Você está na página 1de 8

REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA DISFAGIA

Jenny J. C. Pandaleke
Lidwina S. Sengkey
Engeline Angliadi

Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi


Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: joan_mdo@yahoo.com

Abstract: Dysphagia is a common symptom in clinical pratice, suffered by all age groups,
and associated with multiple systemic disorders, inter alia: diabetes mellitus, hyperthyroidism,
lupus erythematosus, dermatomyositis, stroke, as well as Parkinsons and Alzheimers
diseases. The diagnosis of dysphagia is based on anamnesis, physical examination (including
examination of the patient during eating or drinking), and supporting examination, such as
videofluorographic swallowing study (VFSS) and fiberoptic endoscopic evaluation of
swallowing (FEES). The management of dysphagia in the medical rehabilitation field requires
a teamwork consisting of a physical therapist, a speech therapist, an occupational therapist,
rehabilitation nurses, as well as a nutritionist and several other specialists. The occurence of
dysphagia is closely connected with malnutrition, dehydration, respiratory tract infections,
duration of hospitalization, and even death. Therefore, early diagnosis and treatment are very
important in the management of dysphagia.
Keywords: dysphagia, rehabilitation

Abstrak: Disfagia sering ditemukan dalam praktek klinik, dan bisa diderita oleh semua
kelompok usia dan berhubungan dengan multiple systemic disorders, antara lain diabetes
melitus, hipertiroidisme, lupus eritematosus, dermatomiositis, stroke, serta penyakit Parkinson
dan Alzheimer. Diagnosis disfagia ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
(termasuk pemeriksaan saat penderita makan atau minum), dan pemeriksaan penunjang
seperti videofluroskopi dan fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES).
Penanganan dalam bidang rehabilitasi medik membutuhkan kerjasama tim yang terdiri dari
seorang dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, ahli terapi bicara, ahli terapi
okupasi, perawat rehabilitasi, dan juga membutuhkan kerjasama dengan seorang ahli gizi dan
beberapa bidang spesialisasi yang lain. Disfagia sangat berhubungan dengan terjadinya
malnutrisi, infeksi saluran pernapasan, dehidrasi, bertambahnya jumlah hari rawat, dan
bahkan kematian. Oleh karena itu, diagnosis dan penanganan dini sangat dibutuhkan dalam
penatalaksanaan disfagia.
Kata kunci: disfagia, rehabilitasi

Disfagia berasal dari bahasa Yunani yaitu praktek klinik pada semua kelompok usia
dys yang artinya sulit dan phagein yang dan sering berhubungan dengan multiple
artinya memakan. Disfagia memiliki systemic disorders (misalnya: diabetes
banyak definisi tetapi yang sering melitus, hipertiroidisme, lupus eritema-
digunakan adalah kesulitan dalam tosus, dermatomiositis, stroke, serta
menggerakan makanan dari mulut ke dalam penyakit Parkinson dan Alzheimer).1,3
lambung.1,2 Terdapatnya disfagia dapat mengaki-
Disfagia sering ditemukan dalam batkan terjadinya malnutrisi, dehidrasi,

157
158 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3, November 2014, hlm. 157-164

