Você está na página 1de 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Penyakit


1.1.1 Diabetes Melitus
1.1.1.1.Pengertian
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan gejalanya sangat
bervariasi (Tjokronegoro, 1996).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam jumlah tertentu dalam darah (Brunner & Sudarth, 2002).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price &
Wilson, 2006).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi
makrovaskular dan neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).

1.1.1.2 Etiologi
Menurut Riyadi & Sukarmin (2008) penyebab diabetes melitus adalah karena
penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans. Jenis juvenilis (usia muda)
disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap perkembangan antibodi yang merusak sel-sel
beta atau degenerasi sel-sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi
sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan atau obesitas.

Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor
yang banyak berperan antara lain:
1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena
DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan
penurunan produksi insulin.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan
cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress
juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada kenaikkan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah
rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
4) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena diabetes.
Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau
resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan
pada ketidakseimbangan pankreas.
5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan berpengaruh
terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas disebabkan karena peningkatan
beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu
banyak.
6) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas.
Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
1.1.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh Price &
Wilson (2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu:
(1) Diabetes Melitus Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin).
Terjadi 5-10% kejadian. DM type 1 disebabkan oleh:
a) Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
b) Idiopatik, tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan
Afrika-Amerika, Asia.
Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya muda < 30 tahun. Biasanya bertubuh kurus
pada saat didiagnosis dengan penurunan BB yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami
ketosis jika tidak mengalami insulin, komplikasi akut hiperglikemi: ketoasidosis diabetik
(Brunner & Suddarth, 2002).
(2) Diabetes Melitus Tipe 2 (onset maturity dan nondependent insulin) 90-95%
Obesitas, herediter dan lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini. Awitan terjadi
di segala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Mayoritas
penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darah melalui penurunan berat badan.
Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan
latihan tidak berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk
mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau
menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom hiperosmolar nonketotik (Brunner & Suddarth,
2002).
(3) Diabetes Gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan.
Faktor resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat
gestasional dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai
efek metabolik terhadap toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaaan
diabetogenik.
( 4) Tipe khusus lain
a) Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
b) Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.
Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin
c) Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin yang
berat dan akantosis negrikans
d) Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik
e) Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali
f) Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
g) Infeksi
(5) Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Tes toleransi glukosa menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan asimtomatis. IGT
mungkin menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini. Mereka ini tidak digolongkan
sebagai penderita diabetes tetapi dianggap beresiko tinggi terhadap diabetes.
(6) Gangguan glukosa puasa (IFG)
Pasien dengan gangguan glukosa puasa juga meningkat resikonya terhadap diabetes dan
komplikasi metabolik akibat IGT.

1.1.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien
konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
4) Polifagia (peningkatan rasa lapar).
5) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit
seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
7) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
8) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf
rusak terutama bagian perifer.
9) Kelemahan tubuh
Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat
berlangsung secara optimal.
10) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama
dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuha energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
11) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena
kerusakan hormon testosteron.
12) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.

1.1.1.5 Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
1) Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun
relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum
> 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi
berat.
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Penderita
DM mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya
hipoglikemia.
2) Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer
(neuropati diabetik).
b. Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan
dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab
jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
1.1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah pada pasien DM menurut Sujono & Sukarmin (2008) antara
lain:
1) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl
paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik
hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau evaluasi
pengobatan bukan diagnostik.
3) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
4) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl jam, 1 jam, 1 jam < 200
mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi
atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
6) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison
menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah
perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada
akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
7) Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
8) C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
9) Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan
dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.

1.1.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Primer
1) Diet
Tujuan utama dari terapi diet adalah mengendalikan kadar glukosa darah agar tetap berada
pada nilai normal (Lanywati, 2007).
(1) Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.
(2) Karbohidrat kompleks (serat dan tepung), sumber serat didapati dari buah-buahan dan
sayur.
(3) Lemak jenuh harus dibatasi.
(4) Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan
hipoglikemia terutama jika tidak makan.
(5) Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
a) J I : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
b) J II : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c) J III : Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 140 %
Obesitas berat : BBR 140 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan
pasien:
a. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB dengan 30 untuk laki-laki dan
25 untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan Sedang Berat
100-200Kcal/jm 200-350Kcal/jam 400-900Kcal/jm
Mengendarai mobil Kerja RT Aerobik
Memancing Bersepeda Bersepeda
Kerja Lab Jalan cepat Memanjat
Kerja sekertaris Berkebun Menari, lari
Mengajar Sepak bola
Tennis
b. Tepat Jenis
a) Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang diolah dengan
menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu, sirop. alkohol (Alkohol dapat
memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika
tidak makan).
b) Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak jenuh , lontong,
ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
c) Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
c. Tepat jadwal.
Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
2) Olah raga: latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + jam. Adanya
kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam
sel. Jangan memulai latihan sebelum makan.
3) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan meliputi pengetahuan mengenai diet, latihan fisik, minum obat, komplikasi dan
pencegahan.
Penatalaksanaan Sekunder
1) Obat-obatan
(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan hipoglikemia.
(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase didalam saluran
cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post
prandial.
(4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah
akibat resistensi insulin.
2) Penatalaksanaan Sekunder
(2) Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh obat: actrapid.
(3) Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
(4) Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.

