Você está na página 1de 29

analisa lemak atau minyak

Tujuan
Agar praktikan dapat mengetahui persentase kadar minyak dalam suatu bahan. Untuk mengetahui persentase tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa pengujian, yaitu dengan cara soxhlet, Bilangan Asam (BA), Bilangan Ester (BE), Bilangan
Penyabunan (BP), dan Bilangan Iodium (BI). Dan menganalisa sabun dengan melakukan uji Alkali bebas, asam lemak
bebas, alkali total, kadar lemak bebas yang tidak tersabunkan, minyak/logam pelikan dan fillers pada contoh sabun.
Teori Dasar
1. Analisa Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah ester dari gliserol (alkohol trihidrat) dengan asam lemak dengan berat molekul ( C = 11
24 ). Contoh minyak atau lemak bisa berasal dari minyak atau lemak hewan atau tumbuh-tumbuhan. Bentuk lemak dari
hewan pada umumnya mengandung lemak jenuh lebih banyak dari pada lemak tak jenuh dan umumnya berbentuk fasa
padat, misalnya : lemak sapi, berupa gliserol triasetat dengan campuran gliserol oleo-palmito-stearat. Sedangkan lemak dari
minyak nabati (tumbuh-tumbuhan) mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak dari pada lemak jenuh dan umumnya
berbentuk fasa cair, misalnya minyak jagung berupa gliserol trioleat dengan campuran gliserol-oleo-palmoti-linolat, gliserol-
dilinolo dan gliserol-trinoleat.
Lemak yang stabil mempunyai kandungan asam lemak dengan jumlah karbon C = 11 24. apabila jumlah atom C
rendah seperti pada asam Butirat (C4H9COOH) pada mentega asli, tidak tahan panas jadi mudah terbakar. Dalam
penyimpanan, asam lemak tak jenuh mudah teroksidasi oleh udara, membentuk keton-keton yang berbau tengik.
Asam lemak umumnya rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Lemak dan minyak seringkali diberi nama sebagai
derivat asam-asam lemak ini. Misalnya tristerat dan gliserol diberi nama tristerin dan tripalmitat dari gliserol disebut
tripalmitin.
Sifat Lemak / minyak:
- Penyabunan : lemak / minyak mudah tersabunkan oleh larutan alkali pada suhu mendidih.
- Hidrolisa lemak : lemak / minyak mudah terhidrolisa oleh larutan asam kuat pada suhu mendidih terutama asam asam
mineral.
- Oksidasi / reduksi : lemak jenuh mengandung asam stearat, asam palmitat, dan lain-lain, asam lemak jenuh tidak mudah
teroksidasi maupun tereduksi. Lemak tak jenuh mengandung asam oleat, linolat, linoleat dan lain-lain, asam lemak tak jenuh
mudah tereduksi membentuk asam lemak jenuh dan mudah teroksidasi membentuk keton-keton.
- Lemak/minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh cenderung menjadi bau dalam penyimpanan. Pada oksidasi dalam
udara lembab dan suhu tinggi, mula-mula asam lemak tak jenuh berubah menjadi hidroksida kemudian membentuk keton
yang menimbulkan bau. Gabungan oksidasi dan penyabunan oleh enzim dapat menguraikan lemak menjadi gliserol dan
merubahnya menjadi Akrolein CH2 = CH. CHO yang menjadi penyebab utama timbulnya bau tengik.
- Oksidasi udara dalam waktu lama dapat menimbulkan warna kekuningan. Oksigen mensubstitusi ikatan rangkap
membentuk timulnya gugus karbonil menyebabkan warna kekuningan
- Pada oksidasi dalam udara lembab dan suhu tinggi, dan membiarkan lemak lama berhubungan dengan udara menyebabkan
lemak/minyak tak jenuh menjadi keras sehingga sukar dihilangkan dalam proses pencucian. Hal tersebut timbul karena
terjadi polimer lemak.
- Oksidasi udara dalam waktu lama dapat menimbulkan proses polimerisasi antara ikatan rangkap pada hidrokarbon.
Oksigen radikal mensubstitusi ikatan rangkap membentuk:
- CH CH - - CH CH - - CH = CH
peroksida
Timbulnya gugus karbonil menyebabkan warna kekuningan
- Pengsulfonan : lemak jenuh mengandung asam stearat, asam palmitat, dan lain-lain, asam lemak jenuh dapat disulfonkan
oleh asam sulfat pekat pada suhu dan tekanan tinggi
- Pengsulfatan : lemak tak jenuh mengandung asam oleat, linolat, linoleat dan lain-lain, asam lemak tak jenuh mudah
tersulfatkan oleh asam lemak sulfat pekat pada suhu mendidih
- Jenis pelarut : benzena, minyak tanah, eter, hidrokarbon terklorinasi. Terpentin, karbon disulfida, ligroin, dll. Tisdak larut
dalam air, asam, dll.
- Titik leleh : 47 0C 65 0C
- Cara menghilangkan:
a. penyabunan atau hidrolisa dengan alkali
b. pengemulsian oleh sabun atau zat aktif permukaan
c. ekstraksi dengan pelarut organik

Jenis asam lemak:


- Asam Laurat C11H23-COOH
- Asam Miristat C13H27-COOH
- Asam Palmitat C15H31-COOH
- Asam Linoleat C17H29-COOH
- Asam Linolat C17H31-COOH
- Asam Risinolat C17H32-COOH
- Asam Oleat C17H33-COOH
- Asam Stearat C17H35-COOH

Uji analisa lemak meliputi:


1. Kadar minyak/lemak dalam tekstil cara soxhlet
Kadar lemak/ minyak dalam bahan tekstil adalah perbandingan antara berat minyak/lemak dalam bahan tekstil dengan berat
kering mutlak bahan tekstil yang telah dihilangkan minyak/lemak. Prinsipnya minyak/lemak dalam contoh uji diekstrak
dengan zat pelarut minyak/lemak dengan menggunakan alat pengekstraksi Soxhlet.
Cara kerja :
a. menimbang contoh uji, misalnya berat contoh uji = a gram
b. mengeringkan labu lemak/labu ekstraksi yang telah diisi batu didih dalam oven pengering suhu 105-110 0C selama 1 jam,
kemudian memindahkan/mendinginkan pada eksikator dan menimbangnya, misalnya berat labu lemak/ekstraksi = b gram
c. memasukkan contoh uji kedalam kertas saring tabung atau dibungkus dengan kertas saring biasa sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu sirkulasi zat pelarut minyak/lemak.
d. Memasukkan contoh uji tersebut kedalam labu soxhlet yang telah disiapkan
e. Memasukkan zat pelarut minyak/lemak sebanyak 1,5 2 kali volume labu soxhlet yang telah dilengkapi dengan labu
lemak/labu ekstraksi, kemudian memasang dan menghubungkan dengan alat pendingin.
f. Meletakkan pengekstraksi soxhlet lengkap diatas pemanas listrik, mengalirkan air pendingin
g. Melakukan ekstraksi selama kurang lebih 2 jam, atau sekurang-kurangnya 6 kali putaran/sirkulasi pelarut
h. Setelah ekstraksi selesai, contoh uji dikeluarkan dari labu soxhlet. Untuk menghilangkan pelarut pada contoh uji tersebut,
keringkan contoh uji tersebut dalam oven pada suhu 105-1100C selama 1-2 jam, dinginkan dieksikator, kemudian timbang.
Ulangi pengerjaan ini sampai bobot tetap. Misalnya berat contoh uji = c gram.
i. Memisahkan minyak/lemak dari pelarut dalam labu ekstraksi dengan cara penyulingan sampai pelarut habis. Menghilangkan
sisa pelarut dalam labu lemak/labu ekstraksi pada oven pengering pada suhu 105-110 0C selama 30 menit (sampai kering),
dinginkan pada eksikator dan timbang. Ulangi pengerjaan tersebut sampai bobot tetap dan terakhir penimbangan dengan
perbedaan maksimal 0,1 mg dengan penimbangan sebelumnya. Misalkan berat labu lemak/labu ekstraksi dan minyak/lemak
d gram.

2. Bilangan Asam (BA)


Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram KOH (alkali) yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas didalam lemak. Bilangan asam dilakukan untuk menentukan banyaknya asam lemak bebas dalam
minyak/lemak. Metoda yang dilakukan adalah penetralan asam dengan alkali. Prinsipnya dengan melarutkan lemak/minyak
dalam eter alkohol. Cara penetralan dengan titrasi alkalimetri yaitu dititar dengan alkali.
Reaksi : RCOOH + KOH RCOOK + H2O
As. Lemak alkali encer sabun
Cara kerja :
a. menimbang dengan teliti 1-2 gram lemak/minyak
b. melarutkan dalam 25 ml pelarut eter alkohol netral
c. membubuhi 2 tetes indikator PP (tidak berwarna)
d. menitar cepat dengan alkohol KOH 0,1 N sampai warna merah jambu muda
e. sisa larutan jangan dibuang, dilanjutkan untuk penetapan bilangan ester (BE)
f. penetapan dilakukan duplo
3. Bilangan Ester (BE)
Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan berapa miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan ester yang ada
dalam 1 gram minyak/lemak. Tujuannya yaitu untuk menghitung gliserol yang teresterkan. Metoda yang dilakukan yaitu
hidrolisa lemak dan penyabunan asam lemak dengan alkali. Cara penetapannya dengan cara titrasi asidimetri (penitarnya
asam) setelah proses penyabunan sempurna.
Reaksi : R(COO)2C3H5 + KOH RCOOK + C3H5(OH)3
Lemak sabun gliserol
Cara kerja :
a. Sisa cairan bekas penetapan bilangan asam (asam lemak yang sudah mengandung asam lemak bebas), tambahkan 10 ml tepat
(pipet) alkohol KOH 0,5 N
b. Membubuhi batu didih, menyambungkan dengan pendingin tegak lalu refluks selama 15-30 menit, sewaktu-waktu harus
dikocok supaya penyabunan sempurna.
c. Pada akhir pendidihan, tetesi indikator PP maka larutan harus berwarna merah berarti masih ada kelebihan alkohol KOH,
kalau tidak merah berarti masing kekurangan alkohol KOH dan harus ditambah 10 ml lagi tepat (pipet) Alkohol KOH
0,5 N, lalu refluks kembali selama 15-30 menit lagi.
d. Angkat dan dinginkan sebentar (jangan terlalu dingin bisa membeku), lalu titar dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu
muda/tepat warna merah hilang
e. Dilakukan titrasi blanko untuk 10 ml alkohol KOH 0,5 N yang sama dengan pelaksanaan yang sama seperti contoh

4. Bilangan Penyabunan (BP)


Bilangan Penyabunan adalah banyaknya alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan
penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram kalium hidroksida yang dibutuhkan buat untuk menyabunkan 1 gram
minyak. Besarnya bilangan penyabunan ini bergantung sama berat molekul minyak. Minyak dengan bobot molekul rendah
akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang bobot molekulnya tinggi.

Reaksi : R(COO)3C3H5 + 3 KOH 3 RCOOK + C3H(OH)3


Lemak sabun gliserol

Cara kerja :
a. menimbang dengan teliti 1-2 gram contoh minyak/lemak yang sudah bebas air dan asam mineral
b. menambahkan 10 ml tepat alkohol KOH 0,5 N dan batu didih kemudian direfluks selama 15-30 menit
c. pada akhir pendidihan membubuhi 2-3 tetes indikator PP dan harus berwarna merah
d. mengangkat dan mendinginkan sebentar, lalu mentitar dengan HCl 0,5 N sampai tepat warna merah hilang
e. melakukan titrasi blanko

5. Bilangan Iodium (BI)


Bilangan iodium adalah bilangan yang menunjukkan berapa miligram halogen (dinyatakan sebagai iodium) yang dapat
diikat oleh 100 miligram minyak/lemak. Jadi BI merupakan ukuran bagi banyaknya ikatan rangkap (tidak jenuh) dalam
minyak/lemak karena halogenida akan diadisi pada ikatan rangkap tersebut. Tujuannya untuk menentukan berapa banyaknya
ikatan rangkap dalam rantai hidrokarbon pada minyak/lemak. Metoda yang digunakan yaitu adisi ikatan rangkap dalam
hidrokarbon dengan halogen. Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi yodometri (dititar dengan tio sulfat) setelah proses
adisi selesai.

