Você está na página 1de 5

ANAK FK

HOME PENYAKIT INFEKSI KARDIOLOGI RESPIROLOGI HEMATOLOGI NEUROLOGI UROLOGI


REPRODUKSI MUSKULOSKELETAL DERMATOLOGI GASTRO-ENTERO-HEPATOLOGI ENDOKRINOLOGI
MATA-THT

Lepra

Penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman golongan mycobacterium. Organ utama yang
diserang oleh bakteri ini adalah syaraf perifer, kulit, dan jaringan lainnya, kecuali susunan syaraf pusat.
Penyakit lepra jarang bersifat fatal, dampak terburuk adalah akibat kerusakan syaraf dan sekuel lainnya.

Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdiagnosis 150-250 kasus kusta, terutama berasal dari immigran
dan daerah-daerah yang memang sering terjadi insiden lepra. Di Indonesia kasus kusta pada akhir tahun
2008 adalah sebesar 22.359 kasus, dengan populasi kusta tertinggi terdapat pada Pulau Jawa, Pulau
Sulawesi, Maluku, dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 adalah 0,73 per 10.000 penduduk.

Terdapat beberapa klasifikasi kusta, namun pada artikel ini akan digunakan klasifikasi berdasakan WHO
dan yang digunakan di Indonesia, berdasarkan spektrum penyakitnya kusta dapat dibagi menjadi 2, yaitu
:

a. Pausibasilar (PB) / Tuberculoid leprosy

b. Multibasilar (MB) / Lepromatous leprosy

Mirip dengan tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, tidak semua pasien yang
terinfeksi dengan leprae akan mengalami penyakit, 95% pasien bersifat asimptomatis.

Etiologi

Mycobacterium leprae, bakteri ini ditemukan oleh Armauer Hansen, tak heran jika terkadang lepra
disebut sebagai Hansens disease. Mycobacterium leprae merupakan bakteri intraseluler, bersifat
batang tahan asam sehingga diperlukan pewarnaan khusus (Ziehl neelsen). Bakteri ini tidak dapat
dikembangkan dalam medium artificial di laboratorium, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
kultur. Bakteri ini tumbuh pada telapak kaki armadilo (Dasypus novemcinctus).

Transmisi
Droplet, sekresi nasal (butuh kontak jangka lama)

Patogenesis dan patologi

Saat bakteri masuk kedalam tubuh, bakteri akan bereplikasi di sel histiosit, sel endotel, dan sel schwann.
Multiplikasi bakteri sangat lama, yaitu sekitar 14 hari, masa inkubasi juga sangat lama, rata-rata adalah
5 tahun. Bakteri tumbuh baik pada suhu 30 derajat celsius, seperti pada kulit, saraf perifer, saluran
pernafasan atas, hidung, cuping telinga. Saraf yang paling sering terserang adalah n. auricularis magnus,
n. ulnaris, n.peroneus communins, n.tibialis posterior. Respon imun sangat menentukan perjalanan
penyakit lepra.

Pada orang dengan imunitas seluler (cell mediated immunity) baik, bentuk penyakit adalah pausibasiler
(PB), sedangkan jika imunitas seluler buruk, bentuk penyakit adalah multibasiler (MB). Perbedaan antara
PB dan MB dapat dilihat dibawah.

Kerusakan saraf disebabkan karena proses inflamasi yang berlangsung. Pada tipe PB terjadi inflamasi
akibat respon dari sel Th-1 mensekresikan sitokin-sitokin IL-2, IFN-, IL-12, bakteri pun akan segera
dieliminasi. Sedangkan pada tipe MB, respon inflamasi cenderung minimal dan berlangsung kronis
karena dominasi sel Th-2 yang tidak memproduksi sitokin-sitokin yang dapat mengeradikasi bakteri.

Imunitas seluler yang baik ditandai dengan dominasi sel Th-1 yang akan memproduksi IFN- bagi
makrofag untuk mengeliminasi bakteri lepra. Imunitas seluler yang buruk ditandai dengan dominasi sel
Th-2 yang akan memproduksi antibodi, sayangnya antibodi ini tidak dapat mengeliminasi lepra.

