Você está na página 1de 25

CASE REPORT

TUBERKULOSIS PARU
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. Abdul Aziz, Sp. Rad

Oleh :

Sandy Murtiningtyas, S. Ked


J510165090

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RSUD KABUPATEN SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
CASE REPORT

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :
Sandy Murtiningtyas
J510165090

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari..................tanggal..........................2017

Pembimbing :
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (.............................................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (.............................................)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2017
BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Usia : 36 tahun
Alamat : Sukoharjo
No RM : 346xxx
Tanggal pemeriksaan : 01 Februari 2017
Jenis Pemeriksaan : X Foto Thoraks PA

B. Hasil Pemeriksaan Radiologi


Foto : X Foto Thorax PA (inspirasi cukup), hasil:
Cor : Tak membesar
Pulmo : Tampak perselubungan semiopaq inhomogen batas tak tegas
di apex, perihiler pa pericardial sinistra dengan air
bronchogram (+)
Diafragma baik, sinus dextra et sinistra lancip
Sistema tulang intact

Kesan : Gbr. TB paru sinistra


Besar cor normal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri melalui percikan liur/droplet yang
dapat tersebar di udara disebabkan oleh organisme Mycobakterium tuberculosis
(MTB) terutama mempengaruhi paru, meskipun organ lain juga dapat terlibat4.

Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang


diserang organisme MTB terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra
paru. TB paru ialah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, sedangkan TB
ekstra paru ialah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-
lain5.

B. Epidemiologi
Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun 8 juta kasus
TB baru dan 3 juta orang meninggal. Sembilan puluh lima persen kasus TB
terjadi di negara berkembang. Diperkirakan bahwa 19-43% populasi dunia
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis4.

C. Etiologi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) berukuran sekitar 0,4 x 3 um yang dikenal
dengan nama Mycobacterium tuberculosis sebagian besar organisme ini terdiri
dari lipid yang memiliki sifat tahan terhadap asam sehingga disebut Basil
Tahan Asam (BTA), peptidoglikan dan arabinoman6.
D. Patofisiologi
Mycobacterium tuberculosis terhirup masuk kesaluran napas
selanjutnya terjebak dibagian atas saluran pernapasan dimana sel goblet
penghasil mukus ada di daerah tersebut, mengakibatkan produksi mukus
meningkat dan aktif hal ini dikarenakan untuk menangkap zat asing selanjutnya
silia pada permukaan sel terus bekerja untuk mengalahkan kuman yang
terperangkap tadi untuk proses removal. Sistem tersebut bertujuan untuk
pertahan fisik awal mencegah infeksi disebagian besar orang yag terkena TB.
Namun apa bila hal itu gagal maka Mycobacterium tuberculosis akan masuk
melewati mukusiliar dan mencapai alveoli dengan cepat dikelilingi dan ditelan
oleh makrofag alveolar serta sel-sel efektor, setelah tertelan oleh makrofag
Mycobacterium bertambah banyak dan melakukan pembelahan yang terjadi
setiap 25-32 jam selama 2 sampai 12 minggu mikroorganisme terus tumbuh
sampai mencapai jumlah yang cukup untuk sepenuhnya memperoleh respon
imun yang diperantai oleh sel, dan terjadilah TB serta hal tersebut
mengakibatkan pasien TB dapat di deteksi dengan menggunakan tes kulit atau
skin tes7.

E. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), kasus TB
diklasifikasikan berdasarkan:

1. Letak anatomi penyakit,


2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi),
3. Riwayat pengobatan sebelumnya,
4. Status HIV pasien.
Dibawah ini akan diuraikan masing-masing klasifikasi diatas:
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru. TB
milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak di
dalam paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dll.
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi).
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat
quality external assurance (EQA).
2) Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan
syarat EQA, maka TB paru BTA positif adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif, atau
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis
aktif, atau
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko resistensi
obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan
uji kepekaan OAT.
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai
lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa
surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang
adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan
ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologic8.
F. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan terjadinya TB adalah :