Reaksi : CH=CH + IBr CH CH

I Br
Br2 + 2 KI KBr + I2
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S2O4
Cara kerja :
a. menimbang dengan teliti 0,1 0,2 gram contoh minyak/lemak kedalam erlenmeyer tutup asah
b. melarutkan dengan 5 ml khloroform
c. menambahkan tepat 10 ml larutan hanus dari buret
d. mengocok dan menyimpan ditempat yang gelap selama 15 menit
e. menambahkan 10 ml KI 10% dan diencerkan dengan air suling
f. menitar dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning muda, lalu menambahkan 1-2 ml kanji
g. titrasi ditweruskan sampai larutan tepat tak berwarna
melakukan titrasi blanko

Standar nilai pada minyak/lemak:


Minyak / lemak BA BI BP
Castor 0.13 0.8 86.6 88.3 175 - 183
Kelapa 2.5 10 8.4 8.8 200 205
Jagung 12 113 125 187 193
Sawit 10 53 200 205
Zaitun 0.3 1.6 86 90 185 194
Kacang - 88 98 186 194
Wijen 9.8 103 117 186 194
Kedelai 0.3 1.2 122 - 134 189 193.5

Data Percobaan dan Perhitungan


1. Analisa Lemak / Minyak dalam Bahan Tekstil Cara Soxhlet

Berat kain awal = 3,8050 g


Berat kain akhir = 3,0533 g
Berat labu lemak awal = 102,7692 g
Berat labu lemak akhir = 103,6469 g

Berat contoh
Perhitungan untuk bahan = berat bahan awal berat bahan akhir x 100%

= (3,8050 3,0533 x 100%)


3,8050
= 19,75 %
Perhitungan untuk lemak (A) = berat labu akhir berat labu awal
= 103,6469 102,7692
= 0,8777 g
Lemak = A x 100% / berat bahan awal
= 19,91 %
Rata-rata kadar minyak = 19,75 + 19,91
2
= 19,83 %
2. Penetapan Bilangan Asam (BA)
Percobaan 1 2
Ml titrasi (ml) 1 0,8
N alkohol KOH 0,1000 0,1000
BE Alkohol KOH 56,1 56,1
Bobot contoh lemak (g) 1,1336 1,0110

Bobot contoh
Bilangan asam = ml titrasi x N Alkohol KOH x BE Alkohol KOH

Bilangan asam 1 = (1 x 0,1000 x 56,1)


1,1336
= 4,9488 g

Bilangan asam 2 = (0,8 x 0,1000 x 56,1)


1,0110
= 4,4391 g
BA rata-rata = 4,4988 + 4,4391
2
= 4,4689
3. Penetapan Bilangan Ester (BE)
Percobaan 1 2
Ml titrasi (ml) 7,3 9,2
N HCl 0,5000 0,5000
BE Alkohol KOH 56,1 56,1
Bobot contoh lemak (g) 1,1336 1,0110
Ml blanko (ml) 10,3 10,3
Bobot contoh
Bilangan ester = (ml blanko ml titrasi) x N HCl x BE Alkohol KOH

Bilangan ester 1 = (10,3 7,3) x 0,5000 x 56,1


1,1336
= 84,15
1,1336
= 74,2325 g
Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak.
Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak tersebut.

Analisa minyak dan lemak yang umumnya banyak dilakukan dalam bahan makanan adalah penentuan sifat fisik maupun
kimiawi yang khas mencirikan sifat minyak tertentu sehingga dapat dianalisa dengan bilangan asam pada suatu sampel.

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau
campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam
lmak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.

Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula, yang berasal dari hidrolisa minyak atau lemak,
ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi bilangan asam, maka makin rendah kualitasnya.

Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi/ deesterifikasi/ hidrolisislemak yang dapat menunjukkan kualitas bahan
makanan mulai menurun. Reaksihidrolisis lemak adalah sebagai berikut:

Trigiserida + 3 H2O --> asam lemak + gliserol

Banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atauminyak dinyatakan dengan bilangan asam. Bilangan
asam merupakan jumlahmiligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yangterdapat dalam satu gram
lemak atau minyak. Penetapan bilangan asam dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak lemak dalam alkohol netral panas
danditambahkan beberapa tetes fenolftalein sebagai indikator. Alkohol netral panasdigunakan sebagai pelarut netral supaya
tidak mempengaruhi pH karena titrasi inimerupakan titrasi asam basa. Alkohol dipanaskan untuk meningkatkan
kelarutanasam lemak. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam dengan basa yang menghasilkan garam. Reaksinya adalah
sebagai berikut:

C17H29COOH + KOH --> C17H29COOK + H2O


LAPORAN MINYAK/ LEMAK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng diekstraksi dari tumbuhan maupun hewan. Minyak berbentuk cair pada
suhu kamar. Minyak yang berkualitas tinggi merupakan faktor tuntutan, bukan karena faktor saja, tetapi juga dilihat dari
faktor kesehatan maupun industri.
Identifikasi terhadap kualitas minyak goreng terkait dengan kandungan asam lemak perlu diperhatikan. Selama ini,
untuk membedakan minyak goreng yang baru dan yang bekas, konsumen hanya melihat dari sifat fisik minyak tersebut,
salah satunya adalah warna minyak goreng. Cara ini tentunya sangat tidak efektif dan tidak sedikit konsumen yang tertipu.
Pendektesian secara kimiawi hasilnya akan lebih akurat, namun secara teknis cara ini sulit dilakukan oleh konsumen.
Karakteristik minyak goreng dapat dinilai dari parameter-parameter fisik maupun kimia sesuai keperluan.
Parameter fifik didefinisikan sebagai sifat-sifat fisik yang dapat diukur secara langsung, sedangkan parameter kimia perlu
dilakukan pengujian untuk mengetahui nilainya. Parameter ini penting untuk diketahui untuk menentukan tingkat kemurnian
dan kualitas dari minyak goreng sehingga perlu dilakukan pengujian.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan membedakan karakteristik minya baru dan minyak bekas,
mengetahui perbedaan karakteristik minyak bekas tanpa pemucatan dan dengan pemucatan, serta mengetahui kestabilan
minyak goreng sebelum digunakan dan setelah digunakan untuk menggoreng bahan kering dan bahan basah.

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, pipet volumetrik, buret,
erlenmeyer, corong, tabung reaksi, timbangan analitik, hot stirrer, spectrofotometer, kompor dan penggorengan.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain minyak segar, minyak bekas pakai, arang aktif, khloroform,
reagen wijs atau hanus, KI 15%, Na2S2O3 0,1 N, larutan pati 1%, asam asetat:khloroform (3:2), KI jenuh, alkohol netral, Al-
foil, indikator PP, KOH 0,1 N, kertas saring, minyak sawit kemasan, minyak sawit curah, minyak kulit ari beras, minyak
kedelai, minyak jagung, minyak kelapa, kerupuk dan tahu.

B. Metode
1. Pemucatan dan Karakterisasi Minyak
Sampel minyak segar dan minyak bekas diambil dari warung makan atau penjual gorengan dan dikumpulkan data
responden yang terdiri dari nama warung atau pemilik, jenis minyak yang dibeli (curah, merk), bahan yang digoreng dan
mekanisme penggantian atau penambahan minyak segar. Minyak bekas pakai dipucatkan dengan arang aktif. Metode
pemucatan dilakukan dengan cara arang aktif sebanyak 1% dari berat minyak ditambahkan ke dalam 100 gram minyak bekas
pakai. Minyak dipanaskan pada suhu 70C selama 10 menit. Minyak dalam keadaan panas disaring menggunakan kertas
saring agar arang aktif terpisah dari minyak. Sampel minyak segar, minyak bekas dan minyak hasil pemucatan dianalisis
sifat fisiko kimianya yang terdiri dari penentuan bilangan iod, penentuan bilangan peroksida, penentuan bilangan asam dan
% FFA, kejernihan, warna dan bau.
Penentuan bilangan iod dilakukan dengan cara 10 ml khloroform dan 25 ml reagen hanus ditambahkan pada 0,1-
0,5 gram sampel dalam erlenmeyer bertutup dan dibiarkan di tempat gelap selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan.
Kemudian sebanyak 10 ml larutan KI 15% dan 50 ml akuades yang telah didihkan ditambahkan dan segera dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning pucat. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan pati dan dititrasi
sampai warna biru hilang.
Bilangan iod =
Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan cara 30 ml larutan asam asetat:khloroform (3:2) ditambahkan
pada 5 gram sampel dalam erlenmeyer dan digoyangkan sampai semua bahan terlarut. Kemudian ditambahkan 0,5 ml
larutan KI jenuh dan didiamkan selama 1 menit dan sesekali digoyang. Ditambahkan 30 ml akuades dan dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1% dan dititrasi
sampai warna biru hilang. Bilangan peroksida dinyatakan dengan miliekuivalen dari peroksida dalam setiap 1.000 gram
sampel berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
Bilangan peroksida =
Penentuan bilangan asam dan % FFA dilakukan dengan cara 50 ml alkohol netral ditambahkan pada 100,2 gram
dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil. Sampel dipanaskan pada penangas air selama 10 menit. Sampel
ditambahkan beberapa tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan 0,1 N KOH sampai warna merah jambu dan tidak
hilang selama 30 detik. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai bilangan asam dan % FFA. Bilangan asam dan % FFA
dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
Bilangan asam =

% FFA =
Penentuan kejernihan dilakukan dengan cara akuades dimasukkan ke dalam kuvet sampai tanda batas contoh
kemudian dibaca dengan spectrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Sampel minyak dimasukkan ke dalam kuvet
sampai tanda batas contoh kemudian dibaca dengan spectrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Setelah selesai,
kuvet dicuci menggunakan etanol teknis 95%.
Penentuan warna dan bau dinilai secara sensorik. Bau minyak dinyatakan dalam dua kategori, yaitu normal dan
tengik.

2. Stabilitas Minyak
Sebagian sampel diambil untuk dianalisis sifat fisiko kimianya yang terdiri dari penentuan bilangan iod, penentuan
bilangan peroksida, penentuan bilangan asam dan % FFA, kejernihan, warna dan bau. Sisa sampel dibagi dua, bagian
pertama digunakan untuk menggoreng bahan dengan kadar air rendah yaitu kerupuk.Bagian kedua digunakan untuk
menggoreng bahan dengan kadar air tinggi yaitu tahu. Minyak yang telah dipakai menggoreng dianalisis sifat fisiko
kimianya yang terdiri dari penentuan bilangan iod, penentuan bilangan peroksida, penentuan bilangan asam dan % FFA,
kejernihan, warna dan bau.
Penentuan bilangan iod dilakukan dengan cara 10 ml khloroform dan 25 ml reagen hanus ditambahkan pada 0,1-
0,5 gram sampel dalam erlenmeyer bertutup dan dibiarkan di tempat gelap selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan.
Kemudian sebanyak 10 ml larutan KI 15% dan 50 ml akuades yang telah didihkan ditambahkan dan segera dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning pucat. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan pati dan dititrasi
sampai warna biru hilang.
Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan cara 30 ml larutan asam asetat:khloroform (3:2) ditambahkan
pada 5 gram sampel dalam erlenmeyer dan digoyangkan sampai semua bahan terlarut. Kemudian ditambahkan 0,5 ml
larutan KI jenuh dan didiamkan selama 1 menit dan sesekali digoyang. Ditambahkan 30 ml akuades dan dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1% dan dititrasi
sampai warna biru hilang. Bilangan peroksida dinyatakan dengan miliekuivalen dari peroksida dalam setiap 1.000 gram
sampel berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

Bilangan peroksida =

Penentuan bilangan asam dan % FFA dilakukan dengan cara 50 ml alkohol netral ditambahkan pada 100,2 gram
dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil. Sampel dipanaskan pada penangas air selama 10 menit. Sampel
ditambahkan beberapa tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan 0,1 N KOH sampai warna merah jambu dan tidak
hilang selama 30 detik. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai bilangan asam dan % FFA. Bilangan asam dan % FFA
dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

Bilangan asam =

% FFA =
Penentuan kejernihan dilakukan dengan cara akuades dimasukkan ke dalam kuvet sampai tanda batas contoh
kemudian dibaca dengan spectrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Sampel minyak dimasukkan ke dalam kuvet
sampai tanda batas contoh kemudian dibaca dengan spectrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Setelah selesai,
kuvet dicuci menggunakan etanol teknis 95%. Penentuan warna dan bau dinilai secara sensorik. Bau minyak dinyatakan
dalam dua kategori, yaitu normal dan tengik.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
[Terlampir]

B. Pembahasan
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang
terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5),
kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas
karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya dengan zat terlarut .
Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam
keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi
asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali
menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar.
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti triester dari gliserol. Jadi
lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol
. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Perbedaan antara lemak dan minyak antara lain, yaitu pada temperatur kamar lemak berwujud padat dan minyak
berwujud cair, selain itu gliserida pada hewan berupa lemak (lemak hewani) dan gliserida pada tumbuhan berupa miyak
(minyak nabati). Komponen minyak terdiri dari gliserida yang memiliki banyak asam lemak tak jenuh sedangkan komponen
lemak memiliki asam lemak jenuh.
Lemak dan minyak sering kali diberi nama derivat asam-asam lemaknya, yaitu dengan cara menggantikan
akhiran at pada asam lemak dengan akhira in , misalnya :
- tristearat dari gliserol diberi nama tristearin
- tripalmitat dari gliserol diberi nama tripalmitin
Selain itu , lemak dan minyak juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester, misalnya:
- triestearat dari gliserol disebut gliseril tristearat
- tripalmitat dari gliserol disebut gliseril tripalmitat
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil
proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda
beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air. Rumus kimia minyak lemak dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Kimia Minyak Lemak

Bila R1=R2=R3 , maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R 1,
R2,R3, berbeda , maka disebut trigliserida campuran (mixed triglyceride).
Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan beberapa penggolongan, yaitu:
1. Berdasarkan kejenuhannya (ikatan rangkap) :
a. Asam lemak jenuh
Tabel 1. Contoh-Contoh Asam Lemak Jenuh
Nama asam Struktur Sumber
Butirat CH3(CH2)2CO2H Lemak susu
Palmitat CH3(CH2)14CO2H Lemak hewani dan nabati
stearat CH3(CH2)16CO2H Lemak hewani dan nabati

b. Asam lemak tak jenuh


Tabel 2. Contoh-Contoh Asam Lemak Tak Jenuh
Nama asam Struktur Sumber
Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewani dan nabati
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2) 7CO2H Lemak hewani dan nabati
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak nabati
linolenat Minyak biji rami
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH
(CH2) 7CO2H

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam
lemak jenuh mempunyai rantai zig-zag yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga
biasanya berwujud padat. Sedangkan asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap
pada rantai hidrokarbonnya . Asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak
nabati,minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak.

