Você está na página 1de 3

ANAK DAN REVITALISASI POLA ASUH ORANG TUA

Oleh: Mutawally*

Anak adalah anugerah sekaligus amanah yang dititipkan Allah Swt kepada setiap orang
tua. Amanah terbesar itu merupakan sebuah karunia yang patut dijaga dan disyukuri.
Manifestasi dari kesyukuran tersebut adalah menjaga dan merawat anak-anak sebaik mungkin
agar tidak terjerumus ke dalam lingkar setan alias kejahatan. Oleh karenanya, orang tua perlu
mengambil peran strategis agar sebisa mungkin dapat mengawasi tumbuh kembang anak-anak
mereka sejak masa kelahiran hingga tumbuh dewasa. Hal ini penting dilakukan demi
memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat secara fisk dan psikis.
Namun, kebanyakan dari para orang tua memaknai kelahiran anak mereka secara
materialistis, hal yang selalu menjadi prioritas manakala mereka memiliki anak adalah
bagaimana agar kebutuhan fisik berupa makan dan minum, pakaian, dan tempat tinggal sang
anak terpenuhi. Kebutuhan fisik anak selalu menjadi hal proiritas, padahal ada aspek lain yang
kerap diabaikan namun jauh lebih penting daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik anak,
yaitu memenuhi kebutuhan psikologisnya. Kebutuhan ini berupa tanggung jawab untuk
memberikan perhatian, bimbingan, motivasi, dan pendidikan yang baik bagi anak.
Orang tua merupakan madrasah utama dalam hal mendidik dan mempersiapkan masa
depan anak. Yang menjadi titik tekannya adalah bagaimana para orang tua mengalokasikan
ruang dan waktunya untuk memastikan bahwa anak-anak mereka telah benar-benar terdidik
dan terkontrol dengan baik. Kesempatan efektif inilah dapat digunakan para orang tua untuk
menjalin kedekatan emosional dengan anak meskipun secara psikologis kedekatan antara
keduanya telah terbangun sejak masa kehamilan. Kedekatan yang terjalin dengan baik antara
orang tua dan anak diyakini mampu memberikan efek positif ke dalam tindakan-tindakan
keseharian anak.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Renee-Simmons, Director National
Center for Children in Proverty (NCCP), yang melakukan penelitian kepada 2.210 anak
berusia 9 tahun. Penelitian dilakukan selama 3 dan 5 tahun untuk melihat bagaimana
keharmonisan dan kedekatan orang tua mempengaruhi psikologis anak. Alhasil sekitar 92
persen anak dengan prilaku baik mengaku sangat dekat dengan ibunya. 68 persen anak pun
mengaku orang tua (terutama ibu) mengenal teman bermain mereka. Ini membuktikan bahwa
jalinan emosional yang baik antar orang tua dan anak merupakan kunci keberhasilan mendidik
dan menggali potensi kebaikan pada anak.

