Você está na página 1de 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem perkemihan merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa


metabolisma makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawaan nitrogen
seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisanya. Sampah metabolisma ini
dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk urine. Urine kemudian akan turun
melewati ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya
secara periodik akan dikeluarkan melalui uretra.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana mekanisme renin-angiotensin?


2. Apakah peran dari eritropoetin dalam pembentukan darah?
3. Bagaimana pengaturan keseimbangan air dan elektrolit serta system buffer?

C. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :


1. Untuk dapat mengetahui mekanisme rennin-angiotensin
2. Untuk dapat mengetahui peran eritropoetin dalam pembentukan darah
3. Untuk dapat mengetahui pengaturan keseimbangan air dan elektrolit serta system
buffer

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mekanisme Renin-Angiotensin

Sistem renin-angiotensin (RAS) atau sistem renin-angiotensin-aldosteron


(Raas) adalah sistem hormon yang mengatur tekanan darah dan air (cairan)
keseimbangan. Ketika volume darah rendah, ginjal mengeluarkan renin. Renin
merangsang produksi angiotensin. Angiotensin menyebabkan pembuluh darah
mengerut, sehingga tekanan darah meningkat.Angiotensin juga merangsang sekresi
dari hormon aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron menyebabkan tubulus dari
ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi natrium dan air ke dalam darah. Hal ini
meningkatkan volume cairan dalam tubuh, yang juga meningkatkan tekanan darah.
Jika sistem renin-angiotensin-aldosteron terlalu aktif, tekanan darah akan terlalu
tinggi. Ada banyak obat yang mengganggu langkah-langkah yang berbeda dalam
sistem ini untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini adalah salah satu cara utama
untuk mengontrol tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung, gagal ginjal, dan
efek berbahaya diabetes.

Sistem ini dapat diaktifkan bila ada kehilangan volume darah atau penurunan
tekanan darah (seperti pada perdarahan). Atau, penurunan konsentrasi plasma NaCl
akan merangsang makula densa untuk melepaskan renin. Jika perfusi aparat
juxtaglomerular berkurang densa ginjal's makula, maka sel-sel juxtaglomerular
melepaskan enzim renin. Renin memotong sebuah zymogen, sebuah peptida aktif,
disebut angiotensinogen, mengubahnya menjadi angiotensin I. Angiotensin I
kemudian dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme
(ACE) yang ditemukan terutama dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II adalah
produk bioaktif utama dari sistem renin-angiotensin, mengikat pada reseptor pada sel
mesangial intraglomerular, menyebabkan sel-sel untuk kontrak bersama dengan
pembuluh darah di sekitar mereka dan menyebabkan pelepasan aldosteron dari
glomerulosa zona di korteks adrenal.Angiotensin II bertindak sebagai hormon
endokrin, autokrin / parakrin, dan intracrine

2
Peranan Angiotensin II dalam Mengatur Ekskresi Ginjal
Salah satu pengontrol ekskresi natrium yang paling kuat dalam tubuh adalah
angiotensin II. Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan
timbal balik pada pembekuan angiotensin II dan hal ini kemudian sangat membantu
mempertahankan keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya bila asupan
natrium meningkat di atas normal, sekresi rennin menurun, menyebabkan penurunan
pembentukan angiotensin II. Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh
penting untuk meningkatkan reabsorpsi tubulus terhadap natrium. Jadi meningkatnya
ekskresi ginjal terhadap natrium dan air. Hasil akhirnya adalah meminimalkan
peningkatan volume cairan ekstraseluler dan tekanan arterial yang sebaliknya akan
terjadi bila asupan natrium meningkat.

Sebaliknya bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan kadar


angiotensin II menyebabkan retensi garam dan air dan melawan penurunan tekanan
darah arterial yang akan terjadi sebaliknya. Jadi perubahan aktifitas system rennin-
angiotensin berperan sebagai amplifer yang kuat terhadap mekanisme natriuresis
tekanan untuk mempertahankan tekanan darah dan volume cairan tubuh yang stabil.

