Você está na página 1de 20

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva merupakan sebuah membran mukosa yang transparan dan tipis


yang membungkus permukaan posterior kelopak mata dan permukaan anterior
sclera. Peradangan atau inflamasi pada konjungtiva disebut sebagai konjungtivitis,
yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.1,4
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis infeksi
dan noninfeksi. Pada konjungtivitis infeksi, penyebab tersering adalah virus dan
bakteri, sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh alergi, reaksi
toksik, dan inflamasi sekunder lainnya. Konjungtivitis juga dapat dikelompokkan
berdasarkan waktu yaitu akut dan kronik. Pada kondisi akut, gejala terjadi hingga
empat minggu, sedangkan pada konjungtivitis kronik, gejala lebih dari empat
minggu.2
Konjungtivitis viral merupakan penyakit mata merah yang umum ditemukan di
Indonesia maupun di seluruh dunia. Penyakit ini paling sering dijumpai di praktik
dokter sehari-hari. Pada penelitian di Philadelpia, 62% dari kasus konjungtivitis
penyebabnya adalah virus. Infeksi virus sering terjadi pada epidemic dalam
keluarga, sekolah, kantor dan organisasi militer. Pada populasi dewasa, 80% kasus
konjungtivitis akut disebabkan oleh virus.1,2
Gejala konjungtivitis viral biasanya ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak
disertai penurunan tajam penglihatan sehingga dapat ditatalaksana di pelayanan
kesehatan primer. Meskipun demikian, terdapat kasus yang bersifat mengancam
penglihatan sehingga perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis mata
untuk tata laksana lebih lanjut.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Konjungtivitis atau yang biasa dikenal sebagai pink eye merupakan suatu
peradangan pada konjungtiva atau selaput lendir yang menutupi belakang kelopak
dan bola mata yang di tandai dengan hyperemia dengan adanya secret. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak secret purulen kental. Penyebab penyakit ini umumnya
eksogen, tetapi bisa endogen.3,4
Perdarahan konjungtivitis akut (AHC) merupakan suatu peradangan pada
konjungtiva yang mudah menular dan ditandai dengan perdarahan subkonjungtiva
yang bervariasi (mulai dari petekie hingga perdarahan yang konfluens), kongesti
konjungtiva, dilatasi vaskular, kemerahan, nyeri pada mata dan edema pada kelopak
mata secara mendadak. Karakteristik AHC yaitu adanya perdarahan yang muncul
dalam waktu yang cepat.3,5
Pada infeksi virus biasanya akan menimbulkan respons imunitas pada sel
mononuklear. Manusia merupakan satu-satunya host bagi enterovirus. Virus ini
menyebar dengan mudah melalui fecal-oral. Tingkat infeksi AHC biasanya tinggi
pada keadaan hygienitas yang buruk, dan sering terjadi penyebaran antara ibu dan
anak.5

2.2 Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva merupakan sebuah membran mukosa yang meliputi palpebra dan
bola mata. Konjungtiva transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior
kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet, musin ini akan
membasahi bola mata terutama kornea.1,4,6
Konjungtiva palpebralis (tarsalis) melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Teradapat glandula Meibom di dalamnya, yang
tamapak membayang sebagai garis sejajar berwarna putih. Permukaanya licin,

2
dicelah konjungtiva terdapat kelenjat henle. Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.4,6
Konkungtiva forniks, dimana memiliki struktur yang sama dengan
konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan denga jaringan di bawahnya lebih lemah dan
membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pemebuluh darahh. Oleh
karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi, bila terdapat peradangan
mata. Dengan berkelok-keloknya konjungtiva ini , pergerakan mata menjadi lebih
mudah. Dibawah konjungtiva forniks superior terdapat glandula lakrimalis dan
Kraus. Melalui konjungtiva forniks superior juga terdapat muara saluran air mata.6
Konjungtiva bulbaris tipis dan transparan , melliputi bagian anterior bulbus
okuli. Melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.
Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik (duktus-duktus lakrimalis bermuara ke forniks
temporal superior). Strukturnya sama dengan kelenjar palpebralis tetapi tidak
mempunyai kelenjar. Dari limbus epitel konjungtiva meneruskan diri sebagai epitel
kornea. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sclera di
bawahnya, kecuali di limbus ( tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu
sepanjang 3 mm). Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah
bergerak (plika semilunaris) terletak di kantus internus. Struktur epidemoid kecil
semacam daging (caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit
maupun membrane mukosa.4
Lapisan epitelium merupakan lapisan terluar konjungtiva dengan struktur yang
bervariasi di setiap regio. Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mucus, mukus yang terbentuk mendorong intinsel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk disperse lapisan air
mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basaL berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.2,4

