Você está na página 1de 27

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri manufaktur merupakan suatu cabang industri yang mengaplikasikan


mesin, peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan
mentah menjadi barang jadi.Menurut jenis yang dihasilkannya industri manufaktur
dibagi menjadi berbagai jenis seperti, makanan, minuman, tekstil, mebel/furniture,
barang logam, barang plastik, dan sebagainya.Pertumbuhan industri manufaktur
sendiri secara global dari tahun 2005-2010 meningkat sebesar 5%.Pertumbuhan pesat
tersebut tentu dibarengi dengan pertumbuhan resiko kecelakaan kerja. Data dunia
menunjukkan pada tahun 2012 sekitar 502.800 dari 11.268.906 kecelakaan kerja di
dunia industri manufaktur di Amerika mengalami cedera yang fatal (kecacatan) dan
314 diantaranya mengakibatkan kematian (DNVGL, 2012).
Data kecelakaan kerja pada industri manufaktur memiliki prosentase 31,6%
dari jumlah total kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia, menempatkan industri
manufaktur sebagai industri beresiko tinggi setelah konstruksi dikarenakan frekuensi
kecelakaannya yang tergolong sering (Suara Merdeka, 2011). Frekuensi kecelakaan
di industri ini besar disebabkan industri manufaktur merupakan industri yang
menggunakan banyak sumberdaya manusia sehingga resiko untuk terkena kecelakaan
lebih besar.Resiko tersebut diantaranya adalah terjepit, terlindas, teriris, terpotong,
terpeleset, tertabrak, kejatuhan barang, kebocoran gas dan sebagainya.
Dalam mengurangi kecelakaan kerja, pemerintah mengeluarkan undang-
undang guna meningkatkan kesadaran pada bidang keselamatan kerja melalui
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Tujuan
diberlakukannya undang-undang tersebut antara lain:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan


untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Namun pada implementasinya, bidang Keselamatan kerja belum dianggap
menjadi isu penting dan belum mendapat perhatian yang serius, baik dari perusahaan
dan karyawan dalam menjalankan proses produksinya.

1
Hal ini terjadi karena safety awareness yaitu kesadaran atas keselamatan yang
masih rendah sehingga kebijakan pemerintah dan kebijakan dari pihak manajemen
sangat mempengaruhi untuk menciptakan behavior basic safety (BBS) dalam
lingkungan perusahaan. Kondisi lain adalah masih kurangnya kesadaran dari sebagian
besar masyarakat,perusahaan, baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti penting
K3 merupakan hambatan yang sering dihadapi.
Laporan kunjungan praktek kerja lapangan ini merupakan salah satu
persyaratan untuk mendapatkan sertifikat AK3 Umum yang diadakan PT. PRIMUS
Prima Mandiri Utama Sejahtera bekerjasama dengan kementrian tenaga kerja dan
transmigrasi. Hal tersebut yang melatarbelakangi kami pada tanggal 11 Agustus 2015
melakukan kunjungan kerja praktek pada PT. AST Indonesia.

B. Profil Perusahaan
PT. AST Indonesia adalah perusahaan Jepang yang berlokasi di Kawasan
Industri Tugu Wijaya Kusuma (KITW) Technopark Blok A-01, Jl. Raya Semarang-
Kendal Km. 12 Semarang Indonesia yang memproduksi instrumen musik,furniture,
dan speaker aktif. Perusahaan seluas 36.000 m2yang berdiri pada lahan 51.500 m2ini
berdiri sejak Juli 1996 dengan jumlah karyawan sebanyak 1984 orang. Upaya
kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan ini telah terstandarisasi menggunakan
IOS 9001-2008 dan ISO 14001-2004, dengan standar tersebut menjadikan perusahaan
ini berbasis kualitas produk yang berwawasan lingkungan.

