Você está na página 1de 10

Ialah Pengolahan Air Asam Tambang menggunakan Tanaman

Proses pengolahan Air Asam Tambang secara pasif mulai banyak dikembangkan di
Inodnesia, kelebihan utama dari sistem pengolahan pasif adalah biaya pemeliharaan relatif
murah tetapi sistem ini juga memiliki kelemahan seperti membutuhkan lahan yang cukup luas
dan hasil yang terkadang tidak pasti jika dibandingkan dengan sistem pengolahan secara
kimiawi (Johnson dan Hallberg 2005). Salah satu sistem yang digunakan dalam melakukan
pengolahan air asam tambang adalah rawa buatan (CW; Constructed wetland). Sistem CW
merupakan daerah transisi antara ekosistem perairan dimana memiliki kondisi basah dan
tergenang dengan ekosistem darat yang kering. Pada sistem tersebut, terdapat interaksi
biologi dimana tumbuhan penyusun ekosistem buatan dengan lingkungan. Penyerapan unsur-
unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diserap melalui akar atau organ yang berfungsi
seperti akar. Diharapkan bahwa, logam-logam mineral berat yang terkandung dalam air asam
tambang dapat diserap oleh tumbuhan-tumbuhan tersebut. Penggunaan tumbuhan untuk
menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang terkontaminasi disebut dengan
fitoremediasi. Teknologi fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang
dimediasi oleh tumbuhan berfotosintesis, termasuk pohon, rumput-rumputan dan tumbuhan
air. Pencucian bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang
tidak berbahaya (Squires 2001).
Pemilihan jenis untuk tujuan remediasi logam dalam air asam tambang pada CW,
haruslah merupakan tanaman yang adaptif dalam kondisi tergenang, toleran terhadap pH
rendah dan toksik logam berat. Denny (1987) dan Greenway (1997) mengkategorikan spesies
tanaman air yang dapat menghilangkan kontaminan di perairan yaitu spesies free-floating,
subemerged dan emergent. Spesies free floating adalah tanaman kayu apu, kiambang dan
eceng gondok. Tanaman air subemerged adalah Hydrilla verticillata, sedangkan spesies
emergent adalah Typha latifolia. Sharpe dan Denny (1976) melaporkan bahwa kebanyakan
pengambilan logam oleh jaringan tanaman adalah dengan penyerapan ke lokasi anion dalam
dinding sel dan logam tidak memasuki jaringan hidup tanaman. Menurut Edroma (1974),
tanaman lahan basah dapat memiliki magnitudo yang sangat tinggi hingga 200.000 kali
konsentrasi logam berat dalam jaringanya dibandingkan dengan lingkungan sekitar. Peran
signifikan lain pada tanaman adalah untuk menyediakan subtrat berupa biomassa pada lahan
basah. Material tanaman yang terdekomposisi memproduksi bahan organik yang mampu
memindahkan logam dengan adanya penyerapan dan penukaran sedangkan selulosa tanaman
menyediakan nutrisi untuk bakteri pereduksi sulfat. Di Amerika Serikat, berdasarkan
penelitian Karathanasis dan Johnson (2003), beberapa tumbuhan yang digunakan dalam CW
diantaranya yaitu Typha latifolia, Scirpus validus dan Bidens aristosa mampu mereduksi
konsentrasi Al, Fe dan Mn di lahan basah air asam tambang pada lokasi penelitian. Adapun
beberapa tumbuhan lain yang digunakan adalah:
Eichornia crassipes (Enceng Gondok)
Enceng gondok merupakan tumbuhan parenial yang hidup di perairan terbuka,
mengapung di air, dan jika tepat tumbuh dangkal akan berakar di dasar air. Tingginya sekitar
0.4-0.8 meter. Tidak mempunyai batang, daun tunggal dan berbentuk oval. Bijinya berbentuk
bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Tipe tumbuhan
dengan akar serabut. Enceng gondok memiliki sifat yang bak antara lain dapat menyerap
logam-logam berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung protein lebih dari 11.5% dan
mengandung selulosa 64.51% lebih besar dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan
zat-zat lain (Joedodibroto 1983).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Madaniyah (2016), enceng gondok ditanam
dalam lahan basah buatan dengan desain disajikan pada Gambar 1 dan kondisi awal air asam
tambang pada penelitian tersebut disajikan pada Tabel 1.