3
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.4
Kelenjar lakrimalis aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar Krause berada di forniks superior, sisanya ada di forniks inferior. Kelenjar
wolfring terletak di tepi atas tarsus superior.4
Konjungtiva di perdarahi oleh arteri konjungtiva posterior, arteri silisaris
anterior, dan arteria palpebralis. Arteri-arteri ini beranastomosis dengan bebas dan
bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya-
membentuk jaring-jaring vascular konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe
konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung
dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus
trigeminus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relative sedikit.4

2.3 Epidemiologi
Prevalensi konjungtivitis hemoragik akut (AHC) lebih rendah di Amerika
Serikat daripada di negara-negara berkembang, dan insidensinya diperkirakan
mencapai setengah dari populasi di daerah endemik. Tidak ada prevalensi akurat
mengenai konjungtivitis yang dibabkan oleh virus karena pada umumnya orang
jarang dating kerumah sakit untuk berobat.5
AHC telah tercatat di seluruh wilayah tropis di dunia tanpa memperhatikan
latar belakang ras atau etnis dan tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin.
Perdarahan konjungtivitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun predileksi
tertinggi yaitu pada awal masa remaja.5
Di Indonesia konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat
jalan terbanyak pada tahun 2009, yaitu dari 135.749 pasien yang berkunjung ke
poli mata, 73% adalah kasus konjungtivitis.7

4
2.4 Etiologi
Konjungtivitis sering terjadi bersama atau sesudah infeksi saluran napas dan
umumnya terdapat riwayat kontak dengan pasien konjungtivitis viral. Penyebaran
virus umumnya terjadi melalui tangan, peralatan mandi yang digunakan bersama,
bantal kepala yang digunakan bersama atau kontak dengan alat pemeriksaan mata
yang terkontaminasi.2
Virus dalam kelompok family Poilik icornaviridae (picornaviruses)
menyebabkan konjungtivitis hemoragik akut (AHC). Secara khusus, CA24 dan
EV70 yang telah dikaitkan sebagai agen penyebab perdarahan konjugtivitis akut.
Pada pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) menunjukan hasil positif untuk
CA24 dan EV70, serta antibodi penetral terhadap CA24 dan EV70 pada pasien-
pasien dengan AHC.1,5

2.5 Patogenesis
Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah
melawan infeksi secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal
dan kelenjar meibom berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata.
Jaringan ikat di sekitar mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang
melindungi mukosa okular. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk
proses pertukaran dan produksi air mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba
dan iritan ke permukaan mata. Mata memiliki jaringan limfoid, kelenjar lakrimal dan
saluran lakrimal yang berperan dalam sistem imunitas didapat. Makromolekul yang
terkandung dalam air mata memiliki efek antimikroba seperti lisozim, laktoferin,
IgA, dan sitokin lainnya.2
Epitel konjungtiva yang tidak terinfeksi menghasilkan CD8 sitotoksik dan sel
langerhans, sedangkan substansia propia konjungtiva memiliki sel T CD4 dan CD8,
sel natural killer, sel mast, limfosit B, makrofag dan sel polimorfonuklear.2
Pembuluh darah dan limfe berperan sebagai media transpor komponen
imunitas dari dan ke mata. Pada inflamasi, berbagai mediator menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas dan diapedesis sel inflamasi dari pembuluh
darah yang mengakibatkan mata menjadi merah dalam hal ini adalah a. ciliaris
anterior dan a. palpebralis sehingga mata terlihat menjadi lebih merah.2

