Você está na página 1de 4

AGAMA DAN FILSAFAT ILMU

A. Manusia, Ilmu, dan Teologi


Manusia, ilmu dan teologi selalu terkait dengan baik secara teoritik maupun
prakmatik. Anehnya, manusia yang menguasai ilmu sering berseberangan dengan
teollogi. Sebagian orang berpretensi, ilmu itu akan memberikan pencerahan, sedangkan
teologi memberikan jalan hidup. Manusia menguasai teologi, yaitu ilmu Ketuhanan,
adalah konsumsi keyakinan. Keyakinan, melibatkan pemikiran, rasa, dan angan-angan.
Dalam konteks ini, manusia menguasai ilmu dan agama sering berbenturan dalam nalar
pikirannya. Oleh karena itu ilmu dan agama memang memiliki pilar yang tidak selalu
sama. Ilmu itu selalu endasarkan akal, sedangkan agama berdasarkan keyakinan.
Trologi adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh
kenyatan berdasarkan iman. Bahkan ada pendapat, menganut agama tanpa ilmu
dianggap kurang bagus. Agam yang hanya dilandasi iman, tanpa ilmu, dianggap belum
lengkap. Manusia memilki iman selalu diperkuat oleh keyakinan dan doktrin. Secara
sederhana, iman dapat didefinisikan sebgai sikap manusia dihadapan Allah, Allah dalm
konteks ini adalah Yang mutlak dan Yang Kudus, yang diikuti sebgai sumber egala
kehidupan di alam semesta. Allah dalam teologi wajib diyakini. Relitas yang dihadapi
manusia, iman ada dalam diri seseorang antara lain melalui pendidikan tetapi dapat juga
melalui usaha sendiri, misalnya dengan cermat merenungkan hidup di hadapan Sang
pemberi hidup itu. Dalam hal ini Allah diemengerti sebagai realitas yang paling
mengagumkan dan mendebarkan. Tentulah dalam arti terakhir itu berteologi adalah
berfilsafat juga. Rasa berdebar-debar mamahami Tuhan, melahirkan pemikiran filsafat.
Iman adalah sikap batin. Iman seseorang terwujud dalam sikap, perilaku dan
perbuatannya, terhadap sesamanya dan terhadap lingkungan hidup. Jika iman sama ada
pada dan dimiliki oleh sejumlah atau sekelompok orang, maka yang terjadi adalah
proses pelembagaan. Pelembagaan misalna berupa: (1) tatacara bagaimana kelompok
itu ingin mengungkapkan imannya dalam doa dan ibadat, (2) tata nilai dan aturan yang
menjai pedoman bagi penghayatan dan pengamalan iman dalam kegiatan sehari-hari,
(3) tatanan ajaran atau isi iman untuk dikomunikasikan (disiarkan) dan dilestarikan. Jika
pelmbagaan itu terjadi, lahirlah agama. Karena itu agama adalah wujud sosial dari iman.
Terlebih lagi agama dalam tindakan, selalu berupa aktivitas yang dibumbui masalah
Ketuhanan. Seluk beluk Ketehanan fdipelajari melalui teologi.
Sebagai ilmu, teologi merfleksikan hubungan Allah dan manusia. Manusia
berteologi karena ingin memahami imannya dengan cara lebih baik, dan ingin
mempertanggung jawabkannnya: aku tahu kepada siapa aku percaya. Telogi bukan
agama dan tidak sama dengan ajaran agama. Dalm teologi, adanya unsure akal
menyelidiki isi iman diharapkan member sumbangn substansial untuk integrasi akal dan
iman, iptek dan imtaq, yang pada gilirannya sangat bermanfaat bagi hidup manusia
masa kini. Teologi itu sebuah ilmu, yang berbeda tipis dengan filsafat ilmu Ketuhanan.
Baik teologi maupun filsafat ilmu jelas sebuah ilmu pengetahuan tetentang hakekat
hidup. Hakikat ilmu pengetahuan itu ada sumber asal-usulnya.
B. Refleksi Filsafat, Agama dan Ilmu
Filsafat kuncinya adalah upaya menemukan kebijaksanaan hidup. Orang yang
tahu filsafat, sekaligus menguasai agama, dan ilmu, sehrusnya hidupnya semkin lengkap.
Focus filsafat juga berusaha menemukan kebenaran. Jika dikaitkan dengan agama, tentu
pencarian kebenaran seharusnya ke arah kebenaran transcendental. Kebenaran yang
sifatnya abstrak ini, akan diraih melalui penguasaan ilmu yang mantap. Bagaiana
caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar ? Mudah saja, jawab filsuf.
Ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu. (Suriasumantri:
2005: 19). Tahu dan tidak tahu, itu wilayah ilmuan. Wilaah agama sering berkaitan
denga proses tahu dan tidak tahu yang sifatnya sulit dibantah. Orang yang membantah
agama, dianggap lemah agamanya. Debat agama dan ilmu sering berakhir dengan jalan
buntu, karean landasan berbeda.
Sedangkan imu pengetahuan sendiri mempunyai pengertian sebagai hasil usaha
pemahaman manusia yang disusun dalm sistematika mengenai kenyataan, struktur,
pembagian, bagian-bagian dan hokum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya
(alam, manusia, dan juga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pikiran manusia
yang dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara impiris, riset dan