Bila pengontrolan angiotensin terhadap natriuresis tekanan berfungsi dengan


baik, kurva natriuresis tekanan menjadi curam (kurva normal), menunjukkan bahwa
hanya diperlukan sedikit perubahan tekanan darah untuk meningkatkan ekskresi
natrium bila asupan natrium meningkat. Sebaliknya bila kadar angiotensin tidak dapat
diturunkan sebagai respons terhadap oeningkatan asupan natrium (kurva angiotensin
II tinggi) seperti yang terjadi pada penyakit tertentu yang berhubungan dengan
gangguan kemampuan penurunan sekresi rennin, kurva natriuresis tekanan tidak
begitu curam. Oleh karena itu, bila asupan natrium meningkat diperlukan peningkatan
tekanan darah yang lebih besar untuk meningkatkan ekskresi natrium dan
mempertahankan keseimbangan natrium. Sebagai contoh pada orang normal
peningkatan asupan natrium sebesar 10 kali lipat hanya menyebabkan peningkatan
beberapa millimeter air raksa pada tekanan darah, sedangkan pada seseorang yang
tidak dapat menekan pembentukan angiotensin II dengan tepat sebagai responnya
terhadap natrium yang berlebihan, peningkataan asupan natrium dalam jumlah yang
sama akan menyebabkan tekanan darah meningkat sebanyak 50 mmHg. Jadi ketidak
mampuan untuk menekan pembentukan angiotensin II bila terdapat natrium yang

3
berlebihan akan menurunkan kemiringan natriuresis tekanan dan membuat tekanan
arterial sangat sensitive terhadap garam.

Walaupun angiotensin II adalah salah satu hormone penahan air dan natrium
yang paling kuat untuk tubuh tidak ada penurunan maaupun peningkatan angiotensin
II yang bersikulasi yang member pengaruh besar terhadap volume cairan ekstraseluler
atau volume darah. Alasan untuk hal ini karena bahwa dengan peningkatan kadar
angiotensin II yang besar, seperti yang terjadi pada tumor penyekresi rennin dari
ginjal, kadar angiotensin II yang tinggi pada permulaan menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal dan sedikit peningkatan volume cairan ekstraseluler. Hal ini juga
mengawali peningkatan tekanan arterial yang dengan cepat meningkatkan ekskresi
ginjal terhadap natrium dan air. Dengan demikian mengatasi pengaruh penahanan air
dan natrium oleh angiotensin II dan membuat suatu keseimbangan kembali antara
asupan dan eksskresi natrium pada tekanan darah yang lebih tinggi. Sebaliknya
setelah penghambatan pembentukan angiotensin II seperti yang terjadi bila diberi
penghambat enzim pengkorversi angiotensin, mula-mula terdapat kehilangan natrium
dan air, tetapi penurunan tekanan darah menutupi pengaruh ini dan ekskresi natrium
sekali lagi

B. Peran Eritropoetin dalam Pembentukan Darah

Bila kita menempatkan seekor binatang atau seseorang dalam atmosfet yang
kadar oksigennya rendah, erotropoitin akan mulai di bentuk dalam beberapa menit
sampai beberapa jam, dan produksinya mencapai maksimun dalam waktu 24 jam.
Namun, hampir tidak di jumpai adanya sel darah baru dalam sirkulasi darah sampai 5
hari kemudian. Berdasarkan fakta ini, dan penelitian lain sudah dapat ditentukan
bahwa pengaruh utama eritropoitin adalah merangsang produksi proeritroblast dari sel
stem hematopoetik di sumsum tulang. Selain itu, begitu proeritroblast terbentuk, maka
eritropoitin juga menyebabkan sel-sel ini dengan cepat melalui berbagi tahap
eritroblast, pada keadaan normal. Hal tersebut akan lebih mempercepat produksi sel
darah merah yang baru. Cepatnya produk sel ini terus berlangsung selam orang
tersebut tetap dalam keadaan oksigen rendah, atau sampai jumlah sel darah merah
yang telah terbentuk cukup untuk mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadai
ke jaringan walaupun kadar oksigennya rendah pada saat ini, kecepatan produksi

4
eritropoitin menurun sampai kadar tertentu yang akan mempertahankan jumlah sel
darah merah yang dibutuhkan, namun tidak sampai berlebihan.

