Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh:
Reynaldi Effendi Putra 120110140067
Indana Zulfa 120110140092
Dosen Pengajar:
Hj. Prima Yusi Sari, S.E., M.E., Ak.
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul Analisis Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia, Tbk.
Penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih
kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan kepada penulis
dalam penyusunan makalah ini;
2. Hj. Prima Yusi Sari, S.E., M.E., Ak., selaku dosen mata kuliah Analisis
Laporan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Padjadjaran yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan
untuk kita semua tentang analisis laporan keuangan perusahaan PT Garuda
Indonesia, Tbk. Tak ada gading yang tak retak, dengan segala kerendahan hati,
kritik dan saran yang membangun penulis harapkan guna peningkatan kualitas
pembuatan makalah pada tugas lain pada waktu mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB 1 ................................................................................................................................. 4
ANALISIS STRATEGI ...................................................................................................... 4
BAB 2 ............................................................................................................................... 19
ANALISIS PRAKTIK MANAJEMEN LABA ................................................................ 19
BAB 3 ............................................................................................................................... 26
ANALISIS AKTIVITAS PENDANAAN ........................................................................ 26
BAB 4 ............................................................................................................................... 46
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI ............................................................................ 46
BAB 5 ............................................................................................................................... 62
ANALISIS AKTIVITAS OPERASI ................................................................................ 62
BAB 6 ............................................................................................................................... 73
ANALISIS PROFITABILITAS ....................................................................................... 73
BAB 7 ............................................................................................................................... 87
ANALISIS LAPORAN ARUS KAS ................................................................................ 87
BAB 8 ............................................................................................................................. 100
ANALISIS PROSPEKTIF FORECASTING .............................................................. 100
BAB 9 ............................................................................................................................. 130
ANALISIS PROSPEKTIF - VALUATION ................................................................... 130
BAB 10 ........................................................................................................................... 137
ANALISIS KREDIT ....................................................................................................... 137
10.1 Analisis Perbandingan Pinjaman Bank Jangka Pendek .................................. 137
10.2 Memprediksi Kebangkrutan Dengan Altman Z-Score ................................... 137
10.3 Analisis Rasio Likuiditas ................................................................................ 139
10.4 Analisis Rasio Solvabilitas.............................................................................. 145
a. Debt to Asset Ratio (DAR) ............................................................................. 145
b. Debt to Equity Ratio (DER) ............................................................................ 147
10.5 Analisis Rasio Profitabilitas ............................................................................ 148
a. Gross Profit Margin (GPM) ............................................................................ 149
b. Operating Profit Margin (OPM) ..................................................................... 151
c. Net Profit Margin (NPM)................................................................................ 152
10.6 Analisis Penerapan Credit Risk Rating pada PT Garuda Indonesia............... 155
BAB 1
ANALISIS STRATEGI
d. Threat of Substitutes
Produk substitusi (pengganti) transportasi udara adalah jasa transpotasi laut
dan darat. Penggunaan jasa transportasi pengganti dapat menjadi pilihan bagi
pelanggan jika jarak yag ditempuh pendek dan biayanya lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan transportasi udara. Jasa transportasi darat yang dapat menjadi
produk pengganti adalah berupa kereta api, bus, atau mobil. Pelanggan yang lebih
memilih produk pengganti kereta api adalah pelanggan yang berasal dari dan
hendak menuju kota-kota yang ada di Pulau Jawa yang tersedia layanan kereta api.
Sedangkan penggunaan produk pengganti berupa bus/mobil ataupun jasa
transportasi laut akan dilakukan pelanggan dengan pertimbangan biaya yang
dikeluarkan. Namun, tingkat mobilitas yang tinggi saat ini mengakibatkan jasa
transportasi angkatan udara menjadi pilihan yang tepat bagi masyarakat untuk
menunjang aktivitasnya. Karena dengan menggunakan jasa transportasi angkutan
udara memberikan waktu tempuh yang jauh lebih cepat bagi pelanggannya.