2. Berdasarkan sifat mengering


Tabel 3. Pengklasifikasian Lemak dan Minyak Berdasarkan Sifat Mengering.
Sifat Keterangan
Minyak tidak mengering - tipe minyak zaitun, contoh: minak zaitun,minyak buah persik,minyak kacang
(non-drying oil) - tipe minyak rape,contoh: minyak biji rape,minyak mustard
- tipe minyak hewani contoh; minyak sapi

Minyak setengah mengering Minyak yang mempunyai daya mengering yang lebih lambat.Contohnya: minyak biji kapas,
(semi-drying oil) minyak bunga matahari

Minyak nabati mengering Minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena oksidasi , dan akan berubah
(drying oil) menjadi lapisan tebal , bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di
udara terbuka.
Contoh: minyak kacang kedelai, minyak biji karet
3. Berdasarkan sumbernya
Tabel 4. Pengklasifikasian Lemak dan Minyak Berdasarkan Sumbernya
Sumber Keterangan
Berasal dari tanaman (minyak - biji-biji palawija.
Nabati) Contoh: minyak jagung,biji kapas
- kulit buah tanaman tahunan.
Contoh: minyak zaitun,minyak kelapa sawit
- biji-biji tanaman tahunan .contoh :kelapa,coklat,inti sawit

Berasal dari hewan(lemak hewani) - susu hewan peliharaan,contoh: lemak susu


- daging hewan peliharaan ,contoh: lemak sapi,oleosterin
- hasil laut, contoh: minyak ikan sardin,minyak ikan paus.

4. Berdasarkan kegunaannya:
Tabel 5. Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan kegunaanya.
Nama Kegunaan
Minyak mineral (minyak Sebagai bahan bakar
bumi)
Minyak nabati/hewani Bahan makan bagi manusia
(minyk/lemak
Minyak atsiri(essential oil) Untuk obat-obatan
Minyak ini mudah menguap pada temperatur kamar,sehingga disebut juga
minyak terbang

Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki beberapa persyaratan mutu. Adapun parameter persyaratan
mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002


No Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II
1. Keadaan :
1.1. Bau - normal Normal
1.2. Rasa - normal Normal
1.3. Warna - Putih, kuning pucat Putih, kuning pucat
sampai kuning sampai kuning

2. Kadar air % b/b maks 2 maks 0,3

3. Bilangan Asam mg maks 0,6 maks 2


KOH/g
4. Asam Linolenat ( C18:3) dalam komposisi % maks 0,1 maks 2
asam lemak minyak

5. Cemaran logam :
5.1. Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
5.2. Timah (Sn) mg/kg maks 40,0/250 maks 40,0/250
5.3. Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05
5.4. Tembaga (Cu) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
6. Cemaran arsen (As) mg/kg maks 0,1 maks 0,1
7. Minyak pelikan negatif Negatif
Bleaching atau pemucatan merupakan proses untuk memperbaiki warna minyak (Estiasih, 2009). Proses ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Misalnya pada minyak tertentu, terutama minyak hasil samping
penepungan ikan, kadang-kadang tidak menarik sehingga kenampakannya harus diperbaiki melalui proses pemucatan.
Warna minyak ikan juga disebabkan oleh asam lemak bebas beraksi membentuk senyawa berwarna. Adanya logam bebas
seperti Fe mempercepat proses perubahan warna tersebut. Konsumen umumnya menghendaki minyak yang bening dan
jernih sehingga pada minyak ikan tertentu harus dilakukan proses pemucatan.
Tujuan utama proses bleaching adalah menghilangkan warna dari minyak. Selain warna, pemucatan juga berperan
mengurangi komponen minor lainnya seperti aroma, senyawa bersulfur dan logam-logam berat. Selain itu, pemucatan juga
dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak seperti peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya sedikit
komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan setelah proses pemurnian alkali. Zat-zat Pengotor yang sering
terdapat dalam minyak bumi:
1. Senyawaan Sulfur
Crude oil yang densitasnya lebih tinggi mempunyai kandungan sulfur yang lebih tinggi pula. Keberadaan sulfur dalam
minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam
keadaan dingin atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil pembakaran
gasoline) dan air.
2. Senyawaan Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan menaik dengan naiknya titik didih fraksi.
Kandungan oksigen bisa naik apabila produk itu lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada
dalam bentuk ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo dan phenol.
Sebagai asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik.
3. Senyawaan Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-0,9 %. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe
Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan
nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai berat molekul yang relatif
rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat
diekstrak dengan asam mineral encer.
4. Konstituen Metalik
Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking mempengaruhi aktifitas
katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline, menghasilkan banyak gas dan pembentukkan coke. Pada power generator
temperatur tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium dapat membentuk kerak pada
rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama vanadium dapat bereaksi
dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran sehingga merusakkan refractory itu.

Menurut Estiasih (2009), ada dua metode umum pemucatan, yaitu metode adsorbsi dengan menggunakan adsorben
dan metode pemucatan kimiawi. Metode kimia jarang digunakan dan merupakan metode penghilangan warna dengan cara
mengoksidasi pigmen dalam minyak menjadi senyawa yang tidak berwarna. Metode ini tidak digunakan untuk minyak
makan. Efek merugikan pada pemucatan secara kimiawi adalah selain mengoksidasi pigmen, minyak juga dapat teroksidasi.
Bahan kimia yang digunakan pada proses pemucatan kimiawi ini antara lain natrium klorit, hidrogen peroksida, natrium
hiperklorat, natrium perpirofosfat, kalium permanganat, asam hidroklorat dan natrium dikromat. Metode pemucatan lainnya
menurut Estiasih (2009) antara lain :
1. Metode batch
Merupakan metode konvensional yang telah lama digunakan. Pada metode ini minyak dipanaskan dalam ketel dengan
bagian bawah berbentuk kerucut. Ketel ini dilengkapi oleh koil pemanas dan pengaduk. Pengaduk ini berfungsi menjaga
adsorben yang digunakan tetap tersuspensi dalam minyak selama diaduk. Proses pengadukan udara dapat dapat terperangkap
dalam minyak walaupun udara diusahakan serendah-rendahnya, udara ini dapat menyebabkan minyak teroksidasi. Untuk
menghindarinya dapat digunakan pemucatab metode vakum. Keuntungannya adalah suhu pemucatan dapat lebih rendah.
Pemanasan dilakukan secepat-cepatnya dan lama pemanasan tidak boleh lebih dari 1 jam
2. Metode kontinu
Metode kontinu lebih efektif dalam mencegah oksidasi minyak dibandingkan metode batch secara vakum. Pada
metode ini minyak dan tanah pemucat atau adsorben disemprotkan pada alat pemucat vakum kontinu atau continous vacuum
bleacher. Kontak antara minyak dan tanah pemucat lebih singkat sehingga dapat menghindari proses hidrolisis minyak.
Sebagaimana diketahui, hidrolisis dapat terjadi jika adsorben yang digunakan diaktivasi dengan asam. Hidrolisis ini
menghasilkan asam lemak bebas yang tidak diinginkan.
Metode pemucatan yang lainnya untuk pemucatan minyak sawit dan lemak lainnya yang telah dikenal antara lain :
1. Pemucatan dengan adsorbsi; cara ini dilakukan dengan menggunakan bahan pemucat seperti tanah liat (clay) dan
karbon aktif.
2. Pemucatan dengan oksidasi. Oksidasi ini bertujuan untuk merombak zat warna yang ada pada minyak tanpa
menghiraukan kualitas minyak yang dihasilkan, proses pemucatan ini banyak dikembangkan pada industri sabun.
3. Pemucatan dengan panas. Pada suhu yang tinggi zat warna akan mengalami kerusakan, sehingga warna yang
dihasilkan akan lebih pucat. Proses ini selalu disertai dengan kondisi hampa udara.
4. Pemucatan dengan hidrogenasi. Hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap yang ada pada minyak
tetapi ikatan rangkap yang ada pada rantai karbon kerotena akan terisi atom H. Karotena yang terhidrogenasi
warnanya akan bertambah pucat.
Adsorbsi merupakan suatu peristiwa fisik pada permukaan suatu bahan yang tergantung dari spesifik affinity
antara adsorben dan zat yang diadsorbsi (Ketaren, 1986). Adsorbsi dapat diklasifikasikan menjadi adsorbsi fisik dan kimia.
Adsorbsi fisik terjadi karena adanya gaya Van der Walls dan bersifat reversibel. Adsorbent yang digunakan dalam adsorbsi
fisik harus memiliki luas permukaan yang luas sebagai tempat terkumpulnya solute. Sedangkan adsorbsi secara kimia
biasanya bersifat irreversibel. Karena molekul-molekul dalam zat padat tiap-tiap arah sama maka gaya tarik menarik antara
satu molekul dengan yang lain di sekelilingnya adalah seimbang. Sebab daya tarik yang satu akan dinetralkan oleh yang lain
yang letaknya simetris. Lain halnya yang ada di permukaan, gaya-gaya tersebut tidak seimbang karena pada suatu arah di
sekeliling tersebut tidak ada molekul lain yang menariknya. Akibatnya zat tersebut akan mempunyai sifat menarik molekul-
molekul gas atau solute ke permukaannya.
Metode pemucatan dengan adsorben adalah proses adsorbsi komponen-komponen pigmen dan pengotor dalam
minyak dengan menggunakan tanah pemucat (bleaching earth) atau adsorben sintetik. Jenis absorben penting yang
digunakan pada proses pemucatan adalah tanah pemucat atau lempung aktif. Kebanyakan tanah pemucat ini terdiri atas
mineral aluminium silikat. Penggunaannya pada proses pemucatan minyak umumnya setelah tanah pemucat tersebut
diaktifkan. Aktivasi yang biasa dilakukan adalah aktivasi dengan asam. Tujuan aktivasi ini adalah mengaktifkan tapak
aktifnya (active site) sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben. Jika tidak dilakukan aktivasi, tanah pemucat seperti
bentonit dan montmorilonit, tidak mampu menghilangkan warna.
Tanah pemucat yang sudah diaktivasi terdapat berbagai tingkatan derajat aktivasi dari netral hingga asam. Tanah
pemucat yang lebih asam digunakan untuk memucatkan minyak yang lebih sulit dihilangkan pigmen atau warnanya.
Kekurangan penggunaan tanah pemucat yang bersifat asam adalah selama proses pemucatan dapat terjadi hidrolisis terhadap
trigliserida sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas. Sebaliknya, tanah pemucat yang kurang asam lebih sulit untuk
memucatkan warna tetapi tidak meningkatkan kadar asam lemak bebas. Tanah pemucat yang sudah diaktivasi terutama
digunakan untuk memucatkan minyak dengan mutu yang sangat rendah.
Jumlah adsorben yang digunakan pada proses pemucatan beragam bergantung pada keaktifan dan sifat atau
cirinya. Faktor lain yang menentukan adalah jenis minyak, intensitas warna minyak dan warna yang diinginkan dari minyak
hasil pemucatan. Parameter proses pemucatan seperti suhu dan waktu kontak juga mempengaruhi jumlah adsorben yang
dibutuhkan. Umumnya adsorben yang digunakan pada konsentrasi 0.15 0.30%, kecuali pada keadaan yang sangat ekstrim
seperti warna minyak yang sangat pekat. Pada umumnya konsentrasi penggunaan adsorben masih dibawah 1%.
Bentonit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat dipergunakan untuk bahan penjernih (bleaching agent)
minyak kelapa, dimana potensi industri ini sangat besar. Pemanfaatan bentonit ini akan memberikan nilai tambah yang
cukup besar, dibandingkan jika dimanfaatkan hanya sebagai bahan pengganti batu bata atau batako. Secara fisik bentonit
yang digunakan mempunyai ciri :
1. Warna putih tulang
2. Bentuk serbuk
Secara kimia bentonit yang digunakan mempunyai ciri (Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Tengah, 2006) :
1. SiO2 : 37,88 64,43
2. Al2O3 : 13,24 19,68
3. Fe2O3 : 3,23 7,03
4. TiO2 : 0,07 0,70
5. CaO : 2,14 15,4
6. MgO : 1,68 2,21
7. K2O : 0,48 1,58
8. Na2O : 0,12 0,53
Aktivasi dapat dilakukan secara fisik maupun kimiawi. Secara fisik, aktivasi dilakukan dengan pemanasan pada
suhu tinggi sehingga air yang terikat secara kimiawi menjadi lepas. Aktivasi secara fisik ini akan meningkatkan luas
permukaan pori-pori zeolit. Aktivasi kimiawi dilakukan dengan menggunakan basa atau asam kuat. Pada aktivasi ini terjadi
penurunan kadar alumina sehingga nisbah silikat/ alumina meningkat yang mengakibatkan peningkatkan porositas zeolit dan
meningkatkan kemampuannya sebagai adsorben.
Karbon aktif jarang digunakan karena harganya mahal. Selain itu, karbon aktif mempunyai sifat dapat menahan
minyak dalam jumlah tinggi sehingga penyusutan akibat pemucatan menjadi tinggi pula. Kelebihan karbon aktif adalah
dapat mengadsorbsi residu sabun dari pemurnian alkali. Kelebihan lainnya adalah karbon aktif tidak menyebabkan
perubahan aroma minyak seperti adsorben yang lain.
Silika amorf digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan residu sabun atau fosfatida. Kerja silika amorf
bersifat sinergis dengan tanah pemucat. Biasanya pemucatan silika amorf merupakan perlakuan pendahuluan sebelum
dilakukan pemucatan dengan tanah pemucat. Silika amorf mampu mengadsorbsi residu sabun dan fosfatida sehingga jumlah
tanah pemucat yang digunakan lebih sedikit. Pembatasan penggunaan silika amorf adalah harganya yang mahal.
Endapan bahan galian lempung di lapangan terdiri dari endapan lempung yang berlapis dan masif. Endapan
lempung sedimen memperlihatkan adanya perlapisan. Tetapi karena kondisi di lapangan sudah banyak mengalami pelapukan
kuat, sehingga tidak semua dapat diukur jurus dan kemiringannya. Dari hasil pengukuran jurus dan kemiringan dapat terlihat
adanya struktur yang bekerja seperti lipatan dan sesar.