Bila tidak ada eritropoitin, sumsum tulang hany membentuk sedikit sel darah
merah. Pada keadaan lain yang ekstrim, bila jumlah eritropoitin yang terbentuk sangat
banyak, dan jika tersedia sejuml;ah besar zat besi dan zat nutrisi lainnya yang
diperlukan, maka kecepatan produksi sel darah merah dapat meningkat sampai 10 kali
lipat atau lebih dibandingkan keadaan normal. Oleh karena itu, mekanisme
eritropoitin dalam pengaturan produksi sel darah merah merupakan suatu mekanisme
yang kuat

Pengaturan produksi sel darah merah peran eritropoitin

Jumlah total sel darah merah dalam sistem sirkulasi diatur dalam kisaran
batasd yang kecil, sehingga sejumlah sel-sel darah merah yang adekuat selalu tersedia
untuk mengangkut oksigen yang cukup dari paru-paru ke jaringan, namun sel-sel
tersebut tidak menjadi berlimpah ruah sehingga aliran darah tidak terhambat.

Bila kita menempatkan seekor binatang atau seseorang dalam atmosfet yang kadar
oksigennya rendah, erotropoitin akan mulai di bentuk dalam beberapa menit sampai
beberapa jam, dan produksinya mencapai maksimun dalam waktu 24 jam. Namun,
hampir tidak di jumpai adanya sel darah baru dalam sirkulasi darah sampai 5 hari
kemudian. Berdasarkan fakta ini, dan penelitian lain sudah dapat ditentukan bahwa
pengaruh utama eritropoitin adalah merangsang produksi proeritroblast dari sel stem
hematopoetik di sumsum tulang. Selain itu, begitu proeritroblast terbentuk, maka
eritropoitin juga menyebabkan sel-sel ini dengan cepat melalui berbagi tahap
eritroblast, pada keadaan normal. Hal tersebut akan lebih mempercepat produksi sel
darah merah yang baru. Cepatnya produk sel ini terus berlangsung selam orang
tersebut tetap dalam keadaan oksigen rendah, atau sampai jumlah sel darah merah
yang telah terbentuk cukup untuk mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadai
ke jaringan walaupun kadar oksigennya rendah pada saat ini, kecepatan produksi
eritropoitin menurun sampai kadar tertentu yang akan mempertahankan jumlah sel
darah merah yang dibutuhkan, namun tidak sampai berlebihan.
Bila tidak ada eritropoitin, sumsum tulang hany membentuk sedikit sel darah merah.
Pada keadaan lain yang ekstrim, bila jumlah eritropoitin yang terbentuk sangat

5
banyak, dan jika tersedia sejuml;ah besar zat besi dan zat nutrisi lainnya yang
diperlukan, maka kecepatan produksi sel darah merah dapat meningkat sampai 10 kali
lipat atau lebih dibandingkan keadaan normal. Oleh karena itu, mekanisme
eritropoitin dalam pengaturan produksi sel darah merah merupakan suatu mekanisme
yang kuat.

Pengaturan produksi sel darah merah peran eritropoitin


Jumlah total sel darah merah dalam sistem sirkulasi diatur dalam kisaran
batasd yang kecil, sehingga sejumlah sel-sel darah merah yang adekuat selalu tersedia
untuk mengangkut oksigen yang cukup dari paru-paru ke jaringan, namun sel-sel
tersebut tidak menjadi berlimpah ruah sehingga aliran darah tidak terhambat.

C. Pengaturan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit serta System Buffer


1. Pengaturan keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting,
yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol
volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran
garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
a. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan
darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan
volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri
dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel
penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output)
air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka
harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam
tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan
antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1.
eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan

6
2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen,
seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air,
keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama
dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah
memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan
kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan
seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang
dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan
keseimbangan garam.ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan
cara: mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjalJumlah Na+ yang
direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan
darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan
retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi
air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi
natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami
distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di
tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume
darah kembali normal.
b. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut)
dalam suatu larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi
solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air
lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air
lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak
dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium
menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama
yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel.

