Misalkan
kebocoran mikroviskular pada pasien kritis dengan terapi cairan, retensi cairan pada
ginjal dan edema akan lebih menonjol. Edema interstisial akan menahan aliran masuk
darah arteri dan aliran balik vena juga drainase dari limfatik yang akan
mengakibatkan terganggunya oksigenasi dari jaringan, acute kidney injury (AKI) dan
secara lanjut memperburuk kongesti dan menciptakan siklus yang mematikan (fig.2).
Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan sepsis dan post operasi abdominal,
keseimbangan cairan kumulatif sangat dikaitkan dengan terjadi dan perkembangan
AKI [64,64]. Pasien yang mendapatkan pemeliharaan cairan dan vasopresor memeliki
kecenderungan hasil yang baik pada ginjal dan penurunan terjadinya AKI. Tekanan
dari luar pada ginjal seperti pada obesitas dan asites abdomial juga dapat menggangu
aliran darah ginjal pada arteri dan vena dan mengakibatkan AKI anurik [66], mirip
dengan sindrom kompartemen.
Meskipun 0,9% salin dan cairan yang seimbang dapat menyebabkan ekspansi
volume ginjal,efek retensi cairan iterstisial dan mikrovaskular intra-renal yang
merugikan lebih ditemukan pada infus dengan 0,9% salin [52,53]. Chowdhury et al,
,menunjukkan secara jelas bahwa 0,9% infus salin (2 liter) ,bila dibandingkan dengan
cairan infus penyeimbang lainnya dengan jumlah yang sama, menyebabkan
penurunun aliran darah kortikal ginjal dan pengantaran oksigen yang lebih signifikan.
Perbedaan itu berhubungan ,kecuali pada beberapa bagian, pada super fisiologikal
konten klorida pada 0,9% salin, yang mengaktifkan umpan balik tubuloglomerular
diantara efek tubular ginjal lainnya [67], menyebabkan vasokonstriksi arteriol [50].
Sama dengan mekanisme ini, studi telah menunjukkan bahwa hiperkloremia post
operatif pada pasien dengan serum klorida pre operatif normal dihubungkan dengan
disfungsi ginjal post operatif.
Untuk pasien yang telah menderita AKI dan butuh cairan, yang dianjurkan
sekarang oleh KDIGO (kidney disease improvement global outcome) adalah dengan
menggunakan cairan kristaloid isotonik dengan tidak adanya keadaan hemoragik
[73]. AKI memberikan kecenderungan perubahan elektrolit yang disebabkan oleh
infus cairan, asam basa dan tonisitas seiring kemampuan ginjal untuk mengentalkan
dan mencairkan menurun secara besar. Penggunaan cairan intravena haruslah hati-
hati untuk mengindari kelebih volume dan kongesti interstisial (Box 1). Pasien
dengan proteuneria pada onset awal dan sedimen urin yang aktif (sel epitelial tubulus
ginjal) namun gagal untuk menemui kriteria konvesional kriteria sCr dari AKI (Box
2) harus di kelola dengan hati-hati untuk mengoptimalkan tekanan perfusi, status
volume [64] dan menghindari keadaan atau agen yang dapat menyebabkan jejas pada
ginjal.
Kesimpulan
Banyak pergembangan yang telah didapatkan pada beberapa akhir ini dalam
mengerti akan homeostasis vaskular. Bukti yang kuat menyatakan keberadaan ESL
dan fungsinya yang signifikan pada homeostasis cairan mikrosirkuler dan proteksi
vaskular, termasuk perannya dalam menjada barier pada ekstravasasi cairan plasma,
sheer stress dan regulasi yang diperantarai oleh reseptor, anti trombosis dan anti
inflamasi. Pengetahuan akan hal yang dapat melukai dan membahayakan ESL harus
diperhatikan dan dipikirkan. Managemen cairan dapat mempengaruhi integritas dari
ESL, mikrosirkulasi dan suplai O2 jaringan. Pada ginjal, terapi cairan suboptimal,
kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan AKI dan memperburuk AKI yang
telah ada. Ketidakpastian dan kontroversi tetap ada mengenai pemberian cairan yang
tepat pada pasien kritis termasuk pasien dengan AKI, terutama dikarenakan
kurangnya metode yang dapat diandalkan untuk menentukan status cairan pasien.