Kerusakan Minyak
Kerusakan minyak dan lemak merupakan peristiwa dimana terjadinya perubahan struktur minyak atau lemak, baik
fisik maupun kimia yang disebabkan oleh adannya perlakuan atau proses lain yang diberikan kepada minyak atau lemak
tersebut. Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada minyak atau lemak, dari segi fisik yaitu timbulnya bau dan rasa dalam
lemak atau bahan pangan berlemak yang menyebabkan ketengikan, warna lebih gelap, dan kondisi minyak yang lebih encer.
Sedangkan secara kimia, kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi, dan kandungan peroksida yang tinggi.
Kemungkinan kerusakan yang terjadi pada minyak atau lemak dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu:
Suhu, dapat meningkatkan kecepatan reaksi
Reaksi dengan Air, menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol
Logam, bertndak sebagai inisiator/ aktivator dari proses oksidasi
Cahaya, sebagai inisiator oksidasi
Aksi mikroba, dapat merusaka kandungan minyak atau lemak, dan
Oksigen, dapat menghasilkan peroksida
Jenis kerusakan minyak atau lemak yang dapat terjadi yaitu hidrolitik, oksidatif, dan polimerasi. Minyak yang
rusak akibat dari proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik,
tengik dan merusak sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Ketengikan adalah proses
kerusakan minyak sawit yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak pada minyak. Minyak yang telah rusak
tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan yang digoreng. Pada
kerusakan minyak akibat aksi mikroba terjadi saat mikroba yang termasuk tipe mikroba non-patologi, umunya merusak
lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, di samping menimbulkan perubahan warna ( Ketaren, 1986). Faktor lain
penyebab terjadinya kerusakan, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu adanya kontaminasi ataupun kandungan logam dan
cahaya UV pada minyak, dimana ini menyebabkan adanya inisiator atau aktivator terjadinya proses oksidasi pada minyak
atau lemak.
Selama menggoreng, minyak berada dalam kondisi suhu yang tinggi dan dapat meningkatkan reaksi yang terjadi
pada minyak dan dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya kerusakan pada miyak atau lemak tersebut. Adanya udara dan
air yang dikandung oleh bahan dapat menyebabkan minyak mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh adanya reaksi
oksidasi maupun hidrolisis. Adanya interaksi antara produk dan minyak dapat juga menyebabkan terjadinya reaksi yang
sangat kompleks membentuk senyawa volatile maupun nonvolatile yang akan memberikan tanda bahwa minyak telah rusak.

Oksidasi
Reaksi oksidasi merupakan reaksiyang terjadi dimana minyak atau lemak kontak langsung dengan udara
khususnya oksigen yang menyebabkan terjadinya kerusakan minyak tersebut yang menyebabkan rasa dan bau yang tengik.
Menurut Ketaren (2008), reaksi oksidasi merupakan salah satu penyebab ketengikan minyak ( Oxidative Rancidity ). Proses
oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi, misalnya dalam proses
penggorengan. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga
dapat menurunkan nilai gizi karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam lemak esensial dalam lemak.
Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah manguap terbentuk sebagai akibat dari kerusakan oksidatif
dari lemak atau minyak tak jenuh.
Oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan
udara. Kecepatan proses oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan (Ketaren, 1986). Reaksi oksidasi
oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh akan menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid, keton serta asam-asam
lemak berantai pendek yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik yang tidak disukai seperti perubahan bau dan
flavour (ketengikan). Derajat oksidasi ditandai dengan penyerapan oksigen, semakin lama dan tinggi suhu pemanasan,
proses oksidasi berjalan lebih cepat. Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Oksidasi dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida dengan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.
Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton
serta asam-asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

Gambar 2. Reaksi Oksidasi Minyak

Minyak mengalami oksidasi menjadi senyawa antara peroksida yang tidak stabil ketika dipanaskan. Pemanasan
minyak lebih lanjut akan merubah sebagian peroksida volatile decomposition products (VDP) dan non volatile
decomposition products (NVDP) yang membuat minyak menjadi polar dibandingkan minyak yang belum dipanaskan.
Reaksi oksidasi yang terjadi dalam minyak dapat diketahui dengan mengukur bilangan peroksida minyak tersebut.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk senyawa peroksida (Ketaren, 1986). Bilangan peroksida ini
digunakan untuk menentukan daya simpan suatu minyak. Jika bilangan peroksida minyak semakin tinggi, maka minyak akan
semakin mudah rusak dan daya simpan minyak akan semakin berkurang.
Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan air sebagai pemecah suatu persenyawaan dimana air
berperan sebagai zat pereaksi dalam senyawa organik. Reaksi hidrolisis minyak pada umumnya berjalan lambat. Reaksi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti waktu reaksi, perbandingan pereaksi, suhu, katalisator, dan pencampuran. Hasil
reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak karboksilat. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-
faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam
lemak bebas yang terbentuk (Anonim, 2001). Asam karboksilat adalah asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon
yang panjang dan tidak bercabang.
Minyak yang digunakan untuk meggoreng bahan pangan akan mengalami hidrolisis yang menyebabkan akumulasi
asam lemak bebas. (Varela et all, 1988). Dengan adanya katalis panas saat menggoreng, maka gliserol yang dihasilkan dari
hidrolisa minyak akan berubah menjadi akrolin. Akrolin merupakan produk dekomposisi yang sifatnya volatile dan
menimbulkan gatal pada tenggorokan. Timbulnya akrolin ditandai dengan timbulnya asap dari minyak yang dipanaskan.
(Winarno, 1996). Berikut gambar terjadinya proses reaksi hidrolisis minyak.

Gambar 3. Reaksi Hidrolisis

Pembahasan Hasil Praktikum


o Praktikum Uji Kualitas Minyak dan Pemucatan Minyak
Praktikum ini menggunakan minyak goreng yang berasal dari warung makan plasma di sekitar kampus. Minyak
yang digunakan yaitu minyak curah dan minyak goreng yang telah digunakan untuk menggoreng kentang. Berikut ini akan
dibahas mengenai bilangan asam lemak bebas (FFA), bilangan iod, bilangan peroksida, warna, dan bau.
1. Bilangan asam lemak bebas (FFA)
Kadar asam lemak bebas (FFA) menggambarkan asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak, dengan
prinsip pengukuran yang sama dengan bilangan asam. Kadar asam lemak bebas ini hanya menghitung asam lemak bebas
dari asam lemak dominan penyusun trigliserida. Analisa asam lemak bebas minyak goreng baru, rusak, dan pemucatan
dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Asam lemak bebas dalam minyak dapat diketahui jumlahnya dengan dengan
cara melarutkan asam lemak bebas dalam minyak dengan etanol. Sejumlah minyak yang bersifat nonpolar dilarutkan dalam
etanol, kemudian dipanaskan agar larut sempurna sehingga asam lemak bebas yang bersifat nonpolar dalam minyak juga ikut
terlarut dengan etanol yang lebih larut dengan air. Kemudian ditambahkan indikator pp yang tidak menunjukkan warna
dalam larutan dengan pH netral, dan dititrasi dengan NaOH yang bersifat polar sampai terbentuk warna merah jambu yang
tidak hilang selama 10 detik. Terbentuknya warna merah jambu setelah dititrasi dengan sejumlah NaOH menunjukkan
NaOH telah bereaksi sempurna dengan asam lemak bebas. Reaksi yang terjadi antara asam lemak bebas dengan basa dapat
dilihat pada Gambar 4.

RCOOH + NaOH RCOONa + H2O


Asam Lemak Basa Garam Air
Gambar 4. Reaksi Asam Lemak Bebas dengan Basa pada Pengukuran FFA

Asam lemak bebas berfungsi sebagai indikator tingkat kerusakan yang dialami minyak. Semakin tinggi kerusakan
yang dialami minyak maka akan semakin besar kandungan asam lemak bebas dalam minyak. Terbentuknya asam lemak
bebas dapat disebabkan oleh proses oksidasi, hidrolisis, dan aktivitas lipase yang dihasilkan oleh mikroba, jamur, ragi, dan
bakteri yang bertindak sebagai katalisator pada proses hidrolisis minyak dan lemak dalam menghasilkan asam lemak bebas
dan gliserol (Afrian, 2001).
Untuk penggunaan minyak goreng, warung makan hanya menggunakan minyak goreng dengan 1 kali pemakaian,
sehingga minyak bekas yang dihasilkan masih terlihat bagus. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah penentuan
bilangan asam lemak bebas atau %FFA baik minyak goreng baru maupun minyak goreng bekas. Untuk minyak goreng baru,
nilai asam lemak bebas (%FFA) nya adalah 1.12%, sedangkan nilai asam lemak bebas minyak goreng bekasnya adalah
1.8%. Kedua hasil tersebut sesuai dengan kriteria standar mutu minyak kelapa sawit curah yaitu 5% (menurut literatur yang
didapat). Hal tersebut dikarenakan minyak goreng baru yang digunakan merupakan minyak goreng curah kemasan yang
memiliki standar mutu bagus dan penggunaan minyak goreng bekas hanya dilakukan untuk 1 kali pemakaian sehingga
kualitas minyak gorengnya pun masih bagus. Selain itu, karena penggunaan minyak hanya untuk menggoreng bahan yang
hampir sama setiap harinya, maka kerusakan minyak tidak terlalu besar.
Pada proses pemucatan minyak goreng rusak dengan menggunakan karbon aktif mampu menurunkan kadar FFA
dengan jumlah yang cukup banyak. Penggunaan karbon aktif pada proses pemucatan dapat menurunkan kadar FFA dalam
minyak goreng yang rusak karena karbon aktif mempunyai kemampuan sebagai adsorben. Daya adsorpsi karbon aktif
tersebut, dikarenakan karbon aktif mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs aktif dalam karbon aktif,
seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi.
Sifat kimia permukaan karbon aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan sifat adsorpsi.
Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif dikarenakan adanya perbedaan energi potensial
antara permukaan karbon aktif dengan asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Interaksi antara asam
lemak bebas dengan karbon aktif dalam praktikum ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-
partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der walls atau ikatan hidrogen, yakni melibatkan
gaya antarmolekuler. Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada
adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat
balik atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara kimia juga
dapat terjadi antara senyawa asam lemak bebas dengan gugus aktif yang dimiliki oleh karbon aktif. Proses adsorpsi kimia,
interaksi antara adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang
terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang
dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.