infeksi saluran napas, bertambahnya jumlah sphincter (PES). UES berfungsi mengu-
hari rawat inap, dan bahkan kematian; oleh rangi risiko aliran balik makanan dari
sebab itu, diagnosis dan penanganan dini esofagus ke faring. Pada waktu tertentu
terhadap disfagia sangat penting sfingter ini terbuka untuk mengijinkan bo-
4-6
dilakukan. lus makanan masuk ke dalam esofagus.2,7
Esofagus merupakan lapisan otot
berbentuk tabung dengan panjang sekitar
PROSES MENELAN
23-25 cm dan mempunyai sfingter pada
Struktur yang berperan kedua ujungnya, yaitu UES pada bagian
Area anatomi yang berhubungan atas dan lower esophagal sphincter (LES)
dengan proses menelan meliputi rongga pada bagian bawah.2
mulut, faring, laring, dan esofagus. Struktur
rongga mulut meliputi bibir anterior, gigi, Fungsi menelan normal
palatum durum, palatum mole, uvula, Proses menelan dibagi menjadi 4 fase
mandibula, dasar mulut, lidah, dan arkus yaitu: 1) fase persiapan oral; 2) fase oral; 3)
faringeus.2 fase faringeal; dan 4) fase esofageal.2,8
Lidah sebagian besar disusun oleh
serat-serat otot rangka yang dapat bergerak Fase persiapan oral
ke segala arah. Sehubungan dengan proses
Selama fase persiapan oral makanan
menelan, lidah dibagi menjadi bagian oral
dimanipulasi dan dikunyah. Proses mengu-
dan bagian faringeal. Lidah bagian oral
nyah sendiri merupakan suatu pola siklik
meliputi bagian ujung, depan, tengah, dan
berulang dari gerakan rotasi lateral otot-
belakang daun lidah. Lidah bagian oral
otot labial dan mandibular. Lidah memo-
aktif selama proses bicara dan proses
sisikan makanan di atas gigi saat gigi atas
menelan pada fase oral, dan berada
dan bawah bertemu dan menghancurkan
dibawah kontrol kortikal (volunter). Lidah
material diatasnya. Makanan akan jatuh ke
bagian faringeal atau dasar lidah dimulai
arah medial menuju lidah dan lidah akan
dari papila sirkumvalata sampai tulang
mengembalikan material tersebut ke atas
hioid. Dasar lidah aktif selama fase
gigi pada saat mandibula dibuka. Selama
faringeal dan berada dibawah kontrol
mengunyah, lidah mencampur makanan
involunter dengan koordinasi batang otak,
dengan saliva. Tekanan dalam otot bukal
tetapi bisa juga berada dibawah kontrol
akan menutup sulkus lateral dan mencegah
volunter. Atap mulut dibentuk oleh maksila
makanan jatuh ke arah lateral ke dalam
(palatum durum), velum (palatum mole),
sulkus di antara mandibula dan pipi.2,7,8
dan uvula. 2
Struktur faring yang berperan dalam
proses menelan meliputi 3 otot konstriktor Fase oral
faringeal, yaitu superior, medial, dan Fase oral diawali saat lidah memulai
inferior, yang berorigo pada kranium, pergerakan posterior dari bolus makanan.
tulang hioid, dan kartilago tiroid, serta Selama fase ini lidah mendorong bolus ke
berinsersio pada bagian posterior median arah posterior sampai terjadi pemicuan fase
raphe. Otot krikofaringeal merupakan faring. Bagian tengah lidah secara ber-
struktur faring yang paling inferior. urutan menekan bolus ke arah posterior
Kontraksi otot ini akan mencegah melawan palatum durum. Suatu fase oral
masuknya udara ke dalam esofagus saat yang normal membutuhkan otot labial yang
respirasi. Otot ini melekat pada kartilago intak untuk memastikan penutupan bibir
krikoid dan bersama dengan lamina krikoid yang sempurna sehingga mencegah
membentuk valvula ke dalam esofagus makanan keluar dari rongga mulut;
yang dikenal dengan upper esophageal pergerakan lidah yang lengkap untuk
sphincter (UES) atau pharyngoesophageal mendorong bolus ke posterior; otot bukalis
Pandaleke, Sengkey, Angliadi; Rehabilitasi Medik pada Penderita Disfagia 159

yang intak untuk memastikan material tidak faringeal dipicu melewati cricopharyngeal
jatuh ke dalam sulkus lateralis; dan otot juncture ke dalam esofagus,dengan nilai
palatum yang normal serta kemampuan normal 0,35-0,48 detik, dan maksimum
untuk bernapas secara normal melalui bisa sampai 1 detik.2,7
hidung. Oral transit time adalah waktu
yang dihitung sejak awal pergerakan lidah Fase esofageal
untuk memulai fase oral sampai saat bolus Waktu transit esofageal diukur dari
head melewati titik antara arkus faringeus saat bolus memasuki esofagus pada UES,
anterior dan titik dimana batas bawah melewatinya, dan masuk ke dalam lambung
mandibula menyilang dasar lidah, dengan melalui LES, dengan nilai normal ber-
nilai normal sekitar 1-1,5 detik.2,8 variasi 8-20 detik. Gerakan peristaltik yang
Pada saat lidah bergerak membawa dimulai pada puncak esofagus mendorong
bolus ke arah posterior, reseptor sensorik bolus dengan pola berurutan ke arah kaudal
pada orofaring dan lidah sendiri dirangsang sepanjang esofagus sampai LES terbuka
untuk mengirimkan informasi sensorik ke dan memungkinkan bolus memasuki
korteks dan batang otak. Selanjutnya, pusat lambung. Fase esofageal ini tidak dapat
pengenalan sensorik pada medula dalam diintervensi dengan terapi latihan atau
nukleus traktus solitaris mengidentifikasi teknik kompensasi apapun; oleh sebab itu,
stimulus menelan dan mengirimkan infor- bila ditemukan kecurigaan adanya
masi ke nukleus ambigus yang kemudian gangguan pada fase esofageal, penderita
menginisiasi fase faringeal. Pada saat bolus perlu dirujuk ke ahli gastroenterologi
head melewati setiap titik yang terletak sehingga bisa dilakukan pemeriksaan dan
antara arkus faringeus bagian anterior dan
penanganan lebih lanjut.2,8,9
daerah dimana dasar lidah melintasi tepi
bawah mandibula, fase oral berakhir dan
fase faringeal dipicu.2,8 DISFAGIA