7
sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari
ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini
bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen
ini. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan
melalui:
Perubahan osmolaritas di nefron di sepanjang tubulus yang membentuk
nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan
membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan
di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus
proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat
permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke
kapiler peritubular atau vasa recta.
Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik.Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable
terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini
menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang
sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung
pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus
koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung
pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang
osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di
duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen
memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks
duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya
reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di
duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di
dalam tubuh tetap dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di

8
hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan
dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk
membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan
elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf
mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di
hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan
dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH
dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi
peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan
meningkatkan eksresi volume natrium dan air. Perubahan volume dan
osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur,
suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh
ginjal, kulit, paru, dan gastrointestinal. Selain itu, pengaturan keseimbangan
cairan dapat meialui sistem atau mekanisme rasa haus yang harus dikontrol
oleh sistem hormonal, yakni ADH (anti diuretik hormon), sistem aldosteron,
prostaglandin, dan glukokortikoid.
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam
pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal,
yakni sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah. pengatur
keseimbangan asam-basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan
garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini, diawali oleh
kemampuan bagian ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-
rata setiap satu liter darah mengandung 500 c-c plasma yang mengalir melalui
glomerulus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrat
glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalis yang sel-selnva

9
menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Keluaran urine yang diproduksi
ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kg/
bb/jam.

b. Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait
dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas
yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemanpuan mengendalikan arteriol
kutan dengan cara vasodilatasi dan vasouonstriksi. Proses pelepasan panas
dapat dilakukan dengan cara penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan
tergantung pada banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh darah
dalam kulit. Proses pelepasan panas lainya dilakukan melalui cara pemancaran
yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut berupa cara
konduksi, yaitu pengalihan panas ke benda yang disentuh dan cara konveksi,
yaitu dengan mengalirkan udara yang telah panas ke permukaan yang lebih
dingin.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini, suhu dapat
diturunkan dengan cara pelepasa.n air yang jumlahnya kurang lebih setengah
liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh
dari aktivitas otot, suhu lingkungan, melalui kondisi tubuh yang panas.
c. Paru
Organ paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan
insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan
terkait dengan respons akibat perubahan terhadap upaya kemampuan bernapas.
d. Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan _yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air.
Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200
ml/ hari.

10
e. Sistem Endokrin
1) ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air
sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon
ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang
mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan
cairan ekstrasel.
2) Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh
kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur
oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem
angiotensin renin.
3) Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang
berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi
uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam
lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
4) Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium
dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi
retensi natrium.
5) Mekanisme Rasa Haus
Mekanisrne rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan
cairan dengan cara merangsang pelepasan renin yang dapat menimbulkan
produksi angiotensin II, sehingga merangsang hipotalamus sehingga
menimbulkan rasa haus.

2. Sistem Buffer
a. Sistem Buffer Bikarbonat
Sistem bufer bikarbonat secara kuantitatif merupakan sistem yang
penting dalam plasma darah. Ini merupakan kombinasi dari asam karbonat
[H2CO3] dan garam bikarbonat [HCO3-] (basa konyugat asam). Namun
demikian, asam itu sebenarnya dicerminkan oleh [CO2 ] yang ada, sehingga

11
rasio [HCO3] terhadap [CO2] menentukan pH. Apabila [HCO3] naik maka pH
naik, dan apabila [CO2 ] turun berarti bersifat lebih asam. Secara klinis, pH
dan [CO2] gampang diukur, dan tingkat [HCO3- ]dapat dihitung.
Tingkat [HCO3-] menggambarkan apakah ada kelebihan basa atau
kekurangan basa di dalam darah. Oleh karena itu seekor hewan yang dalam
keadaan asidosis memiliki kekurangan basa, dan dapat diberi berbagai bentuk
bikarbonat [HCO3-] untuk menaikkan pH kembali normal. Sebaliknya, seekor
hewan yang sedang dalam keadaan alkalosis, hendaknya memperoleh asam
seperti NH4CL untuk menaikan [H+] yang pengaruhnya akan menaikkan CO2
plasma dan menurunkan pH kembali ke keadaan normal.
Dalam keadaan normal,hewan dapat mengatur jumlah CO2 di dalam
darah dengan menaikkan atau menurunkan laju pernafasan (laju ventilasi
pulmoner), yang secara otomatis dikontrol oleh pusat pernafasan yang terletak
di otak. [HCO3] di kontrol oleh ginjal.
b. Sistem bufer fosfat
Sistem buffer fosfat merupakan salah satu yang paling penting dalam
mengontrol pH dari sel-sel tubuh karena konsentrasi fosfat yang utama terletak
intraseluler. Akan tetapi hal itu juga membantu mengontrol pH dalam cairan
ekstraseluler terutama di dalam tubulus ginjal.
c. Sistem bufer protein
Sistem ini juga bekerja terutama didalam sel.S istem ini mencakup
protein hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam butir darah merah dalam
sirkulasi. Oleh karena itu,Hb merupakan komponen penting dalam pengikatan
ion-ion H+ untuk menurunkan keasaman dan memberikan H+ untuk menaikan
keasaman manakala dibutuhkan (Frandson, 1992)

