Você está na página 1de 7

AGAMA DAN KESEHATAN.

11.1 Pengertian
Seperti halnya konsep masyarakat, konsep agama mengandung dua makna, yaitu
makna statik dan makna dinamik. Makna static diorientasikan untuk menunjukan religi sebagai
sistem social agama secara formal misalnya Islam, Kriten, Hindu, dan Budha. Sedangkan makna
dinamik yaitu sifat atau semangat keagamaan. Aspek dinamis selain bersifat subjektif (personal)
sesuia dengan pengalaman keagaman terkait dengan keagamaan dan penghayatan masing-
masing, juga tidak selamanya terkait dengan agamanya secara formal. Konsep dinamis ini
disebut pula dengan istilah religiusitas atau spiritualitas.

Nilai dinamisnya sikap keagaman ini telah dinyatakan oleh Raslullah Muhammad SAW.
Dalam masalah ini, beliau mengatakan bahwa keimanan seseorang mengalami pasang naik dan
pasang surut, yazid wa yanqush. Hal ini menunjukan bahwa ada sifat dinamis dalam
keberagaman seseorang.

Kaitannya dengan konsep dinamis ini, penghayatan terhadap nilai agama ternyata diakui
oleh beberapa ilmuwan, penghayatan terhadap bahwa agama memiliki efek yang luas dan
mendalam terhadap kesehatan manusia, baik yang bersifat fisik, emosi, spiritual, maupun
sosial.

11.2 Pola Hubungan Agama dan Kesehatan.

Sebelum menjelaskan hal yang lebih mengenai wacana ini, ada baiknya dijelaskan mengenai
beberapa kemungkinan yang potensial terjadi dalam hubungan agama dan kesehatan. Secara
teoritis dapat dirinci empat (4) kemungkinan pola hubungan antara agama dan kesehatan.

Saling berlawanan.
Agama dan kesehatan potensial muncul dua bidang kehidupan yang saling berlawanan
atau setidaknya tema kesehatan tersebut menjadi wacana prokontra. Dalam batasan tertentu,
hal ini menunjukan bahwa bahwa apa yang dianjurkan dalam bidang kesehatan, tidak selaras
dengan apa yang dianjurkan dalam bidang agama. Misalnya mengenai terapi dengan urine
(khususnya islam), pengobatan dengan hal yang memabukan atau pencegahan HIV\AIDS
melalui kondom.
Dalam konteks ini, urine menurut ajaran islam adalah suatau hal yang najis. Oleh karna
tetapi kesehatan, dengan menggunakan urine sesungguhnya merupaka suatu hal yang
bertentangan. Begitu pula pengobatan dengan menggunakan barang atau benda-benda yang
diharamkan misalnya alcohol.

Promosi tenteng penggunaan kondom untuk menghindarkan diri dari sebaran virus
HIV\AIDS merupakan program yang memiliki irisan moral dengan agama. Program ini,
diapresiasikan oleh kalangan agama, sebagai kebijakan yang membuka peluang perilaku
pergaulan bebas (free sex) atau secara implisit kebijakan itu seakan berbunyi bolehkan free
sex asalkan menggunakan kondom pemaknaan yang seperti inilah, maka kebijakan
menggunakan kondom dalam menghindari HIV/AIDS potensial mendapatkan perlawanan dari
kalangan agama.

Contoh lain, yaitu penggunaan pengobatan alternatif. Dlam kebatinan jawa praktik
kesehatan ada yang dilakukan oleh dukun Tiban yaitu dukun yang mendapatkan ilmu
Kesehatan dari Nyi Roro Kidul. Pengakuan terhadap adanya peran makhluk halus merupakan
praktik kesehatan yang bertentangan dengan ajaran agama yang lebih menekankan aspek
ketulusan beribadah dan rasionalitas dalam berfikir.

Saling mendukung.
Agama dan\atau ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensial saling mendukung orang yang
melaksanakan ibadah haji (islam) membutuhkan peran tenaga medis untuk melakukan general
check-up supaya kegiatan ibadah haji dapat berjalan dengan baik.

Contoh yang lainnya, yaitu tradisi puasa atau diet merupakan salah satu terapi yang
telah diakui oleh kalangan medis dalam meningkatkan kesehatan. Oleh karna itu ajaran agama
sejatinya memiliki potensi untuk memberikan dukungan terhadap kesehatan dan begitu pula
sebaliknya. Untuk mengegnapkan masalah ini, secara umum dapat dikatakan bahwa dari sisi
pengobatan modern ada teknologi kesehatan dan dalam agama ada moral kode etik penerapan
teknologi kesehatan. Inilah peran simbiosis mutualisme antara agama dan kesehatan.

