Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata, artinya
klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar. ( Stuart and Laraia, 2005 ).
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang membicarakan,
Halusinasi perabaan adalah suatu persepsi klien merasakan rasa sakit atau tidak enak tanpa ada
stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang,
merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. (
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap lingkungan sekitar tanpa ada
stimulus luar baik secara penglihatan, pendengaran, pengecapaan, perabaan dan penciuman.
B. Psikodinamika
1. Etiologi
Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi factor baik eksternal
maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang mengisolasi diri dari
lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri, koping keluarga tidak efektif, dan
diterima melalui 5 indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan
terganggunya sensori persepsi seorang dimana tidak terdapat stimulus. Persepsi merupakan
dasar bagaimana seseorang merasakan pengalamannya, setiap orang memiliki persepsi yang
Halusinasi dan ilusi merupakan perubahan sensori persepsi yang terjadi dalam merespon
menimbulakan skizofrenia, psikosa, sindroma otak organik, epilepsi, nerosa histerik, intoksikasi
atropin atau kecubung dan zat halusinogenik. Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya individu menginterpretasikan sesuatu yang nyata
Halusinasi terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah tahap dimana klien merasa senang dan
halusinasinya memberikan rasa nyaman, klien masih berada dalam ansietas sedang, karakteristik
tahap ini klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan adalah perilaku yang
sering terlihat diantaranya klien tersenyum dan tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. Pada tahap
kedua halusinasi akan menyalahkan, klien akan berada pada tingkat kecemasan berat, dan
menyebabkan antipati. Tahap ini ditandai dengan pengalaman sensorik tersebut dan menarik diri
dari orang lain. Klien akan menunjukkan perilaku: konsentrasi dengan pengalaman sensorik,
rentang perhatian menyempit, peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, serta
tidak dapat membedakan halusinasi dengan realitas. Ditahap ketiga, klien berada dalam
kecemasan berat, halusinasi mengontrol klien, dan pengalaman sensorik tidak dapat ditolak lagi
karakteristiknya. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensoriknya, isi halusinasi menjadi
aktif, dan kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir. Perilaku klien ditahap ini ; klien akan
mentaati halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain tentang perhatian yang hanya beberapa
detik permenit dan gejala ansietas berat ( berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah ).
Pada tahap empat, halusinasi telah menguasai klien, dan terjadi kecemasan panik. Pada tahap ini
mempunyai karakteristik : pengalaman sensori mengancam dan halusinasi dapat berlangsung
beberapa jam atau hari perilaku yang muncul adalah perilaku panik resiko tinggi bunuh diri,
membunuh, agitasi, menarik diri, dan tidak mampu berespon terhadap perintah kompleks dan
Halusinasi juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang pertama adalah factor biologis yang
meliputi gangguan/ hambatan perkembangan otak frontal dan temporal; lesi pada korteks
frontal, limbic, temporal, gangguan tumbuh kembang pada prenatal, neonatus dan kanak-kanak.
Faktor psikologis yang turut berpengaruh adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan
klien. pengasuh atau teman yang dingin, cemas tidak sensitive, atau bahkan terlalu melindungi;
konflik dan kekerasan dalam keluarga ( pertengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan rumah
tangga ). Faktor lain yang merupakan faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah keadaan
social budaya seperti kemiskinan, ketidak harmonisan, social budaya ( peperangan, kerusuhan,
kerawanan ) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. Stress presipitasi
halusinasi adalah faktor biologis yang melibatkan fungsi otak dalam mengatur jumlah informasi
yang dapat diproses pada suatu waktu.Penurunan fungsi yang terjadi dilobus frontal
mengakibatkan proses informasi yang berlebihan dan respon neurobiologik maladaptive. Stress
lingkungan yang sudah melebihi ambang batas individu yang menjadi presipitasi terjadinya
orientasi realita.
Factor presipitasi yang terakhir yang menjai pencetus timbulnya halusinasi adalah keadaan
rendahnya nutrisi, kurang tidur, infeksi, obat system saraf pusat, kecemasan sedang sampai
Perilaku maladaptive yang muncul antara lain : perubahan proses pikir diantaranya waham atau
delusi adalah suatu bentuk kelainan pikiran (adanya ide-ide/keyakinan yang salah), persepsi
yang salah meskipun tidak ada stimulus tetapi klien merasakannya, ketidakmampuan untuk
mengalami emosi, prilaku tidak terorganisir adalah respon neurobiologis yang mengakibatkan
terganggunya fungsi-fungsi utama seperti sistem syaraf pusat sehingga tidak ada koordinasi
antara isi pikiran, perasaan dan tingkah laku dan prilaku maladaptive yang terakhir adalah isolasi
sosial ketidakmampuan klien menjalin hubungan, kerjasama dan saling tergantung dengan orang
lain.