Income Minimization
Dipilih selama periode dengan profitabilitas tinggi, sehingga jika
periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis , dapat diatasi
dengan pengambilan jatah laba sebelumnya.
Income Maximization
Dilakukan manajer terutama untuk tujuan mendapatkan bonus.
Perusahaan yang berada pada pelanggaran syarat perjanjian utang juga
melakukan income maximization.
Income Smoothing
Dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan, dengan tujuan
pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor
adalah risk averse dan menyukai laba yang relatif stabil.
Cookie Jar
Manajemen secara bebas membentuk cadangan dimasa booming yang
kemudian digunakan untuk meratakan laba dimasa sulit . dimasa
booming tersebut cadangan cenderung diperbesar sehingga dapat
digunakan pada saat perusahaan mengalami kerugian atau penurunan
laba agar perusahaan tidak terlihat jelek.
Revenue Recognition
Penjualan periode dimasa datang diakui sebagai penjualan pada periode
berjalan dan menggeser biaya penjualan periode berjalan ke periode
mendatang untuk menghasilkan laba tahun berjalan yang lebih tinggi
atau sebaliknya jika ingin menurunkan laba.
Hasil Analisis:
Pada akhir tahun 2015, utang bank dan lembaga keuangan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dikarenakan perusahaan memperoleh fasilitas
kredit dari Bank Rakyat Indonesia dan Bank ICBC dengan nominal yang berkali
lipat dari tahun sebelumnya. Sedangkan peningkatan lain dikarenakan yang pada
tahun sebelumnya perusahaan tidak memiliki utang bank terhadap bank-bank
seperti Bank Permata, Bank of China, dan lainnya, tetapi pada tahun 2015
perusahaan menambah utangnya pada bank dan lembaga keuangan tersebut.
Adapun tujuan dari perusahaan berhutang adalah untuk pembelian avtur dari
Pertamina, pemeliharaan pesawat oleh GMFAA, kebutuhan modal kerja, dan
keperluan umum perusahaan lainnya.
2. Utang Usaha
Hasil Analisis:
Pada utang usaha pihak berelasi, terdapat penurunan yang cukup
signifikan dari tahun 2014 ke tahun 2015. Hal ini terutama dikarenakan penurunan
utang usaha pada PT Pertamina. Transaksi dengan PT Pertamina (Persero) berupa
transaksi pembelian bahan bakar pesawat khususnya rute domestik dan beberapa
rute internasional sedangkan PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II
(Persero) berkaitan dengan jasa kebandaraan.
3. Utang Lain-lain
Hasil Analisis:
Pada tahun 2014 utang lain-lain perusahaan sebesar US$ 24.196.608 dan
tahun 2015 sebesar US$ 49.901.950. Hal tersebut memperlihatkan bahwa terjadi
kenaikan dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
4. Utang Pajak
Hasil Analisis:
Terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada utang pajak dari tahun 2014
hingga tahun 2015. Hal ini dikarenakan penambahan dalam jumlah besar pada
akun pajak lain-lain di perusahaan. Sedangkan pajak penghasilan dan pajak
pertambahan nilai, serta pada entitas anak menunjukkan nominal yang tidak
terlalu berfluktuatif.
5. Beban Akrual
Hasil Analisis:
Untuk akun beban akrual, perusahaan mengalami perbaikan dengan
dibuktikan dari penurunan jumlah dari US$ 224juta menjadi US$ 181juta pada
tahun 2014 ke tahun 2015.
Hasil Analisis:
Pendapatan diterima dimuka perusahaan terdiri dari jasa penerbangan
berjadwal dan lainnya. Untuk jasa penerbangan berjadwal pada tahun 2015 lebih
sedikit daripada tahun 2014, yaitu sebesar US$ 175juta. Sedangkan lain-lain
cukup stabil.