2. Bilangan Iodium
Bilangan iodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Lemak yang tidak jenuh dengan mudah dapat bersatu
dengan iodium (dua atom iodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam lemak). Semakin banyak iodium yang
digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak
jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan iodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak jenuh biasanya
padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair karenanya semakin tinggi bilangan iodium semakin tidak jenuh dan semakin
lunak lemak tersebut (Bernhard, 2011).
Bilangan iodium dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau lemak.
Penentuan Bilangan iodium dapat dilakukan dengan cara Hanus atau cara Kaufmaun dan cara Von Hubl atau cara Wijs
(Sudarmadji dkk, 1989). Pada cara Hanus, larutan iod standarnya dibuat dalam asam asetat pekat (glasial) yang berisi bukan
saja iod tetapi juga iodium bromida. Adanya iodium bromida dapat mempercepat reaksi. Pada percobaan kali ini, penentuan
bilangan iodium dilakukan dengan cara Hanus. Pereaksi iodomonobromida bereaksi dengan ikatan olefenik dengan reaksi
yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Reaksi Iodomonobromida dengan Ikatan Olefenik

Berdasarkan hasil praktikum, uji kualitas minyak dan pemucatan didapatkan bilangan iod minyak baru curah
sebesar 41.88, minyak setelah dipakai untuk sekali menggoreng sebesar 43.15, dan setelah di-bleaching sebesar 6.3. Minyak
yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah minyak sawit. Menurut Sonntag (1979), bilangan iod minyak sawit yaitu
sebesar 48-56. Bilangan iod pada minyak curah baru kurang dari standar (dari literatur), begitu pula dengan bilangan iod
minyak yang telah dipakai dan setelah dipucatkan. Hal ini menandakan kualitas minyak yang kurang baik. Bilangan iod pada
minyak hasil pemucatan memiliki bilangan yang sangat rendah (6.3), hal ini disebabkan kekurang telitian praktikan,
terutama saat titrasi. Bilangan iod pada minyak yang telah dipakai mengalami peningkatan dibandingkan dengan bilangan
iod minyak curah baru, hal ini kurang sesuai. Seharusnya, bilangan iod pada minyak bekas pakai lebih rendah dibandingkan
dengan bilangan iod minyak curah baru karena bilangan iod yang semakin tinggi menunjukkan semakin tingginya derajat
ketidakjenuhan, semakin tinggi derajat ketidakjenuhan, semakin banyak ikatan rangkap. Sedangkan minyak yang telah
dipakai akan berkurang ikatan rangkapnya dan menurunnya ketidakjenuhan.

3. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida merupakan salah satu ciri dari sifat minyak secara kimia Bilangan peroksida adalah nilai
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Jumlah peroksida ini dapat ditentukan dengan iodometri, yaitu berdasarkan
pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan oksigen sebagai peroksida. Iod yang dibebaskan pada
ikatan ini kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) (Ketaren, 2008).
Fungsi dari pengujian bilangan peroksida adalah untuk menunjukkan seberapa banyak jumlah ikatan rangkap yang
telah ikut bereaksi dengan oksigen. Relasinya terkait dengan mutu minyak yang diuji. Mutu minyak ditentukan oleh rasa,
aroma dan ketengikan, yang pada kondisi tertentu dapat menurunkan nilai gizi, salah satun faktor penurunan gizi adalah
ketengikan atau adanya peroksida . Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak karena
terjadi oksidasi (kontak dengan udara), yang menyebabkan bau/aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat
diketahui dengan menentukan bilangan peroksida . Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat
ketengikan suatu minyak (ASA, 2000).
Menutu Ketaren 2008, faktor-faktor atau flavor reversiaon dari perubahan sifat minyak sebelum ketengikan antara
lain:
- Suhu
- Cahaya atau penyinaran
- Tersedianya oksigen
- Adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi.

Nilai ketengikan dinyatakan dengan bilangan peroksida dari pengujian tersebut. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai
jumlah peroksida yang terbentuk dalam 1 g minyak. Rumus uji ketengikan minyak:

Terkait dengan mutu minyak, ikatan rangkap yang teroksidasi membentuk peroksida, akan menghasilkan minyak
dengan sifat fisiko-kimia yang berbeda. Pengaruh fisik, menyebabkan minyak mempunyai aroma dan rasa yang tidak
disenangi, secar kimia sendiri, aroma dan rasa yang berbeda disebabkan karena terbentuknya hidroperoksida dari ikatan
asam lemak yang membentuk keton tak jenuh dan aldehida tak jenuh. Berikut adalah penjelasannya.
Reaksi antara asam lemak dan oksigen membentuk hidroperoksida:

Oksigen bebas yang terakumulasi diudara teserap melalui permukaan minyak pada wadah terbuka, oksigen
tersebut kemudian berikatan dengan asam lemak pada ikatan rangkapnya dan membentuk hidroperoksida. Hidroperoksida
akan memiliki ciri fisik khusus yang menyebabkan minyak semakin kental. Hidroperoksida tersebut kemudian akan
membentuk keton atau aldehida yang tak jenuh.
Hidroperoksida membentuk keton dan aldehida tak jenuh:

Hasil oksidasi mempunyai aroma dan rasa yang tidak disukai yang disebut dengan ketengikan. Proses oksidasi pada minyak
ataupun lemak dapat berjalan dengan cepat oleh adanya logam sebagai katalis seperti tembaga (Cu), besi (Fe) atau
penyinaran langsung terhadap sinar ultra violet.
Dalam pengujian bilangan peroksida, pada uji 1 kualitas minyak terdapat 3 jenis sampel yang digunakan,
diantaranya sampel minyak baru, minyak setelah pakai dan minyak bleaching, dengan masing-masing hasil. Dari hasil
pengamatan, minyak setelah pakai menunjukan nilai bilangan peroksida lebih tinggi dibandingkan minyak baru maupun
minyak bleaching. Hal ini menunjukan bahwa, jumlah peroksida yang dihasilkan oleh berbagai jenis minyak dengan urutan
minyak setelah pakai > minyak bleaching > minyak baru. Untuk minyak setelah pakai memiliki bilangan peroksida 8,0 ppm,
untuk minyak bleaching memiliki nilai 3,8 dan untuk minyak baru memiliki nilai 0,0. Dapat disimpulkan bahwa, pada uji
kualitas minyak, jumlah peroksida yang dihasilkan dipengaruhi perlakuan diantaranya penggunaan minyak pada proses
penggorengan maupun proses bleaching. Terdapat reaksi-reaksi antara bahan-bahan yang digoreng dan bahan tambahan
sebagai pemucat sehingga jumlah peroksida yang terbentuk semakin banyak. Hal tersebut juga dapat terjadi akibat
kesempatan kontak langsung antara asam lemak dan okigen pada kondisi terbuka.

4. Warna
Zat warna dihasilkan dari pigmen alami pada minyak yang memberikan perbedaan sesuai dengan bahan
asalnya. Zat warna pada minyak disebut partkel asing sebagai zat pengotor yang harus dihilangkan. Dalam proses
pengolahan minyak, proses penghilangan zat warna (pigmen) dilakukan pada suatu proses yang disebut proses pemucatan
(bleaching).
Menurut Ketaren 2008, pemucatan ialah suatu proses pemurnian minyak untuk menghilangkan zat-zat warna yang
tidak disukai dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan mencampurkan sejumlah kecil adsorben. Zat warna pada minyak
akan diserap oleh permukaan adsorben yang juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak,
misalnya peroksida. Proses pemucatan pada minyak, dapat dilakukan bahan pengadsorbsi diantanya tanah pemucat
(bleaching earth) dan arang (bleaching carbon).
Pemucatan yang dilakukan kali ini menggunakan karbon aktif untuk memucatkan minyak yang telah digunakan.
Maka untuk pengujian warna, terdapat 3 sampel untuk uji 1 kualitas minyak. Pada awalnya, minyak baru diukur kejernihan,
kemudian minyak tersebut digunakan untuk menggoreng suatu bahan pangan lalu diukur lagi kejernihannya. Sisa minyak
yang telah digunakan penggorengan dianggap sebagai minyak kotor, dengan asumsi tingkat kejernihannya menurun. Minyak
tersebut kemudian di pucatkan dalam proses pemucatan menggunakan karbon aktif, lalu kemudian diukur tingkat kejernihan
dari perubahan warnanya.
Dari hasil pengamatan untuk uji 1 kualitas minyak yang menggunakan diperoleh bahwa untuk minyak baru dan
minyak setelah pakai memperoleh hasil yang normal dengan nilai 0 sedangkan untuk minyak bleaching, nilai tersebut
berubah dengan nilai pemucatan 60. Dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengujian diperoleh bahwa tingkat perubahan
warna ataupun kekeruhan yang mempengaruhi kejernihan minyak dari minyak bleaching menunjukan tingkat polarisasi dari
alat spektrofotometer yang tinggi atau tidak jernih. Sedangkan untuk minyak baru dan bekas tetap jernih dari hasil polarisasi
yang tidak berubah. Hal tersebut seharusnya berlawanan antar nilai hasil pemucatan dan sebelum pemucatan saat minyak
tersebut telah digunakan. Seharusnya tingkat kejernihan minyak akan meningkat setelah dilakukan proses pemucatan
(bleaching). Sesuai teori bahwa warna yang menjadi salah satu faktor perubahan tingkat kejernihan akibat penggorengan
akan dapat dijernihkan menggunakan karbon aktif. Ini merupakan kesalahan praktikan karena pada saat pemisahan antara
minyak dan karbon aktif. Karbon aktif pun ikut tercampur dan menyebabkan sinar nilai polarisasi menyimpang jauh.

5. Bau
Setiap minyak lemak memiliki ciri khas khusus yang memberi perbedaan antara minyak satu dengan yang lainnya.
Setelah minyak tersebut diekstraksi, sifat minyak akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang salah satunya
menyebabkan ketengikan. Relasinya adalah saat proses ketengikan terjadi, terbentuknya senyawa-senyawa baru
menyebabkan timbulnya aroma/bau tengik yang mengubah aroma/bau khas pada minyak lemak tersebut. Pada penjelasan
mengenai peroksida, aroma/bau dari ketengikan timbul akibat terbentuknya senyawa keton dan aldehid tak jenuh. .
Bau tengik muncul sebagai akibat dari proses peruraian minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan
kerusakan minyak karena adanya oksigen (oksidasi ). Minyak yang berbau tengik mengandung senyawa radikal bebas
dalam jumlah yang tinggi dan juga dapat merusak cita rasa makanan yang digoreng. Minyak goreng yang ditambahkan
dengan antioksi dan juga bisa anda pilih karena dapat memperlambat kerusakan akibat proses oksidasi (Yulvitrawasih,
2012).
Hasil pengamatan dilakukan dengan taraf perlakuan penciuman dengan skala sebagai berikut:
0 atau - = Normal
+ = Agak bau tengik
++ = Bau tengik
+++ = sangat tengik
Menunjukan bahwa pada uji 1 kualitas minyak, minyak baru, minyak setelah pakai dan minyak bleaching
menunjukan taraf yang sama yaitu agak bau tengik.

o Praktikum Uji Stabilitas Minyak


Uji stabilitas merupakan suatu parameter khusus yang dimaksudkan untuk mengetahui kualitas dan mutu suatu
produk minyak sawit yang telah diluluskan dan beredar di pasaran. Dengan uji stabilitas ini, dapat diketahui pengaruh faktor
lingkungan seperti suhu, kelembaban terhadap parameter-parameter stabilitas produk minyak sawit, seperti bilangan iod,
bilangan peroksida, dan bilangan FFA (Anonim, 2009). Penentuan stabilitas miyak dan lemak dapat ditentukan baik secara
fisik dan kimia. Prinsip dasar dari uji stabilitas yaitu dengan mengukur parameter-parameter tertentu pada minyak atau
lemak untuk diuji dan iketahui, apakah produk berupa minyak atau lemak tersebut telah sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena
asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak itu sendiri. Berikut tabel komponen asam lemak minyak kelapa
sawit.
Tabel 7. Komposisi Trigliserida dalam Minyak Kelapa Sawit