Fase faringeal Penyebab disfagia

Fase faringeal dimulai saat terjadi Disfagia dapat terjadi pada satu atau
proses pemicuan. Pada fase ini terjadi lebih fase menelan dan dapat disebabkan
beberapa aktifitas: 1) elevasi dan retraksi oleh berbagai macam penyebab (Tabel 1).
velum serta penutupan sempurna dari port Penderita dengan gangguan neurologik
velopharyngeal untuk mencegah masuknya lebih sering mengalami gangguan pada fase
material ke dalam rongga hidung; 2) oral.8
elevasi dan pergerakan anterior dari hioid
dan laring; 3) penutupan laring oleh 3 Penilaian disfagia
sfingter untuk mencegah masuknya
Penilaian disfagia dilakukan dengan
material ke dalam jalan napas; 4)
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
terbukanya sfingter krikofaringeal untuk
pemeriksaan penunjang.9
memungkinkan masuknya material dari
faring ke esofagus; 5) melandainya dasar
Anamnesis
lidah untuk membawa bolus ke faring
diikuti retraksi dasar lidah untuk Data harus dikumpulkan dari riwayat
menyentuh bagian anterior dari bulging kesehatan umum penderita. Riwayat
posterior dinding faring; dan 6) kontraksi neurologik yang mungkin berhubungan
dari atas ke bawah yang progresif dari otot- dengan beberapa penyakit yang dapat
otot konstriktor faringeal. Pharyngeal menyebabkan disfagia seperti multiple
transit time adalah waktu yang dihitung sclerosis, stroke, serta penyakit Parkinson
sejak bolus bergerak dari titik dimana fase dan Alzheimer harus ditanyakan.
160 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3, November 2014, hlm. 157-164

Tabel 1. Penyebab disfagia10


Oropharyngeal dysphagia: Metabolic disease: Congenital webs
Neurologic disease: Hyperthyroidism Plummer-Vinson
Cerebrovascular Inflammatory/autoimmune disease syndrome
accident Amyloidosis Neoplasma
Parkinson disease Sarcodosis Cricopharyngeal bar
Multiple sclerosis SLE Zenker divertikulum
Brain neoplasma Infectious disease: Extrinsic compression
Alzheimers disease Meningitis Poor dentition
Myopathic disease : Viral (coxsackie, herpes) Iatrogenic disease:
Myositis Structural disease Medication side effect
Myasthenia gravis Surgical resection
Radiation induced
Esofageal Dysphagia:
Neuromuscular disorders: Esophageal carcinoma
Achalasia Medication induced stricture
Diffuse esophageal Eosinophilic esophagitis
spasm
Structural lesion (intrinsic): Structural lesion (extrinsic):
Benign peptic stricture Vascular compression
Esophageal rings and Mediastinal lesion
webs Cervical osteoarthritis
Esophageal diverticula