Masalah keperawatan pada klien halusinasi pendengaran dan perabaan adalah (1) Risiko Prilaku
Kekerasan (2) Isolasi Social, (3) Harga Diri Rendah, (4) Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri
3. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi : Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005 )
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-marah dan mencederai
b. Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko prilaku kekerasan maka
Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien beranggapan dirinya
Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga klien mengalami
Dari definisi yang elah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi merupakan
persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan
oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan orientasi berfokus
sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang maladaptif, dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini :
Respon adaptif
dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya secara umum yang berlaku didalam
masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai dengan
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan orang
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data secara
akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat,
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima otak dari
yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan peran.
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak mau
D. Pengkajian keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis
b. Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadapa stress adalah merupakan
c. Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan kesepian dan
d. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersufat
e. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif, dingin, tidak sensitif,
pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia cenderung akan
mengalami skizofrenia.
2. Faktor presipitasi
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas keluarga, perpisahan
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat halusigenik, diduga berkaitan
dengan halusinasi
c. Faktor pskologi
kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga
3. Prilaku halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010) Prilaku halusinasi dapat dilihat dari lima
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu muka merah, kadang pucat,
ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD meningkat, nafas tersengah-sengah, nadi cepat,
b. Dimensi Emosi
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menankutkan. Tanda gejala yang dapat dilihat ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak
aman, tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling
c. Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa
hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olahia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika dioerintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Tanda gejala yang timbul isolasi sosial, menghindar dari orang
lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu, bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak
d. Dimensi Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.tanda
gejala tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, sulit membuat keputusan, tidak mampu
e. Dimensi Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup , rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memkai takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
4. Mekanisme koping
a. Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkanprilaku kembali seperti pada prilaku
perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain karena
kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik
yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku
apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
5. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak
dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau kreatifitas yang tinggi.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping,
karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit. Finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga
6. Pohon masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori persepsi :
Isolasi sosial
E. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA ( 2006 ), adalah sebagai
berikut :
3. Isolasi sosial
F. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan menurut NANDA ( 2006 ), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka
panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain :
Tujuan : Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta menyingkirkan
Tupen 1 : setelah dilakukan interaksi x, klien mampu membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon. b. Menunjukan gerakan ekspresi
wajah yang rilek. c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam,
Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
Kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan waktu, isi , frekwensi munculnya halusinasi, b. Klien mampu
menyebutkan prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi muncul, c. Klien mampu
menyebutkan akibat dari prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi terjadi.
Rencana tindakan :
- Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak
mengalaminya
- Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
d. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi
diskusikan dengan klien: isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore , malam,
sering atau kadang-kadang. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi
Tupen 3 : Setelah di lakukan interaksi selama .x, Klien mampu mengendalikan halusinasi
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, b. Klien dapat memilih dan
melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi, c. Klien melaksanakan cara yang dipilih
Rencana Tindakan :
a. Diskusikan bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
d. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
f. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
g. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
Tupen 4 : Setelah di lakukan interaksi selama ..x dengan keluarga klien dapat dukungan
Kriteria Hasil :
a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat, b. Keluarga dapat
Rencana Tindakan :
- Beri informasi waktu kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika
Tupen 5 : Setelah di lakukan interaksi selama .x , Klien dapat memanfatkan obat dengan baik
Kriteria Hasil :
a. Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek samping obat, dan nama warna
dan dosis b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, c. Klien dan
Rencana Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis,
e. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
G. Pelaksanaan Keperawatan
situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena
keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah menggunakan rencana tertulis, yaitu apa
yang dipikirkan, dirasakan, itu yang di laksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda tangan.
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan, oleh kilen saat ini. Perawat juga
menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan teknikal yang
di perlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada
saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang
isinya menjelaskan apa yang akan d kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dari klien.
H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada kilen.
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
di laksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat di lakukan dengan mengunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur
dengan menanyakan : Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik ?
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur
dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali
apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada, dapat
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang terdiri dari
2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan, tetapi
4. Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya perubahan, serta
berupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta berupaya mempertahankan dan
menguatkan perubaan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-
reinforcemen.
DAFTAR PUSTAKA
Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih Penerjemah) .
USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)
Nanda . (2006) . Nursing Diagnosis : Definision dan Classification . ( Kelliat et al, penerjemah) .
Philadelphia : W. B Sauder . ( Sumber Asli Diterbitkan 2005 )
Maramis, Willy F . ( 2004 ) . Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa . Surabaya : Airlangga University Press.
Rasmun. ( 2001 ) .Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintograsi dengan Keluarga . Jakarta
: CV Agung Seto
Stuart & Sudeen . ( 1998 ) . Pocket Guide To Psychiatric Nursing . ( 3 / E ) . ( Hamid, Penerjemah ) .
Mosby Year Book Inc . (Sumber Asli Diterbitkan 1995 )
Townsend, Mary. C . ( 1998 ). Nursing Diagnosis In Psychiatryc Nursing : Pocket Guide for care
plan construction . ( 3 / E ) . ( Daulima, penerjemah ) . Pennsylvania, USA : F. A. Davis
Philadelphia . ( Sumber asli diterbitkan 1995 )