Upaya mempertahankan komposisi ion tertentu


Mekanisme pengendalian khusus akan mempertahankan konsentrasi
ion tertentu di dalam CES dan juga konsentrasi glukosa dan zat anionic yang
penting dalam metabolisme. Mekanisme yang mengendalikan konsnetrasi Ca+
dan K+ adalah bagian dari factor yang menentukan volume dan tonisitas CES.
Konsentrasi ion-ion ini juga bergantung pada konsentrasi H+ dan pH
merupakan hal penting yang mempengaruhi susunan anion CES.

12
Upaya mempertahankan konsentrasi H+
Notasi pH merupakan cara yang bermanfaat untuk menggambarkan
konsentrasi H+ tubuh, karena konsentrasi H+ relative lebih rendah
dibandingkan kation lain. Dengan demikian, konsnetrasi normal Na+ plasma
arteri yang telah disetarakan dengan sel darah merah adalah sekitar 140meq/L
sedangkan konsentrasi H+ hanya sekitar 0,00004meq/L. penurunan pH
sebesar I satuan menggambarkan peningkatan konsentrasi H+ sebesar 10x .
penting diingat bahwa pH darah merupakan pH plasma sebenarnya- plasma
yang telah mencapai keseimbangan dengan sel darah merah-karena sel darah
merah mengandung hemoglobin, yang secara kuantitatif merupakan buffer
darah yang paling penting.

Pendaparan (buffering)
Apabila suatu asam kuat ditambahkan ke dalam darah, reaksi buffer
utama mengarah ke kiri akibatnya konsentrasi ketiga anion penyangga
dalam darah hemoglobin , protein dan HCO3- berkurang. Anion dari asam
yang ditambahkan difiltrasi ke dalam tubulus ginjal. Anion-anion tersebut
disertai oleh kation terutama Na+ karena netralitas elektrokimia
dipertahankan. Tubulus mengganti Na+ dengan H+ sambil menyerap ulang
Na+ dan HCO3- dalam jumlah equimolar sehingga kation-kation dapat
dipertahankan , asam dibuang dan pasokan anion penyangga kembali ke nilai
normal. Apabila CO2 ditambahkan ke dalam darah, reaksi serupa akan terjadi.,
tetapi karena yang terbentuk adalah H2CO3, HCO3- plasma akan meningkat
dan bukan menurun.

Asidosis dan alkalosis respiratorik


Peningkatan PCO2 arteri akibat berkurangnya ventilasi akan
menyebabkan asidosis repiratorik. CO2 yang tertahan dalam tubuh berada
dalam keseimbangan dengan H2CO3, yang selanjutnya akan berada dalam
keseimbangan dengan HCO3- sehingga konsentrasi HCO3- plasma meningkat
dan tercapai keseimbangan baru pada pH yang lebih rendah. Sebaliknya,
penurunan PCO2 menyebabkan alkalosis respiratorik.

