BABII
TINJAUAN PUSTAKA.
2.1 Konsep Nyeri
2.1.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan cmosional yang tidak menyenangkan
di akibatkan oleh kerusakan jaringan yang aktual ataupun potensial. Menurut
International Association for the Studi of Pain (1979) nyeri merupakan suatu
sensori yang bersifat subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial
menyebabkan kerusakan jaringan. Nyeri juga bersifat subjektif dan tidak ada
individu yang menggambarkan atau merasakan nyeri dengan sama persis (Potter
& Perry, 2006).
Definisi keperawatan tentang nycri adalah segala sesuatu yang
menyakitkan tubuh individu yang diungkapkan oleh individu yang mengalaminya
dan kapanpun individu mengungkapkannya. Nyeri menggambarkan suatu
fenomena kompleks yang tidak hanya melibatkan respon fisik atau mental tetapi
juga reaksi emosional dari individu. Nyeri juga bersifat melelabkan dan dapat
‘menguras energi seseorang. Namun terkadang tidak semua pasien mampu
mengungapkan nyeri secara verbal, sehingga perawat juga bertanggung jawab
untuk mengkaji dan mengamati perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama
dengan nyeri (Potter & Perry, 2006).10
Pada saat suatu jaringan mengalami kerusakan atau cedera jaringan akan
mengakibatkan dilepaskannya bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor
nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan
subtansi P. Reseptor-reseptor nyeri terscbut akan adanya respon nyeri (Kozier dkk
dalam Juli, 2012). Nyeri juga disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan
jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.
22
iologi
‘Ada tiga komponen fisiologi nyeri yaitu resepsi, persepsi dan reaksi
Stimulus penghasil nyeri menghantarkan impuls melalui serabut saraf perifer,
impuls tersebut akan memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di
medula spinalis, Pesan nyeri kemudian berinteraksi dengan sel-sel inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks cerebral. Jika stimulus nyeri mencapai korteks cerebral,
maka otak mempresentasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengetahuan dan pengalaman dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter &
Perry, 2006).
a Resepsi
Nyeri terjadi karena ada bagian atau organ yang menerima stimulus nyeri
tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor adalah ujung serabut saraf
yang memberi fungsi memberitahukan otak tentang adanya stimulus yang
berbahaya (Potter & Perry, 2006). Nosiseptor terdapat di kulit dan jaringanFt
lainnya merupakan ujung saraf bebas. Nosiseptor tersebar luas pada permukaan
superfisial kulit dan di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding
arteri, permukaan sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala (Guyton &
Hall, 2008).
Stimulus yang menyebabkan nyeri bisa stimulus mekanik, termal, kimiawi,
atau. stimulus listrik, Pemaparan stimulus menyebabkan pelepasan. substansi
seperti histamin, bradikinin, serotonin, subtansi P, prostaglandin, asam asetilkolin,
ion kalium, dan enzim proteolitik yang bergabung dengan lokasi reseptor untuk
memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri, Apabila kombinasi
dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri, kemudian terjadilah aktivasi
neuron nyeri (Potter & Perry, 2006). Impuls saraf yang dihasilkan oleh stimulus
nyeri tersebar di sepanjang serabut saraf perifer afferent. Dua tipe saraf perifer
yang mengkonduksi stimulus nyeri adalah serabut saraf A-delta yang bermeilinasi
dan serabut C yang tidak bermeilinasi (Gayton & Hall, 2008).
Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan impuls dari saraf
perifer kemudian akan melepaskan mediator biokimia y
ng mengaktifkan respon
nyeri. Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen dan
berakhir di bagian komu dorsalis medulla spinalis. Di dalam komu dorsalis,
neurotransmiter seperti subtansi P dilepaskan schingga menyebabkan suatu
transmisi sinapsis dari saraf perifer ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem
saraf pusat. Impuls nyeri kemudian ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang
lebih tinggi di otak, talamus, dan otak tengah. Dari talamus, serabut
‘mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan2
korteks asosiasi (di kedua lobus parientalis), lobus frontalis, dan sistem limbik
(Paice, 1991; Potter & Perry, 2006)
Di traktus spinotalamus terdapat serabut-serabut saraf yang berakhir di
otak tengah, yang menstimulasikan daerah tersebut untuk mengirim. stimulus
kembali ke bawah komu dorsalis di medula spinalis (Paice, 1991; Potter & Perry,
2006). Serabut ini disebut nyeri descenden, yang bekerja dengan melepaskan
neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri.