C. Proses Produksi

Kegiatan produksi PT. AST indonesia terbagi menjadi lima divisi yaitu:

1. Divisi Produksi Plastik


Merupakan divisi yang berisi mesin molding/inject yang mengolah bahan
mentah plastik menjadi part-part dari tuts piano.
Bahan utama: biji plastik,

2. Divisi Produksi Wooden


Merupakan divisi pengolah bahan kayu, divisi ini berisi mesin pemotong
kayu, penumpulan sudut kayu, dan modeling bahan sehingga menjadi bahan
setengah jadi yang kemudian di kirim ke divisi painting & finishing guna proses
pengecatan dan pengampelasan.
Bahan utama: kayu

2
3. Divisi Assembly
Merupakan divisi untuk menyatukan barang-barang setengah jadi dari divisi
produksi plastik, wooden, painting dan stacking cabinetkemudian dirakit menjadi
barang jadi, yaitu instrumen musik, dan furniture.
Bahan utama: paku, lem,

4. Divisi Painting & Finishing


Merupakan divisi yang berisi mesin pengampelas dan pengecat barang
setengah jadi menjadi produk yang siap masuk ke divisi assembly untuk dirakit
menjadi barang jadi.
Bahan utama: cat dan kertas amplas

5. Divisi Produksi Stacking Cabinet


Merupakan divisi rintisan PT. AST yang memproduksi bagian-bagian dari
stacking cabinet yaitu rak untuk kursi dan perabotan.
Bahan utama: kayu

Proses produksi PT. AST dari kelima divisi tersebut sebagian besar dapat
digambarkan sebagai berikut:

Bahan Baku Pemotongan Bahan Assembly


QC QC
Kayu

Molding Plastik
QC

Gudang Logistik Finishing

Gambar 1.1

3
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud dan tujuan penulisan laporan ini adalah :


1. Untuk mempraktekan teori yang telah diterima selama kegiatan pembinaan.
2. Untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman mengenai aplikasi K3 di
lapangan khususnya bidang konstruksi, kelistrikan dan penanggulangan
kebakaran.
3. Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi peserta Calon Ahli K3
Umum. Calon Ahli K3 Umum dapat mengidentifikasi, menganalisa, dan
memberikan saran arau rekomendasi.

4
BAB III
RUANG LINGKUP& DASAR HUKUM

3.1 RUANG LINGKUP


Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan ini adalah
3.1. Konstruksi & Sarana Bangunan
3.1.1. Ruang Lingkup
Konstruksi bangunan ialah kegiatan yang berhubungan dengan seluruh
tahapan yang dilakukan di tempat kerja. Ruang lingkup dari kegiatan konstruksi
bangunan UU No. 1 tahun 1970 Pasal 2c, 2k, 2l dan pasal 3, adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan Penggalian
b. Pekerjaan Pondasi
c. Pekerjaan Konstruksi Beton
d. Pekerjaan Konstruksi Baja
e. Pekerjaan Pembongkaran
f. Perancah Bangunan
g. Plambing
h. Penanganan Bahan
i. Peralatan Bangunan
3.2. Instalasi Tata Udara
3.2.1. Ruang Lingkup
Instalasi tata udara adalah suatu instalasi untuk mengatur penyegaran udara.
Penyegaran udara adalah suatu proses udara sehingga dapat mencapai temperatur dan
kelembaban yang sesuai dengan dipersyaratkan terhadap kondisi udara dari suatu
ruangan tertentu. Sasaran/lingkupan penyegaran udara adalah supaya temperatur,
kelembaban, kebersihan, dan distribusi udara dapat dipertahan pada tingkat yang di
inginkan.

3.3. Instalasi Plumbing


Instalasi plumbing adalah instalasi yang mengatur perpipaan yang baik
sehingga terjaga kualitas dan kuantitasdari penyaluran air bersih, air kotor dan gas
yang higienis. Yang termasuk dalam lingkupan instalasi plumbing adalah:
a. Sistem saluran air bersih: saluran penampungan air dan pemadam kebakaran.
b. Sistem saluran air kotor: saluran pembuang air hujan saluran kotor wc ke
septicktank.

5
c. Sistem dan gas: meliputi perpipaan saluran ventilasi udara bersih dan udara
buangan sisa produksi.

3.4. Instalasi Petir


3.4.1. Ruang Lingkup
Instalasi penyalur petir merupakan satu kesatuan berfungsi untuk
menangkap muatan petir dan menyalurkannya ke bumi .Lingkupan dari instalasi
petir adalah seluruh susunan sarana penyalur petir terdiri atas penerima (Air
Terminal/Rod), penghantar penurunan (down conductor), elektroda bumi (earth
electrode) termasuk perlengkapan lainnya.

