Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gangguan autism, gangguan perkembangan pervasive yang paling
dikenal, lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan diidentifikasikan tidak
lebih dari usia tiga tahun. Anak tersebut melakukan sedikit kontak mata
dan sedikit ekspresi wajah terhadap orang lain dan tidak menggunakan
gesture untuk berkomunikasi. Anak tidak berhubungan dengan teman
sebaya atau orang tuanya, kurangnya kegembiraan yang spontan, tidak ada
mood dan afek emosional yang nyata, dan tidak dapat terlibat dalam
permainan atau tidak dapat bermain imajinasi. Ada sedikit bicara yang
dapat dimengerti, dan anak melakukan perilaku motorik stereotip seperti
bertepuk tangan, memutar tubuh, atau membenturkan kepala.
Autis diperkirakan jarang terjadi, tetapi sekarang diperkirakan di
Amerika Serikat terdapat 58.000 hingga 115.000 anak yang mengalami
autism pada 57,6 juta anak usia 1-15 tahun (Rapin,1997). Tidak ada angka
yang reliabel pada prevalendsi autisme diantara orang dewasa.
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis
a. Bagaimana mekanisme dan prevalensi gangguan autisme?
b. Bagaimana metode terapi pada autik?
c. Apa etiologi autisme?
d. Bagaimana manifestasi autisme?
1.3.Tujuan
a. Menjelaskan bagaimana patofisiologi dari gangguan autisme
b. Menjelaskan metode terapi pada anak autik
c. Menjelaskan etiologi autism
d. Menjelaskan manifestasi autisme
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
1. Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang
mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus
respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru
memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu
baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk
dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata tidak
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers
and Parents): menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung
berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar
berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time : merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif.
Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam
menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi,
sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related
Communication Handicaps): merupakan pembelajaran bagi anak dengan
memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama,
dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan
layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur.
Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu
anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan
pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai
kebutuhan anak.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan
adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.
a. Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur,
artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan
ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan
tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun
merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.
Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari
instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak
adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan "merah". Setelah anak mengenal
dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan
instruksi "Ambil bola merah" kedalam perbuatan kongkrit.
Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :
- Struktur waktu
- Struktur ruang, dan
- Struktur kegiatan
b. Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan
terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau
dibiasakan dengan pola yang teratur.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih
dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya,
supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih
fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar
(sesuai dengan tujuan behavior therapi).
c. Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin
dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan
prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan harus dilakukan
secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga apabila target
program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian pula
selanjutnya.
d. Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip
konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi respon
positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat
memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku
negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang
berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus
sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten mencakup
tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti;
tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan
kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak autistik. Sedangkan arti
konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan
sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua
pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan
memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah
disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi
pembelajaran di sekolah dan dirumah.
e. Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang
berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu disini meliputi
kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan
pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah,
tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak.
Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan
secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).
f. Kurikulum
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya
harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada kemampuan dan
ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi masing-masing individu.
i. Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi anak
autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses
kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku
menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga.
Hal ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau
demonstrasi secara visual dan kongkrit.
Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai
anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku
penghubung.
2. Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan
atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di
sekolah. Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah
dan perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna
mendapatkan pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara
lain dengan mencari penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta
pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik
yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua
dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.
a. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik.Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme
adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%).
Disebut fragile- X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai
oleh adanya kerapuhan (fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan
penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui
kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat
menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH
Faradz, Ph.D, 2003)
c. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan.
Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang
mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet,
penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan
tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan
terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme
menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 10 tahun, dari 120 orang itu
97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari
hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan
metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan
untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak
(83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak
(15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %)
alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman,
SpKJ, 2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan
ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan
kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi
nyeri dan motivasi.
d. Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella,
toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan
makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertuimbuhan
sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu
terutama fungsi pemahaman komunikasi dan interaksi (Depdiknas,
2002). Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena
kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk
berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara
sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.
a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bicara dan bahasa)
c. Perilaku emosi
d. Pola bermain
e. Gangguan sensorik motorik
f. Perkembangan terlambat atau tidak normal