Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konsep Anak Berbicara Kotor
Acap kali kita merasa takjub akan hal-hal baru yang diserap adik-adik atau anak kita
yang masih kecil dan berseragam merah-putih dari lingkungannya. Padahal kita tidak merasa
membimbing atau mengajarkannya.
Pengetahuan, perilaku, dan kosa-kata baru yang didapatnya sering membuat kita
tercengang. Misalnya, tiba-tiba saja si kecil merengek minta dibelikan gitar sambil
mendemonstrasikan kemampuannya bermain alat musik tersebut dengan gitar pinjaman. Atau,
ketika sang ibunda sedang berkomat-kamit menghitung belanjaan, seketika si kecil menyeletuk
menyebutkan total belanjaannya. Mungkin juga di suatu pagi yang tak anda sangka dia
menyapa anda dengan penuh gaya mengucap good morning!.
Sayangnya, tak semua yang didapatnya ialah hal-hal yang baik. Ketakjuban yang
dialami seketika bisa berubah menjadi shock ketika si kecil dengan entengnya mengeluarkan
kata-kata kasar dan sumpah serapah membawa-bawa nama hewan peliharaan, satwa kebun
binatang, kotoran, bahkan hingga ke bagian-bagian sensitif dari aurat manusia, juga istilah
hubungan badan dengan berbagai variasi kosa-kata dan bahasa. Meski, sebagian dari kata-kata
yang terlontar tersebut mungkin belum mereka pahami artinya.
Jika merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kasar, bermakna antara lain tidak halus, bertingkah laku tidak lemah lembut, dan
tidak baik buatannya. Sesuatu yang tidak baik, sebagaimana diketahui, sering menimbulkan
sejumlah persoalan mengarah ke hal yang negatif.
Pengaruh yang diakibatkan dari kata-kata kasar (negatif) sesungguhnya amat besar bagi
perkembangan jiwa seseorang, baik untuk yang mengucapkannya ataupun orang lain yang
menjadi obyek ucapan tersebut. Ketika kata-kata negatif dilontarkan oleh seseorang, maka
orang lain dapat berkesimpulan seperti apa watak orang tersebut. Manakala kata-kata negatif
itu ditujukan kepada diri sendiri, maka ia dapat menjadi sosok yang kerdil, tidak pede,
emosional, tidak bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan untuk melakukan sesuatu, dan
pada akhirnya menyulitkannya untuk berkembang. Mungkin ia akan berjalan di tempat
sementara orang lain berlari maju, atau malah surut ke belakang.
Fenomena mengucapkan kata-kata kotor oleh anak sekolah ini sekarang tak sulit
untuk dijumpai. Biasanya mereka mengucapkan kata-kata ini ketika jauh dari pengawasan
orangtua dan gurunya, sedang bergerombol bersama rekan sebaya, kemudian saling menyapa
rekannya dengan bertukar kalimat wasiat tersebut. Momen ini dapat diamati ketika jam-jam
pulang sekolah.
Kata-kata kasar ini dapat menjelma menjadi momok yang menakutkan dan
mengkhawatirkan bagi perkembangan jiwa anak-anak, maka sudah seharusnyalah kita, sebagai
bagian dari lingkungan, mewaspadai dan mengantisipasi masalah ini. Karena memang,
fenomena ini sekarang tak sulit lagi untuk ditemui di wilayah kemayoran, daerah tempat tinggal
kita bersama.
Dalam pengawasan orangtua dan guru, bisa jadi mereka mengeluarkan kalimat baik-
baik. Namun ini tidak menjamin kata-kata kotor itu belum terserap oleh mereka. Orangtua
biasanya baru tersadar ketika secara tak sengaja si kecil kelepasan ngomong tatkala sedang
jengkel atau marah. Bila ternyata kata-kata kotor tersebut diucapkan secara sadar didepan
orangtua, masalah yang dihadapi lebih serius. Karena ini berarti ia merasa tak ada yang salah
dengan mengucapkan kata tersebut, dan menganggap lingkungan keluarga menyetujuinya, atau
ia sudah tidak mempedulikan nilai yang dianggap baik di keluarga.
Tuntutan Lingkungan
Menurut teori Erikson, anak-anak usia sekolah, tepatnya usia 6 sampai 12 tahun melihat
apa yang dituntut oleh lingkungan, terutama dalam konteks sekolah dan sosial pertemanan.
Mereka perlu mengatasi tuntutan tersebut dengan belajar lewat interaksi yang dialaminya di
lingkungan, termasuk keluarga, sekolah, serta pertemanan.
Melalui lingkungan tersebut mereka menangkap hal-hal apa yang baik, yang
membuatnya merasa mampu/kompeten dan diterima lingkungan. Perasaan mampu tersebut
akan meningkatkan perilaku mereka.
Anak-anak yang mendapat dukungan dan bimbingan terarah dari orang tua dan guru
akan mengalami masa ini lebih positif. Dukungan tersebut akan mengembangkan rasa percaya
terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bisa mencapai keberhasilan.
Sementara bila kurang mendapat dukungan dan bimbingan, mereka akan merasa ragu dengan
kemampuan yang dimiliki. Bagi anak-anak yang mengalami hambatan dalam melalui tahapan
ini, mereka merasa tidak mampu menangkap tuntutan dan akan muncul rasa inferior, perasaan
tidak mampu dan tidak percaya diri. Dengan tumbuhnya rasa inferior, ia akan mencari
lingkungan lain yang memungkinkan dirinya merasa mampu. Bisa jadi lingkungan tersebut
adalah lingkungan yang menganut nilai berbeda dari apa yang diajarkan oleh lingkungan
keluarga dan sekolahnya, dan mungkin membawa nilai-nilai negatif.