Hasil Analisis:
Grup melakukan transaksi sewa pesawat Airbus tipe A-330 yang dibiayai
oleh Export Development Canada (EDC) untuk sewa pesawat CRJ1000 dengan
masa sewa 2012 2022. Grup juga melakukan transaksi sewa dengan PT
Hewlett-Packard Finance Indonesia, PT Century Tokyo Leasing Indonesia dan PT
Orix Indonesia atas transaksi sewa perangkat keras dan lunak dengan masa sewa 3
tahun. Pembayaran minimum sewa dibayar berdasarkan perjanjian sewa.
Hasil Analisis:
Liabilitas estimasi biaya pengembalian dan pemeliharaan pesawat
perusahaan ini dari tahun 2014 hingga tahun 2015 menunjukkan angka yang
stabil. Sehingga tidak perlu dipermasalahkan.
4. Utang Obligasi
5. Liabilitas Pajak Tangguhan
Hasil Analisis:
Aset dan liabilitas pajak tangguhan diakui atas konsekuensi pajak periode
mendatang yang timbul dari perbedaan jumlah tercatat aset dan liabilitas menurut
laporan keuangan dengan dasar pengenaan pajak aset dan liabilitas. Liabilitas
pajak tangguhan diakui untuk semua perbedaan temporer kena pajak dan aset
pajak tangguhan diakui untuk perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan
rugi fiskal, sepanjang besar kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi
laba kena pajak pada masa datang.
Pajak tangguhan diakui atas perbedaan temporer antara jumlah tercatat
aset dan liabilitas dalam laporan keuangan konsolidasian dengan dasar pengenaan
pajak yang digunakan dalam perhitungan laba kena pajak. Liabilitas pajak
tangguhan umumnya diakui untuk keseluruhan perbedaan temporer kena pajak.
Aset pajak tangguhan umumnya diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang
dapat dikurangkan sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan
tersedia sehingga perbedaan temporer dapat dimanfaatkan. Aset dan liabilitas
pajak tangguhan tidak diakui jika perbedaan temporer timbul dari pengakuan awal
(bukan kombinasi bisnis) dari aset dan liabilitas suatu transaksi yang tidak
mempengaruhi laba kena pajak atau laba akuntansi. Selain itu, liabilitas pajak
tangguhan tidak diakui jika perbedaan temporer timbul dari pengakuan awal
goodwill.
Hasil Analisis:
Saham Seri A adalah saham khusus yang dimiliki oleh Pemerintah dan
mempunyai hak suara khusus. Hak dan batasan yang berlaku pada saham Seri B
juga berlaku bagi saham Seri A, kecuali bahwa Pemerintah tidak dapat
mengalihkan saham Seri A, dan mempunyai hak veto sehubungan dengan (i)
perubahan maksud dan tujuan Perusahaan; (ii) penambahan modal tanpa hak
memesan terlebih dahulu; (iii) penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan
pemisahan; (iv) perubahan atas ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-hak
saham Seri A sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar; dan (v) pembubaran,
kepailitan dan likuidasi Perusahaan. Saham Seri A juga memiliki hak untuk
menunjuk satu orang direktur dan satu orang komisaris perusahaan.
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada
tanggal 24 Maret 2014, pemegang saham setuju untuk menerbitkan 3.227.930.633
saham seri B atau 12,48% dari total saham diterbitkan dan dimandatkan kepada
dewan komisaris untuk menetapkan realisasi perubahan modal sehubungan
dengan penerbitan saham. Total saham sesudah penerbitan saham sebanyak
25.868.926.633. Perusahaan menawarkan saham Seri B pada saat penerbitan
saham dengan maksimum dana diterima sebanyak Rp 1.484.848.091.180 (setara
dengan USD 130.204.652) dengan harga jual Rp 460 per lembar saham. Total
tambahan modal sebanyak Rp 1.481.620.160.547 (setara dengan USD
163.401.680) dengan nilai par Rp 456 per lembar saham.