Gambar 1 desain lahan basah buatan pada penelitian Madaniyah (2016)


Tabel 1 Karakteristik limbah air asam tambang Stockpile
Stockpile1) Kadar Maksimum2) Kadar maksimum3)
pH 3.45 6-8 6-9
TSS (mg/L) 28 60 400
Fe (mg/L) 4.49 0.300 7
Mn (mg/L) 8.75 0.100 4
1)
Dewani (2015)
2)
SK Gubernur Sumatera Selatan No 16 Tahun 2005 tentang Baku Mutu Air Sungai
3)
Kepmen LH Nomor 113 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan
batu bara

Perlakuan fitoremediasi yang digunakan adalah fitoremediasi statis (air berada dalam
kondisi diam atau tidak mengalir). Diketahui bahwa, pH air asam tambang mengalami
kenaikan setelah dilakukan percobaan selama 29 hari. Namun peningkatan pH tersebut
diyakini akibat kandungan alkalinitas dari kompos yang digunakan dalam kolam percobaan.
Pada parameter lainnya, diketahui bahwa Enceng gondok mampu menurunkan konsentrasi Fe
pada CW. Namun, penurunan yang terjadi sempat mengalami fluktuasi konsentrasi Fe. Dalam
menurunkan kadar Mn, persentase reduksi oleh enceng gondok adalah sebesar 72% dalam
waktu 92 hari. Hal tersebut dikarenakan tanaman enceng gondok memiliki sistem perakaran
serabut yang berkembang ndengan baik dan biomassa yang tinggi sehingga sangat bagus
digunakan pada sistem pengolahan limbah perairan. Aktivitas mikroba juga berperan dalam
menurunkan logam Fe dan Mn serta meningkatkan pH. Pada lahan basah yang ditanamai
encek gondok, diketahui bahwa total populasi mikroba anaerob dan aerob masing-masing
adalah 1.5 x 104 dan 40 x 106. Kemampuan enceng gondok dalam mengambil kontaminan
logam Fe adalah sebesar 278.74 mg/Kg pada akar dan 13.86 mg/Kg pada daun. Sedangkan
dalam mengambil Mn, enceng mampu mengambil 1004.64 mg/Kg pada akar dan 118.30
mg/Kg pada daun
Pistia stratiotes (Kayu Apu)
Merupakan tumbuhan Araceae yang tumbuh di daerah tropis. Habitat tumbuhan ini
umumnya terdapat pada daerah genangan air yang tenang. Bentuk dan ukuran daunnnya
sangat bervarias, dapat menyerupai sendok, lindah atau rompong. Warna daunnya hijau muda
makin ke pangkal makin putih. Batangnya sangat pendek, bahkan tidak tampak sama sekali.
Buah buninya bila telah masak akan pecah dengan sendirinya. Kayu apu dapat berkembang
biak dengan stolonnya. Akar tanaman berupa akar serabut, terjurai pada lapisan atas perairan
dan sangat potensial untuk menyerap bahan-bahan terlarut di air (Yusuf 2001).
Kayu apu memiliki potensi dalam mengolah air asam tambang. Hal tersebut
dibuktikan oleh penelitian Madaniyah (2016) dalam kawasan tambang batu bara bahwa
tumbuhan kayu apu mampu meningkatkan pH. Adanya tanaman air yang mengambang pada
kolam lahan basah menyebabkan kondisi lingkungan dibawah tanaman tersebut menjadi
anaerob. Hal ini akan menyebabkan konsentrasi CO2 pada lingkungan akan meningkat.
Tanaman air akan mengambil CO2 dari air selama proses fotosintesis sehingga