Dalam kaitannya dengan fenomena bicara kotor pada anak-anak. Perilaku ini menjadi
berkembang ketika lingkungan pergaulan memberikan dukungan, dan dengan melakukan
perilaku berbicara kotor tersebut mereka merasa berarti, mendapat pengakuan dari teman-
temannya.
Perilaku tersebut juga mungkin terjadi pada anak-anak yang mengalami kesulitan
merasa kompeten di sekolah atau kurang mendapat pengakuan dalam keluarganya terutama
orang tua, akibat kurangnya bimbingan dan pengarahan.
BAB 3
PEMBAHASAN
A.ANALISIS
Kasus yang akan kami angkat adalah kasus yang dilalukan oleh M.Affan Maulana dia
lahir pada 01 Mei 2009 dia anak tunggal,Ayahnya bekerja di suatu perusahaan sedang ibunya
hanya sebagai ibu rumah tangga.
Lingkungan Affan bermain sangat lah berpengaruh pada perkembangan bahasanya ,dya
tidak mempunyai teman yang sebaya temannya bermain adalah anak-anak usia SD klas 1-5
yang sudah mengenal lingkungan luar dan bahasa yang dipkai sehari-hari pun juga kasar dan
kotor anak-anak sering mengucapkan kata-kata kasar seperti
Goblok,bego,bodoh,anjing,monyet,jangkring.Tanpa diketahui oleh ibu nya Affan sering
sekali keluar rumah dan ikut bermain bersama anak-anak tersebut dan pada suatu ketika Affan
marah adalah kata-kata Ayah ini bodoh betul dan kata-kata kasar lainnya Ibunya kaget dan
ditanya apakah Affan mengetahui arti kata-kata yang ia ucapkan Affan pun menjawab tidak
tau.
B. Sintesis
Dari beberapa kasus yang dilakukan oleh affan dapat ditarik kesimpulan kalau dia hanya
terpengaruh lingkungan bermainnya tanpa dia mengetahui apa maksud kata-kata yang telah ia
ucapkan.
C. Diagnosis
Menurut penelitian saya dan hasil bincang-bincang saya dengan ibunya saya tarik
kesimpulan bahwa ia ingin mencari perhatian dan ingin dihargai dikalangan teman bermainnya
,bukan hanya dianggap anak bawang karna usianya masih kecil.
D.Prognosis
Langkah awal yang saya dan ibu nya lakukan dalam menangani hal ini adalah saya ajak
Affan sering dirumah menonton film-film kartun dan film film edukasi anak yang mendidik,selain
itu affan juga sangat suka mewarnai gambar jadi dirumah disediakan gambar serta krayon buatnya
mewarnai dirumah,dalam waktu kurang lebih satu minggu dia dikurung didalam rumah dengan
fasilitas yang dia inginkan dia tidak pernah protes dan tidak ingin main-main dengan teman
bermainnya,karena saya merasa dya sudah mampu saya memasukannya ke TPQ yang lumayan
jauh dari rumahnya,dia saya masukan ke kelas paling kecil dan teman-temannya pun seumuran
dengan nya sehingga dia merasa senang tiap kali mau berangkat mengaji ,lingkungan sosial di
tempat pengajiannya sangatlah baik dan mendukung perkembangannya,
Ditempatnya mengaji sering juga di kasih dongeng dan filmfilm singkat tentang anak-anak sholih
sehingga input dalam memory nya cukup bagus dan melekat,
Dan Alhamdulillah dengan peralihan lingkungan dan dukungan orang tua penuh Affan bisa
berubah dari anak yang suka berkata-kata kasar menjadi anak yang sholih dan berbahasa yang
bagus kepada orang tua serta orang disekitarnya meskipun kadang masih mengeuarkan kata-kata
bodoh tapi sudah benar-benar berkurang dan sangat jarang bahkan Affan selalu mengucapkan
salam sebelum dan sesudahnya dia berangkat ngaji,Bahkan setiap mau makan dan mau tidur
maupun sesudahnya dia selalu membaca doa dengan dituntun ibu nya
Subhanalloh
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa, Jika
orang-orang sekitar yang ditemui anak sehari-hari adalah orang yang tak dapat mengendalikan
diri saat marah sehingga suka memaki-maki dengan kata kotor, anak tidak belajar
mengembangkan pengendalian diri yang baik, akhirnya anak pun menjadi pribadi yang sulit
mengendalikan diri untuk tidak berkata kotor saat marah. Anak berkata kasar atau jorok bisa
juga karena ia menirunya dari teman di sekolah, sekadar iseng, atau saat ia merasa marah dan
mengetahui bahwa kata tadi bisa memancing kekesalan orang lain, atau hanya karena sedang
mempelajari kata-kata yang baru dan senang dengan bunyi kata itu tanpa mengetahui artinya.
B.SARAN
Seharusnya sebagai orang tua atau orang dewasa harus tanggap terhadap perkembangan
dan keseharian anak apabila ada yang sekiranya aneh atau mengganjal pada anak harus segera
ditindak lanjuti agar anak bisa terkontrol dan segera ditangangani,orang tua harus memberikan
dan mendukung anak sepenuhnya untuk berubah menjadi baik,
Selain itu komunikasi orang tua dan anak harus selalu terjaga sehingga anak merasa
dirinya aman dan selalu ada yang merhatikan sehingga anak tidak mencari perhatian diluar
yang banyak pengaruh negatifnya terhadap perkembangan anak.