1. Adanya sumber penularan


2. Riwayat kontak penderita
3. Tingkat sosial ekonomi
4. Tingkat paparan
5. Virulensi basil
6. Daya tahan tubuh rendah
7. Keadaan status gizi
8. Faktor faal
9. Usia
10. Nutrisi
11. Imunisasi
12. Keadaan perumahan meliputi (suhu dalam rumah, ventilasi, pencahayaan
dalam rumah, kelembaban rumah, kepadatan penghuni dan lingkungan dan
perkerjaan6.
G. Manifestasi klinis
Gambaran klinis klasik TB termasuk batuk kronis, adanya peningkatan
produksi sputum, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
pada malam hari, dan hemoptisis1.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai dengan organ yang terlibat).

1. Gejala respiratorik
Batuk 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan2.

H. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Gejala klinis seperti yang sudah diuraikan sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik/jasmani
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi cold abscess8(PDPI, 2011).
3. Pemeriksaan bakteriologi
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 2 kali, dengan minimal satu kali dahak
pagi hari. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering
di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk
BJH) dapat dilakukan dengan cara:
Mikroskopik
Biakan
1) Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis
dibaca dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (IUATLD), yaitu:
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+)
2) Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan cara :

Biakan: Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh), Agar


base media (Middle brook), Mycobacteria Growth Indicator Tube
Test (MGITT), BACTEC.
Uji molekuler: PCR, spoligotyping, RFLP, Genomic Deletion Analysis
3) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi : fotolateral ,foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).Gambaran radiologik yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posteriorlobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayanganopak
berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:

Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
bakteriologik untuk memastikanaktivitas proses penyakit

I. Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB,
yaitu :

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)


Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi
berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan
pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan
akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto
dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat
arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan
klavikula3.

Cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen. Salah
satunya adalah menurut bentuk kelainan:

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak


tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis atau pita
tebal berbatas tegas dengan densitas tinggi
4. Kavitas (lubang)
5. Sarang kapur (kalsifikasi)

Gambar 1. Foto thoraks normal


Gambar 2. TB Milier pada anak

Gambar 3. Tuberculoma
Gambar 4. TB pada dewasa

Gambar 5. Gambaran TB aktif cavitas dikelilingi bayangan opak berawan

J. Penatalaksanaan TB
Tujuan pengobatan TB adalah:
Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
Mencegah kekambuhan
Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.
Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakanterdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


a. Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
2) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
Kanamisin
Kapreomisin
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid / Protionamid
Para-Amino Salisilat (PAS)
Obat lain masih dalam penelitian: makrolid,amoksilin +
asam klavulanat, linezolid, clofazimin.
OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat,
terutama TB MDR. Beberapa obat seperti kapreomisin,
Sikloserin, Etionamid, dan PAS belum tersedia di Indonesia tetapi
sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.
b. Kemasan
Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing
INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
Obat kombinasi dosis tetap / KDT (Fixed Dose
Combination / FDC). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg
dan etambutol 275 mg dan dua obat antituberkulosis dalam
satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg.
c. Dosis OAT
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT
Dosis (mg)/berat badan
Dosis yang dianjurkan
(kg)/ hari
Dosis Dosis
Harian
Obat (Mg/KgBB/ Intermitten maks/hari
(mg/kg
Hari) (mg/KgBB/ (mg) <40 40-60 >60
BB/
Hari)
hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S* 15-18 15 15 1000 750 1000
BB
* Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari
500mg perhari

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal


yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR.
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioritas utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan WHO menyarankan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan KDT dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat TB KDT
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap
Fase intensif Fase lanjutan
BB 2-3 bulan 4 bulan
Harian Harian 3x/minggu
(RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5