mengakibatkan pH air akan meningkat (Cholik et al. 1991). Hasil mineralisasi bahan organik
juga dapat mengikat ion H+ sehingga pH akan meningkat, salah satu contoh hasil bahan
organik yang dimaksud adalah bikarbonat. Pada penelitian yang sama juga disebutkan bahwa
tanaman kayu apu mampu menurunkan konsentrasi Fe dan Mn. Namun, sama dengan
penggunaan enceng gondok, tanaman kayu apu dalam mereduksi konsentrasi Fe mengalami
fluktuasi konsentrasi. Sedangkan dalam mereduksi Mn, kayu apu mampu mereduksi dengan
persentase sebesar 47%. Kemampuan kayu apu dalam mengambil kontaminan logam Fe
adalah sebesar 124.32 mg/Kg pada akar dan 95.20 mg/Kg pada daun. Sedangkan dalam
mengambil Mn, enceng mampu mengambil 476.04 mg/Kg pada akar dan 515.20 mg/Kg pada
daun
Salvinia molesta (Kiambang)
Kiambang merupakan tumbuhan yang hidup setahun. Tumbuhan ini termasuk
tumbuhan air yang hidup mengapung. Daunnya berupa karangan, terdiri dari 3 bagian, yaitu 2
bagiant erapung yang berfungsi sebagai daun dan 1 bagian menggantung dalam air berbentuk
serabut seperti akar. Fase generatif dari tanaman ini berupa spora (Sundaru 1979).
Pertumbuhan spora dicirikan oleh adanya daun melengkung.
Dalam mengatasi air asam tambang batu bara, sama dengan tumbuhan-tumbuhan
sebelumnya kiambang mempunyai mekanisme dalam mereduksi logam berat seperti Fe dan
Mn serta mampu meningkatkan pH. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Madaniyah
(2016), diketahui bahwa kiambang dapat meningkatkan pH. Pada kandungan bagian atas
lahan basah, ki ambang mampu menurunkan konsentrasi Fe. Sedangkan pada bagian bawah
dan tengah, konsentrasi Fe dapat direduksi hingga sebesar 61%. Dalam mereduksi unsur Mn,
kiambang mampu melakukan penurunan sebesar 53%. Kemampuan kiambang dalam
mengambil kontaminan logam Fe adalah sebesar 128.34 mg/Kg pada akar dan 162.44 mg/Kg
pada daun. Sedangkan dalam mengambil Mn, enceng mampu mengambil 264.12 mg/Kg pada
akar dan 371.36 mg/Kg pada daun
Typha latifolia (Ekor Kucing)
Ekor kucing merupakan tanaman famili Typhaceae yang tergolong sebagai tanaman
air. Tipe reproduksi menggunakan dua cara yaitu seksual dan aseksual. Pembiakan secara
seksual melibatkan organ pembiakan jantan dan betina berupa biji. Sedangkan pembiakan
aseksual dengan menggunakan rizom. Ekor kucing memiliki akar tipe serabut berwarna putih
kecoklatan. Daun berwarna hijau, tunggal berbentuk leper, tirus memanjang keatas secara
melurus. Bunga jantannya terletak diatas bunga betina dengan ukuran yang lebih kecil. Pada
penelitian yang dilakukan Sulthoni et al. 2014, dilakukan pengujian terhadap tanaman ekor
kucing yang ditanam dalam bak reaktor yang telah diisi air asam tambang dan sedimen
limbah batubara di rumah kaca. Desain pembuatan bak reaktor disajikan pada Gambar 2