b. Persepsi
Persepsi: merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, Setelah
stimulus nyeri ditransmisikan ke otak tengah yang berakhir di dalam pusat otak
yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri dan
terjadilah reaksi yang kompleks. Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini
mengotrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik
berperan aktif dalam memperoses reaksi emosi tehadap nyeri. Faktor-faktor
psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri. Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu
schingga kemudian individu dapat bereaksi (Potter & Perry, 2006).
ce. Reaksi
Reaksi tethadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri.13
1) Respon fisiologis
Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang dan nyeri yang
superfisial menimbulkan reaksi “flight or fight”, yang merupakan simbol adaptasi
umum, Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis. Bila berlangsung terus-menerus atau menjadi berat dan
melibatkan organ viseral maka sistem saraf parasimpatis menimbulkan suatu aksi
(Potter & Perry, 2006).
2) Respon perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri
meliputi menggeratkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur
tubuh_membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai, Seorang klien
mungkin menangis atau mengeluhkan rasa sakit, gelisah atau sering memanggil
perawat. Perawat akan mempelajari dan memahami pola prilaku yang
‘menunjukkan nyeri, Namun kurangnya ekspresi belum tentu berarti bahwa klien
tidak mengalami nyeri. Ada tiga fase pengalaman nyeri (McCaffery, 1983; Potter
& Perry, 2006) yaitu antisipasi, sensasi, dan akibat. Antisipasi terjadi sebelum
seseorang mempersepsikan nyeri, Antisipasi terhadap nyeri_memungkinkan
individu untuk mempelajari tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan stimulus nyeri. Individu beraksi terhadap
nyeri dengan cara yang berbeda-beda, tergantung toleransinya. Toleransi
tergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang, Fase akibat
terjadi ketika nyeri berkurang atau bethenti. Klien mungkin masih memerlukan
perhatian perawat. Jika Klien mengalami serangkaian episode nyeri berulang,14
maka respon akibat dapat menjadi masalah Kesehatan yang berat. Perawat
membantu Klien memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimatkan rasa
takut akan kemungkinan pengalaman nyeri (Potter & Perry, 2006).
2.1.3 Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan
nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri.
a. Nyeriakut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,
biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat
mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang
disebabkannya karena dapat mempengarubi sistem pulmonary, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Benedettu dkk, 1984; Potter & Perry,
2006).
b. —Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.
Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuban yang diperkirakan, karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan
(Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem
imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi,_ dan
ketidakmampuan.15
Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif
dan neuropatik (Potter & Perry, 2006).
a. Nyeri nosiseptif
Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini
ujung saraf nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu
merusak jaringan, Nyeri nosiseptif berdifat tajam, dan berdenyut (Potter & Perry,
2006).
b. — Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di Iuar sel saraf. Nyeri
neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap sentuhan
atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri somatik,
nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit
(superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah nyeri menjalar (referred
pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan
yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ visceral. Sedangkan
nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ viscera
dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 2008).
2.1.4 Cara Pengukuran Nyeri
Skala merupakan alat ukur yang paling efektif digunakan dalam mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Tntensitas nyeri
‘merupakan gambaran tentang seberapa besar nyeri yang dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan16
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Untuk mengetahui intensitas nyeri dilakukan pengukuran terhadap nyeri
tersebut (Potter & Perry, 2006). Ada beberapa metode yang umum digunakan
dalam mengukur intensitas nyeri, antara lain :
a, Verbal Rating Scale (VRS)
Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri
yang dirasakan, Pasien diminta memilih kata-kata atau kalimat yang
menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada.
Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama
kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini terbagi menjadi beberapa
kategori nyeri yaitu: tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild), nyeri sedang
(moderate), nyeri berat (severe), nyeri sangat berat (very severe) (Sudoyo dkk,
2006).
Tidak terdapat nyeri tentunya diartikan sebagai tidak merasakan nyeri
Nyeri ringan umumnya diartikan sebagai nyeri yang siklik dan tidak mengganggu
aktivitas keseharian, Dikatakn nyeri sedang apabila nyeri bersifat episodik,
umumnya masih bisa ditoleransi walaupun pasien membutubkan analgetik.