Sumber ; Ketaren, 1986

Dari tabel tampak bahwa kandungan asam lemak tertinggi yaitu asam palmitat sebesar 40-46% dan asam lemak
terendah yaitu asam miristat sebesar 1,1-2,5%. Hal inilah yang memberikan ciri khas minyak sawit dari jenis minyak lainnya
dan yang mempengaruhi mutu dan stabilitas minyak kelapa sawit dalam uji stabilitas minyak. Praktikum ini menggunakan
minyak goreng sawit dalam kemasan. Minyak sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan daging buah
tanaman kelapa sawit. Syarat mutu minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Syarat Minyak Mutu Kelapa Sawit
No Karakteristik Syarat Cara pengujian
1 Warna Kuning jingga sampai Visual
hingga kemerah-
merahan
2 Asam lemak bebas (sebagai 5.00 BS 684-1958
asam palmitat), %
(bobot/bobot), maks
3 Kadar kotoran, % 0.05 SNI 01-3184-1992
(bobot/bobot), maks
4 Kadar air, % (bobot/bobot), 0.45 BS 684-1958
maks
Sumber: SNI 01-2901-1992

Minyak digunakan untuk menggoreng bahan kering (kerupuk) dan bahan basah (tahu). Berikut ini akan dibahas
mengenai bilangan asam lemak bebas (FFA), bilangan asam, bilangan iod, bilangan peroksida, bau, dan kejernihan. Untuk
literatur dapat dilihat juga pada pembahasan bagian praktikum uji kualitas minyak dan pemucatan minyak.
1. % FFA
Pada pengujian asam lemak bebas untuk sampel minyak kelapa sawit memiliki perlakuan yang sama, yaitu minyak
kelapa sawit yang baru kemudian di lakukan penggorengan secara basah dan kering. Nilai bilangan asam untuk minyak
goreng baru adalah 0.1128%, sedangkan untuk nilai bilangan asam setelah dilakukan penggorengan secara basah dah kering
secara berturut-turut adalah 0.3102% dan 0.281.
Kadar %FFA pada minyak kelapa sawit kemasan yang digunakan untuk menggoreng bahan dengan kadar air
tinggi berubah. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan yang digoreng adalah tahu yang mengandung banyak protein yang
merupakan polimer dari asam amino. Asam amino tersebut mengandung gugus amina yang bersifat basa yang bereaksi
dengan asam lemak bebas dari minyak sehingga asam lemak bebas dari minyak bereaksi dengan asam sehingga jumlahnya
menjadi meningkat. Sedangkan untuk menggoreng bahan yang kering, nilai %FFA nya lebih kecil dibandingkan dengan
menggoreng bahan yang basah, dikarenakan minyak yang bereaksi dengan air sangat sedikit sehingga reaksi hidrolisis antara
air dengan minyak menjadi berkurang, dan nilai %FFA nya pun menjadi berkurang.

2. Bilangan asam
Jumlah asam lemak bebas semakin meningkat dengan lama waktu proses penggorengan. Asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak goreng digunakan sebagai salah satu indikator kualitas minyak goreng. Pada saat saat awal proses
penggorengan, asam lemak bebas dihasilkan dari proses oksidasi, tetapi pada tahap selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan
dari proses hidrolisis yang disebabkan oleh keberadaan air.
Proses oksidasi disebabkan keberadaan oksigen yang bereaksi dengan minyak. Reaksi oksidasi minyak berjalan
relatif lambat pada suhu ruang, namun pada suhu tinggi (suhu penggorengan) reaksi oksidasi berjalan sangat cepat (Choe
dan Min, 2007). Menurut Lawson (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan laju oksidasi selain suhu adalah laju
minyak terserap dalam bahan pangan, penambahan minyak segar, luas permukaan minyak yang terpapar oleh oksigen,
keberadaan logam seperti tembaga yang bersifat prooksidan dan kualitas minyak untuk menggoreng. Oksidasi komponen-
komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah
nilai bilangan asam suatu lemak atau minyak (Feryanto, 2007).
Air dan uap air dari bahan yang digoreng serta peningkatan asam lemak bebas dan asam lemak yang memiliki
bobot molekul rendah hasil oksidasi memicu reaksi hidrolisis (Warner, 2002). Reaksi hidrolisis akan memecah trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Konstituen yang dapat menghidrolisis minyak diantaranya yaitu air dan enzim.
Tingkat hidrolisis minyak yang tinggi akan menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas minyak. Tingkat hidrolisis
minyak yang tinggi tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah konstituen penghidrolisis minyak, yaitu jumlah air yang cukup
tinggi atau tingginya aktivitas enzime lipase dalam minyak. Menurut Lawson (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan laju hidrolisis trigliserida adalah jumlah air yang dibebaskan pada minyak selama proses penggorengan, suhu
minyak saat penggorengan, regenerasi minyak yang digunakan dengan minyak segar, perlakuan pemanasan dan pendinginan
minyak goreng selama digunakan. Penambahan minyak segar pada proses penggorengan akan memperlambat terjadinya
reaksi hidrolisis (Choe dan Min, 2007). Pada saat akumulasi asam lemak bebas berada dalam jumlah yang signifikan, akan
terbentuk asap yang berlebihan dan kualitas dari makanan hasil goreng menurun. Pada saat ini, minyak harus diganti
(Krishnamurthy dan Vernon, 1996).
Gambar 6. Reaksi Hidrolisis yang Terjadi pada Minyak Goreng (Ketaren, 2008)

Untuk menentukan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak dilakukan uji bilangan asam.
Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH atau NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari
satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Terkadang bilangan asam juga dinyatakan sebagai derajat asam yaitu
banyaknya mililiter KOH atau NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Sudarmadji,
1989). Jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dapat menunjukkan kualitas minyak, dimana semakin tinggi
nilai asam lemak bebas maka semakin turun kualitas. Adanya asam lemak bebas pada minyak disebabkan karena minyak
mengalami proses hidrolisis. Hidrolisis trigliserida dalam minyak akan menghasilkan komponen asam lemak dan
monogliserida. Pada tahap akhir akan menghasilkan gliserol dan asam lemak (Winarno, 2004).
Pengujian stabilitas minyak memiliki fungsi untuk mengetahui kestabilan minyak terhadap perlakuan
(penggorengan), baik untuk bahan basah (contoh: tahu) atau bahan kering (contoh: kerupuk). Sampel minyak yang diujikan
adalah minyak kelapa sawit kemasan baru yang murni dan bukan minyak curah, hal ini dimaksudkan supaya minyak masih
memiliki kualitas yang bagus saat diuji. Untuk pengujian nilai bilangan asam minyak kelapa sawit yang baru memiliki nilai
bilangan asam 0.2245 mg KOH/g. Nilai tersebut sudah sesuai dengan kriteria standar mutu (SNI) nilai bilangan asam
minyak kelapa sawit kemasan yaitu 5 mg KOH/g.
Setelah dilakukan perlakuan berupa penggorengan bahan masakan basah dan kering, nilai bilangan asam minyak
menjadi naik sekitar 0.3-0.4 mg KOH/g, yaitu untuk perlakuan basah sebesar 0.5572 mg KOH/g dan untuk perlakuan kering
sebesar 0.6173 mg KOH/g. Hasil tersebut menunjukan penyimpangan dari literatur yang menyebutkan bahwa keberadaan
air menyebabkan proses hidrolisis minyak sehingga seharusnya penggorengan bahan dengan kadar air yang lebih tinggi akan
menghasilkan lebih banyak asam lemak bebas sehingga meningkatkan bilangan asam lebih besar dibandingkan
penggorengan bahan berkadar air lebih rendah. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor berkaitan dengan
kondisi proses penggorengan dalam ketel, antara lain pemanasan dengan adanya udara, suhu, minyak yang kelewat panas
(local over heating of oil), aerasi pada minyak, kontak minyak dengan logam dari ketel, kontak bahan pangan dengan
minyak dan adanya kerak dan partikel yang gosong (Ketaren, 2008), di mana kondisi proses yang terjadi mungkin tidak
sama pada saat menggoreng tahu dan menggoreng kerupuk. Selain itu, penyimpangan tersebut juga mungkin disebabkan
kesalahan kerja, seperti kesalahan dan ketidakakuratan dalam proses titrasi sehingga sangat mempengaruhi hasil nilai
bilangan asam yang diperoleh.

3. Bilangan Iod
Hasil praktikum uji stabilitas minyak (menggunakan minyak sawit kemasan) mempunyai bilangan iod minyak
sawit kemasan baru sebesar 79.95, bilangan iod minyak sawit kemasan yang dipakai untuk menggoreng bahan kering
(kerupuk) sebesar 74.3, dan bilangan iod minyak sawit kemasan yang dipakai untuk menggoreng bahan basah (tahu) sebesar
71.92. Bilangan iod pada minyak sawit kemasan yang belum dipakai mengandung iod yang melebihi standar (dari literatur).
Namun, bilangan iod ini menunjukkan semakin tidak jenuhnya minyak dan semakin banyak ikatan rangkap. Bilangan iod
pada minyak sawit kemasan (di uji stabilitas) masih cocok digunakan sebagai minyak goreng.
Bilangan iod mengalami penurunan dari minyak sawit kemasan baru dengan minyak sawit bekas dipakai untuk
menggoreng bahan kering dan basah. Hal ini sudah benar karena semakin rendah bilangan iod, maka semakin berkurangnya
ikatan rangkap dan menurunnya ketidakjenuhan. Bilangan iod pada minyak bekas pakai untuk menggoreng bahan kering
lebih besar dari bilangan iod bekas pakai untuk menggoreng bahan basah. Hal ini disebabkan kandungan air yang terdapat
pada bahan menyebabkan minyak terhidrolisis yang menghasilkan asam lemak dan gliserol.

4. Bilangan Peroksida
Dari hasil pengamatan, minyak hasil penggorengan basah menunjukan nilai bilangan peroksida lebih tinggi
dibandingkan minyak baru maupun minyak penggorengan kering. Hal ini menunjukan bahwa, jumlah peroksida yang
dihasilkan oleh berbagai jenis minyak dengan urutan minyak penggoregan basah > minyak penggorengan kering > minyak
baru. Untuk minyak sawit kemasan baru dan penggorengan kering sama-sama memilki bilangan peroksida 0 ppm,
sedangkan untuk penggorengan basah memiliki bilangan peroksida 89,6 ppm.
Dapat disimpulkan bahwa, pada uji 2 stabilitas minyak, jumlah peroksida yang dihasilkan dipengaruhi perlakuan
yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Dalam kondisi tertentu, saat penggorengan suatu bahan pangan, akan
menyebabkan terakumulasinya jumlah oksigen yang menyebabkan ketengikan pada penggorengan basah maupun kering.
Jika berpatokan terhadap data antar kedua jenis penggorengan tersebut, ternyata minyak dengan perlakuan penggorengan
basah memiliki bilangan peroksida yang lebih besar dari pada penggorengan kering. Hal ini dapat terjadi karena adanya
reaksi antar air dan asam lemak yang menyebabkan oksigen ikut bergabung pada ikatan rangkap karbonnya. Sehingga
minyak baru lebih stabil dari pada minyak hasil penggorengan dan minyak dengan perlakuan penggorengan kering sedikit
lebih stabil dari pada hasil penggorengan kering.

5. Bau
Pada percobaan menggoreng tahu, dimana terjadi pengaruh akibat suhu yang tinggi dan kondisi bahan yang
mengandung air, menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada minyak yang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak.
Dalam reaksi hidrolisis, air yang terkandung dalam bahan tahu berperan dalam menguraikan trigliserida menjadi asam lemak
bebas, monogliserida, digliserida dan gliserin kemudian asam lemak yang berlebih menyebabkan bau tidak enak pada
minyak. Jika reaksi hidrolisis dalam minyak ini terus berlanjut, maka kadar asam lemak bebas dalam minyak juga akan terus
meningkat hingga titik tertentu.
Minyak penggorengan kering dan penggorengan basa menunjukan taraf kurang bau atau sedikit bau tengik,
sedangkan untuk minyak baru tidak menunjukan bau tengik. Dapat disimpulkan bahwa, untuk minyak baru, minyak setelah
pakai dan minyak bleaching penggorengan basah dan kering, serta , minyak penggorengan kering dan penggorengan
basa telah mengalami ketengikan. Hal ini terjadi akibat perlakuan yang membuka peluang terjadinya proses oksidasi.