5
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar, sehingga kemungkinan terinfeksi
dengan mikroorganisme sangat besar yang akan menyebabkan peradangan, sehingga
timbul berbagai macam gejala. Kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke
dalam konjungtiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon
radang atau inflamasi. Tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor
(panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa.9
Masuknya benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali akan di
respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata. Lisozyne pada air mata akan
merusak dinding sel mikroorganisme pertama kali dan berusaha mengeluarkan air
mata yang berlebih. Jika bakteri tersebut gagal dihancurkan maka tubuh akan
mengaktifkan sistem komplemen yang merupakan mekanisme pertahanan non
spesifik humoral utama tubuh akan diaktifkan, sehingga memicu peningkatan
permeabilitas vaskuler, rekrutmen fagosit serta lisis dan opsonisasi bakteri.9
Peningkatan permeabilitas kapiler dapat menambah aliran plasma dan
komplemen ke lokasi infeksi, juga mendorong fagosit menempel di dinding
kapiler dan msuk kedalam jaringan. Sekali fagosit bekerja, mereka akan
mati. Sel-sel mati ini bersama jaringan rusak dan air membentuk pus,
inilahyang menyebabkan munculnya sekret pada mata, semakin banyak sel bakteri
yang mati maka sekret pun semakin banyak terbentuk. Selain itu peningkatan
permeabilitas vaskuler tersebut akan menyebabkan masuknya cairan dan sel dari
kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema).9

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penting pada konjungtivitis yaitu adanya sensasi benda
asing, seperti sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal,
dan fotofobia.4
Konjungtivitis hemoragik akut (AHC) merupakan suatu infeksi virus yang
progresifitasnya cepat dan mudah menular. Penyakit ini khas memiliki masa
inkubasi yang pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat 5-7 hari. Gejala yang di
tunjukan bergantung pada tahap di mana pasien terlihat pada awalnya. Gambaran
klinis pada kornea dapat menunjukkan perubahan epitel superfisial. AHC dimulai
dengan fase inisial inflamasi pada selaput lendir, kemudian menunjukan suatu
gambaran klinis yang lebih bereaktif dengan adanya kemunculan petechiae pada

6
konjungtiva dimulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke bawah.
Petekie-petikie tersebut akan menyatu dan membentuk suatu gambaran perdarahan
subconjunctival. Gambaran klinis lainnya dapat berupa edema dan indurasi pada
kelopak mata, folikel konjungtiva, chemosis, nyeri dan iritasi, dan terlihat adanya
tanda-tanda peradangan pada jaringan periokular dan kelopak mata. 4,5
Hiperemia merupakan tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok.
Kemerahan paling jelas di forniks dan makin berkurang kearah limbus karena
dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Visibilitas, lokasi, dan ukuran
dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi (injeksi) dapat menjadi kriteria yang
penting dalam menentukan diagnosa banding. Warna merah terang mengesankan
konjungtivitis bakteri, dan tampilan putih susu mengesankan konjungtivitis alergika.
Hyperemia tanpa infiltrasi sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik seperti angin,
matahari, asap, dll. Berikut adalah beberapa macam tipe injeksi: 4

Injeksi konjungtiva: merah terang, pembuluh darah yang dilatasi terlihat


jelas dan mengikuti pergerakan konjungtiva, hiperemis menurun di dekat
limbus

Injeksi perikorneal: mengenai pembuluh darah superfisial, berbentuk


sirkular pada area di sekitar limbus (melingkari limbus).

Injeksi siliar: tidak dapat dilihat dengan jelas, pembuluh darah nonmobil
pada episklera dekat dengan limbus

7
Injeksi gabungan

Mata berair (epifora) seringkali menyolok pada konjungtivitis. Sekresi air


mata di akibatkan oleh adanya sensasi benda asing , sensasi terbakar atau tergores,
atau rasa gatal. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang
hiperemik dan menambah jumlah air mata.4
Eksudasi merupakan ciri semua jenis konjungtivitis akut. Pada hampir semua
jenis konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur;
jika eksudat sangat banyak dan palpebra sering melengket. Jumlah dan jenis eksudat
yang keluar dari mata tergantung pada etiologi:4
Bakterial: eksudat yang purulen atau mukopurulen
Viral: eksudat yang cair, lebih jernih
Alergi: eksudat putih kental
Toksik: tanpa eksudat

Kemosis konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergika, tetapi


dapat timbul pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada
pada konjungtivitis adenoviral.4
Folikel konjungtiva merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal dalam lapisan
limfoid konjungtiva, tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus dan
semua kasus konjungtivitis klamidia. Folikel-folikel di forniks inferior dan tepi
tarsus memiliki nilai diagnostik yang sedikit, tetapi bila terdapat pada tarsus
(terutama tarsus suoerior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidia, viral, atau
toksik (paskamedikasi topical).4
Pembengkakan limfonodus terjadi pada preaurikular karena aliran limfe dari
mata yang mengalir ke daerah tersebut. Pembesaran kelenjar getah bening
preaurikular kecil tanpa nyeri tekan terdapat pada faringokonjungtiva dan
konjungtivitis hemoragik akut.4