1.1.1.8 Kriteria Diagnostik


Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak
hamil, pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
(World Health Organization, Diabetes Melitus, Report of a WHO study group. Teach Report
Series No. 727, 1985) kutipan dalam Brunner & Suddarth (2002).

1.1.2 Keadaan Hipoglikemia


1.1.2.1 Pengertian Hipoglikemia
Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula
darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang beratHipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula
darah hingga dibawah 60 mg/dl secara abnormal rendah. (http://www.Indonesiasehat. Com).
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai
sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.

1.1.2.2 Penyebab Hipoglikemia adalah:


1. Untuk orang yang diabetes: adanya pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
sehingga menurunkan kadar gula darah secara cepat, kelainan pada penyimpanan karbohidrat,
kelainan pada kelenjar hipofise dan adrenal.
2. Untuk orang yang tidak diabetes: Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang diabetes sering
mengalami hipoglikemia yang berat. Hipoglikemi simptomatis yang terjadi pada 3-5 jam
setelah makan dapat merupakan manifestasi klinis yang paling dini dari status diabetes.
Fenomenan ini semula disebut disinsulinisme merupakan akibat dari abnormalitas pelepasan
insulin oleh pancreas.

1.1.2.3 Klasifikasi Hipoglikemia


1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan
adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi,
kegelisahan dan rasa lapar.
2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup
bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf
pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan
daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi,
perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan.
3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien
memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya.
Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi biasanya
berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa
yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu.
Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1
mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-sel
alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa.

1.1.2.4 Komplikasi Hipoglikemia (Soeparman, 1999)


1. Semua komplikasi pada hipoglikemia dapat dihubungkan dengan kelainan pada system
saraf pusat. Akibat sementara yang paling sering dijumpai: sakit kepala, muntah-muntah,
komplikasi ini timbul karena adanya udema cerebral.
2. Adanya gangguan otak yang bersifat menetap sebagai akibat hipoglikemia: deteriosasi
mental, skizofrenia, afasia, hemiparese.

1.1.2.5 Penatalaksanaan Hipoglikemia


Hipoglikemia dapat cepat dipulihkan dengan pemberian glukosa melalui IV (50 ml cairan
D50%) atau pemberian glukosa secara oral jika pasien cukup sadar untuk mencegah
timbulnya aspirasi. Sebagai alternative, dapat juga diberikan glukagon 1 ml melalui IM
(Pamela S.:2010).
Menurut Brunner & Sudarth (2002), penanganan untuk hipoglikemia biasanya berupa
pemberian 10 hingga 15 gram gula yang bekerja cepat per oral:
a. 2-4 tablet glukosa
b. 4-6 ons sari buah atau teh yang manis
c. 6-10 butir permen khusus atau permen manis lainnya
d. 2-3 sendok teh sirup atau madu

Terapi hipoglikemia berdasarkan stadiumnya antara lain (Liza,2007):


1. Stadium permulaan ( sadar )
1) Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni (
bukan pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
2) Hentikan obat hipoglikemik sementara
3) Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4) Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
5) Cari penyebab
2. Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia );
1) Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena,
2) Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
3) Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV
4) Periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
Bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
Bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
Bila GDs 100 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatam drip dekstrosa 10 %
5) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut turut ,pemantauan GDs setiap 2 jam
,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse
dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.

6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam
,dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse
dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %
7) Bila GDs> 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, slinding scale setiap 6 jam :
GD ---- RI
( mg/dL ) (unit, subkutan )
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
8) Bila hipoglikemia belum teratasi dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti
; adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin )
9) Bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam
selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol
1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam, cari penyebab lain penurunan kesadaran

Você também pode gostar