Sedangkan nyeri berat yaitu nyeri yang dapat mengganggu aktivitas sebari-hari
dan tidak dapat diatasi oleh analgetik sederhana atau hanya memberikan respon
‘minimal (Sudoyo dkk, 2006),v7
b. Numerical Rating Scale (NRS)
Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari
intensitas nyeri, Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang
dirasakan dari 0-10, “nol” menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan “10”
menggambarkan nyeri yang hebat (Potter & Perry, 2006).
o 1 2 3 4 5 6 7 8 9.10
Tidak Sangat
nyeri nyeri
Gambar 1. Skala Nyeri Numerik (Sumber : The National Initiative on Pain Control, 2010)
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
nyeri schingga dalam pengukuran intensitas nyeri akan berbeda antar individu
yang satu dengan yang lainnya, Menurut Potter & Perry (2006) banyak {aktor
yang mempengaruhi pengalaman nyeri seseorang,
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:
a Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang dapat mempengaruhi persepsi
individu terhadap nyeri, terutama pada anak-anak dan lansia, Anak yang masih
kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nycrinya, Anak-anak tolder dan
prasekolah tidak mampu mengingat tentang penjelasan nyeri atau mengungkapkan
nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi kapanpun (Potter & Perry, 2006).18
Nyeri merupakan komponen alamiah dari proses penuaan yang tidak dapat
dihindarkan, Pada lansia yang mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian,
diagnosis dan penatalaksanaan secara optimal. Individu yang berusia lanjut
berisiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri.
Pada lansia kemungkinan mereka untuk mengalami kondisi patologis yang
menyertai nyeri lebih tinggi. Klien lansia yang menderita nyeri akan berdampak
pada gangguan status fungsi yang serius. Mobilisasi, aktivitas perawatan diri,
toleransi aktivitas dapat mengalami penurunan dan sosialisasi di lingkungan Iuar
rumah (Potter & Perry, 2006).
Kemampuan lansia untuk menginterprestasi. nyeri dapat mengalami
komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar
yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama, Menifestasi dari berbagai
penyakit dapat menimbulkan kondisi-kondisi nyeri yang tidak khas. Dengan kata
lain, penyakit berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama. Lansia juga sering
mengalami manifestasi yang berbeda-beda dari penyakit umum (Potter & Perry,
2006).
b. — Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Setiap orang pasti. memiliki pengalaman nyerinya masing-masing
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa orang tersebut akan
‘menerima nyeri dengan lebih mudah menerima nyeri yang akan datang. Apabila
individu pertama kali merasakan nyeri maka akan muncul Kecemasan atau rasa
takut yang berlebihan. Sebaliknya, apabila individu mengalami jenis yang sama
dan dengan jenis yang berulang, akan memudahkan individu untuk19
menginterprestasikan sensasi nyeri. Individu yang mengalami nyeri berulang aka
lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2006),
c. Kecemasan_
Hubungan antara nyeri dengan keemasan sangatlah kompleks. Kecemasan
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi dapat juga menimbulkan suatu
perasaan kecemasan. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan
kecemasan (Gil, 1990; Potter & Perry, 2006). Stimulus nyeri mengaktifkan bagian
sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khusus kecemasan,
Sistem limbik dapat memproses reaksi emosional terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri (Paice, 1991; Potter & Perry, 2006).
Individu yang memiliki emosional yang sehat biasanya lebih mampu
menstoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang mempunyai
emosi Kurang stabil. Individu yang mengalami cedera atau menderita penyakit
kritis biasanya memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Apabila rasa cemasnya
tidak diperhatikan atau ditangani akan menimbulkan masa
fh penatalaksanaan
nyeri yang serius. Nyeri yang tidak hilang-hilang akan menyebabkan timbulnya
masalah psikosis dan gangguan keperibadian (Potter & Perry, 2006).
d._Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri (Gil, 1990; Potter & Perry, 2006). Pengaruh jenis kelamin
tethadap respon nyeri masih diragukan, Di beberapa kebudayaan menyebutkan20
bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang
anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama, Toleransi_nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap
individu tanpa memperhatikan jenis kelamin (Potter & Perry, 2006).
e. Kebudayaan
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami
mengapa nilaienilai ini berbeda dari nilaénilai kebudayaan lainnya dapat
‘membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada
harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya
akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan
lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif
dalarn menghilangkan nyeri pasien (Potter & Perry, 2006).
£ Makna Nyeri
Makna seorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyer dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara
dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersiapkan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi
kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas
nyeri yang dipersiapkan klien berhubungan dengan makna nycri (Potter & Perry,
2006).2
g Dukungan Keluarga dan Sosial
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi
nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan, perlindungan, Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang
dicimainya akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan, Apabila
keluarga atau teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin
tertekan, Pada anak-anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat
penting (Potter & Perry, 2006).