Operasi yang pernah dialami penderita Pemeriksaan fisik


pada kepala dan leher juga perlu
ditanyakan. Semua pengobatan yang Pemeriksaan fisik umum sangat
sedang dijalani penderita harus dicatat. penting dilakukan untuk melihat adanya
Obat-obatan dengan efek samping seperti penyakit kardiopulmoner, gastrointestinal,
sedasi, kelemahan otot, dan disorientasi atau neurologik yang dapat memengaruhi
dapat menyebabkan disfagia. Selain itu, fungsi menelan. Pemeriksaan dilakukan
faktor psikososial juga dapat memengaruhi juga terhadap status mental, kemampuan
proses menelan, terutama pada orangtua.9 bekerjasama, dan fungsi bahasa penderita.
Keluhan subyektif penderita dapat Saraf kranialis harus dinilai secara teliti.7,9
membantu menegakkan diagnosis disfagia, Pemeriksaan terhadap fungsi
yaitu antara lain: air liur yang mengalir pernapasan meliputi tanda-tanda obstruksi
berlebihan; batuk atau kesedakan saat atau restriksi seperti takipnea, stridor,
makan; terkumpulnya makanan pada pipi, penggunaan otot pernapasan tambahan, dan
di bawah lidah, atau pada palatum durum; pergerakan dinding dada yang asimetris.7,9
suara serak; suara cegukan setelah makan Inspeksi dan palpasi terhadap kelainan
atau minum atau beberapa kali struktur pada kepala dan leher perlu
membersihkan kerongkongan; susah dilakukan. Sensasi pada wajah diperiksa
mengontrol gerakan lidah; kelemahan otot secara bilateral; juga kekuatan otot-otot
wajah; harus menelan beberapa kali untuk wajah. Otot maseter dan temporalis
satu bolus makanan; slurred speech; dipalpasi saat penderita diminta menggigit
adanya perasaan makanan seperti tertahan atau mengunyah. Pemeriksaan ini dapat
di leher atau dada; dan waktu mengunyah dilakukan pada saat pemeriksaan saraf
serta waktu makan yang lebih lama.11-13 kranialis.9
Pandaleke, Sengkey, Angliadi; Rehabilitasi Medik pada Penderita Disfagia 161

Pemeriksaan intraoral dilakukan mengevaluasi fungsi laring, menilai jumlah


dengan inspeksi intraoral untuk melihat residu hipofaringeal, dan mengobservasi
lesi, sisa makanan, atau kelainan struktural. ada tidaknya aspirasi. Endoskop dimasukan
Palpasi dengan sarung tangan pada dasar melalui hidung melewati nasofaring dan
mulut, gusi, fosa tonsiler, bahkan lidah, ditempatkan di dalam laringofaring di atas
untuk menyingkirkan adanya tumor. pita suara palsu. Bolus berbentuk cair dan
Adanya atrofi, kelemahan, dan fasikulasi padat diberi warna hijau sehingga mudah
lidah dicatat. Kekuatan lidah bisa diukur dilihat.1,16
dengan menempatkan jari pada pipi bagian
luar dan menahan lidah penderita yang Ultrasonografi
diminta untuk menekan pipi dari dalam.
Ultrasonografi digunakan untuk
Palatum diinspeksi untuk melihat menilai fungsi oral saja, yaitu fungsi lidah
posisi simetris pada saat istirahat dan saat dan oral transit time; juga gerakan tulang
fonasi. Setiap sisi palatum distimulasi hioid. Metode ini merupakan suatu
untuk menimbulkan refleks muntah, sambil pemeriksaan yang noninvasif dan hanya
memperhatikan apakah palatum mole dan menggunakan cairan dan makanan biasa.1,2
dinding faring berkontraksi secara simetris.
Adanya refleks primitif (sucking, biting,
dan snout) perlu dicatat. Terdapatnya PENANGANAN REHABILITASI
refleks-refleks ini pada orang dewasa PADA PENDERITA DISFAGIA
mengindikasikan adanya kerusakan pada Terdapat beberapa cara penanganan
kedua hemisfer atau lobus frontalis yang rehabilitasi penderita disfagia, yaitu: teknik
menyebabkan kelemahan oral motor postural, modifikasi volume dan kecepatan
control.9 pemberian makanan, modifikasi diet, com-
pensatory swallowing maneuver, teknik
Pemeriksaan penunjang untuk memperbaiki oral sensory aware-
Pemeriksaan penunjang yang bisa ness, stimulasi elektrik, terapi latihan, dan
digunakan untuk mendiagnosis gangguan penyesuaian peralatan yang digunakan.
menelan ialah: videofluorographic swal-
lowing study (VFSS), fiberoptic endoscopic Teknik postural
evaluation of swallowing (FEES), dan Beberapa penelitian mengungkapkan
ultrasonografi. bahwa perubahan postur kepala dan tubuh
dapat mengeliminasi terjadinya aspirasi
Videofluorographic swallowing study pada penderita disfagia. Sebaiknya terapis
(VFSS) harus mengetahui secara tepat gangguan
Videofluorographic swallowing study anatomi dan fisiologik yang dialami
merupakan baku emas untuk mengevaluasi penderita sebelum menentukan postur yang
proses menelan. Pada pemeriksaan ini tepat. Beberapa teknik postural yang di-
penderita diminta untuk duduk dengan gunakan yaitu: chin down atau chin tuck,
nyaman dan diberikan makanan yang chin up, head rotation, head tilt, dan lying
dicampur barium agar tampak radiopak. down.2
Saat penderita sedang makan dan minum
dilakukan observasi gambaran radiologik Modifikasi volume dan kecepatan
pada monitor video dan direkam.9,14,15 pemberian makanan
Pada penderita dengan keterlambatan
Fiberoptic endoscopic evaluation of dalam pemicuan fase faringeal, bolus yang
swallowing (FEES) besar akan membantu terjadinya triggering.
FEES merupakan suatu laringoskop Pada penderita yang mengalami gangguan
transnasal yang dapat digunakan untuk fase faringeal sendiri membutuhkan 2-3
162 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3, November 2014, hlm. 157-164