2.7 Pemeriksaan Dasar


Pemeriksaan yang perlu dilakukan berupa pemeriksaan dasar mata untuk
membuat diagnosis dan mengevaluasi pasien dengan mata merah. Pemeriksaan
dasar mata tersebut meliputi:11

8
Penilaian tajam penglihatan; bertujuan untuk menilai tajam penglihatan
masih normal atau mengalami penurunan akibat permasalahan pada mata.
Penilaian tajam penglihatan menggunakan kartu Snellen, dan bahkan jari,
gerakan tangan, dan senter (penlight) bila diperlukan.

Penilaian penyebab mata merah; menggunakan bantuan loupe dan senter.


Pemeriksaan dimulai dari inspeksi dan palpasi kulit regio periorbita,
kemudian bagian kelopak mata dan konjungtiva tarsal. Dari pemeriksaan
tersebut, dapat dideteksi keberadaan proptosis, malfungsi kelopak mata, atau
suatu keterbatasan gerakan bola mata. Setelah menilai keadaan pada regio
tersebut, pemeriksaan beralih ke konjungtiva bulbi untuk mulai membedakan
injeksi konjungtiva dan injeksi silier. Pada mata merah tanpa visus menurun
umumnya ditemukan injeksi konjungtiva dan/atau perdarahan
subkonjungtiva, serta gambaran khas konjungtivitis berdasarkan etiologinya.
Bila mata merah dan visus menurun selalu disertai dengan injeksi episklera
dan injeksi konjungtiva.

Penilaian karakteristik air mata; karakteristik air mata yang perlu diketahui
adalah bentuk dan sifat sekresi, serta membaginya menjadi kategori sesuai
jumlahnya (banyak atau sedikit), dan karakter (purulen, mukopurulen, atau
mukous).

Penilaian kornea; bertujuan untuk menilai kejernihan dan regularitas


permukaan kornea. Bila didapatkan kekeruhan pada kornea, perlu ditentukan
jenis kekeruhan pada kornea pasien. Pemeriksaan menggunakan bantuan
senter atau tes plasido. Pemeriksaan lanjutan dapat menggunakan tes
fluorescein sebagai pemeriksaan keutuhan epitel kornea dengan metode
pewarnaan.

Penilaian kedalaman bilik mata depan; menilai bilik mata depan termasuk
dalam kategori dangkal atau dalam. Selain itu, pemeriksaan ini bertujuan
mendeteksi keberadaan lapisan darah atau pus di bilik mata depan.

9
Penilaian pupil; bertujuan menilai besar pupil, adanya mid-dilatasi, miosis,
dan refleks pupil langsung dan tidak langsung.

Penilaian tekanan intraokular; bertujuan menentukan tekanan dalam bola


mata dalam kategori normal, tinggi, atau rendah dengan menggunakan
tonometer Schiotz. Sebagai deteksi awal tekanan okular, bila tidak tersedia
tonometer Schiotz, dapat menggunakan metode palpasi bola mata. Meskipun
lebih sederhana, hasil pemeriksaan metode palpasi sangat subjektif
(tergantung pengalaman dan intepretasi pemeriksa) dan data yang didapatkan
bersifat kualitatif.

2.8 Diagnosis
Gejala klinis konjungtivitis dapat menyerupai penyakit mata lain sehingga
penting untuk membedakan konjungtivitis dengan penyakit lain yang berpotensi
mengganggu penglihatan.2
Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mata yang teliti untuk menentukan tata
laksana gangguan mata termasuk konjungtivitis. Infeksi virus biasanya menyerang
satu mata lalu ke mata lain beberapa hari kemudian disertai pembesaran kelenjar
limfe dan edema palpebra. Tajam penglihatan secara intermiten dapat terganggu
karena sekret mata. Jenis sekret mata dan gejala okular dapat memberi petunjuk
penyebab konjungtivitis. Sekret mata berair merupakan ciri konjungtivitis viral dan
sekret mata kental berwarna kuning kehijauan biasanya disebabkan oleh bakteri.
Konjungtivitis viral jarang disertai fotofobia, sedangkan rasa gatal pada mata
biasanya berhubungan dengan konjungtivitis alergi.2
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis konjungtivitis viral
memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 94% untuk adenovirus. Tes tersebut
dapat mendeteksi virus penyebab konjungtivitis dan mencegah pemberian antibiotik
yang tidak diperlukan. Akurasi diagnosis konjungtivitis viral tanpa pemeriksaan
laboratorium kurang dari 50% dan banyak terjadi salah diagnosis sebagai
konjungtivitis bakteri. Meskipun demikian, pemeriksaan laboratorium sangat jarang
dilakukan karena deteksi antigen belum tersedia. Sementara itu, kultur dari sekret
konjungtiva memerlukan waktu tiga hari sehingga menunda terapi.

