Você está na página 1de 16

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

(Idealisme, Realisme dan Neo-Positivisme)

Kelompok IV:
1. IMA
2. WANDA
3. WINDI
4. FANDI
5. HAJAR
6. ENI
7. YESLIN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karuniah
kesehatan dan kekuatanNya lah sehingga kami mampu menyusun tugas makalah ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan
kontribusinya dalam penyusunan makalah Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
(Aliran Idealisme, Realisme dan Neo-Positivisme) ini, baik kontribusi langsung
ataupun tidak langsung.
Kami menyadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
tentunya kami terbuka akan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan para pembaca.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Konsep Aliran Idealisme............................................................................3
B. Konsep Aliran Realisme............................................................................4
C. Konsep Aliran Neo-Positivisme................................................................7

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................11


REPERENSI

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar.


Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut menentukan arah dan tujuan
proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan
yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses
pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya.
Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan
menurut Al-Syaibany (Sadulloh, 2003: 37) adalah pelaksanaan pandangan falsafah
dan kaidah falsafah dalam pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi
pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip
dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis. Sehingga kita dapat
katakan bahwa filsafat pendidikan itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan
berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang
bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan
yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan
menyelesaikannya.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang
terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan
hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam
masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar
bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan
bentuk sikap hidupnya.
Ajaran filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli
filsafatpendidikan tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu
masalah terdapat perbedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan

1
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama.
Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-faktor lain seperti latar
belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran
manusia di suatu tempat. Dengan perbedaan-perbedaan tersebut para ahli
menyusunnya dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga
menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut
aliran filsafat pendidikan. Menurut Edward J.Power (Sadulloh, 2003: 98) aliran
filsafat pendidikan terbagi menjadi Aliran idealisme, realisme, humanisme religius-
rasional, pragmatisme, eksistensialisme, merupakan pandangan dalam filsafat
pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan. Dalam makalah ini
hanya membahas mengenai aliran idealisme, aliran realisme dan positivisme.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP ALIRAN IDEALISME


Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan sebenarnya sudah berada dalam
jiwa (mind) kita, tetapi membutuhkan usaha untuk dibawa pada tingkat kesadaran
kita melalui suatu proses yang disebut intropoeksi. Jadi mengetahui adalah berfikir
kembali tentang idea-idea terpendam yang ada di dalam jiwa kita. (Sadulloh, 2003:
27)
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh
atau sukma lebih beharga dan lebih tinggi dibandingkan materi bagi kehidupan
manusia. Ruh merupakan hakikat yang sebenarnya, sementara benda atau materi
disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma (Akhmad, 2008: 1)

Implikasi Idealisme Terhadap Pendidikan


Konsep aliran idealisme berimplikasi terhadap konsep pendidikannya (Fajar,
2010: 1) yaitu:
Tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan adalah untuk membantu
perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sebab itu, sekolah
hendaknya menekankan aktifitas aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan
moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggung jawab,
dan pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi.
Kurikulum Pendidikan. Demi mencapai tujuan pendidikan di atas,
kurikulum pendidikan Idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasio
nal/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-
kemampuan rasional dan moral, adapun pendidikan vokasional untuk pengebangan
kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasi menurut mata
pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered).
Metode Pendidikan. Struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan kesmpatan

3
kepada siswa untuk berpikir, dan untuk menggunakan criteria penilaian moral dalam
situasi-situasi kongkrit dalam konteks pelajaran. Metode mengajar hendaknya
mendorong siswa memperluas cakrawala; mendorong berpikir reflektif; mendorong
pilihan-pilihan moral pribadi, memberikanketerampilan-keterampilan berpikir logis;
memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral
dan social.
Peranan Guru dan Siswa. Para filsuf Idealisme mempunyai harapan yang
tinggi dari para guru. Guru harus unggul (excellent) agar menjadi teladan bagi
para siswanya, baik secara moral maupun intelektual. Guru harus unggul dalam
pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan
para siswa; dan harus mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan
tingkah lakunya. Guru harus juga melatih berpikir kreatif dalam mengembangkan
kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan, menganalisis, memadukan,
mensintesa, dan menciptakan aplikasiaplikasi pengetahuan untuk hidup dan berbuat.

B. KONSEP ALIRAN REALISME


Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 332 SM). Pada dasarnya aliran ini
berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah
dualistik. Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme
sosial, dan realisme yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki
pemberian pengetahuan yang luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih
ingatan. Realisme sosial berusaha mempersiapkan individu untuk hidup
bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau realisme ilmu menekankan pada
penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (15611626) seorang tokoh realisme ilmu
berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia. Pandangannya tentang
manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya. (Sadulloh: 2003: 36)
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar
kesadaran ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan

4
mempergunakan intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya
itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau
ada hubungannya dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada
pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.