kali menelan untuk setiap bolus. Pemberian menutup pita suara sebelum dan selama
makanan dalam jumlah terlalu banyak dan proses menelan sehingga melindungi
terlalu cepat akan menyebabkan terkum- trakea dari aspirasi. Makanan atau
pulnya bolus di dalam laring dan menye- minuman di tempatkan dalam mulut,
babkan aspirasi sedangkan pemberian penderita diminta untuk menarik napas
makanan dalam jumlah sedikit dan secara dalam kemudian ditahan, lalu penderita
lambat akan mengurangi terjadinya menelan 1-2 kali sambil tetap menahan
aspirasi.2 napas, dan batuk dengan segera setelah
menelan.
Modifikasi diet - Super-supraglotic swallow: dirancang
untuk menutup pintu masuk jalan napas
Modifikasi tekstur bolus sangat
secara volunter dengan mengangkat
diperlukan untuk mencegah terjadinya
kartilago aritenoid ke anterior, ke
aspirasi. Makanan dengan konsistensi cair
bagian dasar dari epiglotis sebelum dan
lebih sulit dikontrol dan lebih mudah
selama proses menelan serta menutup
menyebabkan aspirasi karena dapat
erat pita suara palsu.
mengalir langsung ke dalam faring sebelum
- Mandehlson maneuever: penderita
terjadinya refleks menelan. Bolus yang
diminta untuk merasakan adanya
lebih kental atau makanan padat lunak
sesuatu bergerak pada bagian dalam
lebih aman karena kemungkinan untuk
lehernya saat menelan, kemudian
masuk dalam pintu laring lebih kecil.
melakukan proses menelan kembali
Selain itu, bolus yang lebih kental
(menggunakan dry swallow atau
meningkatkan pergerakan lidah dan
dengan 1 ml air) tetapi diminta untuk
membantu mempercepat terjadinya inisiasi
menahan gerakan tadi selama 3-5 detik,
fase faringeal.2,17
kemudian menelan dan rileks.
Rekomendasi lain yaitu makanan
dalam jumlah sedikit dengan frekuensi
pemberian lebih sering dan mengandung Teknik untuk memperbaiki oral sensory
tinggi kalori dan tinggi protein. Makanan awareness
diberikan dalam jumlah sedikit, sampai 1 Terdapat beberapa jenis teknik yang
sendok teh setiap kali menelan. Penderita meliputi:2,19,20
juga diminta untuk tidak makan sambil
berbicara. Bila menggunakan makanan 1. Menekan sendok ke arah bawah
kental, makanan dengan kekentalan seperti melawan lidah saat pemberian makanan
madu yang dapat dijadikan pilihan.18 ke dalam mulut.
2. Memberikan bolus dengan karakteristik
Compensatory swallowing maneuver sensorik tertentu, seperti bolus dingin,
bolus dengan tekstur tertentu, atau
Manuver menelan dirancang untuk bolus dengan rasa yang kuat seperti jus
menempatkan bagian tertentu dari proses lemon
menelan normal dibawah kontrol volunter 3. Memberikan bolus yang harus
yang meliputi:2,19 dikunyah sehingga proses mengunyah
- Effortful swallow: bertujuan mem- tersebut akan memberikan stimulasi
perbaiki gerakan dasar lidah ke arah oral.
posterior selama fase faringeal. 4. Memberikan volume bolus yang besar.
Penderita diminta untuk menelan 5. Thermal tactile stimulation (TTS)
dengan menggerakan lidah ke arah dengan melakukan gerakan stroking
posterior secara kuat untuk membantu pada arkus faringeus anterior. Stroking
perjalanan bolus melewati rongga dilakukan menggunakan kaca laring
faring. berukuran 00 (telah dimasukan dalan es
- Supraglotic swallow: bertujuan selama 10 detik) pada arkus faringeus
Pandaleke, Sengkey, Angliadi; Rehabilitasi Medik pada Penderita Disfagia 163