10
Pendekatan algoritmik menggunakan riwayat perjalanan penyakit dan
pemeriksaan sederhana dengan penlight dan loupe dapat untuk mengarahkan
diagnosis dan memilih terapi. Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat
menyebabkan mata merah, sehingga diferensial diagnosis dan karakteristik tiap
penyakit penting untuk diketahui. Penamaan diagnosis konjungtivitis virus
bervariasi, tetapi umumnya menggambarkan gejala klinis khas lain yang menyertai
konjungtivitis dan dari gambaran klinis khas tersebut dapat diduga virus
penyebabnya.2
Apabila diagnosis kurang meyakinkan atau dugaan konjungtivitis terhadap
suatu organisme namun tidak sembuh dengan terapi yang sudah diberikan, maka
dapat dilakukan conjunctival smear. Epithelial smear dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya patogen klamidia secara khusus atau mengidentifikasi patogen
lainnya dengan lebih jelas secara umum. Hasil penemuannya adalah sebagai
berikut:4
Konjungtivitis bakterial : PMN, bakteri
Konjungtivitis viral: limfosit, monosit
Konjungtivitis chlamydia: badan inklusi, limfosit, sel plasma
Konjungtivitis alergi: eosinofil, limfosit
Konjungtivitis jamur: pewarnaan dengan giemsa akan menunjukkan
adanya hifa

2.9 Diagnosis banding


Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat
penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien
akan mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak,
merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di bagian subepitel.
Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah kornea yang bisa
menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan
mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga
(preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan
pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-
membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada konjungtiva.8

11
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah
kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang
menahun dan sering mengalami kekambuhan, dan pada reaksi konjungtiva yang
atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan
sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan pada konjungtivitis virus
ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan
dengan memaparkan organisme penyebab kepada tubuh manusia untuk
memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen virus dan
klamidia dapat dipertimbangkan.8

Gejala Klinis Virus Bakteri Klamidia Alergik


Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hyperemia ++ +++ ++ +
Berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Banyak
Eksudasi Minimal, cair (purulen, Banyak Minimal
mukopurulen)
Hanya sering pada
Adenopati
Sering jarang konjungtivitis Tidak ada
preaurikular
inklusi
Swab pada PMN, sel plasma,
Monosit PMN, bakteri Eosinofil
eksudat badan inklusi
Tidak
Demam Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada/minimal

2.10 Penatalaksanaan
Konjungtivitis hemoragik akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga pengobatannya hanya bersifat simptomatik yaitu dengan pemberian
kompres hangat, air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk
meredakan gejala. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis
tidak sembuh setelah 10 hari dan diduga terdapat superinfeksi bakteri.2,5
Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu mengurangi peradangan
konjungtiva, sementara steroid dikontraindikasikan dan antibiotik tidak diperlukan
kecuali adanya superinfeksi bakteri. Sebuah penelitian mengatakan bahwa
pengobatan dengan antivirus penghambat RNA dapat menurunkan replikasi virus
sehingga akan menghambat perjalanan penyakit.2

12
2.11 Komplikasi
Komplikasi dari konjungtivitis viral yaitu infeksi pada kornea (keratitis) dan
apabila tidak ditangani bisa menjadi ulkus kornea.1

2.12 Prognosis
Prognosis konjungtivitis virus adalah baik karena akan sembuh dengan
sendirinya. Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu diperhatikan
kebersihan diri dan lingkungan. Bila gejala belum reda dalam 7-10 hari dan terjadi
komplikasi pada kornea sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis mata.2