Implikasi Realisme Tetrhadap Pendidikan


Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar,
2010: 1) sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa
dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan
hidup bahagia. Dengan jalan memberikan pengetahuan yang esensial kepada para
siswa, maka mereka akan dapat bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan
sosialnya.
Kurikulum Pendidikan. Kurikulum sebaiknya meliputi: (1) sains/IPA
dan matematika, (2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai.
Sains dan matematika sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan
matematikadipertimbangkan sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar.
Sebab, pengetahuan tentang alam memungkinkan umat manusia untuk
dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan berkembang dalam lingkungan alamnya.
Ilmu kemanusiaan tidak seharusnya diabaikan, sebab ilmu kemanusiaandiperlukan
setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kurikulum
hendaknya menekankan pengaruh lingkungan sosial terhadap kehidupan individu.
Metode Pendidikan. Semua belajar tergantung pada pengalaman,
baik pengalaman langsung maupun tidak langsung (seperti melalui membaca
buku mengenai hasil pengalaman orang lain), kedua-duanya perlu disajikan kepada
siswa. Metode penyajian hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merup
akan metode utama yang diterima oleh para filsuf Realisme yang merupakan
penganut Behaviorisme (Edward J. Power). Metode mengajar yang disarankan para
filosof Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para siswa untuk dapat

5
menghafal, menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta; mengiterpretasi hubungan-
hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.
Peranan Guru dan Siswa. Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar
di dalam kelas(classroom is teacher-centered); guru adalah penentu materi pelajaran;
guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan
membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa. Dengan
demikian guru harus berperan sebagai penguasa pengetahuan; menguasai
keterampilan teknik-teknik mengajar; dengan kewenangan membentukprestasi siswa.
Adapun siswa berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan; siswa harus
taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk
belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagai tingkatan keutamaan
(Edward J. Power).
Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik menjadi
manusia bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan
lingkungan fisik maupun sosial. Implikasi pandangan realisme adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri
dalam masyarakat dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.
2. Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai
pengetahuan. Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang
pendidikan.
3. Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam pedagogi
untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua
pengetahuan yang penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan yang
luas dan praktis.
5. Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa senua
pembelajaran tergantung pada pengalaman. Oleh karenanya pengalaman
langsung dan bervariasi perlu dilaksanakan oleh peserta didik. Metode

6
penyampaian harus logis dan didukung oleh pengetahuan psikologis.
(Sadulloh: 2003: 42)

C. KONSEP ALIRAN NEO-POSITIVISME


Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan
dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data
empiris. August Comte yang merupakan pelopor dari aliran positivisme menyatakan
bahwa alam pikiran manusia dan sejarah manusia telah mengalami tiga fase, dan
masing-masing fase yang kemudian lebih tinggi tingkatannya daripada yang
mendahuluinya. Fase pertama, yaitu fase teologi dimana manusia percaya bahwa
dibelakang gejala-gejala alam terdapat kekuasaan adikodrati yang mengatur fungsi
dan gerak gejala-gejala tersebut. Yang kedua yaitu fase metafisis, dimana kekuasaan
adikodrati diganti dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang abstrak. Yang
ketiga fase positif, fase ini tertinggi dari kehidupan manusia alasannya ialah karena
pada fase ini tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab-penyebab yang
terdapat pada di belakang fakta-fakta.
Menurut August Comte, umat manusia sekarang memasuki stadium positif
dimana keterangan-keterangan keilmuan menggantikan tempat teologi kristen dan
teologi metafisika. Keterangan-keterangan keilmuan adalah lukisan dari peristiwa-
peristiwa dan pertalian-pertalian. Roh manusia tidak boleh berspekulasi melainkan
harus mengorganisasi bukan hanya dirinya sendiri sajamelainkan juga masyarakatnya
ini sesuai dengan revolusi industri yang dialami oleh masyarakat. Pengaruh yang
lebih langsung atas neo-positivisme adalah dari empiriocritisme. Richard Avenarius
sebagai pelopor dari kaum neo-positivisme, ia memberikan kepada filsafat derajat
kepastian yang sama dengan ilmu pasti yaitu dengan mempergunakan metode
metafisika dan dengan pertolongan alat-alat pernyataan metafisika.

7
Comte sependapat dengan Descartes dan Newton, dimana ilmu pasti dijadikan
dasar segala filsafat. Ilmu pasti memiliki dalil-dalil yang bersifat umum, paling
sederhana, dan paling abstrak. Sehingga, ilmu pasti merupakan ilmu yang paling
bebas. Psikologi tidak mendapat tempat pada Comte, karena manusia tidak mungkin
dapat menyelidiki dirinya sendiri.
August Comte memberikan suatu landasan sosiologi, sedangkan John Stuart
Mill memberikan landasan-landasan psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena
itu Mill berpandangan bahwa psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat.
Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi
sumber pengetahuan ialah pengalaman, karena itu induksi merupakan metode yang
paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa
sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis. Positivisme
logis (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-
positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada
tahun 1920-an. Lingkaran Wina merupakan kelompok neo-positivisme (positivisme
logis) yang melanjutkan proyek positivisme. Pada umumnya disebut juga mazhab
wina atau kring wina kaum neo-positivisme semenjak semula telah membentuk
suatu mazhab, malah pernah dikatatakan orang suatu sekte yang tidak bebas pula dari
kesempitan hati seperti sudah ghaibnya, terdapat pada sekte-sektenya. Neo-
positivisme berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan
sains. Filsafat harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah
sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Neopositivisme adalah penganut suatu aliran dalam filsafat yang menanamkan
juga diri mereka sebagai kaum empiris logika. Dapat juga disebut kaum fisikalis,
bahkan beberapa dari mereka menanamkan sebagai penganut logistic (logika
formalis atau logika simbolis).
Kaum neopositivisme mempunyai keyakinan bahwa filsafat sebagai ilmu
hanya aman dalam tangan mereka sendiri dan bahwa tiap orang mempelajari

