Você está na página 1de 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Gangguan autism, gangguan perkembangan pervasive yang paling
dikenal, lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan diidentifikasikan tidak
lebih dari usia tiga tahun. Anak tersebut melakukan sedikit kontak mata
dan sedikit ekspresi wajah terhadap orang lain dan tidak menggunakan
gesture untuk berkomunikasi. Anak tidak berhubungan dengan teman
sebaya atau orang tuanya, kurangnya kegembiraan yang spontan, tidak ada
mood dan afek emosional yang nyata, dan tidak dapat terlibat dalam
permainan atau tidak dapat bermain imajinasi. Ada sedikit bicara yang
dapat dimengerti, dan anak melakukan perilaku motorik stereotip seperti
bertepuk tangan, memutar tubuh, atau membenturkan kepala.
Autis diperkirakan jarang terjadi, tetapi sekarang diperkirakan di
Amerika Serikat terdapat 58.000 hingga 115.000 anak yang mengalami
autism pada 57,6 juta anak usia 1-15 tahun (Rapin,1997). Tidak ada angka
yang reliabel pada prevalendsi autisme diantara orang dewasa.

1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis
a. Bagaimana mekanisme dan prevalensi gangguan autisme?
b. Bagaimana metode terapi pada autik?
c. Apa etiologi autisme?
d. Bagaimana manifestasi autisme?

1.3.Tujuan
a. Menjelaskan bagaimana patofisiologi dari gangguan autisme
b. Menjelaskan metode terapi pada anak autik
c. Menjelaskan etiologi autism
d. Menjelaskan manifestasi autisme
BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Pengertian Autisme

Suatu sindrom yang terjadi. Penderitanya menarik diri dari orang


lain tetapiu berbuhungan dengan dunia tidak nyata. Sering salah
didiagnosis sebagai retardasi mental, yang memang sering menyertai.
Anak laki-laki : anak perempuan = 4 : 1.

Dikenal beberapa jenis berikut ini :

1. Autism infatil murni (syndrome Kanner) Terjadi sebelum usia 3 tahun.


Secara retrospektif seringkali diketahui bahwa sebenarnya terjadi
sebelum usia 1 bulan, atau bahkan pada masa neonatus. Dapat terjadi
pada lebih dari 1 anggota keluarga, kada-kadang pada kembar 1 telur.
Biasanya permanen.
2. Sekunder terhadap kerusakan otak. Anak tadinya normal, sampai
suatu saat terjadi kerusakan otak, misalnya karena meningitis,
campak, ensefalitas, dan lain-lain. Biasanya permanen.
3. Sekunder terhadap gangguan emosional berat. Mungkin reversible.
4. Reaksi pseudo-psikotik karena stress berat, baik fisik maupun
emosinya. Mungkin reversible.

2.2. Gambaran Klinis Autisme

Riwayat awal penyakit. Bayi sulit diatur, tidak responsive dan


bandel sejak lahirnya. Pada kira-kira usia 6 bulan biasanya tidak
memberikan gerakan antisipasi seperti biasanya bila diangkat; tidak mau
bersandar pada tubuh orang dewasa yang menggendongnya. Seringkali
memberikan reaksi meronta-ronta dan membenturkan kepala.

Riwayat selanjutnya anak normal mungkin kadang-kadang


mengerjakan hal-hal dibawah ini, tetapi autik melakukan setiap hari.

1. Hubungan emosional dengan orang dewasa sangat terganggu dan


semakin lambat;
2. Menjauh dan menghindari seakan-akan tidak ada orang lain
3. Membalik badan dari orang yang lewat.
4. Kesulitan bermain dengan anak-anak lain
5. Memeriksa diri sendiri. Mempelajari bagian-bagian tubuhnya sendiri.
6. Asik dengan barang-barang tertentu. Mengumpulkan barang-barang,
marah bila kehilangan.
7. Menolak untuk berpindah dari tempat tinggalnya atau menolak
berganti kegiatan yang sudah rutin baginya, dalam waktu yang cukup
lama.
8. Perasaan khusus yang jelas-jelas abnormal. Anak dikira buta atau tuli.
Kemudian terbukti tidak. Tidak mempunyai perasaan sakit dan
perasaan panas atau dingin.
9. Perasaan hati yang abnormal. Mudah marah, mengamuk tanpa sebab
yang jelas, tertawa tanpa alasan, tidak memiliki perasaan takut yang
mengancam.
10. Gangguan berbicara. Mereka bicara terlambat, sesudah usia 4 tahun.
Atau tidak bicara sama sekali.
Catatan: prognosis terutama lebih buruk pada yang tidak pernah bicara
sama sekali. Kalimat-kalimat yang diucapkan dapat berupa
pengulangan bunyi seperti burung kakaktua, kadang-kadang seperti
rangkaian sajak tanpa arti yang jelas. Sering mengganti dengan dia
atau mengucapakan nama sendiri pada waktu mengucapkan saya.
Suka musik.
11. Gangguan gerakan. Seringkali gerakannya berlebihan, terutama
malam hari, sering berjalan diatas jari kaki. Gerakan mengepak-
ngepak. Sangat senang sekali melakukan gerakan-gerakan dengan
tubuh. Membentur-benturkan kepala, meronta-ronta, dan lain lain.
12. Mempunyai bidang tertentu yang normal, bahkan melebihi normal
meskipun terdapat retardasi mental yang serius, misalnya dalam hal
menyusun jigsaw pszzles; keterampilan mekanis lainnya; membaca;
mengingat, dll.
Catatan: sulit sekali untuk menentukan tingkat intelegensinya; biasanya
rendah.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Mekanisme dan Prevalensi Autisme