hb. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang akan membuat
seorang individu merasa kesepian. Hal yang sering terjadi pada individu adalah
merasa kehilangan kontrol tethadap lingkungan sekitar. Dengan demikian, gaya
koping mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi nyeri
Individu yang mempunyai lokus kendali internal mempersepsikan diri
mereka sebagai individu yang dapa mengendalikan lingkungan mereka dan hasil
akhir suatu peristiwa, seperti nyeri (Gil, 1990; Potter & Perry, 2006). Berbeda
dengan individu yang memiliki lokus kend:
-ksternal, mempersepsikan faktor-
faktor lain di dalam lingkungan mereka. Individu yang memiliki lokus kendali
internal _mengungkapkan megalami nyeri yang tidak terlalu berat daripada
individu yang memiliki lokus kendali eksternal (Schultheis, 1987; Potter & Perry,
2006).22
Nyeri seringkali menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun
total. Individu seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan
koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri, Sumber-sumber koping individu
selama nyeri sangat penting untuk dipahami, Sumber-sumber seperti komunikasi
dengan keluarga pendukung, latihan atau menyanyi dapat menjadi upaya
mendukung individu untuk mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2006).
i Perhatian
Individu yang memfokuskan pethatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons
nyeri yang menurun (Gil, 1990; Potter & Perry, 2006). Konsep ini merupakan
salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan
nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase.
Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi individu pada stimulasi yang
lain, maka akan dapat mengurangi nyeri tersebut. Biasanya, hal ini menyebabkan
toleransi nyeri individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung
hanya sclama waktu distraksi (Potter & Perry, 2006)
j. Keletihan
Keletihan meningkat persepsi nyeri, Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping, Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang mendeita penyakit dalam
jangka lama, Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri23
bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah
individu mengalami suatu tidur yang lelap dibanding pada akhir hari yang
melelahkan (Potter & Perry, 2006).
2.2 Osteoartritis
2.2.1 Pengertian Osteoartritis
Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan gangguan
sendi tersering. Menurut Price & Wilson (2006) osteoartritis merupakan gangguan
pada sendi yang bergerak, bersifat kronik, berjalan progresif lambat, ditandai oleh
abrasi rawan sendi. Sedangkan menurut Stanley & Beare (2007) osteoartritis
adalah gangguan yang berkembang secara lambat, tidak simetris pada sendi yang
‘menahan berat tubuh.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ostcoartritis
merupakan penyakit sendi degeneratif yang bersifat kronis dan berjalan progresif
lambat yang terjadi pada sendi yang bergerak, ditandai dengan adanya abrasi
rawan sendi (Price, 2005; Stanley & beare, 2007).
2.3 Proses Nyeri pada Osteoartritis
Pada pasien dengan osteoartritis, nyeri sendi adalah keluhan yang paling
menonjol. Terjadinya nyeri dapat disebabkan oleh multifaktor, diantaranya adalah
iritasi ujung-ujung saraf dalam periosteum akibat pertumbuban osteofit, inflamasi
sinovial, dan nekrosis jaringan subkondral (Sudoyo dkk, 2006).
Adanya akumulasi radikal bebas dalam tubuh berdampak pada kerusakan
endotel vaskuler. Secara normal endotel vaskuler berperanpenting untuk24
mempertahankan interaksi yang baik antarsel di dalam peredaran darah dan
jaringan di sekitarnya, Endotel vaskuler menghasilkan bermacam-macam growth
factor untuk jaringan seperti insulin-like growth factor I dan transforming growth
Jaktor B (Sudoyo dkk, 2006). Insulin-like growth factor I (IGF 1) mempunyai efek
pada kondrosit untuk mensintesis asam deoksiribonukleat (DNA), dan_ protein
seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan lainnya _yaitu
transforming growth factor B (TGF B) mempunyai efek pada matriks kartilago
yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan (Sudoyo dkk, 2006).
Terjadinya akumulasi radikal bebas pada endotel vaskuler akan menghambat
produksi growth factor termasuk penurunan produksi IGF I dan TGF B yang
mengakibatkan penurunan sintesis kolagen dan proteoglikan, serta meningkatkan
aktivitas degradasi proteoglikan oleh enzim stromelisin. Peningkatan degradasi
kolagen dan proteoglikan dibandingkan dengan kecepatan sintesisnya ini akan
mengubah keseimbangan metabolisme pada tulang rawan sendi, Tulang rawan
sendi yang secara normal halus dan putih berubah menjadi kasar, buram, dan
lebuh tipis. Ketika tulang rawan sendi menjadi tipis, permukaan tulang baru yang
tidak terkontrol pada bagian tepi sendi (osteofit). Pertumbuhan osteofit ini akan
menekan periosteum dan ujung-ujung saraf sehingga menimbulkan rangsangan
nyeri (Stanley & Beare, 2007).