eksperimental (Anshari: 1979: 157). Filsafat sebagai hasil daya upaya manusia dengan
akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral hakekat sarwa yang ada: (1)
hakekat Tuhan, (2) hakekat alam semesta, dan (3) hakekat manusia, serta sikap manusia
termasuk konsekuensi daripada faham tersebut. Filsafat memang lengkap, menyeluruh
ke segala segmen kehidupan.
C. Agama dan Pemikiran
Aku berpikir maka aku ada. Begitulah Socrates mengambarkan keberadaan
manusia. Baginya akal adalah segalanya dan merupakan pokok serta satu-satunya jalan
yang dapat menuntun manusia mencari kebenaran. Ia ia beersifat untuk hidup karena
dengan berpikir maka eksistensinya sebgai manusia dapat dipertahankan. Kalau orang
mau berpikir, orang akan tahu betul kalau dirinya ada. Ada, akan jelas, ergantung
manusia berpikir tentang ada.
Agama lahir sebagai pedoman dan panduan bagi kehidupan manusia. Agama lahir tidak
dengan rasio, rise, dan uji coba belaka melainkan lahir dari proses penciptaan zat yang
berbeda di luar jankauan akal manusia dan penelitian pada objek-objek tertentu. Agama
menjadi titik akhir dari suatu perjalan jauh manusia dalam mencari keuasan hidup yang
tidak bias didapatkan dalam filsafat dan sain (ilmu). Kalau demikian, agama dan filsafat
memang memiliki perbedaan esensia l. agam dan ilmu saling menunjang, namun tidak
selalu ada titik temu.
D. Ilmu dan Agama dalam Perselingkuhan
Ilmu dan agama sering bertentangan. Perkembangan ilmu Nampak sangat
berbeda dengan agama. Walau tidak semua ilmuwan itu ateis namun banyak
pernyataan ilmu menjadi senjata bagi kaum Ateis untuk menantang agama. Agam
dipotong dengan pisau sampai disebut tidak bermakna. Ilmu dan agama keduanya
menawarkan kepastian. Hanya saja kepastian yang diberikan berasal dari metode yang
berbeda. Ilmu bukanlah agama dan agama bukan ilmu. Keduanya adalah hal yang
berbeda.
Perbedaan filsafat dengan ilmu dan agama dpat dikatakan: (1) filsafat
menyelidik, membaca serta memikirkan seluruh alam kenyataan dan menyelidiki
bagaimana hubungan satu sama lain. Sedangkan ilmu lain menyelidiki tentang sebab
akibat tetapi menyelidiki hanya sebagian saja dari alam, (2) filsafat tidak saja menyelidiki
tentang sebab akibat tetapi menyelidiki hakekatnya sedangkan ilmu lain tidak
membahas tentang sebab akibat (peristiwa), dan (3) filsafat dalam pembahasannya apa
ia sebenarnya dari mana asalnya dan hendak ke mana perginya sedangkan ilmu lain
harus menjawab bagaimana dan apa sebabnya.
Dpat dikatakan perbedaan filsafat dengan ilmu agama, yaitu: (1) filsafat ilmu
pengetahuan tentang non empiric dan nonekperimental diperolehmanusia melalui
usaha, (2) ilmu adalh kumpulan penetahuan mengenai sesuatu kenyataan tersusun
sistematis dari usaha ,manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamatan, dan
percobaan, (3) agama adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu Tuhan mengenai
berbagai hal kehidupan manusia dengan lingkungannya.
Secara umum perbedaan filsafat dengan ilmu, yaitu: (1) ilmu berhubungan
dengan lapangan terbatas, (2) ilmu menggunakan pendekatan nalitis dan deskriptif, (3)
ilmu menganisis keseluruhan menjadi bagian-bagian, dan dan orgnisme menjadi organ,
filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintesis yang menjelaskan dari
menari makna sesuatu secara keseluruhan, (4) ilmu menghilangkan factor pribadi
sedangkan filsafat tertarik pada personalitas, nilai-nilai dan semua pengalaman, (5) ilmu
tertarik kepada hakekat sesuatu bagaimana adanya, sedangkan filsafat hanya tertarik
kebagian-bagian yang nyata, melainkan juga kepada kemungkinan-kemungkinan yang
ideal dari suatu benda, nilai dan maknanya, dan (6) ilmu meneliti alam, mengontrol
proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai dan mengoordinasikan
tujuan.
Mengenai soal agama, Peter jan Bakker menyatakan bahwa filsafat kebudayaan
tidak menaggapi agama sebgai kategori insane semata-mata, karena bagi filsafat ini
agama merupakan kenyakinan hidup rohani pemeluknya; merupakan jawab manusia
kepada panggilan ilahi dan di sini terkandung apa yang disebut iman. Iman ini asalnya
dari Tuhan, sehingga nilai-nilai yang mucul dari daya iman. Dalam hal ini tidak dapat
disamakan dengan karya-karya kebuadayaan yang lain, sebab karya tersebut berasal
dari Tuhan. Agama sebagai sistem objektif terkandung unsure-unsur kebudayaan. Yang
jelas dalam ilmu antropologi memang agama menajdi salah satu unsur kebuadayaan.
Dalam hal ini para ahli antropologi tidak bicara soal iman, sebab secara empiris iman
tidak dapat dilihat.

Você também pode gostar