a. Mekanisme
Biasanya pasien autis mengalami kehilangan kemampuan sistem
imunitas sehingga terjadi inflamatory. Cytokine diproduksi secara
berlebihan dalam darah putih, kadarnya meningkat dan hal itu
menyebabkan terjadinya abnormal neurology. Percobaan telah
dilakukan terhadap pengaruh asupan gluten dan kasein ke dalam
makanan yang akan dikonsumsi oleh anak normal dibandingkan
dengan anak penderita autis. Dalam kedua darah anak tersebut
dianalisa kandungan cytokine-nya, ternyata kandungan cytokine dalam
darah penderita autis meningkat jauh lebih tinggi daripada darah anak
normal. Peningkatan cytokine tersebut dapat menjadi penyebab secara
genetik yang kelak akan menyebabkan timbulnya penyakit autisme.
Reaksi Opioid adalah suatu reaksi yang paling merusak. Hal itu
biasanya diakibatkan oleh terjadinya kebocoran usus (leaky guts).
Sekitar 50% pasien autis mengalami kebocoran usus sehingga terjadi
ketidakseimbangan flora usus. Peptida hasil pemecahan gluten atau
kasein dikirim ke otak dan kemudian ditangkap reseptor opioid. Hal ini
menyebabkan autisme, kondisi reaksi opioid menyerupai kondisi
seperti baru mengkonsumsi obat-obatan serupa morphin atau heroin.
Pada saat dalam kandungan ternyata penderita autis mengalami
peningkatan jumlah protein dalam darah, yaitu 3X lebih besar dari
anak yang kemudian terlahir normal dan setelah kelahiran terus
meningkat hingga mencapai 10X normal. Pada anak normal tidak
terjadi mengalami kenaikan. Peningkatan jumlah protein darah yang
abnormal pada penderita ini dapat mengacaukan proses migrasi sel
normal atau bahkan mematikan sel selama masa perkembangan sistem
saraf berlangsung. Perlu diingat bahwa pertumbuhan saraf selama
embrio penting untuk membentuk formasi sistem saraf pusat dan sel
otak yang baru.
b. Prevalensi
Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autisme semakin
tinggi, yang dulu jarang ditemui kini semakin lebih sering. Dua puluh
tahun yang lalu hanya sekitar 1 dari 10.000 anak kena autis. Lima
tahun yang lalu 1 dari 1000, satu tahun yang lalu 1 dari 166 anak, dan
saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahun timbul sekitar 9000 anak
autis baru.
Autisme merupakan spektrum dari kelainan (disorder) bagi otak
dan pengembangannya. Disorder otak tersebut tidak jelas tanda-
tandanya. Dan bila hal itu diabaikan akan menjadi malapetaka bagi
keluarganya. Sebenarnya terjadinya autisme sendiri bukan
merupakan tragedi, yang menjadi tragedi adalah akibat
ketidakpedulian terhadap gejala-gejala awal yang timbul pada bayi dan
anak-anak kita di usia dini.
Gejala dini autisme sebetulnya dapat mulai diketahui pada usia
kurang dari 18 bulan. Karena itu para orang tahu harus jeli dan peduli
bila ada sedikit saja kelainan muncul. Konsep Tiga Cepat harus
diikuti, yaitu cepat melihat, cepat memutuskan, dan cepat bertindak.
Gejala-Gejala autis antara lain sakit perut, sakit kepala, menangis
berlebihan, sensitif pada suara,depresi, hiperaktif, dan sangat agresif.

3.2 Metode Terapi pada Anak Autik

1. Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang
mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus
respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru
memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu
baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk
dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata tidak
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers
and Parents): menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung
berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar
berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time : merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif.
Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam
menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi,
sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related
Communication Handicaps): merupakan pembelajaran bagi anak dengan
memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama,
dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

F. MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS


Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan.
Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan
layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur.
Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu
anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan
pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai
kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi


Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan
layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi
persyaratan antara lain:
Guru terkait telah siap menerima anak autistik
Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
Dan lain-lain yang dianggap perlu.
3. Program Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam
kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau
layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian
waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis


Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak
memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini
sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka.
Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan
minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah


Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti
pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non
verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat
mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan
mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan
masyarakat.