Gambar 2 Desain Bak Reaktor pada Penelitian Sulthoni et al. 2014


Berdasarkan penelitian tersebut terjadi perubahan nilai pH air pada awal pengukuran
hingga akhir pengukuran (30 hari). Perubahan pH yang terjadi adalah sebesar 2,89 hingga
2,96. Perubahan nilai pH juga terjadi pada sedimen limbah yaitu sebesar 3,8 hingga 4,03.
Perubahan pH diduga akibat adanya proses oksidasi. Kandungan Fe juga memiliki perubahan
pada dalam air atauapun pada sedimen. Pada dalam air, persentase penurunan yang terjadi
yaitu sebesar 86,5% sedangkan pada sedimen persentase penurunan yaitu sebesar 19,2%.
Pada parameter lain diketahui bahwa terjadi penurunan konsentrasi Mn dalam air yaitu
sebesar 40,1% sedangkan pada sedimen terjadi peningkatan sebesar 23,6%. Pada penelitian
lain yang dilakukan oleh Karathanasis dan Johnson (2003), diketahui bahwa tanaman ekor
kucing menunjukkan afinitas yang baik dalam pengambil alumunium pada gradien
konsentrasi larutan logam yang rendah. Kemampuan ekor kucing dalam mengambil
kontaminan logam Fe adalah sebesar 32.808 mg/Kg pada akar dan 8.301 mg/Kg pada daun.
Sedangkan dalam mengambil Mn, enceng mampu mengambil 340 mg/Kg pada akar dan 999
mg/Kg pada daun
Eleocharis dulcis (Purun Tikus)
Purun tikus merupakan tumbuhan liar yang dapat beradaptasi dengan baik pada lahan
rawa pasang sulfat masam. Purun tikum termasuk dalam famili Cyperaceae. Tumbuhan ini
dapat tumbuh baik pada suhu 30-35 C, dengan kelembaban tanah 98-100%. Purun tikus
berakar rimpang dimana pada saat rimpang berumur 6-8 minggu akan membentuk anakan.
Pembentukan bunga terjadi setelah anakan muncul diatas permukaan air yang tingginya
kurang lebih 15 cm. Batang tegak, tidak bercabang, berwarna keabuan hingga hijau mengilap
dengan panjang 50200 cm dan tebal 28 mm. Daun mereduksi menjadi pelepah yang
berbentuk buluh, seperti membran yang menyelubungi pangkal batang
Pada penelitian Sulthoni et al. 2014 diketahui bahwa tanaman purun tikus tidak
memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pH, bahkan pH yang diukur pada
air asam tambang maupun pada sedimentasi limbah mengalami penurunan. Pada pengukuran
konsentrasi Fe diketahui mengalami penurunan dalam ataupun pada sedimen dengan nilai
masing-masing yaitu 87,1% dan 22,8%. Pada parameter lainnya, diketahuia tanaman purun
tikus juga dapat menurunkan kandungan Mn dalam air ataupun pada sedimen dengan nilai
masing-masing yaitu 44,3% dan 15,7%. Kemampuan enceng gondok dalam mengambil
kontaminan logam Fe adalah sebesar 24.825 mg/Kg pada akar dan 40.667 mg/Kg pada daun.
Sedangkan dalam mengambil Mn, enceng mampu mengambil 593 mg/Kg pada akar dan
1213 mg/Kg pada daun
Scirpus validus (bulrush)
Bulrush merupakan tanaman air yang hampir dijumpai diseluruh dunia. Tanaman ini
biasanya tumbuh pada habitat basah dan terkadang pada air dangkal. Tanaman ini memiliki
batang lancip yang dapat mencapai tinggi 1-3 m dengan sistem pertumbuhan menggunakan
rizoma. Daun dimulai dari pangkal batang dan menyelimuti batangnya. Jenis tanaman ini
diketahui bahwa merupakan tanaman toleran alumunium.
Berdasarkan penelitian Karthanasis dan Jhonson (2003), diketahui bahwa bulrush
mampu mengakumulasi total alumunium pada tanaman hingga sebesar 3,5 mg/g. Konsnetrasi
alumunium yang ditemukan ditanaman umumnya terdapat pada daerah perakaran. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi mobilitas yang terbatas bagi unsur Al didalam tanaman. Pada
parameter lainnya, tanaman bulrush mampu menangkap unsur Fe sebesar 40 mg Fe/g
biomassa tanaman. Sama halnya dengan unsur Al, unsur Fe juga banyak ditemukan di daerah
perakaran. Sedangkan pada pengambilan Mn, diketahui bahwa konsentrasi yang mampu
ditangkap oleh bulrush hanya sebesar ~1,1 Mn, mg/g. Konsentrasi Mn umumnya terdapat
pada jaringan batang/daun.
Bidens aristosa (tickseed sunflower)
Tickseed sunflower merupakan tanaman spesies asli Amerika utara yang tergolong
kedalam famili yang sama dengan tanaman bunga matahari (Asteraceae). Tanaman ini
meruapakan tanaman herba tahunan yang tingginya mampu mencapai 150 cm. Tickseed
sunflower memiliki bunga berwarna kuning yang cukup banyak dengan tipe bunga ray dan
disc. Buahnya merupakan tipe buah kering yang memiliki achenocarp dengan bantalan duri
sehingga dapat menempel pada bulu binatang atau baju untuk membantu dalam persebaran
tanaman.