3.5. Instalasi Listrik


3.5.1. Ruang Lingkup
Instalasi Listrik adalah susunan perlengkapan listrik yang bertalian satu
dengan yang lain serta memiliki ciri terkoordinasi, dalam membangkitkan,
memakai, mengubah, mengatur, mengalihkan, mengumpulkan atau membagikan
tenaga listrik untuk memenuhi satu atau sejumlah tujuan tertentu. Lingkupan dari
instalasi listrik diantaranya adalah kawat penghantar, alat kontrol, alat pengaman
dll.

3.6. Penanggulangan Kebakaran


3.6.1. Ruang Lingkup
Penanggulangan kebakaran adalah segala daya upaya untuk mencegah dan
memberantas kebakaran.Yang termasuk dalam ruang lingkup penanggulangan
kebakaran adalah sarana proteksi kebakaran dan manajemen K3 dalam
penanggulangan kebakaran.

3.2 DASAR HUKUM

Dasar pokok hukum penerapan norma-norma K3 terdapat pada UUD 1945


pasal 27 ayat 2. Peraturan umum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
selanjutnya diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 pasal 86 dan pasal 87, serta undang-
undang No.1 tahun 1970. Undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi
Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.UU No. 13 tahun 2003 pasal 86 mengatur mengenai hak tenaga kerja

6
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, penerapan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja guna perlindungan keselematan kerja/buruh
guna mewujudkan produktifitas kerja. UU No. 13 tahun 2003 pasal 87 mengatur
mengenai kewajiban penerapan sistem manajamen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. UU No. 1 tahun 1970
mengatur mengenai persyaratan keselamatan kerja, UU ini secara umum mengenai
ruang lingkup, syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, P2K3, kewajiban
dan hak tenaga kerja maupun pengurus, dan kewajiban pada saat memasuki tempat
kerja.

Beberapa undang-undang dan kebijakan menteri terkait dengan keselamatan


dan kesehatan kerja :
4.1 Konstruksi Bangunan
a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c. UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
d. PP No. 28 tahun 2000 tentang Juklak Jakon
e. PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jakon.
f. PP No. 30 tahun 200 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
g. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.01/MEN/1980
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
h. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan Umum No.:
Kep.174/MEN/1986. No.: 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
i. Inst Menaker No 01/1992 Ttg Pemeriksaan Unit Organisasi K3
j. Permen 01/MEN/1980, Pasal 5 : Tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada
konstruksi bangunan.
k. Permen 03/MEN/1985, Pasal 12 : Tentang Kebersihan lingkungan kerja
l. SNI 13-6350-2000, tentang demarkasi di lorong, jalan lintas, daerah bebas
rintangan, dan tempat penyimpanan barang.
m. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 09/PER/M/2008, tentang Pedoman
SMK3 Konstruksi Bidang pekerjaan Umum.
n. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008, tentang Pedoman
SMK3 Konstruksi Bidang pekerjaan Umum

7
4.2 Instalasi Listrik
a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. UU No. 15 tahun 1985 tentang Kebijakan Nasional dalam hal penyediaan Tenaga
Listrik
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.02/MEN/1989 tentang Pengawasan
Instalasi Instalasi Penyalur Petir
d. Permenaker RI No.03/Men/1999 tentang pesawat lift listrik untuk penumpang
dan barang
e. Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
f. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan No.: Kep.311/BW/2002 tentang Sertifikasi Kompetensi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
g. SNI PUIL 2011
h. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 12 Tahun 2015, tentang keselamatan dan
kesehatan kerja listrik di tempat kerja.

4.3 Instalasi Penanganan Kebakaran


a. UU No 1 tahun 1970, tentang keselamatan Kerja Pasal 2 ayat 2a, Pasal 3 ayat 1
dan pasal 9 ayat 3
b. Undang Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Per.04/MEN/1980
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No Per.02/MEN/1983 tentang Instalasi
Alarm Kebakaran Automatik
e. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.186/MEN/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
f. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.11/M/BW/1997 tentang Pengawasan
Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
g. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005, tentang bangunan gedung.