2. Paduan OAT
Pengobatan TB standar dibagi menjadi:
Pasien baru
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian
dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka
pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan dengan
pemberian dosis 3 kali seminggu dengan DOT 2RHZE/4R3H3.
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi secara
individual. Selama menunggu hasil uji resistensi, diberikan
paduan obat 2 RHZES/5RHE
Pasien Multi Drug Resistant (MDR).
TB paru dan TB ekstra paru diobati dengan regimen
pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda:
Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko
kecacatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan
streptomisin.
TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai
respon pengobatan.
Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB
Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan.
3. Efek Samping OAT :
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikanpengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapatmengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping
yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan8.
Tabel 3. Pendekatan berdasarkan masalah penatalaksanaan OAT

Efek samping berat Penyebab Penanganan

Kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin &

pada kulit dengan atau tanpa gatal dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo Streptomisin Streptomisin dihentikan


dan nistagmus)

Ikterik Hampir semua Hentikan semua OAT sampai


ikterik menghilang
OAT

Efek samping ringan Penyebab Penanganan

Bingung dan muntah Hampir semua Hentikan semua OAT &


lakukan uji fungsi
Obat
Hati
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan renjatan (syok), gagal Rifampisin Hentikan Rifampisin
ginjal akut

Penuruna urin Streptomisin Streptomisin dihentikan

Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam


sakit perut sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B6 (piridoksin)


100 200 mg/hari selama 3
di tangan dan kaki minggu.

Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu


diberi apa-apa
Seni

4. Pengobatan Suportif / Simptomatik


Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB
perludiperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan
tidakada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang
perlupengobatan tambahan atau suportif/simtomatik
untukmeningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
a. Penderita rawat jalan
1) Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perludapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnyatidak ada larangan
makanan untuk penderitatuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
2) Bila demam dapat diberikan obat penurunpanas/demam
3) Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejalabatuk,
sesak napas atau keluhan lain.
b. Penderita rawat inap
1) Indikasi rawat inap:
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
Batuk darah (profus)
Keadaan umum buruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
TB paru milier
Meningitis TB
2) Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai
dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
5. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik,
bakteriologik,radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi
keteraturanberobat.
a. Evaluasi klinik
Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan
pertamapengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efeksamping
obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan
fisik2(Alsagaff, 2006).
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 6/9)
c. Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan
d. Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat
yangdigunakan adalah keteraturan berobat. Diminum /
tidaknyaobat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
pentingpenyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan
keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita,keluarga
dan lingkungan
Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnyamasalah
resistensi.
e. Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap
dievaluasiminimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk
mengetahuiterjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah
mikroskopikBTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak
3,6,12 dan24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh8.
BAB III

PENUTUP

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang


menular dan disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (MTB) yang
ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Penyakit TB ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir
seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe, dll.
Infeksi awal biasanya 2-10 minggu setelah pajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai dengan organ yang terlibat).

Tujuan pengobatan TB adalah:


Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
Mencegah kekambuhan
Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.
Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alimuddin Zumla, M.D., Ph.D., Mario Raviglione, M.D., Richard Hafner,


M.D., and C. Fordham von Reyn, M.D., 2013. Tuberculosis. The new
england journal of medicine. Di download dari nejm.org on 30 Maret,
2015.

2. Alsagaff, H dan Mukty, A., 2006. Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press.

3. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9.

4. American Lung Association, 2010.State of Lung Disease in Diverse


Communities.

5. Depkes RI, 2010. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-


2014. Kementerian Kesehatan Republik IndonesiaDirektorat Jenderal
Pengendalian Penyakit danPenyehatan Lingkungan.

6. Manalu, H. S. P, 2010. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB


Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal ekologi kesehatan Vol 9 No 4,
Desember 2010: 1340-1346

7. Nancy A. Knechel, RN, MSN, ACNP, 2009.Tuberculosis:


Pathophysiology, Clinical Features, and Diagnosis. Criticalcarenurse Vol
29, No. 2, April 2009. Downloaded from http://ccn.aacnjournals.org/ by
guest on April 1, 2015

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra
Grafika.

9. Price. A,Wilson. L. M., 2004.Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC:
852-64

Você também pode gostar