Berdasarkan penelitian Karthanasis dan Jhonson (2003), diketahui bahwa tumbuhan
tickseed sunflower bukan merupakan tumbuhan yang berpotensi dalam pengambilan Al (~0,5
mg/g biomassa tanaman). Pada parameter pengambilan Fe, tumbuhan ini mampu menangkap
sebesar 50-60 mg/g pada lahan basah air asam tambang di lokasi penelitian sama halnya
dengan tanaman bulrush. Dalam pengambilan unsur Mn, tanaman tickseed sunflower mampu
menangkap hingga mencapai konsentrasi 1,4 mg/g Mn pada biomassa tumbuhan. Diketahui
bahwa, konsentrasi Mn lebih banyak terdapat pada perakaran dibandingkan dengan batang
dan daun. at
Mekanisme Tanaman dalam Mengambil Logam Berat
Terdapat beberapa istilah yang diberikan pada tanaman dalam mekanisme
pengambilan logam berat pada suatu lahan. Istilah tersebut diantarnaya yaitu
Phytostabilization: polutan distabilkan di dalam tanah oleh pengaruh tanaman.
Phytostimulation: akar tanaman menstimulasi penghancuran polutan dengan bantuan bakteri
rhizosfere. Phytodegradation: tanaman mendegradasi polutan dengan atau tanpa
menyimpannya di dalam daun, batang, atau akarnya untuk sementara waktu. Phytoextraction:
polutan terakumulasi di jaringan tanaman, terutama daun. Phytovolatilization: polutan oleh
tanaman diubah menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat dilepaskan ke udara.
Rhizofiltration: polutan diambil dari air oleh akar tanaman pada sistem hidroponik (Gerloff
1975).
Pada penelitian yang dilakukan Madaniyah (2016) menggunakan tanaman kayu apu,
dan enceng gondok diketahui bahwa konsentrasi Fe lebih besar terdapat di jaringan akar
dibandingkan daun setelah 29 hari penanaman. Sedangkan pada tanaman kiambang,
konsentrasi Fe lebih banyak terdapat pada jaringan daun. Tanaman kiambang merupakan
tanaman dengna tipe daun berupa karangan, dan memiliki perakaran yang kecil. Dalam
konsentrasi logam pada jaringan tertentu menggambarkan mekanisme tanaman tersebut
dalam mengambil logam. Tanaman kayu apu dan enceng gondok tergolong kedalam tipe
Rhizofiltration, dimana penghilangan kontaminan di air dilakukan oleh jaringan perakaran
melalui adsorpsi atau absorpsi diikuti penyimpanan logam di dalam akar. Akumulasi dan
distribusi logam di bagian akar sangat dikaitkan dengan mekanisme kompartemenisasi,
sehingga mencegah trasport logam ke bagian pucuk (Lambers et al. 2008). Pertumbuhan akar
yang baik dapat memberikan keuntungan kepada kegiatan fitoremediasi karena akar lebih
banyak menyerap logam. Pada tanaman kiambang, logam umumnya ditranslokasikan ke daun
melalui jaringan xylem. Penyerapan kontaminan/logam pada jaringan xylem umumnya
dikarenakan tanaman melakukan penyerapan secara bersamaan antara kontaminan, unsur
hara dan air. Kandungan logam di dalam daun akan tidak dapat berpindah sehingga logam
akan terus di dalam daun hingga terjadi gugurnya daun.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sulthoni et al. (2014), sama halnya dengan
penelitian Madaniyah (2016), tanaman ekor kucing dan purun tikus cenderung menyimpan
logam Fe yang telah diserap didalam perakaran. Sehingga digolongkan sebagai tipe
Rhizofiltration. Sedangkan dalam menyerap logam Mn menggunakan tanaman yang sama,
umumnya disimpan atau ditranslokasikan ke dalam daun. Hal ini diakibatkan karena sifat
kation Mn tergolong sebagai kation yang sukar dipindahkan atau bersifat immobil. Sehingga
kation tersebut terangkut melalui xylem bersamaan dengan penyerapan air dan hara lain.
Proses penghilangan logam berat pada air asam tambang secara biologi dijelaskan oleh
Briggs dan Robertson (1997). Menurut Briggs dan Robertson (1997) diketahui bahwa kation-
kation kontaminan yang diambil oleh tanaman dilanjutkan dengan adanya pertukaran kation
oleh sel tanaman terhadap kontaminan tersebut lalu kation kontaminan diletakkan di dalam
dinding sel. Lebih lanjut dikatakan oleh Grill et al. (1985) yang mengidentifikasi bahwa areal
pada dinding sel yang menyimpan kation dinamakan sebagai fitokelatin. Fitokelatin
merupakan senyawa peptida kompleks logam berat yang tersusun dari asam amino berbeda
(r-glutamic acid-cysteine); n-glycine, yang terlibat dalam detoksikasi dan penyeimbang
homeo-static logam berat dalam sel tanaman. Kelebihan logam berat diikat pada sel tanaman
melalaui proses yang disebut formasi metathiolate melalui senyawa mercaptida.
Dokumentasi Tumbuhan