13
Kompensasi oleh ginjal
Reabsorbsi HCO3- oleh tubulus ginjal tidak hanya bergantung pada
jumlah HCO3- yang difiltrasi tetapi juga pada kecepatan sekresi H+ oleh
tubulus ginjal , karena HCO3- direabsorbsi dengan cara ditukar dengan H+.
kecepatan sekresi H+ dan tentunya kecepatan reabsorbsi HCO3- sebanding
dengan PCO2 di arteri karena mungkin bila CO2 yang tersedia lebih banyak
untuk membentuk H2CO3 di dalam sel, akan lebih banyak H+ yang akan
disekresi. Pada asidosis respiratorik , sekresi H+ ditubulus ginjal akan
bertambah sehingga H+ dibuang dari tubuh dan meskipun konsentrasi HCO3-
plasma meningkat, reabsorbsi HCO3- akan meningkat yang akan lebih
meningkatkan konsentrasi HCO3- plasma. Pada alkalosis respiratorik , PCO2
yang rendah akan menghambat sekresi H+ oleh ginjal., sehingga reabsorbsi
HCO3- terhambat dan HCO3- akan diekskresi, yang akan lebih menurunkan
konsentrasi HCO3- plasma yang telah rendah dan menurunkan pH kea rah
normal.

Asidosis metabolic
Bila asam yang lebih kuat dibandingkan HHb dan asam buffer lainnya
ditambahkan ke darah, terjadilah asidosis metabolic dan bila konsentrasi H+
bebas berkurang akibat penambahan basa atau kehilangan asam, terjadilah
alkalosis metabolic. Kompensasi metabolic ini akan meningkatkan pH .
mekaniame kompensasi ginjal kemudian akan menyebabkan ekskresi
kelebihan H+ dan mengembalikan system buffer ke dalam keadaan normal.

Alkalosis metabolic
Pada alkalosis metabolic konsentrasi HCO3- plasma dan pH
meningkat. Kompensasi metabolic berupa penurunan ventilasi yang
disebabkan oleh penurunan konsentrasi H+ dan akan meningkatkan PCO2.
Akibatnya pH akan kembali ke nilai normal sekaligus lebih meningkatkan
konsenntrasi HCO3- plasma. Sekresi H+ ginjal yang lebih besar akan
digunakan untuk mereabsorbsi sejumlah HCO3- yang difiltrasi yang semakin
meningkat itu.

14
Pengaturan ekskresi ginjal
Karena ginjal menerima persarafan simpatis yang luas, perubahan
aktivitas simpatis dapat mengubah ekskresi natrium dan air oleh ginjal, dan
juga pengaturan volume cairan ekstrasel dalam beberapa kondisi. Sebagai
contoh, bila volume darah berkurang akibat perdarahan , tekanan dalam
pembuluh darah paru dan daerha bertekanan rendah lainnya pada toraks akan
menurun , menyebabkan aktivitas reflex system saraf simpatis . hal ini
kemudian meningkatkan aktivitas saraf simpatis ginjal yang mempunyai
beberapa efek yang menurunkan ekskresi natrium dan air:
1. Konstriksi arteriol ginjal, dengan hasil penurunan GFR
2. Peningkatan reabsorbsi garam dan air oleh tubulus
3. Perangsangan pelepasan rennin dan peningkatan pembentukan
angiotensin II dan aldosteron yang selanjutnya meningkatkan
reabsorbsi tubulus.

Dan apabila pengurangan volume darah cukup besar untuk menurunkan


tekanan arteri sistemik , aktivitas system saraf simpatik selanjutnya terjadi
akibat penurunan regangan baroreseptor arteri yang terletak di sinus
karotikus dan arkus aorta. Semua reflex ini bersam-sama memainkan peranan
penting dalam pemulihan volume darah secara cepat yang terjadi dalam
kondisi akut seperti perdarahan. Begitu pula , penghambatan reflek aktivitas
simpatis ginjal mungkin turut juga berperan dalam pengeluaran kelebihan
cairan secara cepat dalam sirkulasi yang terjadi secara akut setelah makan
makanan yang mengandung banyak garam dan air.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan


darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Proses pembentukannya meliputi :

1. Proses filtrasi
2. Proses reabsorsi
3. Proses augmentasi

Mekanisme-mekanisme yang terjadi antara lain : mekanisme klirens dan mekanisme


renin anguitensin.

16
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Vol.2.
Jakarta: ECG

Guyton and hall,(1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Jakarta: ECG Scanlon,

Valerie C.2007.Buku Ajar Anatomi & Fisiologi.Edisi 3.Jakarta : EGC

Syarifuddin.2009. ANATOMI TUBUH MANUSIA Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

http://en.wikipedia.org/wiki/Renin-angiotensin_system

17

Você também pode gostar