Akhir-akhir ini penemuan akan handheld microscopy dengan software analisis
otomatis telah memberikan harapan dalam penyediaan informasi bedside in vivo dan
non invasif tentang mikrosirkulasi dari organ-organ vital untuk memberikan petunjuk
yang lebih baik untuk terapi cairan di kemudian hari. Dikarenakan ketidak tersediaan
dari alat-alat untuk menilai volume, klinisi terus menggunaka bermacam marker
pengganti untuk menentukan volume. Penekanan harus diberikan untuk pemilihan
cairan dan pemberian cairan yang bijaksana untuk menghindari perubahan dari status
volume dan keseimbangan elektrolit, khususnya untuk menghidari kelebihan cairan,
yang diketahui adalah penyebab dari AKI, kegagalan multi organ dan kematian.
Managemen cairan pada pasien dengan AKI dapat menjadi suatu tantangan.
Kemampuan yang terganggu untuk menghasilkan,mengentalkan dan mencairkan urin
dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan cairan dan asam-basa/elektrolit dan
harus menjadi suatu pertimbangan bila ingin memberikan cairan pada pasien dengan
AKI.
Key message
Terapi cairan harus diberikan berdasarkan seting klinis pasien dan kebutuhan
harian dengan tujuan untuk mengembalikan pasien ke keadaan fisiologisnya.
Pada saat resusitasi awal, tujuan dari pengobatan harus meliputi stabilisasi
hemodinamik dan optimasi mikrosirkulasi untuk dapat mempertahankan
suplai O2 jaringan yang adekuat.
Pemilihan cairan dapat mempengaruhi outcome pasien; cairan yang tepat
harus dipilih untuk menghindari perubahan dari tonisitas serum, elektrolit, dan
keseimbangan asam-basa.
Pemeliharaan lapisan glikokaliks harus dipertimbangkan dalam pemberian
cairan.
Overload cairan interstisial dihubungkan dengan AKI, komplikasi multipel
dan kenaikan mortalitas.
Ginjal mentoleransi cairan yang diseimbangkan lebih baik daripada cairan
dengan kadar klorida tinggi (salin 0,9%).
Peningkatan cairan (apapun tipe cairannya) menaikkan tekanan intra kapsular
dari ginjal, menyebabkan AKI, sama dengan sindrom kompartemen.
Metode penilaian volume terbaru dan penetuan direk bedsite tentang
mikrosirkulasi jaringan memberikan harapan kedepannya untuk menentukan
status volume untuk membantu terapi cairan pada pasien kritis dan pasien
dengan AKI.
Tuan. NC ,65 tahun dengan severe ulcerative colitis dan pulmonary fibrosis. Pasien
melakukan diverting loop ileostomi post total kolektomi pada 28 juni 2016. Setelah
operasi, pasien mendapatkan ketorolak secara IV dan oral untuk rasa sakit. Post-op
hari ke 2, sCr pasien naik dari 1,1 saat pertama kali masuk menjadi 3,6 mg/dl pada 4
juli 2016. Pasien mengalami penurunan output urin (menjadi 5-15 ml/jam) dan output
ileostomi meningkat dari 5.5 pada 2 juli menjadi >7liter pada 3 juli, 10 da 12 liter
pada 4 dan 5 Juli. Pasien diberina IV salin 0,9%. Pasien timbul hipernatremi, asidosi
dan hiperkalemi. Layanan nefrologi dipanggil secara emergensi. Saline diganti
dengan ringer laktan semalaman. Pagi kemudian hari, TD :110/74 mm HG, Nadi : 82
kali/menit, RR : 18 kali/menit, suhu : 36,5. Ditemukan crackles basiler pada kedua
lapang paru (yaitu adalah keadaan awal pasien dengan penyakit paru kronis). Jantung
dan abdomen DBN. Kantung ileostomi penuh dan basah. Tidak ada ruam kulit dan
edema dependen. Pemeriksaan lab didapatkan Hb : 12,1 g/dl ,leukosit 10.7
109/liter, platelet 2,757 109/liter, sodium 131 mmol/l, kalium 4.4 mmol/l, fosfor 3.7
mg/dl, klorida 94 mmol/l, bikarbonat 20 mmol/l, BUN 37 mg/dl, kreatinin 2.9
mg/dl.pada urinalisis ditemukan granular cast dan sel epitel renal (4-10/hpf).
Pertanyaan :
Jawaban :
Pada kasus ini menggambarkan kerumitan dari managemen cairan pada pasien
dengan AKI. Pada umumnya, kristaloid diberikan dengan perhatian khusus sesuai
tonisitas pasien, keseimbangan cairan, dan status asam basa. Setelah operasi, pasien
harus tetap pada keadaan euvolemik. Ginjal mempunya keterbatasan dalam pelepasan
Na, khusunya post-op. Pemberian cairan yang agresif dapat menimbulkan volume
overload, khususnya pada pasien dengan AKI. Dibandingkan dengan serum normal,
0,95 salin mempunya osmolalitas yang sedikit lebih tinggi dan, RL sedikit lebih
rendah. Output urin pasien juga harus dipertimbangkan saat memberikan cairan.