6. Kejernihan
Kejernihan merupakan suatu indikator yang menentukan kualitas suatu minyak pangan. Pengujian kejernihan suatu
minyak pangan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah logam berat atau komponen- komponen lainnya yang
terdapat atau mengkontaminasi minyak pangan. Untuk menguji kejernihan suatu minyak pangan digunakan alat bantu
berupa spektrofotometer.
Prinsip kerja spektrofotometer berdasarkan pada hukum Lambert Beer, yaitu bila cahaya monokromatik (Io)
melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi
dipancarkan (It). Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati sampel (It)
dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Io). Persyaratan hukum Lambert Beer, antara lain: radiasi
yang digunakan harus monokromatik, energi radiasi yang diabsorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia, sampel
(larutan) yang mengabsorpsi harus homogen, tidak terjadi fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak
berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer) (Anonim, 2012). Ilustrasi prinsip kerja
Spektrofotometer dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Prinsip Kerja Spektrofotometer

Pada saat proses menggoreng kerupuk terjadi kontak langsung antara minyak dan udara sehingga terjadi proses
oksidasi, adanya pemberian suhu yang tinggi pada saat penggorengan akan mempercepat terjadinya proses oksidasi pada
miyak sawit yang digunakan. Minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau dipakai secara
berulang-ulang akan menjadi hitam. Perubahan warna pada minyak menunjukkan kestabilan minyak telah menurun, dimana
warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Saat penggorengan, munculnya
busa pada saat penggorengan merupakan petunjuk atau tanda terjadinya reaksi oksidasi dalam minyak sawit tersebut.
Dari hasil pengamatan untuk uji 2 stabilitas minyak yang menggunakan sampel minyak kemasan diperoleh bahwa
untuk minyak baru menunjukan hasil 90,4%, minyak penggorengan kering 65,7% dan penggorengan basah 44,7%. Hal ini
menunjukan bahwa minyak baru memiliki derajat polarisasi lebih besar dibandingkan minyak kering dan minyak basah.
Semakin tinggi persentase kejernihan minyak maka komponen-komponen pencampur akan semakin sedikit.
Komponen-komponen pencampur seperti logam, dapat mempercepat terjadinya reaksi pembentukan bau tengik serta
degradasi aroma dan rasa sehingga kualitas minyak akan menurun. Minyak pangan yang berkualitas baik adalah minyak
pangan yang memiliki tingkat kejernihan tinggi (Anonim, 2012).
Dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengamatan untuk uji kejernihan, minyak baru memiliki persentase hasil yang
lebih besar dari pada minyak perlakuan lainnya, sehingga minyak akan semakin tidak jernih apabila diberi perlakuan seperti
menggoreng bahan pangan, kejernihan akan lebih menurun apabila penggorengan bahan pangan yang berstruktur basah.

IV. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Afrian. Anton. 2001. Kajian Proses Pemucatan Minyak Goreng Bekas. Bogor: Skripsi Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA
IPB.
Anonim. 2012. Pengujian Karakteritsik Minyak. http://see-around-theworld.blogspot.com/2012/05/pengujian-karakteritsik-
minyak.html. Diakses tanggal 8 November 2012
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng. SNI 01-3741-2002. Badan Standarisasi Nasional Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit. SNI 01-2901-1992. Badan Standarisasi Nasional Jakarta.
Bernhard. 2011. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Bilangan Iodium. http://bernhardlmsitorus.blogspot.com/2011/11/faktor-faktor-
yang-mempengaruhi.html. Diakses tanggal 8 November 2012
Castellan, G.W. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. New York : General Graphic Servies.
Choe, E. dan D. B. Min. 2007. Chemistry of Deep Fat Frying Oils. J. Food Sci 72 (5): 77-86.
Estiasih,Teti dan Ahmadi .2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aks
Feryanto. 2007. Essensial Oil Corner/Parameter Kualitas Minyak Atsiri. Diakses tanggal 8 November 2012
Istighfaro, Nila. 2010. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan Metode Adsorpsi Menggunakan Bentonit-Karbon Aktif Biji
Kelo. Malang: Skripsi Jurusan Kimia, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Krishnamurthy, R. G. dan Vernon C. W. 1996. Salad oil and oil-based dressings. Di dalam: Baileys Industrial Oil and Fat
Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application Technology (4th ed., Vol 3). New York: Wiley-
Interscience Publication.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press
Ketaren . 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Lawson, H. 1995. Food Oils and Fats: Technology, Utilization, and Nutrition. New York: Chapman and Hall.
Sudarmadji, S. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Sonntag, N.O.V. 1979. Reaction of Fats and Fatty Acids. Di dalam D. Swern (ed). 1979. Baileys Industrial Oils and Fat Product. John
Wiley and Sons, N.Y.
Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Warner, K., 2002. Chemistry of Frying Oils. Di dalam: C.C. Akoh dan D.B. Min (ed). Food Lipids 2nd edition. New York: Marcel
Dekker, Inc
Yulvitrawasih. 2012. Menjaga Khasiat Minyak Goreng.
http://www.rsi.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=44:menjaga-khasiat-minyak-goreng&catid=7:tips-
kesehatan&Itemid=10. Diakses tanggal 8 November 2012
Pembahasan Prak.Organik II
PENENTUAN BILANGAN ASAM, BILANGAN IOD DAN BILANGAN PEROKSIDA DARI MINYAK JELANTAH

Pada praktikum ini dilakukan penentuan kualitas lemak secara kuantitatif yaitu dengan menentukan bilangan iod,
bilangan peroksida dan bilangan asamnya. Minyak yang digunakan adalah minyak SOFIA yang baru dan minyak
jelantahnya yaitu pada ke 2, 3 dan 4 penggorengan.
Percobaan ini diawali dengan penentuan bilangan iod. Dimana, bilangan iod ini menunjukkan ketidakjenuhan
asam lemak yang menyusun minyak tersebut yang menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam
lemak. Bilangan iod ini deperoleh dengan mereaksikan 0,3 gram minyak goreng SOFIA dengan 10 ml larutan kloroform
dan iodin bromida dalam asam asetat glasial.
Kemudian dibiarkan selama 30 menit dalam ruang gelap untuk mengcegah terjadinya otooksidasi radikal
asam lemak akibat faktor percepatan seperti cahaya yang dapat merusak asam lemak.
Minyak goreng ini ditambahkan kloroform untuk melarutkan minyak tersebut, sebab minyak haya dapat larut
dalam pelarut oganik seperti kloroform karena memiliki kepolaran yag sejenis yaitu non-polar.
Selain itu penambahan iodin bromida dalam asam asetat glasial ini akan menyebabkan terjadinya pengikatan
iod oleh minyak pada ikatan rangkapnya. Iodin yang tersisa kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan
indikator kanji. Dimana, kanji dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna coklat kehitaman. Pada titik ahkir titrasi, iod
yang terikat akan hilang bereaksi dengan Na2S2O3 sehingga akan hilang. Sehingga penambahan kanji ini dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi kuning muda. Penambahan kanji ini
bertujuan intuk membungkus iod sehingga iod tidak terlepas dari ikatannya dengan asam lemak tak jenuh.
Hal ini akan menyebabkan teradinya perubahan warna larutan menjadi biru sehingga dilakukan titrasi lagi
sampai warna biru hilang. Dalam hal ini atom-atom karbon dari asam lemak tidak jenuh menyerap iod berdasarkan reaksi:
-CH=CH- + I2 -CHI-CHI-
Dari hasil percobaan, diperoleh volume Na2S2O3 yang diperlukan dalam titrasi ini sebanyak 41,5 mL pada
minyak goreng murni;39,1 mL pada minyak penggorengan kedua; 28,8mL pada minyak penggorengan ketiga; dan 31,3 mL
pada penggorengan keempat. Sehingga diperoleh jumlah iod yang terserap didalam asam lemak sebesar 176 pada minyak
goreng murni; 10 pada minyak penggorengan kedua; 54 pada minyak penggorengan ketiga; dan 43 pada penggorengan
keempat.
Dari hasil diatas terlihat bahwa asam lemak yang terdapat dalam minyak goreng SOFIA merupakan asam
lemak tak jenuh dengan banyaknya ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh ini ditunjukan oleh jiumlah iod yang terikat
pada asam lemak tak jenuh ini. Berdasarkan hasil ini pula, dapat diketahui bahwa memakaian minyak secara berulang akan
menurunkan ketidak jenuhan karena terjadi pemutusan ikan rangkap dari minyak tersebut sehingga semakin banyak
pengulangan dalam penggorengan akan menurunkan kualitas minyak.
Selanjutnya, dilakukan pengujian mutu minyak dengan penentuan bilangan peroksida. Bilangan peroksida
didefinisikan sebagai jumlah mg peroksida dalam setiap 1000 g minyak atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan
derajat kerusakan pada minyak atau lemak.
Penentuan ini diawali dengan mereaksikan minyak goreng dengan asam asetat glasial dalam kloroform
sehingga terbantuk larutan berwarna putih keruh. Penambahan ini berfungsi untuk melarutkan minyak dalam larutan
pelarut yaitu campuran Asam asetat glacial 60% dan kloroform 40%. Hal ini dilakukan agar lemak dapat bereaksi dengan
KI jenuh yang nantinya akan dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk dititrasi kelebihan iodnya.
Selanjutnya Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan
selanjutnya terbentuk aldehid hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta ketengikan minyak.
Dengan reaksi :
CH3CH2CHCOOH + O2 CH3CH2COOCH2COOH
Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada asam lemak.
Pada minyak baru hanya sedikit diperlukan larutan Na2S2O3 untuk menitrasi I 2 yang terbentuk.
Dari hasil percobaan, diperoleh volume rata-rata Na2S2O3 yang diperlukan dalam titrasi ini sebanyak 7 mL
pada minyak goreng murni; 7,75 mL pada minyak penggorengan kedua; 14,8mL pada minyak penggorengan ketiga; dan
23,05 mL pada penggorengan keempat. Sehingga diperoleh jumlah peroksida yang terdapat didalam asam lemak sebesar 14
pada minyak goreng murni; 16 pada minyak penggorengan kedua; 29,6 pada minyak penggorengan ketiga; dan 46,1 pada
penggorengan keempat.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan penambahan peroksida sering dengan penggunaan
ulang dari minyak gorengan ini maka semakin besar kerusakan yang terjadi pada miyak tersebut jika digunakan secara
terus menerus.
Selanjutnya dilakukan penentuan bilangan asam yang menyatakan banyaknya miligram KOH yang diperlukan
untuk menetralkan asam-asam lemak bebas pada satu gram lemak atau minyak. Bilangan asam ini dapat digunakan untuk
mengetahui kualitas minyak dilihat dari ukuran untuk hidrolisis atau ketengikan.
Pada penentuan bilangan asam ini sebanyak 2,5 gram minyak ditimbang dan dilarutkan dalam alkohol 95%
kemudian ditutup dengan pendingin balik. Tujuannya adalah untuk mempercepat reaksi pelarutan minyak dalam alkohol.
Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH dengan menggunakan indikator phenolptalein.
Dari hasil perhitungan, didapat volume rata-rata KOH yang diperlukan dalam titrasi ini sebanyak 1 mL pada
minyak goreng murni; 0,9 mL pada minyak penggorengan kedua; 0,4 mL pada minyak penggorengan ketiga; dan 0,6 mL
pada penggorengan keempat. Sehingga diperoleh bilangan asam sebesar 2,43 pada minyak goreng murni; 2,02 pada
minyak penggorengan kedua; 0,90 pada minyak penggorengan ketiga; dan 1,34 pada penggorengan keempat.
Berdasarkan literarur, dinyatakan bahwa kualitas minyak baru lebih bagus dibandingkan minyak bekas.
karena dibutuhkan KOH yang lebih sedikit untuk menetralkan asam lemak bebas pada minyak. Tingginya bilangan asam
pada minyak bekas dapat disebabkan karena terjadinya interaksi dengan udara yang lebih lama dibanding minyak baru.
Proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak terutama bila
dibiarkan lama di udara. Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol
yang mengakibatkan kerusakan karena terdapat sejumlah air dalam lemak atau minyak tersebut.
Penentuan Bilangan Asam

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR


PENENTUAN BILANGAN ASAM MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Endang Kumolowati, M.Si., Apt.
DISUSUN OLEH :
ACHMAD BURHANUDDIN ( 011.11.002 )
ASISTEN DOSEN :
Ida Kusumawati, A.Md
Teknologi Pengolahan Sawit
Institut Teknologi dan Sains Bandung
2012

Penentuan Bilangan Asam Minyak Sawit & Minyak Kelapa

I. TUJUAN
Mengetahui bilangan asam yang terkandung dalam minnyak sawit dan minyak kelapa
II. DASAR TEORI
Dalam banyak literatur ilmiah dipakai istilah lipid yang berarti lemak, minyak atau unsur yang menyerupai lemak
yang didapat dalam pangan dan digunakan dalam tubuh. Lemak mengandung lebih banyak karbon dan lebih sedikit oksigen
daripada karbohidrat. Oleh karena itu lebih banyak mempunyai nilai tenaga (Sudarmadji, 1989).
Minyak merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi kebutuhan tubuh manusia. Selain itu minyak juga
merupakan sumber energi dimana satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal (Winarno, 2002). Minyak (nabati)
mengandung asam lemak tak jenuh dan beberapa asam lemak esensial seperti asam olet, linolet dan linolenat (Ketaren,
1986).