8
BAB IV
HASIL PKL

Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan di PT. AST Indonesia


didapatkan hasil sebagai berikut:

4.1 Stuktur Organisasi P2K3

P2K3 di PT. AST setiap bulan mengadakan pertemuan/rapat dengan dihadiri


oleh staf manajemen dari Jepang.Komitmen PT. AST Indonesia untuk melakukan
pelaporan secara rutin mendapatkan penghargaan dari Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi setempat pada tahun 2010-2015.

9
4.2 Personil Tim

No Regu/Tim Ketua Sekretaris Anggota


1 Regu C Kenichiro Bambang 1. Pitoyo (KT)
(APD, PMK & Evakuasi) Sasaki Soedarsono 2. Andreas
3. Puthut
4. Bondan W
5. Sukam
6. Wahyuni
7. Eko M.
8. Sutoto
9. Danru
2 Regu C Kenichiro Bambang 1. Amin M (KT)
(APD, Machinery & Sasaki Soedarsono 2. Bambang T.U
Elektric) 3. Agus S
4. Budi W
5. Heri S
6. Krisnadi
7. Edi S
8. Ali Maskuron

4.3 Perlengkapan Pemadam Kebakaran

No. Nama Perlengkapan Jumlah Pengecekan


Tim tanggap Darurat 279 org
1. Tombol manual 31 1 bulan
2. Alarm 6 1 bulan
3. Smoke detektor 17 3 bulan
4. Heat Detektor 28 3 bulan
5. APAR Powder 108 1 bulan
APAR Powder (forklift) 9 1 bulan
6. APAR CO2 8 1 bulan
7. Hydrant 2.5 Inch 8 3 bulan
8. Hydrant 1.5 Inch 9 3 bulan
9. Spare of Hose (in door) 3 3 bulan
10. Spare of Hose (out door) 4 3 bulan
11. Lampu emergensi 144 Seminggu sekali
Setiap 3 bulan sekali dilakukan inspeksi terhadap APAR dan perlengkapan pemadam
kebakaran lainnya oleh PT. AST Indonesia dan dari pihat suplayer.

10
4.4 Sistem Penyedot debu di ruang produksi 2

No Nama Perlengkapan Jumlah Pengecekan


1. Spark detektor 4 1 bulan
2. Pembersih kantong penyedot 4 1x seminggu

4.5 Training/Pelatihan

No Bentuk Training Periode training


1. Pelatihan Kerja (seluruh pekerja)
2. Tanggap darurat Setiap bulan
3. Pelatihan Hydrant Setiap bulan
4. Pelatihan APAR 6 bulan
5. Evakuasi Satu tahun
6. Pelatihan mengemudi forklift Pekerja baru
7. Safety riding Setiap bulan
8. Penanganan bahan berbahaya 4 bulan
9. Listrik dasar 4 bulan

Selain beberapa program dan kegiatan PT. AST Indonesia yang tersebut
diatas, terdapat beberapa bentuk prosedur safety yang lain, yaitu:

1. Prosedur tanggap darurat


2. Prosedur bila terjadi gempa
3. Prosedur if see fire in Production 2 area
4. Prosedur tanggap darurat penyedot debu
5. Ijin kerja API (HOT PERMIT)
6. Ijin SUPPLIER
7. Stiker untuk surat ijin sepeda motor
8. SIM F (surat ijin mengemudi forklift)
9. Healthy Talk
10. Safety bus Talk

11
4.6 Kegiatan Pengamanan
No Safety Activity CHECK
1. P2K3 meeting Setiap bulan
2. Patrol keluar pabrik Setiap bulan
3. 5S Patrol Setiap bulan
4. Penilaian Risiko Setiap bulan
5. Patrol sepeda motor 6 bulan sekali
6. Pelaporan Near Miss Setiap bulan
7. SSCS (Safety Self Check Sheet) Setiap 3 bulan sekali
8. Pengecekan mesin baru Sebelum digunakan
9. Informasi terhadap bahaya Setiap tahun
10. Thermosurvey by Insurance Setiap tahun
11. Survey Pengendalian Risiko Setiap tahun
12. Pengecekan Katering Perusahaan Setiap minggu
13. Kartu untuk pengunjung