Aktivitas kimiawi juga merupakan faktor penyebab nyeri pada
osteoattritis. Aktivitas kimiawi terjadi Karena seluruh produk hasil degradasi
matriks yang terjadi pada tulang rawan sendi cenderung berakumulasi di sendi
termasuk di dalamnya cairan sinovial sendi. Akumulasi material asing ini akan25
menghambat fungsi tulang rawan sendi serta mengawali_ suatu respon imun yang
menyebabkan inflamasi sendi (Sudoyo dkk, 2006). Bentuk respon yang terjadi
dari aktivitas kimiawi menyebabkan penurunan aktivitas fibtinolitik yang
menyebabkan terjadinya pembentukan trombus dan kompleks lipid pada
pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis
jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator
kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menstimulasi
rangsangan dalam bentuk nyeri, Peningkatan produksi interleukin sebagai
stimulator kimiawi terhadap nyeri juga sebagai bentuk respon makrofag terhadap
keberadaan material asing dengan cairan sendi (sinovial). Makrofag akan
memproduksi sitokin activator plasminogen (PA), yaitu IL-1, II-6, TNF a dan B
yang minimbulkan efek ganda yaitu meningkatkan sintesis enzim yang
mendegradasi matriks tulang rawan sendi yaitu stomelisin schingga tulang rawan
sendi menjadi semakin rapuh dan menstimulasi ujung-ujung saraf dengan
interleukin (Sudoyo dkk, 2006).
Pembengkakan akibat inflamasi akan memicu peregangan pada jaringan
sekitar sendi termasuk otot. Peregangan otot ini diterima oleh reseptor regangan
otot yang kemudian akan diteruskan ke medula spinalis. Medula spinalis
kemudian akan memberi reaksi berupa refleks Kontraksi otot. Kontraksi otot ini
kemudian mencetuskan rangsangan lagi yang akan diteruskan lagi memuju medula
spinalis. Proses ini akan berulang terus-menurus dan menimbulkan keadaan
spasme otot (Guyton & Hall, 2008). Hal ini akan menyebabkan penekanan
pembuluh darah sekitar dan iskemia jaringan, sehingga memicu pelepasan26
mediator kimia seperti bradikinin dan prostaglandin dan memperberat nyeri yang
dirasakan (Sudoyo dkk, 2006).
Rangsangan — mekanik maupun rangsangan mediator kimia akan
‘mengakibatkan perubahan potensial aksi pada ujung reseptor yang akan dijalarkan
di sepanjang serabut saraf, Perjalanan potensial aksi ini dikenal dengan impuls
Nosiseptor merupakan reseptor yang berfungsi mendeteksi Kerusakan jaringan
yang terjadi terkait kerusakan fisik atau kimiawi (Guyton & Hall, 2008).
Penipisan kartilago akibat ketidakseimbangan antara degradasi dan perbaikan
kartilago mengakibatkan gesekan antar tulang ketika terjadi pergerakan sendi
(Sudoyo dkk, 2006). Stimulasi gesekan termasuk dalam salah satu jenis stimulasi
mekanik, Stimulasi gesekan ini tidak dapat diredam karena hilangnya atau
menipisnya kartilago yang berfungsi sebagai bentalan peredam pada sendi
Gesekan antar tulang ini yang secara langsung akan menstimulasi reseptor pada
permukaan sendi (Guyton & Hall, 2008),
Eksitasi dari rangsangan mekanik maupun oleh mediator inflamasi seperti
yang dijelaskan di atas akan berperan sebagai stimulus yang diterima oleh
nosiseptor dan diubah menjadi impuls yang dihantarkan ke pusat, dari perifer ke
kornu dorsalis melalui serabut afferent (Potter & Perry, 2006).
Reseptor nyeri/nosiseptor merupakan organ tubuh yang berfungsi
menerima rangasangan nyeri, Nyeri pada osteoartritis merupakan nyeri yang
tergolong nyeri somatik dalam, Reseptor nyeri ini terdapat pada otot dan tulang
serta struktur penyokong lainnya. Reseptor ini dapat ditemukan pada otot-otot27
pada area lutut yang dipersarafi oleh saraf popliteus medialis dan lateralis (Pearce,
2002).
Reseptor nyeri yang membawa impuls nyeri pada daerah lutut adalah
serabut saraf C schingga nyeri yang dirasakan tumpul dan sulit dilokalisasi.