Saling melengkapi.
Yang dimaksut saling melengkapi ini, yaitu adanya peran dari agama untuk
mengoreksi peraktik kesehatan atau ilmu kesehatan yan mengoreksi peraktik
(kesehatan) keagamaan. Dengan adanya saling koreksi ini, menyebabkan praktik
kesehatan dapat dibangun lebih baik lagi.
Islam memberikan ajaran bahwa buka puasa akan lebih baik dengan cara
memakan makanan yang manis-manis. Perintah ini dianggap oleh penganutnya
sebagai suatu hal yang dianjurkan (sunnah). Namun sesungguhnya, secara
kesehatan buka puasa dengan yang manis-manis ini, bukan dimaksutkan sebagai
suatu hal yang menyehatkan, namun lebih ditujuhkan untuk memulihkan kondisi
tubuh sehinggah tidak kaget ketika akan menerima asupan yang lebih banyak lagi.
Dengan kata lain, buka puasa dengan makanan yang manis bertujuan untuk
menggantikan energi yang hilang dan menmstabilkan kembali. Oleh karna itu,
perintah itu hanya sebuah alternatif cara dalam buka puasa.

Contoh lain, islam memberikan kritikan pada praktik kesehatan modern


yang lebih bersifat dualistis material. Dalam dunia medis modern, masalah
kesehatan lebih banyak dianggap sebagai masalah jasmani belaka. Padahal, pada
kenyataannya masalah sakit dan sehat itu, depengaruhi pula oleh psikis individu
tersebut. Oleh karna itu, agama memberikan tambahan perspektif mengenai sakit
dan sehat manusia.

Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing-masing.


Di luar dua kemungkinan itu, sesungguhnya antara agama dan ilmu kesehatan itu
memiliki peluang untuk berkembang masing-masing. Tradisi agama Hindu di India, memiliki
paradigma dan sekaligus teknologi kesehatan yang berbeda dengan apa yang dikembangkan
dunia kesehatan. Dalam ajaran agama Hindu dikenal ada paradigma kesehatan Ayurvenda.

Pengobatan cara India berpangkal pada falsafah Ajurvenda dan Samkya Darsana.
Menurut falsafah ini, penyebab penyakit digolongkan menjadi tiga golongan yaitu (1)
adhyatmika, penyebab penyakit yang intrisik atau berasal dari tubuh dan pikiran si penderita
sendiri, (2) ahibhantika, penyakit ekstrinsik atau berasal dari luar tubuh seperti
kecelakaan,digigt ular, atau penyebab natural yang lain, termasuk juga penyakit infeksi, (3)
adhirdarvika, penyebab penyakit yang berasal dari kekuatan supranatural misalnya akibat
pengaruh atmosfer, planet dan lain-lainnya.

Teknologi Ajurveda masih berlanjut sampai sekarang misalnya muncul dalam bentuk
pengobatan dengan tenaga prana, yoga, meditasi, dan pembiasaan gaya hidup vegetarian.
Seiring denga hal ini, maka terpi atau pengobatan yang diusulkan oleh agama misalanya
sebagaimana dikemukakan Ibni Qayyim al-Jawjiyyah ada tiga jenis obat sesuai dengan
penyakitnya masing-masing, yaitu (1) dengan obat-obatan alami (2) dengan obt-obatan ilahi,
dan (3) gabungan dari keduanya.

Kesimpulan pemikiran mengenai hubungan antara agama (misalnya islam) dengan kesehatan,
yaitu agama memberikan penekanan mengenai hubungan dirinya dengan tuhan (ALLAH SWT),
sedangkan kesehatan lebih menekankan hubungan manusia dengan tubuh atau jiwa sendiri.
Pada akhirnya, dengan memadukan antara kesehatan dengan agama ini, dpat membangun
kesehatan jasmaniah dan rohaniah individu tersebut.

11.3 Aspek Agama dalam Kesehatan.


Bila mengingat kode etik kedokteran maupun kode etik keperawatan, untuk memberikan
pelayanan kesehatan denang tidak mempengaruhi pebedaan agama, suku, ras, dan adat
istiadat. Artinya, dalam proses melaksanakan pelayanan kesehatan ini tenaga medis tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap pasien.

Prinsip dan kode etik ini sudah tidak ada perbedaan pendapat. Tampaknya dapat
dengan mudah untuk memahami tuntutan profesionalitas tenaga medis tersebut. Namun pada
sisi lain, jika di lihat dari sisi kewajiban, seorang tenaga medis adalah menghargai hak pasien.
Dengan kata lain seorang tenaga medis perlu menjujung tingi hak-hak pasien, termasuk hak
dihargai pemahaman keagamaannya.