4.7 Prosedur Tanggap Darurat


Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran PT. AST Indonesia

12
Prosedur Tanggap Darurat Gempa Bumi PT. AST Indonesia

4.8 Tim tanggap darurat PT. AST Indonesia

Tim tanggap darurat masing-masing bertanggung jawab atas komunikasi,


APAR, Hydrant, P3K, dan keamanan.Setiap subdepartemen terdapat bendera dengan
warna dan angka yang berbeda-beda untuk memudahkan pengelompokkan dan
perhitungan pekerja di titik kumpul ketika terjadi keadaan darurat. Jumlah
keseluruhan ada 25 bendera terpasang di tembok dekat pintu keluar di tiap sub
departemen. Tanda-tanda petunjuk jalur evakuasi juga dapat menyala ketika keadaan

13
gelap, sehingga ketika aliran listrik mati dalam keadaan darurat pekerja tetap dapat
melihat tanda evakuasi menuju titik aman berkumpul.

4.9 Reward
Sebagai upaya penghargan terhadap pencapaian zero accdentterhadap
pekerja. PT. AST Indonesia memberikan reward berupa T-shirt safety+50.000/
orang atau Jacket safety+100.000/orang setiap 6 bulan sekali untuk departemen yang
dapat mencapai zero accident.

14
BAB V
TEMUAN LAPANGAN

5.1 TEMUAN POSTIF

NO LOKASI FOTO TEMUAN POSITIF KETERANGAN PERATURAN


HASIL OBSERVASI PERUNDANGAN
1 Ada pada Cukup memadai Dapat dengan mudah UU No 1 tahun 1970 pasal
setiap ruang mendapatkan alat 3 ayat 1(b), permenaker no
produksi pemadam kebakaran 4 tahun 1980 tentang syarat
pemasangan dan
pemeliharaan APAR

15
2 Ruang Ipal Terdapat cooling tower Sebagai pendingin UU No 1 Tahun 1970
evaporatif yang digunakan tentang keselamatan kerja,
untuk mendinginkan air Permenakertrans No 01
atau media kerja lainnya /Men/ 1980 tentang
sampai bertemperatur konstruksi bangunan
mendekati temperatur
udara sekitar

3 Ruang Ipal Terdapat jokey pump Menstabilkan tekanan air UU No 1 Tahun 1970
yang memakai diesel dan pada jaringan pipa sistem tentang keselamatan kerja,
listrik beserta pemadam kebakaran Permenakertrans No 01
pemeriksaan dan gedung /Men /1980 tentang
pengujian kelayakan konstruksi bangunan
jokey pump

16
4 Di gedung Terdapat pelaporan dan Untuk mengetahui Permenakertrans 02/
bagian pemeriksaan uji kelayakan instalasi MEN/1989 tentang
belakang kelayakan instalasi penyalur petir ke tanah pengawasan instalasi
penyalur petir penyalur petir

5 Ruang genset Terdapat heat detektor di Mengetahui suhu panas Permenaker No 02 / MEN /
atas genset yang berlebih jika terjadi 1983 tentang instalasi alarm
kebakaran pada ruang kebakaran otomatis
genset

17
6 Ruang genset Terdapat laporan Mengetahui kelayakan PUIL 2011
pemeriksaan dan genset dengan kapasitas Peraturan Menteri
pengujian motor diesel 1000 kva Ketenagakerjaan No. 12
orgenerator set Tahun 2015, tentang
keselamatan dan kesehatan
kerja listrik di tempat kerja.

7 Di gedung Terdapat instalasi Menghindari kebakaran PUIL 2011,


bagian penyalur petir yang bersumber pada petir Permen No 02 tahun 1989
belakang pasal 2 ayat 1 tentang
instalasi penyalur petir

18
8 Pos satpam Terdapat main panel Mengetahui accident yang PUIL 2011
berada pada suatu lokasi, Peraturan Menteri
supaya dapat dengan Ketenagakerjaan No. 12
cepat menghentikan Tahun 2015, tentang
bahaya keselamatan dan kesehatan
kerja listrik di tempat kerja.