anterior dari bagian dasar ke arah atas aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi,
sejauh yang bisa dijangkau. Terapi ini obstruksi jalan napas bila bolus berukuran
diangap bisa memberikan stimulus cukup besar yang memasuki jalan napas,
sensorik ke batang otak dan korteks dan kematian.2,19
sehingga saat penderita sudah mulai
fase oral, maka fase faringeal akan
PROGNOSIS
terpicu lebih cepat.
Gangguan menelan yang diakibatkan
Stimulasi elektrikal oleh stroke atau traumatic brain injury
memiliki potensi untuk pulih. Mann et al.
Neuromuscular electrical stimulation mendapatkan bahwa sekitar 87% penderita
(NMES) bekerja dengan memberikan stroke kembali ke diet semula setelah 6
stimulasi listrik pada otot-otot menelan bulan, tetapi hasil videofluroskopi menun-
lewat elektroda yang ditempatkan di atas jukkan terdapat 51% penderita yang tetap
otot-otot tersebut. Beberapa studi tentang
menunjukkan adanya gangguan pada
penggunaan stimulasi listrik ini proses menelan. Penderita dengan kondisi
menunjukkan bahwa NMES merupakan yang statis atau progresif seperti amyo-
alternatif terapi yang efektif dan aman thropic lateral sclerosis, multipel sklerosis,
untuk penderita disfagia serta dapat muskular distrofik, dan Parkinsonisme
digunakan pada anak-anak. Penggunaan harus dievaluasi secara periodik, dengan
NMES ini efektif pada disfagia akibat mempertimbangkann pemberian nonoral
penyakit tertentu seperti stroke, kanker feeding.8,23
pada kepala dan leher, serta multipel
sklerosis.20,21
SIMPULAN
Terapi latihan Diagnosis dan penanganan dini pen-
Terapi latihan digunakan untuk me- derita disfagia sangat diperlukan. Pena-
nguatkan otot-otot, meningkatkan lingkup nganan disfagia dalam bidang rehabilitasi
gerak sendi (LGS) dan koordinasi dari medik bertujuan untuk mempertahankan
mulut, rahang, bibir, lidah, palatum, dan asupan nutrisi yang adekuat dan me-
pita suara. Terapi latihan yang biasanya maksimalkan proteksi terhadap jalan napas;
digunakan antara lain: latihan LGS rahang, dalam hal ini sangat diperlukan kerjasama
latihan penguatan otot lidah, latihan tim rehabilitasi dengan bidang spesialisasi
adduksi pita suara, dan latihan metode lainnya.
Shaker.8,19
DAFTAR PUSTAKA
Penyesuaian peralatan yang digunakan
1. Skavaria AM, Schroeder-lopez RA.
Beberapa peralatan telah dibuat untuk Dysphagia Management. In: Gillen G,
membantu penderita disfagia, termasuk Burkhard A, editors. Stroke
penderita yang juga mengalami kelemahan Rehabilitation: A Functional Based
ekstremitas atas yang akan memengaruhi Approach. St Louis: Mosby, 1998; p.
kemandirian penderita untuk makan. 407-22.
Peralatan tersebut misalnya gelas dengan 2. Longemann JA. Evaluation and Treatment
of Swallowing Disorder (Second
sedotan, nose cutout cup, plate guard,
Edition). Austin: Pro-ed, 1998.
sedotan, serta garpu dan sendok yang 3. Fass R, Gasiorowska A. Current approach
dimodifikasi.8,22 to dysphagia. Gastroenterology and
Hepatology Journal. 2009;5:269-79.
KOMPLIKASI DISFAGIA 4. Falsetti P, Acciai C, Palilla R, Bosi M,
Carpinteri F, Zingarelli A, et al.
Komplikasi disfagia dapat berupa Oropharyngeal dysphagia after stroke:
164 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3, November 2014, hlm. 157-164