Ada dua catatan penting yang perlu di pahami oleh tenaga medis kesehatan. Pertama,
penerapan teori kebutuhan (necessity) dalam pertolongan kesehatan, yaitu tindakan terbaik
untuk kepentingan pasien bukan berdasarkan pandangan dokter, melainkan berdasarkan
kepentingan atau pandangan pasien. Kedua, setiap tenaga kesehatan (khususnya kedokteran)
memiliki kewajiban untuk menghargai hak pasien untuk memegang teguh ajaran agama.

Agama pun bukan hanya diakui oleh tenaga medis, namun memiliki peran dan fungsi
untuk proses penyembuhan. Benson mngatakan jika anda percaya dan yakin pada satu dokter
saja, maka pengobatan akan lebih efektif ditangannya. Dalam bukunya inin, Benson
menegaskan bahwa ada faith factor yang dapat menunjang dalam peraktik penyembuhan atau
perawatan kesehatan. Salah satu contoh yang dikemukannya adalah pentingnya memberikan
sugesti pada dirinya sendiri.
11.4 Aspek Kesehatan dalam Agama.
Dalam mengkaji aspek-aspek kesehatan dalam agama, ada dua yang perlu di perhatikan.
Pertama, ajaran agama secara normative (das sein). Kedua, ada perilaku keagamaan yang rill
atau tampak yang dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan pemilihan pemikiran ini, maka dapat
dikemukakan bahwa pada sisi nomatif, agama memberikan ajaran atau panduan tentang
pentingnya menjaga kesehatan, sedangkan dari perilaku nyata (mungkin masih) ada penganut
agama yang tidak memperhatikan aspek kesehatan.

Kemudian dalam pemahaman yang ekstrem tekstual ada yang berpendapat bahwa
masalah kesehatan berbeda dengan masalah agama. Dan masalah kegiatan keagamaan tidak
perlu di kaji dari sisi kesehatan. Kalaupun ada hikma kesehatannya, ini hanya karna efek.
Kegiatan keagamaan, harus tetap dilandasi oleh iman. Sesuai dengan pemikiran sosiologis yang
penulis telah kembangkan (yaitu all for health) dapat dikemukakan bahwa setiap aspek
kehidupan mengandung aspek-aspek kesehatan, termasuk kegiatan-kegiatan keagamaan.

Dalam Hindu dan Budha ada meditasi, dan dalam islam ada praktik sholat. Kedua
kegiatan ini, jika dilakukan dengan seksama dapat di kategorikan sebagai model meditasi
keshatan. Dengan kata lain, sholat memiliki aspek kesehatan.

Peraturan pola makan, larangan makanan yang haram, pelarangan makanan yang
berlebihan, serta ajuran minum madu adalah contoh lain aspek kesehatan dalam tata aturan
makan menurut ajaran agama. Lagu spiritual monophonic missal tahlil atau zikir,
mengandung hikma sebagai terapi musik. Ajaran untuk mengembangkan prasangka hidup yang
baik (khusnudzon) mengandung hikma pentingnya brain power atau positive thingking.

11.5 Fungsi Agama bagi Kesehatan.

Sumber moral.
Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumer kekuatan moral baik bagi pasien
dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Misalnya, bagi seorang yang
beragama, sehat atau sakit adalah bagian dari perilaku Tuhan bagi hambahnya dan sakit
adalah takdir Tuhan, serta hanya tuhan juga yang memiliki lemampuan menyembuhkan.
Dengan keyakinan seperti ini, seorang pasien dapat memiliki semangat hidup yang baik,
optimistic. Bagi orang yang beragama keyakinan bahwa perlakuan tuhan sesuai dengan
perasangka manusia kepada-nya.
Agama menjadi sumber sugesti dan motivasi yang kuat dalam diri pasien untuk hidup
secara positif, Filsuf Roma, Efictetus megnatakan, Manusian tidak terganggu oleh benda,
melainkan oleh pendapatnya tentang benda

Selain menjadi motivasi ajaran agama pun menjadi bagian dari sumber etika bagi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Budhisme mengajarkan prinsip hidup bahwa kebenaran
itu ada dalam pikiran yang sehat, seorang dapat membangun kualitas hidup yang sehat.
Sedangkan kelompok Zen Budhisme memberikan keterengan bahwa upaya pembangunan
kualitas hidup sehat itu, perlu dimula dari pencerahan diri sehingga dapat mempersiapkan diri
untuk nilai-nilai yang berkualitas.

Dalam teori Yoga-Hindusime, meditasi sebagai upaya peningkatan kualitas kesehatan


hidup adalah sebuah upaya untuk menyatukan kesadaran diri manusia (athnam) dan alam
semesta (Brahman). Dengan demekian, maka proses meditasi dapat di laksanakan dengan baik.