9 di semua terdapat jalur evakuasi untuk menyelamatkan diri Peraturan Pemerintah


tempat dalam keadaan berbahaya Nomor 36 tahun 2005,
tentang bangunan gedung

19
10 di ruang terdapat hydran ( 1,5 inch untuk memadamkan api UU no 1 tahun 1970,
produksi,di ,2,5 inch ) dengan tekanan air yang permenaker no. per. 02/men
belakang sudah tersedia 1983,kepmen no.kep. 186
ruang /Men/1999
produksi,di
deket pintu
antar ruang
produksi
11 di ruang terdapat smoke detector Mengetahui asap yang Permenaker No 02 / MEN /
genset,di berlebih jika terjadi 1983 tentang instalasi alarm
ruang kebakaran pada ruang kebakaran otomatis
produksi,di genset

20
12 di ruang fire alarm untuk tanda adanya Permenaker No 02 / MEN /
produksi, di kebakaran 1983 tentang instalasi alarm
kantin kebakaran otomatis

13 di ruang Horn untuk menginformasikan Permenaker No 02 / MEN /


produksi, di tanda adanya kebakaran 1983 tentang instalasi alarm
kantin kebakaran otomatis

21
14 di ruang APAR each Forklift untuk memadamkan api UU No 1 tahun 1970 pasal
produksi kecil pada kebakaran di 3 ayat 1(b), permenaker no
pasang dalam forklift 4 tahun 1980 tentang syarat
pemasangan dan
pemeliharaan APAR

di pintu terdapat pemisah jalur untuk mengurangi UU No 1 Tahun 1970


masuk masuk pejalan kaki karyawan desakan karyawan pria tentang keselamatan kerja
produksi pria dan wanita dan wanita

22
5.2 TEMUAN NEGATIF

NO LOKASI FOTO OBJEK TEMUAN POTENSI REKOMENDASI PERATURAN


/OBJEK KETIDAKSESUAIAN BAHAYA PERUNDANGAN

1 Ruang lantai tidak rata dan karyawan bisa sudah di lakukan Permenakertrans
produksi bergelombang terjatuh, tergelincir perataan, tetapi struktur No 01 /Men /1980
tanah yang tidak labil. tentang konstruksi
Jadi setiap penurunan bangunan
di usahakan untuk di
buat rata kembali
2 ruang kabel listrik tidak tertata konsleting, karyawan di beri kabel tray atau Kepmenakertrans
produksi dengan rapi bisa tersandung di satukan dengan RI Nomor Kep-75/
isolasi listrik MEN/ 2002, PUIL
2011
Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan
No. 12 Tahun
2015, tentang
keselamatan dan

23
kesehatan kerja
listrik di tempat
kerja.

3 lorong masuk tidak terdapat jalur karyawan bisa di beri garis kuning atau SNI 13-6350-2000,
ruang untuk membedakan tertabrak pengangkut pembatas untuk jalan tentang demarkasi
produksi pengangkut barang barang karyawan menuju ruang di lorong, jalan
dengan jalan karyawan produksi lintas, daerah
bebas rintangan,
dan tempat
penyimpanan
barang.

4 ipal tidak terdapat hand karyawan bisa jatuh di buatkan hand railing UU No 1 Tahun
railing ke selokan dan 1970 tentang
kolam keselamatan kerja

24
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan di PT. AST Indonesia yang dilakukan pada tanggal
11 Agustus 2015 didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1) Adanya komitmen perusahaan terkait implementasi program K3 dengan
dibentuknya P2K3, berdasarkan pengamatan di lapangan penerapan K3
hampir semua sudah tertata dengan rapi.
2) Ditemukannya banyak temuan positif dan beberapa temuan negatif dari di
adakannya pelaksanaan pengamatan PKL K3 di PT. AST Indonesia.

6.2 Saran

Dari beberapa hasil temuan negatif, saran yang di berikan sebagai berikut :
1) Untuk melakukan perataan tanah kembali
2) Pemberian kabel tray listrik atau isolative untuk menghindari konsleting
3) Pembuatan line kuning pada jalur awal masuk ruang produksi
4) Pembuatan pegangan tangan pada tangga naik ipal

25
LAMPIRAN

Peta Evakuasi PT. AST

26
27

Você também pode gostar