3. Opsi Saham
4. Saldo Laba Dicadangkan
Hasil Analisis:
Cadangan surplus revaluasi timbul dari revaluasi tanah, bangunan dan
pesawat. Ketika tanah, bangunan dan pesawat yang telah dinilai kembali tersebut
dijual, porsi cadangan revaluasi yang terkait dengan aset dipindahkan langsung ke
saldo laba. Bagian penghasilan komprehensif lain yang termasuk dalam cadangan
revaluasi aset selanjutnya tidak akan direklasifikasi ke laba rugi.
Hasil Analisis:
Kepentingan non pengendali seperti PT Abacus Distribution Systems
Indonesia, PT Aero Wisata, PT Gapura Angkasa merupakan anak perusahan dari
PT Garuda Indonesia, Tbk. itu sendiri. Nominal dari tahun 2014 ke tahun 2015
tidak berbeda signifikan, bahkan dapat dikatakan stabil.
= 37,57 %
Debt to Asset Ratio Garuda tahun 2015
US$ 1.355.341.444
DAR = US$ 3.310.010.986
= 40,95 %
Hasil Analisis:
Pada tahun 2014 rasio DAR perusahaan sebesar 37,57 persen, hal ini
menunjukan bahwa kreditur mendanai perusahaan sebesar 37,57 persen dari total
aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan pada tahun 2015 rasio DAR
perusahaan sebesar 40,95 persen, hal ini menunjukan bahwa kreditur mendanai
perusahaan sebesar 40,95 persen dari total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Peningkatan rasio DAR dari tahun 2014 ke 2015 ini menunjukan bahwa adanya
peningkatan hutang perusahaan meskipun tidak terlalu tinggi, Hal ini disebabkan
oleh kenaikan jumlah utang finansial (debt financial) terkait terkait ekspansi bisnis
Perseroan. Hingga saat ini, pembayaran utang Perseroan masih dikategorikan
lancar.
b Debt to Equity Ratio (DER)
Debt financial to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan
Perseroan dalam melunasi utang finansialnya berlandaskan total ekuitas yang
dimiliki. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding
dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh
melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi.
=
= 132,99 %
Debt to Equity Ratio Garuda tahun 2015
US$ 1.355.341.444
DER = US$ 950.723.185
= 142,56 %
Hasil Analisis:
Pada tahun 2014 rasio DER perusahaan sebesar 132,99 persen, hal ini
menunjukan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 132,99 persen dari
total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan pada tahun 2015 rasio DER
perusahaan sebesar 142,56 persen, hal ini menunjukan bahwa perusahaan dibiayai
oleh hutang sebesar 142,56 persen dari total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan.
Angka Debt to Equity Ratio (DER) 2015 meningkat dibandingkan dengan tahun
2014, Hal ini disebabkan oleh kenaikan jumlah utang finansial (debt financial)
terkait terkait ekspansi bisnis Perseroan. Namun hingga saat ini, pembayaran utang
Perseroan masih dikategorikan lancar.
Hasil Analisis :
Pada tahun 2014 current ratio perusahaan sebesar 66,47 persen, hal ini
menunjukan bahwa setiap US$ 1 hutang lancar perusahaan dijamin oleh aktiva
lancar sebesar 66,47% dari total aktiva lancar yang dimiliki. Sedangkan pada tahun
2015 CR perusahaan sebesar 84,27 persen, hal ini menunjukan bahwa setiap US$ 1
hutang lancar perusahaan dijamin oleh aktiva lancar sebesar 84,27% dari total
aktiva lancar yang dimiliki. Angka Current Ratio (CR) 2015 meningkat
dibandingkan dengan tahun 2014.
BAB 4
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI
Total Aset Perseroan pada tahun 2015 tumbuh sebesar 6,33% menjadi US$
3,31 miliar dari US$ 3,11 miliar pada akhir 2014. Peningkatan ini terutama
disebabkan oleh peningkatan Aset Lancar yang mengalami kenaikan dibandingkan
pada tahun 2014.