Ketika output urin menurun, pemberian cairan harus di kurangi secara bertahap.
Box 2.Managemen pasien yang menunjukkan abnormalitas ginjal baru namun tidak
memenuhi kriteria AKI
Wanita 77 tahun dengan riwayat hipertensi terkontrol >10 tahun, penyakit jantung
koroner dan CKD stage 3 dengan sCr 1,7 mg/dl masuk ke RS dengan acute gall stone
associated pancreatitis dan telah dilakukan laproscopik kolesistektomi. Selama
prosedur pasien mengalami instabilitas hemodinamik sementar dengan TD sistolik
menurun sekitarn 80 mmHg. Pasien meneriman infus salin 0.9% intra dan post-op. 3
hari post-op berat badan pasien meningkat 5 kg dari awal masuk, TD : 146/88 mm Hg
, nadi : 70 kali/menit. Dependen edema 1+ pada ekstremitas bawah. Elektrolit serum
(dalam mmol/l) 142, K 5.1, Cl 107, HCO3 20, BUN 38 mg/dl, Cr 1.8 mg/dl . pada
urinalisis menunjukan protein +1, perbandingn osmolalitas 0.5 ,mikroskopis 1-3 sel
epithelial ginjal/hpf. Urin output 900ml/hari selama 2 hari. Karena sCr tidak normal,
pasien tidak mendapatkan terapi diuretik.
Pertanyaan:
Jawaban:
Kira-kira 2/3 dari pasien dengan mild AKI berkembang menjadi severe AKI.
Keparahan Aki sangan dikaitkan dengan outcome dari pasien termasuk peningkatan
dari renal replacement therapy, kelainan ginjal persisten dengan new onset CKD atau
worsening CKD dan mortalitas short-term dan long-term. Seperti yanf ditunjukkan
pada pasien ini, khususnya dengan AKI dan CKD, hipertensi, penyakit jantung
koroner dan diabetes dengan kemungkinan terjadi gangguan terhadap ginjal seperti
prosedur yang mengakibatkan instabilitas hemodinamik, intravenous contrast atau
agen nefrotoksik, keterlibatan aktif nefrologi dapat mencegah dan meminimalisir
progresivitas jejas ginjal dan outcome pasien. Tipe pasien ini harus di monitor untuk
memastikan perfusi yang adekuat (TD arteri 65 mm Hg), status volum optimal dan
kalau bisa enghindari agen-agen nefrotoksik. Pasien ini hipervolemik. Diuretik harus
di gunakan untuk mengkoreksi ekspansi volume sambil memperhatikan perfusi yang
adekuat.
Diuretik yang digunakan pada AKI dan kelebihan cairan tidak menunjukkan
nefrotoksis. Pasien ini juga asidosis hiperkloremik. Asidosis hiperkloremik dapat
menimbulkan konstriksi arteri aferen (Tubuloglomerular feedback, TGF),
menurunkan perfusi renal, menurunkan urin output dan dapat menyebabkan kidney
injury. Pada pasien ini, meningkatkan statusvolumenya dengan diuretik, sodium
bikarbonat isotonik dapat dipertimbangkan untuk menyeimbangkan status asam-
basanya. Asidosis meningkatkan produksi amoniak ginjal untuk mengeuarkan asam
melewati ekskresi amonia urin. Pada penurunan output urin, akumulasi amonium
dapat mengaktifkan komplemen, endotelin dan akdosteron., menyebabkan inflamasi
intra renal dan perburukan disfungsi ginjal. Makadari itu asidosis haru dikoreksi.
Penggunaan ACEI dan ARB adalah kontroversial. Belum ada penelitian random
tentang perbandingan antara menggunakan dan tidak menggunakan ACEI dan ARD
pada AKI. Disisi lain, dengan melebarkan arteri aferen, kana mengurangi
hemodinamik ginjal yang optimal pada fase awal disfungsi ginjal. Pada klinis, bila
tekanan perfusi suboptimal, kami aan menahan antihipertensi seperti ACEI dan ARB.
Bila pasien memiliki hemodinamik yang stabil dan sedang menggunakan ACEI dan
ARB, kami akan melanjutkan terapi tersebut.