Revitaliasi Pola Asuh Orang Tua

Banyaknya kasus kriminal yang mengorbankan anak-anak seharusnya membuat para


orang tua jera dan sadar betapa peran representatif mereka sangat dibutuhkan. Kita miris
melihat maraknya eksploitasi pada anak, terlebih kasus terbaru yang menghebohkan jagat tanah
air, yaitu kesurupan masal yang dialami oleh puluhan anak remaja di Kota Kendari akibat
mengonsumsi obat jenis pcc. Apalagi sebagai orang tua, tentu tidak sampai hati melihat darah
dagingnya yang masih di bawah umur dengan kondisi bak seorang zombie mengamuk-
mengamuk tak sadarkan diri di beberapa ruang rumah sakit jiwa. Seharusnya seluruh bangsa
Indonesia bersedih karena anak-anak yang mestinya dipersiapkan untuk menahkodai masa
depan negeri ini menjadi tumbal kebiadaban para penjahat yang tak bernurani.
Belajar dari kejadian tragis di Kota Kendari tersebut, para orang tua perlu menanamkan
persepsi bahwa anak-anak mereka berpotensi menjadi korban penyalahgunaan obat-obatan
berbahaya selanjutnya. Olehnya, orang tua wajib meningkatkan kewaspadaan dalam rangka
mengantisipasi segala bentuk kajadian destruktif tersebut. Untuk menanggulangi kejadian-
kejadian serupa agar tidak terulang kembali, perlu rasanya merevitalisasi pola asuh orang tua
dengan cara memahami kembali berbagai macam pola asuh yang dapat diterapkan dalam hal
mendidik anak. Dalam teori psikologi perkembangannya Diana Baumrind menjelaskan empat
pola atau gaya pengasuhan untuk mendidik anak, yaitu:
Pertama, Authoritative parenting (demokratis). Pengasuhan dengan pola authorithatif
mensyaratkan para orang tua berprilaku hangat namun tegas. Pola ini menuntut orang tua agar
mendorong anaknya menjadi mandiri dan memiliki kebebasan namun tetap memberi batas dan
kotrol pada anaknya. Pengasuhan ini diyakini dapat memicu keberanian, motivasi, dan
kemandirian. Orang tua yang mengguanakan pola asuh authorithatif ini dapat meningkatkan
perasaan positif anak, memiliki kapabilitas untuk bertanggung jawab, dan mandiri.
Kedua, Authoritarian Parenting (Otoriter). Pengasuhan dengan pola ini membatasi dan
menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orang tua menetapkan batasan-
batasan yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar bagi anak-anak untuk
mengemukakan pendapat dan keinginannya. Pola ini menggambarkan orang tua yang bersikap
sewenang-wenang dan tidak demokratis dalam membuat keputusan, memaksakan peran dan
pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan diri, serta kurang mengahargai
pemikiran dan perasaan anak-anak mereka. Alhasil, pengasuhan anak dengan menggunakan
pola ini akan menghasilkan anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menenantang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.
Ketiga, Indulgent Parenting (Permisif). Permisif adalah pola asuh di mana orang tua
turut terlibat dalam aktifitas anak, namun memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada
anak untuk mengatur dan bertindak sesuai dengan keinginannya, sementara orang tua tidak
menuntut anak agar bertanggung jawab dan tidak memberi hukuman dan pengendalian. Pola
asuh ini ditandai dengan orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada
anak. Alhasil, pola asuh ini menghasilkan karakteristik anak-anak impulsif, agresif tidak patuh,
manja, kurang mandiri, egois, dan kurang percaya diri.
Keempat, Uninvolved Parenting . Pola asuh yang menggambarkan hubungan orang tua
dengan anak yang kurang hangat dan kontrol orang tua pada anak sangat rendah. Orang tua
pasif terhadap kehidupan anak namun tetap memperhatikan kebutuha dasar mereka.
Melihat kejadian tragis akibat penyalahgunaan obat jenis pcc di kota kendari beberapa
hari silam, penulis menyimpulkan bahwa telah terjadi kelalaian orang tua dalam mengawasi
anak-anak mereka yang menjadi korban. Pola asuh sangat menentukan kepribadian seorang
anak. Anak menjadi nakal bukan karena sifat dasarnya atau bawaan lahirnya, akan tetapi akibat
pola asuh orag tua yang kurang tepat. Anak yang diasuh dengan pola pengasuhan yang baik
akan menjadi pribadi yang baik, begitupun sebaliknya.
Sebagai solusinya, para ahli telah bersepakat bahwa pola asuh yang ideal bagi anak
adalah pola asuh authoritative atau demokratis. Pola asuh orang tua secara demokratis sangat
baik untuk membentuk pribadi seorang anak agar tumbuh menjadi orang yang baik. Pola asuh
ini sangat memperhatikan kepentingan dan kebutuhan anak. Mereka diberi kebebasan tapi tidak
bersifat mutlak, peran orang tua masih sangat tinggi sehingga anak-anak tidak kebablasan
dalam bertindak.

*Penulis adalah Pemerhati Sosial. Mahasiswa Program Studi Interdisiplinary Islamic


Studies, Pascasarjana UIN Sunana Kalijaga Yogyakarta.

Você também pode gostar