2.13 Pencegahan
Konjungtivitis virus sangat menular dengan risiko transmisi sekitar 10%-50%.
Virus menyebar melalui jari tangan yang tercemar, peralatan medis, air kolam
renang, atau barang-barang pribadi. Masa inkubasi diperkirakan 5-12 hari dan
menular hingga 10-14 hari. Pada 95% kasus, aktivitas replikasi virus terlihat sepuluh
hari setelah gejala timbul dan hanya 5% kasus yang tampak pada hari ke-16 setelah
gejala muncul. Berdasarkan tingginya angka penularan, maka perlu dibiasakan cuci
tangan, desinfeksi peralatan medis, dan isolasi penderita. Pasien tidak boleh saling
bertukar barang pribadi dengan orang lain dan harus menghindari kontak langsung
atau tidak langsung (seperti di kolam renang) selama dua minggu.2
Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan daya
tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata pasien, mencuci
tangan setelah menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah menggunakan obat tetes
mata. Selain itu, hindari penggunaan tetes mata dari botol yang telah digunakan
pasien konjungtivitis virus, hindari penggunaan alat mandi dan bantal kepala yang
sama. Penggunaan kaca mata hitam bertujuan mengurangi fotofobia, namun tidak
bermanfaat mencegah penularan.2

13
14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Ny. MS
No.RM : 24 96 88
Usia : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku : Biak
Alamat : Jalan Candara, Bayangkara
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal berobat : 19 Juli 2017

3.2 Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : kedua mata merah
Pasien datang dengan keluhan mata merah pada kedua mata, yang dirasakan
sejak 3 hari sebelumnya. Keluhan ini disertai dengan mata berair, dan perih. Pasien
juga mengaku saat bangun tidur, pasien sulit membuka mata karena lengket oleh
kotoran mata. Sebelumnya pasien sudah ke Puskesmas dan di berikan salep mata
berwarna putih.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat hipertensi, alergi dan diabetes mellitus disangkal pasien.

Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengaku di keluarga pasien, keponakan pasien juga mempunyai
keluhan yang sama beberapa hari sebelum pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Suhu badan : Afebris

15
3.4 Status Opthalmikus
OCULUS DEXTRA PEMERIKSAAN OCULUS SINISTRA
6/9 VISUS 6/7.5
Tidak di evaluasi KOREKSI Tidak dievaluasi
Hitam, simetris SUPERCILIA Hitam, simetris
Edema (+) Edema (+)
PALPEBRA SUPERIOR
pergerakan (N) Pergerakan (N)
Edema (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-)
CONJUNGTIVA
Hiperemis (+) Hiperemis (+)
PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA
Hiperemis (+) Hiperemis (+)
FONICES
Injeksi (+) Injeksi (+)
Hiperemis (+) Hiperemis (+)
CONJUNGTIVA BULBI
Perdarahan Subconjungtival Perdarahan Subconjungtival
(+) (+)
Ikterik (-) SCLERA Ikterik (-)
Jernih CORNEA Jernih
CAMERA OCULI
Cukup dalam Cukup dalam
ANTERIOR
Coklat gelap IRIS Coklat gelap
Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
PUPIL
Isokor 2 mm Isokor 2 mm
Jernih LENSA Jernih
Tidak dievaluasi FUNDUS REFLEKS Tidak dievaluasi
DBN CORPUS VITERUM DBN
Tidak dievaluasi TENSIO OCULI Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi SISTEM CANALIS Tidak dievaluasi
Lakrimasi + LAKRIMALIS Lakrimasi +

Slit Lamp

3.5 Resume
16
Pasien perempuan berusia 31 tahun datang dengan keluhan mata merah yang
dirasakan 3 hari yang lalu pada kedua mata, kemudian dilakukan pemeriksaan:
Keterangan Oculus Dextra Oculus Sinistra
Visus 6/9 6/7.5
Palpebra superior Edema (+) Edema (+)
Conjungtiva
Hiperemis (+) Hiperemis (+)
palpebralis
Conjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)
bulbaris Perdarahan subconjungtiva (+) Perdarahan subconjungtiva (+)
Conjungtiva
Hiperemis (+) Hiperemis (+)
fornices

3.6 Diagnosa kerja


Diagnosa klinis : Acute Hemorrhagic Conjunctivitis
Diagnosa banding : Allergic Conjunctivitis, Viral Conjunctivitis