Serabut C ini tidak bermielin dengan diameter 0,4 — 1,2 um yang menghantarkan
impuls dengan kecepatan yang lambat sebesar 0,5-2 m/detik. Serabut C akan
mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer dan berlanjut di sepanjang
serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis
medula spinalis, Pada kornu dorsalis terjadi interaksi antara serabut berdiameter
kecil dan berdiameter besar di suatu area khusus yang disebut substansi gelatinosa
berfungsi untuk memodifikasi nyeri, Pada kornu dorsalis juga ditemukan
neoruregulator yaitusubstansi_ yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf
‘memegang peranan penting dalam suatu pengalaman nyeri. Neuroregulator dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu neurotransmiter dan neuromodulator. Substansi P
diduga sebagai neurotransmiter utama impuls nyeri sedangkan enkefalin
‘merupakan salah satu contoh neuromodulator yang dapat menghambat transmisi
impuls nyeri yang dilepaskan oleh substansi gelatinosa (Potter & Perry, 2006).
Sebelum impuls nyeri dibawa ke otak, serabut besar dan serabut kecil akan
berinteraksi di area substansi gelatinosa, yang apabila tidak terdapat stimulus yang
adckuat dari serabut besar maka impuls nyeri serabut kecil akan dibawa ke otak,
yang akhimnya menimbulkan sensasi nyeri yang dirasakan oleh tubuh (Potter &
Perry, 2006). Sebaliknya, apabila terdapat stimulus yang ditransmisikan oleh
serabut berdiameter besar karena adaya stimulus kulit/sentuhan, impuls ini akan28
menghambat impuls dari serabut berdiameter kecil di area substansi gelatinosa
schingga sensasi yang dibawa oleh serabut kecil akan berkurang atau bahkan tidak
dihantarkan ke otak sehingga tubuh tidak merasakan sensasi nyeri (Potter & Perry,
2006).
Jika tidak terdapat hambutan di dalam kornu dorsalis, neurotransmiter
seperti substansi P dilepaskan schingga terjadi suatu transmisi sinapsis dari saraf
perifer ke traktus spinotalamus (jalur asendens). Impuls nyeri kemudian berjalan
ke arah medula spinalis dan ditransmisikan dengan cepat ke pusat saraf di otak
yaitu pada sistem limbik, talamus, dan korteks yang akan mengaktifkan respon-
respon autonomik dan limbik (afektif emosional) (Potter & Perry, 2006).
2.4. Penanganan Nyeri pada Osteoartritis
2.4.1. Pembatasan Pola aktivitas
Evaluasi pola bekerja dan aktivitas sehari-hari_membantu dalam
menghilangkan segala kegiatan yang dapat meningkatkan tegangan berat badan
pada sendi yang sakit. Melindungi sendi dari trauma juga penting untuk
memperlambat perjalanan penyakit. Penggunaan alat bantu berjalan dapat
mengurangi berat beban yang harus ditopang oleh sendi Tutut yang skit
Mengurangi berat badan bila individu tersebut mengalami badan kegemukan juga
sangat menurunkan beban yang harus dipikul oleh sendi lutut yang sakit (Price &
Wilson, 2006).29
isioterapi
terapi sangatpenting untuk —menghilangkan—nyeri_ dan
mempertahankan kekuatan otot dan ROM. ROM juga dapat membantu
mempertahankan ROM pada sendi yang terlibat, Latihan-latihan isometrik dapat
membentuk otot-otot untuk mendukung sendi tersebut, sedangkan latihan isotonik
sebaiknya tidak dilakukan dengan tahanan, Tahanan ini dapat_memberikan
tekanan yang memberatkan sendi (Price & Wilson, 2006)
2.4.3 Farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri.
Terdapat tiga kelompok obat analgesik (pereda nyeri) yang tersedia untuk
menangani nyeri, kelompok pertama adalah non opioid termasuk paracetamol dan
obat anti inflamasi non steroid (NSAID), yang dipertimbangkan untuk diberikan
sebelum beralih ke kelompok kedua yaitu opioid dan kelompok ketiga adalah
adjuvant (tambahan). Analgesik adjuvant adalah obat-obat_ yang tidak
diklasifikasikan sebagai analgesik, (etapi dapat menangani nyeri pada situasi
tertentu misalnya antidepresan dan antikonvulsan yang biasanya digunakan untuk
penanganan nyeri neuropatik. Agen analgesik dapat diberikan dalam berbagai cara
parenteral, oral, rektal, transdermal, dan intraspiral. Tujuan utama dalam
penanggulangan nyeri lansia adalah meredakan nyeri, mengoptimalkan aktivitas
harian serta mendapatkan dosis terendah dari obat yang digunakan (Price &
Wilson, 2006)30
2.4.4 Terapi Komplementer
Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan sebagai alternatif
untuk mengobati atau mengurangi keluhan suatu penyakit, Namun_ terapi
Komplementer bukan untuk menggantikan terapi_ medis. Namun terapi
komplementer dapat digunakan sebagai single therapy ketika digunakan untuk
meningkatkan kesehatan, Akhir-akhir ini banyak terapi komplementer yang
dilakukan bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi keluban nyeri lutut pada
pasien dengan osteoartritis seperti akupuntur, massage, acupressure, terapi
bekam, hipnoterapi, TENS dan kompres hangat/dingin. Terapi komplementer
dapat menimbulkan efek analgesik secara langsung setelah pemberiannya, terapi
komplementer yang dapat memberikan efek analgesik antara lain akupuntur,
acupressure, terapi bekam dan kompres hangat/dingin (Potter & Perry,2006).