Minyak berperan penting bagi pengolahan bahan pangan, kerena minyak mempunyai titik didih yang tinggi
(200oC). Oleh karena itu minyak dapat digunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng menjadi
kehilangan kadar air dan menjadi kering. Selain itu pula minyak dapa juga memberikan rasa yang gurih dan aroma yang
spesifik (Sudarmaji, 1996).
Kandungan asam lemak bebas dalam minyak yang bermutu baik hanya terdapat dalam jumlah kecil, sebagian
besar asam lemak terikat dalam bentuk ester atau bentuk trigliserida (Keraten, 1986). Minyak kelapa dapat mengalami
perubahan aroma dan cita rasa selama penyimpanan. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang
dapat menyebabkan kerusakan minyak (Ketaren, 1986; Buckle, 1987).
Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa per 1
gram minyak. Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Bilangan ini
menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada minyak terutama
pada saat pengolahan. Asam lemak merupakan struktur kerangka dasar untuk kebanyakan bahan lipid (Agoes, 2008).
Bilangan Asam atau angka asam adalah jumlah miligram KOH (Kalium Hidroksida) yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan Asam dipergunakan untuk mengukur
jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak dan minyak.
Bilangan asam adalah ukuran jumlah asam bebas yang dihitung berdasar bobot molekul asam lemak atau
campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak. Bilangan asam ini menyatakan jumlah asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak, dan biasanya dihubungkan dengan telah terjadinya hidrolisis minyak berkaitan dengan mutu
minyak.
Bilangan asam = ml KOH x N KOH x 56.1
berat (gram) sampel
Disamping itu, bilangan asam dinyatakan pula dalam derajat asam atau kadar asam, yakni banyaknya mililiter
larutan KOH 0,1 N yang diperlukan untuk mene-tralkan asam lemak yang terkandung dalam 100 gram minyak.
Derajat asam = 100 x ml KOH x N KOH
Berat (gram) sampel
Kadar asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak dihitung dengan rumus berikut:
Kadar asam (acid number) = Bobot molekul asam lemak x ml KOH x N KOH %
10 x berat (gram) sampel
Berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak (rata-rata dari campuran asam lemak), untuk minyak kelapa =
205, minyak kelapa sawit = 263. Sedang untuk minyak lain, selain minyak sawit dan minyak kelapa, dihitung sebagai asam
oleat = 282.
Dari rumus di atas, faktor 56,1 adalah bobot molekul larutan KOH, jika dipergu-nakan larutan NaOH untuk titrasinya,
maka faktor tersebut menjadi 39,9.
Kerusakan minyak secara umum disebabkan oleh proses oksidasi dan hidrolisis. Proses oksidasi dipercepat dengan
adanya sinar matahari. Menurut Winarno (2002) menyatakan asam lemak dapat teroksidasi sehingga menjadi tengik. Bau
tengik merupakan hasil pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.
Ketaren (1986) juga menyatakan bahwa terjadi oksidasi oleh oksigen dari udara bila bahan dibiarkan kontak
dengan udara. Dengan adanya air, minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat
dengan adanya basa, asam, dan enzim-enzim.
Hidrolisis dapat menurunkan mutu minyak (Winarno, 2002). Kandungan air dalam minyak mampu mempecepat
kerusakan minyak. Air yang ada dalam minyak dapat juga dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang
dapat menghidrolisis minyak (Ketaren, 1986).
III. ALAT DAN BAHAN
No Alat dan Bahan Jumlah Merk

1 Gelas kimia; 100 ml 1buah Pirex


2 Gelas ukur; 25 ml 1 buah Pudak Scientific
3 Labu enlenmeyer; 100 ml 2 buah Bomex
4 Buret 1 buah Bomex
5 Labu volumetri; 250 1 buah Pirex
6 Pipet tetes 2 buah -
7 Kompor listrik 1 buah -
8 Neraca 311 1 buah -
9 Gelas ukur; 100 ml 1 buah Pudak Scientific
10 Gelas ukur; 25 ml 1 buah Pudak Scientific
11 Batang pengaduk 1 buah -
12 Akuades Secukupnya -
13 Indikator fenolftalein 1% Secukupnya Pudak Scientific
14 Minyak sawit 40 gram -
15 Minyak kelapa 40 gram -
16 Etanol 95% 50 cc Pudak Scientific
17 NaOH 0,1 N Secukupnya Pudak Scientific
IV.

PROSEDUR / LANGKAH KERJA

DATA PENGAMATAN
Tabel percobaan ke- 1
Banyak NaOH
No lipid Bilangan Asam
(cc)
1 Minyak Sawit 1,2 0,23
2 Minyak Kelapa 1,8 0,35
Percobaan ke-2
Banyak NaOH
No lipid Bilangan Asam
(cc)
1 Minyak Sawit ( 20 gram) 0,8 0,15
2 Minyak Kelapa (20 gram) 1,8 0,35
VI. ANALISIS DATA
Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 39,9
berat (gram) sampel
Percobaan ke-1
Bilangan asam minyak sawit = 1,2 x 0,1 x 39,9
20
= 0,23
Bilangan asam minak kelapa = 1,8 x 0,1 x 39,9
20
= 0,35
Percobaan ke-2
Bilangan asam minyak sawit = 0,8 x 0,1 x 39,9
20
= 0,15
Bilangan asam minak kelapa = 1,8 x 0,1 x 39,9
20
= 0,35
Rata rata bilangan asam
Minyak sawit = 0,23 +0,15 miyak kelapa =
0,35+0,35 2 2
= 0,19 = 0,35
VII. PEMBAHASAN
Dalam percobaan penentuan bilangan asam dalam minyak sawit dan minyak kelapa yang dilakukan dapat
diketahui bahwa bilangan asam yang ada dalam minyak sawit pada percobaan pertama sebesar 0,23 dan pada percobaan
kedua sebesar 0,15 sedangkan pada minyak kelapa pada percobaan pertama dan kedua sebesar 0,35.

VIII. SIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil simpulan bahwa untuk mengetahui bilangan asam yang ada
dalam minyak sawit atau minyak kelapa bisa dengan titrasi dengan menggunakan pereakasi basa yaitu KOH atau NaOH,
penentuan bilangan asam bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak, kualitas minyak berbanding terbalik dengan bilangan
asam, semakin tinggi kualitas minyak maka semakin rendah bilangan asam yang dikandungnya, minyak sawit terbukti
memiliki kulitas lebih tinggi dari minyak kelapa. Rata Bilangan asam minyak sawit dan minyak kelapa dalam percobaan ini
adalah 0,19 dan 0,35
IX. DAFTAR PUSTAKA

X. LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Praktikum Kimia Dasar
2. Kode Percobaan : C - XI 06.02
3. Topik Percobaan :Penentuan bilangan asam dalam minyak sawit dan minyak kelapa
4. Tujuan Percobaan : Mengetahui bilangan asam yang terkandung dalam minyak sawit dan minyak kelapa
5. Praktikan :

a. Nama : Achmad Burhanuddin


b. NIM : 011.11.002
c. Jurusan : Teknologi Pengolahan Sawit
6. Tanggal Pelaksanaan : 14 Mei 2012
7. Waktu Pelaksanaan : 07.00 WIB- Selesai
8. Tempat Pelaksanaan : Laboratorium Kimia ITSB
Cikarang, Mei 2012
Menyetujui,
Asisten dosen Praktikan
(Ida Kusumawati, A.Md.) (Achmad Burhanuddin)
NIP. NIM. 011.11.002
Mengetahui,
DosenPengampu
Dr. EndangKumolowati, M.Si.Apt.
NIP.
XI. LAMPIRAN
Tindak Lanjut
1. Jelaskan perbedaan Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit
Minyak Sawit (CPO) adalah minyak sawit yang dihasilkan dari pengempaan daging buah sawit, warna orange sampai
merah sedangkan minyak Inti Sawit adalah minyak yang dihasilkan dari pengempaan biji(inti) buah sawit, warna agak putih
dan lebih jernih, serta harga juga semakin mahaahl, biasanya untuk produk obat serta kosmetik
2. Apa yang dimaksud dengan Standar Mutu dan parameter apa saja yang menjadi ukuran mutu bagi Minyak Sawit.
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan bahwa minyak tersebut bermutu baik. Ada beberapa faktor
yang menentukan standar mutu, yaitu:
Kandungan air dan kotoran
Kandungan asam lemak bebas
Warna
Bilangan peroksida
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu, adalah:
Titik cair
Kandungan gliserida
Refining loss (kehilangan pada saat pengolahan)
Plastisitas (kelenturan)
Spreadability (kemudah-tersebaran)
Kejernihan
Kandungan logam berat
Bilangan penyabunan
3. Sebutkan parameter yang menjadi standar mutu SNI dan SPB, mengapa perbedaan tersebut ada?
Standar mutu yang harus dipenuhi adalah:
Warna )
Kadar air ) SNI )
Pengotor ) )
Asam lemak bebas ) )
Bilangan Iod )
Besi ) SPB
Tembaga )
Karoten )
Tokoferol )
Pemucatan : Red & Yellow )
Perbedaan ini terjadi karena mutu minyak sawit bisa ditentukan dari banyak faktor, dan untuk keakuratan maka
untuk minyak sawit yang kualitas sangat bagus diperlukan banyak parameter.
4. Sebutkan sifat-sifat fisik (9) dan kimia (14) dari minyak.
Sifat Fisik (Ketaren, 38-48):
1. Penentuan kadar minyak
2. Kadar air & Zat menguap
3. Bobot jenis
4. Titik cair
5. Turbidity point
6. Indeks bias
7. Warna dengan Spektrofotometer
8. Warna dengan cara Wesson
9. Kelarutan
Sifat Kimia (Ketaren, 48-65):
1. Bilangan asam
2. Bilangan penyabunan
3. Bilangan ester
4. Bahan yang tidak tersabunkan
5. Asam lemak total
6. Asam lemak jenuh & tidak jenuh
7. Bilangan Hehner
8. Bilangan Reichert-Meissl
9. Bilangan Polenske
10. Bilangan Kirschner
11. Bilangan Iodium
12. Bilangan Thiocyanogen
13. Bilangan asetil & hidroksi
14. Bilangan peroksida
5. Jelaskan masing-masing sifat tersebut secara singkat sehingga dapat dipahami maknanya terhadap mutu minyak tersebut.
sifat fisik merupakan sifat yangterkandung dalam minyak yang secara umum bisa dilihat dengan mata telanjang
sedangkann sifat kimia dalah sifat yang terkandung dalam minyak yang tidak bisa langsung terlihat sehinnga untuk
mengetahui dilakukan banyak perlakuan khusus.
6. Apa yang dimaksud dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dan bagaimana kebe-radaannya dalam Minyak Sawit, serta
bagaimana dampaknya terhadap mutu Minyak Sawit tersebut serta dampaknya bagi kesehatan tubuh yang
mengkonsumsinya.
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap sedangkan asam lemak tak jenuh adalah asam
lemak yang memiliki ikatan rangkap, asam lemak mempengaruhi terhadap minyak sawit jika terlalu banyak akan
menyebabkan minyak cepat busuk. Dampaknya kurang baik bagi kesehatan karena minyak yang mengandung ikatan
rangkap akan mudah berikatan.
7. Kalau kita lihat begitu dikontrolnya standar mutu Minyak Sawit yang digunakan di Indonesia maupun yang dieksport. Lalu
apakah anda terfikir cara penggunaan yang baik, cara menggoreng yang benar misalnya, agar mutu minyak dapat tetap
diperta-hankan, sehingga tetap berdampak baik bagi kese-hatan. Karena mutu minyak sangat dipengaruhi oleh suhu yang
tinggi, sehingga berakibat pada oksidasi dan polimeri-sasi, maka dapat berakibat bagi kesehatan seperti yang dijelaskan
berikut: jangan makan gorengan (ayam goeng ataupun pisang goreng) yang digoreng dengan minyak goreng yang digunakan
berulangulang, karena dapat menyebabkan kanker. Jelaskan jawaban saudara sebagai produsen minyak goreng bermutu
tinggi, yang seolah-olah upaya saudara mempertahankan mutu produksi hanyalah sia-sia.
kita sebagai produsen bisa memberikan label dalam kemasan minyak kita misal minyak baik digunakan dalam suhu 90
derajat celcius jika lebih maka minyak akan rusak, minyak hanya untuk 3 kali penggorengan, cara ini yang paling efektif
disamping biaya juga tidak teralu besar juga lebih efisien.

Você também pode gostar