Bidens aristosa

Eleocharcis dulcis

Pistia stratiotes

Eichornia crassipes
Typha latifolia

Salvinia molesta
Scirpus validus

Daftar Pustaka
Sulthoni MADN, Badruzsaufari, Yusran FH dan Pujawati ED. 2014. Kemampuan tanaman
ekor kucing (Typha latifolia) dan purun tikus (Eleocharis dulcis) dalam penurunan
konsentrasi Fe dan Mn dari air limbah pit barat PT Pamapersada Nusantara Distrik
KCMB Kabupaten Banjar. J Envi Sci. 10:80-87
Cholik FA, Wiyono, Arifuddin R. 1991. Pengolahan kualitas air kolam ikan. Imfismanualseni.
16:1-9
Jhonson DB, Hallberg KB. 2005. Acid Mine Drainage Remediation Option : Paper Review.
Sci of The Total Environ J. 338: 3-14.
Joedodibroto, R. 1983. Prospek pemanfaatan eceng gondok dalam industri pulp dan kertas.
Berita Selulosa. 29 (1): 3-7.
Kharatanasis AD dan Johnson CM. 2003. Metal removal potential by three aquatic plant in an
acid mine drainage wetland. J Mine Wat and the Envi. 22: 22-30
Sharpe V dan Denny P. 1976. Electron microscope studies on the absorption and localization
of lead in the leaf tissue of potamogeton pectinatus L. Journal of Experimental
Botany 27: 11351162.
Squires VR. 2001. Soil Pollution and Remediation: Issues, Progress and Prospects. Prosiding
Workshop Vegetation Recovery in Degraded Lands Area. Western Australia:
Kaloorlie. hlm 11-20.
Sundaru. 1979. Lembaga Biologi Nasional. Bogor (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
Denny P. 1987. Mineral cycling by wetland plantsa review. Archiv fur Hydrobiologie Beih.
27: 125.
Greenway M. 1997. Nutrient content of wetland plants in constructed wetlands receiving
municipal effluent in tropical Australia. Water Science and Technology. 35 (5): 135
142.
Yusuf G. 2001. Proses bioremediasi limbah rumah tangga dalam skala kecil dengan
kemampuan tanaman air pada sistem simulasi. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Madaniyah. 2016. Efektivitas tanaman air dalam pembersihan logam berat pada air asam
tambang. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Você também pode gostar