6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis


Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah
dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti
rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan
adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

G. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


Prinsip-prinsip pengajaran dan pendidikan
Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur,
artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan
ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan
tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun
merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.

Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari
instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak
adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan "merah". Setelah anak mengenal
dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan
instruksi "Ambil bola merah" kedalam perbuatan kongkrit.
Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :
- Struktur waktu
- Struktur ruang, dan
- Struktur kegiatan

b. Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan
terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau
dibiasakan dengan pola yang teratur.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih
dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya,
supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih
fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar
(sesuai dengan tujuan behavior therapi).

c. Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin
dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan
prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan harus dilakukan
secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga apabila target
program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian pula
selanjutnya.

d. Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip
konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi respon
positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat
memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku
negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang
berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus
sesuai dengan perilaku sebelumnya.

Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten mencakup
tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti;
tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan
kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak autistik. Sedangkan arti
konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan
sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua
pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan
memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah
disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi
pembelajaran di sekolah dan dirumah.

e. Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang
berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu disini meliputi
kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan
pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah,
tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak.
Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan
secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).

f. Kurikulum
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya
harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada kemampuan dan
ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi masing-masing individu.

g. Pendekatan dan Metode


Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan dan
program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan perpaduan
dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan kemampuan anak
serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak. Metode dalam pengajaran
anak autistik adalah metode yang memberikan gambaran kongkrit tentang "sesuatu",
sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang "sesuatu"
tersebut.

h. Sarana Belajar Mengajar


Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses
pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit bagi
anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir kongkrit. sehingga
sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit. Beberapa anak autistik dapat
berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih dengan sarana belajar yang kongkrit

i. Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi anak
autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:

1. Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses
kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku
menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga.
Hal ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau
demonstrasi secara visual dan kongkrit.
Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai
anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku
penghubung.

2. Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan
atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di
sekolah. Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah
dan perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna
mendapatkan pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara
lain dengan mencari penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta
pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik
yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua
dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.

3. Evaluasi Catur Wulan


Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai tolok
ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program
pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka
kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak
dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum
dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau
meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.

3.3 Etiologi autisme

Faktor penyebab atuisme mesih terus dicari dan masih dalam


penelitian parah ahli. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor
genetika (keturunan memegang peranan penting dalam proses terjadinya
autisme.

a. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik.Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme
adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%).
Disebut fragile- X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai
oleh adanya kerapuhan (fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan
penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui
kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat
menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH
Faradz, Ph.D, 2003)

b. Ganguan pada Sistem Syaraf


Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki
kelainan pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling
konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Otak kecil
berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai
sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak
atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem
saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku.

c. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan.
Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang
mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet,
penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan
tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan
terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme
menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 10 tahun, dari 120 orang itu
97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari
hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan
metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan
untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak
(83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak
(15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %)
alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman,
SpKJ, 2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan
ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari bahan
kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi
nyeri dan motivasi.

d. Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella,
toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan
makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertuimbuhan
sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu
terutama fungsi pemahaman komunikasi dan interaksi (Depdiknas,
2002). Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena
kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu untuk
berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara
sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.

3.4 Manifestasi Autisme

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama


maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali
menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara
tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain.
Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan
tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca
inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan).
Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari,
menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat
ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri
maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan,
perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi
gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang
terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu
melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak
wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-
suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan
pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama antara lain:


a. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya
b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal
d. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang.

Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah


adanya 6 gangguan dalam bidang :

a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bicara dan bahasa)
c. Perilaku emosi
d. Pola bermain
e. Gangguan sensorik motorik
f. Perkembangan terlambat atau tidak normal

Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme


berdasarkan jenis masalah gangguan yang dialami anak dengan autisme.
Karakteristik dari masing-masing masalah/gangguan itu di deskripsikan
sebagai berikut:

1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya


sebagai berikut:
a. Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak
ada. Anak tampak seperti tuli, dan sulit bicara.
b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang
tidak dapat dimengerti orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau
membeo (echolalia)
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa
yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik
berupa:
a. Anak autistic lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau
meghindari tatapan muka atau mata orang lain.
c. Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua.
d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.

3. Masalah/gangguan di bidang sensoris degan karakteristiknya berupa:


a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka
dipeluk.
b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup
telinga.
c. Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan
atau benda-benda yang ada disekitarnya.
d. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain karakteristiknya berupa:


a. Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b. Anak autistik tidak suka bermain dengan teman sebayanya
c. Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan,
misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar.

5. Masalah/gangguan di bidang perilaku karakteristiknya berupa:


a. Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
(hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Anak autistik memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri
sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti
burung.
c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan
d. Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Masalah/gangguan di bidang emosi karakteristiknya berupa:


a. Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas,
tertawa-tawa dan menangis tanpa alasan
b. Anak autistik kadang agresif dan merusak
c. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri
d. Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan
orang lain yang ada di sekitarnya.

Você também pode gostar