Você está na página 1de 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang studi : Keperawatan Jiwa


Topik : Peran keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa dengan
masalah perilaku kekerasan
Sasaran :Keluarga di Ruang Rawat Jalan RS Jiwa Atma Husada Samarinda
Provinsi Kaltim
Tempat : Ruang Rawat Jalan RS Jiwa Atma Husada Samarinda Provinsi Kaltim
Hari/Tanggal : Jumat, 15 September 2017
Waktu : 08.00-08.30

1. Latar Belakang
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku inidvidu yang ditujukan untuk melkukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba, 2008).
Stuart dan Laraia menyatakan bahwa perilaku kekerasan dpaat
dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh),
psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual
(merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku kekerasaan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Menurut
WHO, satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan
jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 0,8 % penderita skizofenia dan dari
129 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira kira 2.400.000 orang anak
yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004). Data WHO tahun 2006
mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira kira 12 -16 %
mengalami ganggguan jiwa. Bersadarkan data Departemen Kesehatan jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapa 2,5 juta orang. (WHO, 2006)
2. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan keluarga di Ruang Rawat Jalan RS Jiwa
Atma Husada Samarinda Provinsi Kaltim mengetahui tindakan yang dilakukan
dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan.
3. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapakan keluarga dapat:
a. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan
b. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
c. Menyebutkan kembali rentang respons marah
d. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
e. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah
perilaku kekerasan
4. Materi
Materi penyuluhan terlampir:
a. Definisi pengertian perilaku kekerasan
b. Penyebab pengertian perilaku kekerasan
c. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pengertian perilaku kekerasan
e. Peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan
5. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
5. Media
LCD
Leaflet
6. Kegiatan penyuluhan

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA

1 5 Menit Pembukaan:
1. Memberi salam dan 1. Menyambut salam
memperkenalkan diri dan mendengarkan
2. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan. 2. Mendengarkan
3. Melakukan kontrak waktu. 3. Mendengarkan
4. Menyebutkan materi penyuluhan 4. Mendengarkan
yang akan diberikan
2 10 Menit Pelaksanaan :
1. Menggali informasi yang 1. Menyampaikan
telah diketahui peserta tentang perilaku informasi yang telah
kekerasan. diketahui
2. Memberikan penjelasan 2. Mendengarkan dan
tentang: memperhatikan
a. Definisi perilaku kekerasan
b. Penyebab perilaku kekerasan
c. Rentang respons marah pengertian
perilaku kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku
Kekerasan.
e. Peran keluarga merawat penderita
dengan perilaku kekerasan

3 10 Menit Tanya Jawab


1. Memberi kesempatan bertanya kepada 1. Memberikan
peserta pertanyaan
2. Menjawab pertanyaan dari peserta 2. Menjawab pertanyaan

4 5 Menit Penutup :
1. Feedback materi 1. Menyebutkan sesuai
2. Menyimpulkan materi yang telah materi yang diberikan
2. Mendengarkan dan
diberikan
membalas salam
3. Membagi leaflet
3. Menerima leaflet
4. Mengucapkan terima kasih dan salam
penutup

7. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) Peserta hadir ditempat yang sudah ditentukan untuk penyuluhan
kesehatan minimal 15 orang.
2) Penyuluhan kesehatan dilaksanakan di ruang tunggu Ruang
Rawat Jalan RS Jiwa Atma Husada Samarinda
3) Sarana dan prasarana memadai.
b. Evaluasi proses
1) Moderator memberi salam dan memperkenalkan diri.
2) Moderator menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
3) Moderator melakukan kontrak waktu dan menjelaskan mekanisme
penyuluhan.
4) Moderator menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan.
5) Penyaji menggali informasi dan pengalaman yang telah diketahui peserta
tentang penanganan pada luka fraktur.
6) Penyaji menjelaskan tentang hal yang dapat dilakukan untuk proses
penyembuhan luka fraktur di rumah.
7) Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan kesehatan.
8) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sampai selesai.
9) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar.
c. Evaluasi Hasil
1) Peserta memahami tentang cara membatu sosialisasi (interaksi sosial)
pasien gangguan jiwa setelah perawatan di rumah sakit.
2) Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan kesehatan sesuai yang
diharapkan.
3) Kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang dicapai
8. Pengorganisasian :
Moderator : Reza Fahlevi
Pembicara : Risty Anggraini
Observer : Rahmi Yanti
Fasilitator :
- Mercylinia Pransisks
- Rizki Amalia Datau
- Usfika Nisa
- Sutia Ningsih
- Asep Syarbeni
- Aulia Abdillah
- Synhtia
- Aidil Rahmat Noor
9. Job Description :
a. Moderator
Membantu penyaji dalam mengorganisasikan anggota penyuluhan, membuka
dan menutup penyuluhan, memimpin jalannya proses diskusi.
b. Penyaji
Menyampaikan materi dan menjawab pertanyaan
c. Observer
Mencatat dan mengevaluasi proses berlangsungnya penyuluhan, meliputi
penilaian kerja masing-masing personil, mencatat pertanyaan dan feedback dari
peserta
d. Fasilitator
1) memfasilitasi dan memotivasi anggota penyuluhan untuk
berperan aktif
2) memfokuskan kegiatan
3) membantu mengkoordinasikan anggota kelompok

10. Setting

Flipchart Penyaji
Moderat
or
Fasilitator Fasilitator

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Fasilitator Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Fasilitator

Fasilitator
Fasilitator Fasilitator

Observe
r

Lampiran Materi
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan
adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar
fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
2. Penyebab
Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi penganiayaan juga
berpengaruh. Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi
itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya
maka dia menghadapinya dengan kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan prestise
juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani
bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.
3. Rentang respons marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3
cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga
cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah
destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat
diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi
dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal
6).
a. Assertif
Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang tidak
realistis. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif
terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll.
6. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan
a. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat
bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga
diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
b. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait
contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan
konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
c. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan
melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku
kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga
terutama orangtua.
7. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang
berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki
kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada
anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien
dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota
dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya
minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan
marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota
keluarga risiko pelaku kekerasan.
12) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan
melakukan perilaku kekerasan
b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :
1) Menarik nafas dalam
2) Memukul-mukul bantal
3) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien
mengucapkan apa yang tidak disukai klien
4) Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu dan
shalat
5) Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
c. Bila Klien dalam PK
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien
ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahan utamakan keselamatan
diri klien dan penolong.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book, 1995
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.

Você também pode gostar