Incidence, diagnosis and clinical aspiration risk in acute stroke patient.


predictor in patients admitted to Stroke. 2003;34:1252-7.
neurorehabilitation unit. Journal of 15. Pikus L, Levine MS, Yang YX, Rubesin
Stroke and Cerebrovascular Disease. SE, Katzka DA, Laufer I, et al.
2009;18:329-35. Videofluoroscopic studies of
5. Martino R, Foley N, Bhogal S, Diamant N, swallowing dysfunction and the relative
Speechley M, Teasell R. Dysphagia risk of pneumonia. AJR.
after stroke incidence, diagnosis and 2003;180:1613-6.
pulmonary complication. Stroke. 16. Warnacke T, Teismann I, Meimann W,
2005;36:2756-63. Olenberg S, Zimmermann J, Kramer
6. Hamiddon BB. Risk factors and outcome of C. Assesment of aspiration risk in
dysphagia after an acute ischaemic acute ischaemic stroke. Evaluation of
stroke. Med J Malaysia. 2006;61:553- simple swallowing provocation test. J
57. Neurol Neurosurg Psychiatry.
7. Palmer JB, Pelletier CA, Matsuo K. 2008;79:312-4.
Rehabilitation of patient with 17. Tsukada T, Taniguchi H, Ootaki S,
swallowing disorder. In: Braddom RL, Yamada Y, Inoue M. Effect of food
editor. Physical Medicine and texture and head posture on
Rehabilitation. Philadelphia: Elsevier oropharyngeal swallowing. J Appl
Saunders, 2007; p. 581-600. Physiol. 2009;106:1848-57.
8. Zorowitz RD. Speech therapy and disorder 18. Nutritional Guidelines For Symptom
of deglutition. In: Lazar RB, editor. Management: Dysphagia. BC Cancer
Principles of Neurologic Rehabilitation. Agency Care and Research. Available
Chicago: Mc Graw-Hill, 1997; p. 491- from:
511. http://www.bccancer.bc.ca/NR/rdonlyre
9. Miller RM, Groher M, Yorkston KM, s/5C9BA6AE-C7EC-40FA-AAEF-
Rees TS, Palmer JB. Speech, 2B81AA26BEE5/56309/Dysphagia.pdf
language, swallowing and auditory 19. Tan J. Practical Manual of Physical
rehabilitation. In: Delisa JA, Gans BM, Medicine and Rehabilitation. St Louis:
Walsh NE. editors. Physical Medicine Mosby, 1998:515-37
and Rehabilitation, Principle and 20. Lim KB, Lee HJ, Lim SS, Choi YI.
Practise, Volume 1 (Fourth Edition). Neuromuscular electrical stimulation
Philadelphia: Lippincot Williams and and thermal tactile stimulation for
Wilkins, 2005; p. 1025-50. dysphagia caused by stroke. J Rehabil
10. Prasad GA. Clinical approach to a patient Med.2009;41:174-8.
with dysphagia. Medicine update. 21. Wijting Y. Neuromuscular Electrical
Available from: Stimulation The Treatment of
http://www.apiindia.org/pdf/medicine_ Dysphagia : a Summary of the
update_2007/63.pdf Evidence. St. Paul: Empi Recovery
11. Caplan LR. What Remain After Stroke. In: Science, 2009.
Stroke. St. Paul: AAN Press, 2005; p. 22. Jelm JM. Treatment of feeding and
139-54. swallowing disorders in children: An
12. Finestone HM, Greene-Finestone LS. overview. In: Cherney LR, editor.
Rehabilitation Medicine: 2. Diagnosis Clinical Management of Dysphagia in
of dysphagia and its nutritional Adults and Children (Second Edition).
management of stroke patients. CMAJ. Maryland: Aspen Publisher, 1994; p.
2003;169(10): 1041-4. 185-98.
13. Hardy E. Bedside evaluation of dysphagia. 23. Mann G, Hankey GJ, Cameron D.
Imaginart International. 1995;1:33-34. Swallowing function after stroke:
14. Ramsey DJC, Smithard DG, Kalra L. Prognosis and prognostic factors at 6
Early assesment of dysphagia and months. Stroke. 1999;30;744-8.

Você também pode gostar