3.7 Planning
- Cendo Polidex eye drop 3 x ODS
- Cefadroxyl 2 x 500 mg
- Paracetamol 3 x 1 tab

3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad fungtionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Keluhan penderita yaitu kedua mata kemerahan disertai rasa nyeri, mata berair,
penglihatan pasien sedikit terganggu, kelopak mata atas yang sedikit bengkak,
keluar kotoran saat bangun pagi serta sulit membuka mata. Keluhan ini dirasakan 3
hari yang lalu. Selain itu, pasien juga mengaku keponakan pasien mengalami hal
yang sama seperti pasien. Kemerahan pada mata merupakan tanda dari berbagai
penyakit mata, sehingga untuk membedakannya perlu dilihat gejala lainnya. Dari
hasil anamnesis, dimana perjalanan penyakit akut dan keadaan pasien mengarah ke
penyakit konjungtivitis. Keluarnya kotoran dari mata disebabkan adanya peradangan
pada bagian konjungtiva dari mata, dimana pada konjungtiva terdapat banyak
kelenjar. Infeksi konjungtiva menyebabkan terjadi hipersekresi dari kelenjar
tersebut.
Untuk penyebab dari infeksi tersebut, pada pasien ini lebih mengarah ke
konjungtivitis viral dilihat dari tanda dan gejala yang di tunjukan pasien, yaitu mata
berair dan kotoran mata yang bening. Pada konjungtivitis bakteri, sekret biasanya
berwarna kuning, kental dan biasa keluar dalam jumlah besar sehingga mata agak
sulit dibuka. Sedangkan konjungtivitis alergi, biasanya pasien memiliki riwayat
atopi atau alergi pada keluarga, serta ada pajanan terhadap alergen sebelum muncul
gejala.
Pada konjungtivitis didapatkan perdarahan minimal pada konjungtiva bulbi,
dan hiperemia pada daerah konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Selain itu
terdapat pula edema minimal pada palpebra serta conjunctival vascular injection
(CVI) pada konjungtiva bulbi. Tanda tanda tersebut menunjukkan konjungtivitis.
Sedangkan untuk perbedaan jenis penyebab, dapat dilihat dari gejala dan tanda
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada konjungtivitis alergi, bisa
ditemukan cobblestone appearance pada konjungtiva palpebra serta trantas dots
pada daerah perilimbus.
Diagnosis yang ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
opthalmologi pada pasien adalah acute conjunctivitis hemorrhagic (AHC). Masa
inkubasi AHC sangat singkat, sekitar 24-48 jam. Gejalanya adalah mata seperti
kelilipan, nyeri periorbita, merah, berair, fotofobia, pandangan kabur, edema

18
palpebra, kongesti konjungtiva, kemosis, serta limfadenopati pre-aurikular. Tanda
penting adalah perdarahan subkonjungtiva yang awalnya dapat ditandai oleh petekie.
Pengobatan yang diberikan pada penderita bersifat simptomatik, yaitu Cendo
Polidex tetes mata 3 kali 1 tetes per hari pada kedua mata yang berfungsi untuk
membunuh mikroorganisme dan meredahkan peradangan atau iritasi pada mata.
Cefadroxyl 2 kali 500 mg per hari untuk mencegah infeksi sekunder, serta
paracetamol 3 kali 1 tab untuk mengurangi sakit.
Prognosis pada penderita ini baik, didukung oleh kepustakaan yang
mengatakan bahwa kebanyakan kasus konjungtivitis viral dapat sembuh sendiri
tanpa diberikan terapi. Komplikasi dari penyakit ini juga jarang terjadi, namun perlu
diperhatikan pencegahan agar tidak menular kepada orang lain mengingat angka
penularannya cukup tinggi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Scott,IU.2011. Viral Conjunctivitis. Available:


http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall
2. Sitompul, Ratna. 2017. Tinjauan Pustaka, Konjungtivitis Viral: Diagnosis
dan Terapi di Pelayanan Kesehatan Primer. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata FK Universitas Indonesia- RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3. Dorland WAN. 2012. Kamus Kedokteran Dorland edisi 3. EGC: Jakarta.

4. VAUGHAN
5. Plechaty , George. Acute Conjunctivitis Hemorrhagic. Update Mar 20, 2015.
Available:http://emedicine.medscape.com/article/1203216 overview#showall
6. NANA
7. Kemenkes RI. (2010). 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Http://www.Depkes.go.idIlyas S. Ilmu
Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.
p128-131
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2005. p128-131

9. Konjungtivitis. Diunduh dari repository.usu.ac.id pada 24 Juli 2017

10. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia:
American Academy of Ophtalmology; 2014.

11. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata.Jakarta: Badan


Penerbit FKUI. 2011. Hal 42-55

20

Você também pode gostar