2.5 Penanganan Nyeri Osteoartritis dengan Akupuntur
2.5.1 Definisi Akupuntur
Akupunktur berasal dari kata Latin, Acus artinya jarum dan Punctur artinya
menusuk, jadi akupunktur berarti “menusuk dengan jarum”. Akupunkturis
mempraktekkan seni ini dengan menusukkan jarum tipis ke dalam beberapa titik
akupunktur atau acupoint pada tubub, Titik ini terletak di dalam “meridian”. Titik
yang akan digunakan dipilih secara cermat oleh akupunkturis untuk melancarkan
aliran dan mengembalikan keseimbangan Chi (energi vital) (Alamsyah, 2010).
Diyakini bahwa di dalam tubuh kita ada jaringan energi Chi yang saling
berhubungan satu sama lain, Apabila terjadi hambatan pada jalan energi31
(meridian), maka aliran energi menjadi tidak lancar dan dapat mengakibatkan
gangguan Kesehatan, Semakin lancar dan harmonis aliran Chi, maka senantiasa
tubuh akan selalu dalam kondisi sehat (Alamsyah, 2010).
2.5.2. Titik-Titik Akupuntur Pada Osteoarhtritis Lutut
Adapun titik-titik akupuntur yang digunakan untuk mengurangi nyeri lutut
pada penderita osteoartritis antara lain
a. Dubi/Tu Pi (ST 35)
Terletak di bawah tempurung lutut terasa ada lekukan,
b. — Zusanli/Cu San Li (ST 36)
Terletak tiga cun di bawah tempurung lutut, geser 1 cun (2 em) dari garis
tulang kering pinggir sebelah luar.
cc. Yanglingquan/Yang Ling Cuen (GB 34)
Terletak pada lekukan di bawah lutut samping.
d. Xiyan/Ci Yen/ Si Yen (EXLF 5)
Terletak pada titik-titik pada dua bagian bawah dari samping ligamen
tempurung lutut dengan ligamen tengah (Alamsyah, 2010).
‘vanggua co.04
beaten et
wwe tities Sita Zee 5.36
Gag ESE en meyetm treo
|
ca
Gambar 2. Titik DubUTu Pi (ST 35), Zusanli/Cu San Li (ST 36), Yanglingquan/Yang Ling Cuen
(GB 34), dan Xivan/Ci Yen/ Si Yen (EXLE 5) Sumber : Article Osteoartrithis of the knee 2012).32
2.6 Prosedur Pemberian Terapi Akupuntur
Terapi Akuputur diberikan dengan cara menusukkan jarum ke tubuh pasien
pada titik-titik akupuntur. Fungsi jarum tersebut membantu membenahi sistem
energi tubuh yang bermasalah, Karena itulah tusukan pada titik-titik tersebut
disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita pasien. Jarum ini dibiarkan
tertancap selama 15-20 menit. Berikut merupakan prosedur terapi akupuntur
(Saputra, 2005 dalam Siregar, 2010)
a. Persiapan pasien
1) Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Memeriksan tanda- tanda vital klien
3) Bebaskan area penusukan akupuntur
4) Buka pakaian pasien yang dapat mengganggu kerja akupuntur
b. —Persiapan lingkungan
1) Menjaga privasi klien
2) Mengatur posisi klien senyaman mungkin
cc. Persiapan alat dan bahan
1) Jarum Akupuntur steril
2) Kapas alkohol
3) Bed pasien
4) Tempat sampah medis
5) Hand rub atau tempat cuei tangan.»
2»
4)
5)
6)
27
33
Prosedur Pelaksanaan Terapi Akupuntur
Petugas mencuci tangan
Petugas menentukan titik akupuntur untuk nyeri Iutut pa pasien dengan
osteoartritis yaitu titik Titik Dubi/Tu Pi (ST 35), Zusanli/Cu San Li (ST
36), Yanglingquan/Yang Ling Cuen (GB 34), dan Xiyan/Ci Yen/ Si Yen
(EXLF 5).
Desinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan.
