Você está na página 1de 3

Anatomi Fisiologi Intestinum Crasum

Intestinum crasum atau colon adalah usus besar, yang terdiri dari:
1. Caecum: bagian colon yang terletak dibawah ileum, didalam cecum terdapat appendix
vermicularis (usus buntu)
2. Colon ascenden: bagian colon yang naik keatas, diatas ileum
3. Colon transversum: bagian colon yang berjalan mendata
4. Colon descenden: bagian colon yang berjalan menurun, terletak disebelah kiri
5. Colon sigmoid: bagian colon yang berbelok, membentuk huruf s (sigmoid)
6. Rectum; bagian terakhir dari colon yang terletak pada ujung coclon sebelum anus

Gambar 1. Intestinum Crasum


Permukaan colon yang menggembung disebut haustra, serta ada bentukan seperti
cacing pada permukaan colon yang disebut: taenia coli, ini merupakan kumpulan otot colon
longitudinal (tidak semua permukaan colon ada otot tsb, hanya ada di tiga tempat). Sepanjang
taenia coli terdapat tonjolan jaringan yang disebut: appendix epiploika. Tempat pertemuan
antara ileum dan colon, terdapat sfinkter yang disebut: sfinkter ileosecal, yang berfungsi
mencegah refluk sisa makanan yang sudah masuk colon kembali ke ileum.
Anus merupakan pintu keluar dari colon, anus selalu tertutup karena dijaga oleh dua
sfinkter, yaitu:
1. Sfinkter ani internum, yang terletak sebelah dalam, sifatnya involunter (tidak sadar,
artinya diluar kendali otak) dan membuka secara reflek, jika ada feses masuk rectum,
terjadi reflek defekasi
2. Sfinkter ani eksternum, yang terletak disebelah luar sfinkter ani internum, sifatnya
volunter (sadar, artinya gerakannya atas perintah otak)
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk
pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus
pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak
mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus
(parasimpatis). Sehingga, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan
n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).

Gambar 2. Anus
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1.Plexus Myenteric Auerbach's : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal.
2.Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler.
3. Plexus Submucosal Meissner's : terletak di sub-mukosa.

Refleks Defekasi

Gambar 3. Reflek Defekasi

Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg
dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi
feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem
saraf enteric dalam dinding rectum. Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum
menimbulkan sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah
anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal
penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar
berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum
teregang. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi
volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan
mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan
suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus
tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen. Sebenarnya
stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga diperlukan
refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung
saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara
refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis
n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan
merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi
proses defekasi yang kuat. Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain,
seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen
mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami
relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses.

Você também pode gostar