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala utama pada penyakit lepra (Cardinal sign) :

a. Lesi khas berupa makula, papula, plak, nodule, atau infiltrasi

b. Gangguan sensibilitas pada lesi kulit

c. Pembesaran saraf (n.ulnaris, n.auricularis magnus, n.peroneus communis, n.tibialis posterior)

d. BTA (basil tahan asam) pada lesi

Diagnosis ditegakkan jika : terdapat dua dari tiga tanda kardinal atau ada tanda kardinal yang ke-empat
Kerusakan pada beberapa syaraf dapat menimbulkan gambaran khusus :

a. Facies leonina , lesi lepra di wajah memberikan gambaran wajah seperti singa

b. Wrist drop, lesi pada n.radialis

c. Foot drop, lesi pada n.poplitea lateralis

d. Claw hand, lesi pada n.ulnaris

Tabel perbedaan manifestasi klinis, bakteriologik, imunologik kusta dari PB dan MB

Picture

Nb :

*Tes lepromin analog dengan tes tuberkulin, tes lepromin yang positif menandakan sistem imun berhasil
melawan bakteri

Diagnosis

a. Pemeriksaan tanda-tanda kardinal (lihat diatas), BTA dapat diperiksan dengan pengecatan Ziehl
neelsen, spesimen biasa diambil dari cuping telinga, kerokan lesi, mukosa hidung. Pengambilan
spesimen sebaiknya minimal 4-6 tempat dengan 2-4 spesimen diambil dari lesi yang paling aktif (paling
eryhthematosa dan paling infiltratif)

Interpretasi pemeriksaan ziehl neelsen :

0 : Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang

1+ : 1-10 BTA dalam 100 lapang pandang

2+ : 1-10 BTA dalam 10 lapang pandang

3+ : 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang

4+ : 11-100 BTA dalam 1 lapang pandang

5+ : 101-1000 BTA dalam 1 lapang pandang

6+ : >1000 BTA dalam 1 lapang pandang

b. Serologis (Lepromin test, MLPA [Mycobacterium Lepra Particle Agglutination])


c. PCR

d. Pemeriksaan histopatologi

Treatment and management

Untuk pengobatan lepra akan dibagi menjadi 3 klasifikasi :

a. Pausibasiler dengan lesi tunggal

Rifampin : 600mg + ofloxacin : 400mg + minocycline : 100mg, dosis tunggal

b. Pausibasiler

6 Bulan : Dapsone 100mg/hari + Rifampin 600mg/bulan

c. Multibasiler

12 Bulan : Dapsone 100mg/Hari + Rifampin 600mg/bulan + Clofazimine (300mg/bulan dan 50mg/hari)

*Nb :

a. Dapsone = DDS (Diaminodiphenyl sulfone)

b. Clofazimin = lamprene, efek samping : Hiperpigmentasi kulit atau kulit menjadi kemerahan

Pencegahan

Vaksin BCG dan kemoprofilaksis dengan rifampin jika kontak dengan pasien lepra

Reaksi dalam lepra

Reaksi yang dimaksudkan disini adalah episode akut / eksaserbasi pada saat pasien mengalami lepra :

a. Reaksi tipe 1 (reaksi reversal atau reaksi upgrading)

Merupakan reaksi hipersentivitias tipe lambat, hal ini terutama terjadi pada lepra tipe borderline (bukan
PB ataupun MB), atau sering terjadi pada bulan pertama penggunaan obat-obatan dimana terjadi
peningkatan respon imun terhadap bakteri M.leprae. Reaksi tipe 1 ditandai dengan bengkak,
kemerahan, nyeri tekan secara tiba-tiba pada lesi lepra sebelumnya. Reaksi ini dapat diterapi
menggunakan prednisolone selama 6 bulan dengan tappering off.

b. Reaksi tipe 2 ( Eryhtema nodosum leprosum)


Merupakan reaksi akibat pembentukan kompleks imun (antara antigen M.leprae dengan igM atau igG
yang diproduksi tubuh). Reaksi ini sering terjadi pada kasus lepra tipe MB, terutama pada setelah
pengobatan dimana banyak kuman M.leprae yang mati dan mengeluarkan antigennya. Reaksi tipe 2 ini
ditandai dengan gangguan organ sistemik, reaksi kulit beruba nodul subkutan yang akan menjadi pustul
dan mengalami ulserasi. Juga disertai dengan gejala sistemik seperti demam, takikardi, malaise.

Komplikasi

a. Kerusakan permanen pada saraf, sehingga benar-benar tidak ada rasa sensoris pada saraf yang rusak

b. Lucios phenomenon : lesi lepra menjadi sangat difus, menyebar ke seluruh tubuh

Sumber

a. Kuliah blok Dermatologi FKUB 2015

b. Bhat RM, Prakash C. Leprosy: An Overview of Pathopahysiology. Interdisciplinary Perspectives on


Infectious Diseases, Volume 2012 (2012), Article ID 181089, 6 pages

c. WHO. WHO recommended MDT regimens. [Online] Diakses 13 Januari 2016 [Dari :
http://www.who.int/lep/mdt/regimens/en/]

d. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe-daili ES. Menaldi SL. Kusta. Dalam : Djuada A, Hamzah M, Aisah S. 2011.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta : Badan penerbit FKUI

e. SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair/RSU Dr. Soetomo. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press

Você também pode gostar