Daerah yang telah dipilih kemudian ditusuk dengan teknik yang sesuai
dan jarum yang ses\
Tunggu hingga durasi penusukan selesai yaitu selama 15-20 menit,
Kemudian lepaskan jarum akupuntur
Desinfeksi daerah yang telah dilakukan penusukan, terapi_akupuntur
selesai
Pengaruh Terapi Akupuntur Terhadap Penurunan Nyeri Osteoartritis
Mekanisme akupunktur untuk menurunkan nyeri terdiri dari dua aspek
yang berdekatan, yaitu mekanisme persarafan dan mekanisme humoral. Pada
mekanisme persarafan dapat dijelaskan bahwa impuls rangsang nosiseptif akan
diteruskan oleh serabut saraf dengan diameter tipis, sedangkan impuls rangsang
dari penjaruman pada akupunktur dihantarkan oleh serabut saraf berdiameter tebal
(Jin et al., 2004 dalam Widiananta, 2009),
Berdasarkan Gate Control Theory dikemukakan bahwa sinyal yang
dihantarkan dari medula spinalis menuju ke pusat yang lebih tinggi bergantung
dari proporsi aktifitas serabut saraf berdiameter tebal dan berdiameter tipis yang34
diaktifasi oleh rangsang dari luar. Aktifasi dari serabut saraf berdiameter tebal
akan menghambat impuls nosisepsi, sedangkan aktifasi dari serabut sara
berdiameter tipis akan meningkatkan nosisepsi (Melzack & Wall, 1965 dalam
Potter & Perry, 2006). Hal inilah menjelaskan efek analgesi dari akupunktur
melalui mekanisme persarafan (Ulett dan Han, 2002; Jin et al., 2006; Setiohadi et
al., 2007 dalam Widiananta, 2009).
Selain melalui jalur saraf, tindakan akupunktur dalam menghilangkan nyeri
diketabui juga melalui jalur biokimia atau mekanisme humoral. Dalam
perjalanannya menyeberangi sinaps atau hambatan antar saraf, impuls saraf harus
dijembatani oleh substansi kimiawi yang disebut neurotransmitter. Reseptor jt
diperkirakan memperantarai efek analgetik dengan B-endorfin sebagai ligand
endogen. Met
-enkefulin dapat menjadi ligand endogen dari resptor 6, sedangkan
dinorfin sebagai ligand endogen reseptor x (Jin et al., 2006 dalam Widiananta,
2009).
Mckanisme akupunktur analgesia melalui jalur ini adalah secara
endorfinergik. Hal ini dibuktikan dengan pemberian nalokson sistemik ternyata
meniadakan/mencegah terjadinya akupunktur analgesia, Jalur _rangsang
akupunktur menuju supraspinal dihantarkan melalui traktus_ spinothalamikus,
tetapi ada beberapa kolateral sebelum mencapai nukleus di thalamus. Nukleus
yang dituju oleh rangsang akupunktur adalah nukleus dorsoventralis posterior
talami, sedangkan rangsang nyeri pada umumnya menuju ke nukleus medianus
thalami, Kolateral yang berasal dari jalur naik tersebut menuju ke nukleus
rafemagnus, nukleus paragigantoselularis, dan ke periakuaduktal kelabu, Kolateral35
yang menuju ke nukleus rafé magnus mengeluarkan serotonindi sinaps dengan
serabut interneuron di substansia gelatinosa, Kolateral yang menuju ke nukleus
paragigantoselularis akan melepaskan noradrenalin di sinaps dengan serabut
interneuron di substansia gelatinosa, Kolateral yang menuju ke periakuaduktal
kelabu akan mempengaruhi hipofisis untuk melepaskan B-endorfin yang masuk
keliquor serebrospinalis dan memasuki aliran darah, Adanya f-endorfin
disirkulasi akan menyebabkan rasa nyaman, tenang dan analgesia umum pada
pasien.
Dari serabut-serabut interneuron yang menerima sinaps baik dari nukleus
rafe magnus dan nukleus paragigantoselularis di substansia gelatinosa akan
melepaskan met-enkefalin yang bersifat inhibitor sehingga_- mampu
‘mengimbangi/mengatasi neurotransmiter eksitatori terutama substansi P dan asam
glutamat yang berasal dari rangsang noksius dari perifer, schingga mampu
menghambat rangsang nyeri yangberasal dari perifer (kulit maupun organ visera)
dan terjadi analgesia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akupunktur analgesia
mempunyai efek merangsang jalur modulasi melalui pelepasan neurotransmiter
inhibitori terutama B-endorfin, dinorfin, serotonin, dan noradrenalin, enkefalin
(Sudirman, 2008 dalam Widiananta, 2009)