8
filsafat menurut cara lain mungkin ada mengerjakan sesuatu yang sangat penting dan
luhur, tetapi bahkan mengerjakan sesuatu secara ilmu. Nama neopositivisme telah
menyatakan bahwa kita disini seperti halnya neokantianisme berhadapan dengan
suatu pergerakan yang merupakan suatu lanjutan dari aliran-aliran yang lama.
Menurut E. Von Aster, neopositivisme mempunyai dua akar utama yang
satu adalah terhadap aliran metafisika, yang kedua adalah neopositivisme terletak
dalam perkembangan ilmu pasti dan ilmu alam modern.

Neopositivisme cenderung untuk menumbuhkan pengetahuan dengan bahan


ilmu alam dan menyerahkan pertanyaan-pertanyaan tentang makna saja untuk di
analisis oleh filsafat. Karl R Popper merupakan seorang tokoh yang mengkritik aliran
positivisme logis (neo-positivisme). Asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus
diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu pengetahuan baru ini sebagai
penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa pengetahuan ilmiah
pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta nyata
dengan menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis tugas
filsafat ilmu pengetahuan adalah menanamkan dasar untuk ilmu pengetahuan.
Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang metode
Induksi, ia berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil
dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan
adalah mengembangkan pengetahuan ilmiah yang berlaku dan benar, untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan logika, namun jenis penalaran yang dipakai oleh
positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis penalaran ini tidak
mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan berlaku, karena elemahan
yang bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan, dimana dari premis-
premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan atau
generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili fakta yang ada. Dan menurutnya agar
pengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai benar maka penalaran yang harus dipakai

9
adalah penalaran deduktif. Penolakan lainnya adalah tentang Fakta Keras, Popper
berpendapat bahwa fakta keras yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya
tidak ada, karena fakta keras selalu terkait dengan teori, yakni berkaitan pula dengan
asumsi atau pendugaan tertentu. Dengan demikian pernyataan pengamatan, yang
dipakai sebagai landasan untuk membangun teori dalam positivisme logis tidak
pernah bisa dikatakan benar secara mutlak.

Implikasi Aliran Neo-Positivisme dalam Pendidikan


Pendidikan sebagaimana telah dikemukakan dalam pendahuluan, hakikat
pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya
manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan normanorma
yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan tersebut antara
lain: manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, cerdas, terampil. Sebab itu, pendidikan bersifat normatif dan mesti
dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat hal di atas, pendidikan tidak boleh
dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana.
Maksudnya, pendidikan harus dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada
suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta
efisien dan efektif cara-cara pelaksanaannya. Implikasinya, dalam pendidikan,
menurut Tatang S (1994) mesti terdapat momen berpikir dan momen
bertindak. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa dalam rangka pendidikan itu
(Redja M; 1994), terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek
pendidikan. Momen studi pendidikan yaitu saat berpikir atau saat mempelajari
pendidikan dengan tujuan untuk memahami/menghasilkan sistem konsep pendidikan.
Mazhab neo-Positivisme berpandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya
merupakan kerangka kerja yang berada dalam ruang, waktu, dan berlangsung
hubungan sebab akibat (spatio temporal causal network). Pendidikan bertujuan
mendorong perkembangan intelektual dan sosial individu. Pendidikan melalui
pengalaman langsung, dan belajar menggunakan prosedur kerja ilmiah.

10
BAB III
KESIMPULAN

Aliran-aliran filsafat pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap


pengembangan pendidikan di antaranya adalah, realisme, materialisme dan
Positivisme. Idealisme tujuan pendidikannya menekankan pada aktifitas intelektual,
pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, kebebasan,
tanggung jawab, dan pengendalian diri demi mencapaiperkembangan pikiran dan diri
pibadi. Realisme tujuan pendidikannya menekannkan pada penyesuaian hidup dan
tanggung jawab sosial. Sedangkan Neopositivisme tujuan pendidikanny adalah
terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan
normanorma yang dianut.

11
12
REFERENSI

https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/11/aliran-aliran-filsafat-idealisme-
materialisme-eksistensialisme-monisme-dualisme-dan-pluralisme/
https://ucubipa.wordpress.com/filsafat-pendidikan/
https://van88.wordpress.com/filsafat-pendidikan/
https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_pendidikan
http://eduarduslebe.blogspot.co.id/2015/11/filsafat-pendidikan-idealisme.html
http://karyailmu99.blogspot.co.id/2015/12/aliran-filsafat-idealisme-dan.html

Você também pode gostar