Sumber keilmuan.
Sejalan dengan agama sumber moral, agama pun dapat berperan sebagai sumber keilmuan di
bidang kesehatan. Konseptualisasi dan pengembangan ilmu kesehatan atau kedokteran yang
bersumber dari agama, dapat kita sebut sebagai kesehatan profesik, dalam konteks islam
disebut dengan ilmu kesehatan islam atau kedokteran islam.

Dalam konteks islam, Al-Quran dan Hadist merupakan sumber inspirasi pembangunan
ilmu kesehatan mental (mental health). Dalam uraian Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa
terapi terhadap penyakit jiwa disetai (terapi) kepercayaan-agama yang dianutnya-berhasil
disembuhkan lebih cepat dan lebih baik, dari pada penyakit jiwa diterapkan dengan
menggunakan metode modern saja.

Secara umum,WHO (1984) mengakui bahwa ada 4 dimensi kesehatan, yaitu fisiologis
(biologis0, kejiwaan (psikiater), sosial, dan spiritual\keagamaan atau disebut juga sehat bio-
psycho-sosial spirituial.

Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu gizi (nutrisi) atau
farmakoterapi herbal,. Dalam islam dinyatakan bahwa makanan itu harus halal dan thayyib.
Halal artinya sehat secara psikis dan soaial (misalnya bukan hasil mencuri), dan thayyib artinya
sehat secara gizi. Untuk kalangan Hindu, setelah melihat efek negative makanan insta di era
modern ini, ada satu gerakan untuk kembali ke alam (back to nature) dan salah satu diantara
bentuk gerakan ini yaitu menumbuhkembangkan kembali gaya hidup vegetarian.
Pada tahap selanjutnya, Dnadang Hawari (2004:233) mengulas tentang peranan agama
dalam memberantas penyakit jiwa masyarakat mo-limo (5M)-madat, ,inum, main, maling,
mandon-menanggulangi NAZA ( narkotika dan zat adiktif), penanggulangan HIV\AIDS, serta
penanggulangan depresi dan cemas. Pada konteks inilah, agama merupakan sumber ilmu
kesehatan masyarakat.

Pratik-praktik keagamaan juga mejadi sumber ilmu dalam mengembangkan terapi


kesehatan. Tidak bisa di pungkiri, yoga, meditasi, dan tenaga prana adalah beberapa ilmu
agama yang dikonversikan menjadi bagian dari terapi kesehatan. Dalam ajaran islam, puasa
(shaum) telah diakui berbagai pihak sebai peraktik agama yang menyehatkan. Di dalam rukun
islam dan rukun iman memiliki kandungan hikma dalam mengembangkan kesehatn mental.

Agama-khususnya islam-sebagai sumber pengembangan teknologi kesehatan


dikemukakan oleh Osman Bakar. Dalam kaitan ini , Osman Bakar menyebutkan ada empat
cabang pengobatan yang dikembangkan dalam pengobatan islam, yaitu terapi resimental (ilaj
bi al-tadbir) yaitu terapi fisik seperti pijat dan mandi uap, terapi diet (ilaj bi al-ghidza) yaitu
pengaturan pula makan, farmakoterapi (ilaj bi al-dawa) yaitu obat-obatan, dan pembedahan
(ilaj bi al-yad).

Amal agama sebagai amal kesehatan.


Seiring dengan pemikiran yang di kemukakan sebelumnya, bahwa pola piker yang dianut dalam
wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa sebagai hal yang dilakukan
individu, mulai dari bangun tidur, mandi pagi, makan, kerja, rehat sore hari, sampai tidur lagi,
bahkan selama tidur sekalipun, memiliki implikasi dan kontribusi nyata terhadap kesehatn.

Seiring dengan pandangan ini, maka agama atau ritual keagamaan perlu dipahami
sebagai bagian dari aktifitas manusia yang harus mendukung pada kesehatan. Oleh karna itu,
selaras dengan uraian sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa praktik agama ini memiliki
kaitan dengan masalah kesehatan pikiran,asupan makanan (aspek biologis), maupun jiwa
(aspek pisikologis).

Puasa dan sholat dalam ajaran islam merupakan salah satu contoh amalan agama yang
relevan dengan aktivitas kesehatan jasmaniah. Sedangkan penekanan pada hukum makanan
yang harus memuat syarat halal dan bersih merupakan amalan agama yang terkait dengan
nutrisi. Sementara pembiasaan berpikir positif merupakan bagian dari upaya membangun jiwa
yang sehat.

Você também pode gostar