4.1.1 Aset Lancar
Aset lancar Perseroan di tahun 2015 tercatat sebesar US$ 1,01 miliar
meningkat US$197,33 juta atau 24,35% dibandingkan dengan aset lancar tahun
2014 yaitu sebesar US$810,51 juta. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh:
Peningkatan kas dan setara kas sebesar 19,72% menjadi US$519,97 juta di
tahun 2015 dari US$434,33 juta di tahun 2014, terutama disebabkan oleh
peningkatan kas bersih dari aktivitas operasi dan investasi di tahun 2015.
Peningkatan uang muka dan biaya dibayar di muka di tahun 2015 sebesar
31,42% menjadi US$177,10 juta dari US$134,77 juta di tahun 2014 seiring
peningkatan sewa dibayar di muka serta uang muka terkait sewa pesawat dan
perawatan pesawat.
2. Piutang Usaha
Hasil Analisis:
Piutang usaha menunjukkan perubahan angka yang tidak signifikan dari
tahun 2014 ke tahun 2015. Piutang usaha dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
berdasarkan debitur, berdasarkan mata uang, dan berdasarkan umur piutang usaha
tetapi tidak mengalami penurunan nilai.
Jangka waktu rata-rata kredit penjualan adalah 30-60 hari untuk tahun-
tahun yang berakhir 31 Desember 2015 dan 2014. Bunga tidak dikenakan kepada
pelanggan yang umur piutang usahanya telah jatuh tempo.
3. Piutang Lain-lain
Hasil Analisis:
Manajemen berpendapat seluruh piutang tersebut dapat ditagih sehingga
cadangan kerugian penurunan nilai tidak dibentuk. Terdapat piutang yang baru
muncul pada PT Asuransi Jasa Indonesia. Transaksi dengan PT Asuransi Jasa
Indonesia berkaitan dengan jasa asuransi aset perusahaan.
4. Persediaan
Hasil Analisis:
Akun persediaan tidak berubah secara signifikan. Terdapat akun yang
mengurangi persediaan yang jumlahnya meningkat, yaitu penyisihan penurunan
nilai persediaan. Grup membuat penyisihan penurunan nilai persediaan berdasarkan
estimasi persediaan yang digunakan pada masa mendatang. Walaupun asumsi yang
digunakan dalam mengestimasi penyisihan penurunan nilai persediaan telah sesuai
dan wajar, namun perubahan signifikan atas asumsi ini akan berdampak material
terhadap penyisihan penurunan nilai persediaan, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi hasil usaha Grup. Manajemen berpendapat bahwa penyisihan
penurunan nilai persediaan tersebut cukup untuk menutup kerugian yang mungkin
timbul dari penurunan nilai persediaan.
Hasil Analisis:
Uang muka dan biaya dibayar dimuka meningkat dari tahun 2014 ke tahun
2015 yaitu sebesar US$ 134juta menjadi US$ 177juta. Peningkatan yang paling
signifikan dikarenakan perawatan pesawat itu sendiri. Hal ini dikarenakan selama
masa perjanjian sewa operasi, perusahaan harus membayar di awal dana perbaikan
dan pemeliharaan kepada lessor.
6. Pajak Dibayar Dimuka
Hasil Analisis:
Pajak yang dibayar dimuka pada tahun 2015 meningkat signifikan
dikarenakan yang utama adalah pajak pertambahan nilai. Mengacu pada Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahaan Barang
Kena Pajak tertentu dan/atau Penyerahaan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Menunjuk Surat Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Peraturan I No. S-
1007/PJ.02/2014 tanggal 29 Oktober 2014 perihal Perlakuan PPN atas Impor Kapal
Laut atau Pesawat Udara dinyatakan bahwa transaksi sewa pesawat dengan skema
sewa operasi (Operating Lease) terhutang PPN. PPN terhutang atas tagihan sewa
pesawat adalah sebesar USD 54.716.988 setara dengan Rp735.707.309.348.
4.1.2 Aset Tidak Lancar
Aset tidak lancar Perseroan di tahun 2015 tercatat relatif stabil US$2,30 miliar
dengan penurunan tipis sebesar 0,02%. Adapun komponen aset tidak lancar yang
mengalami penurunan di tahun 2015, antara lain:
Uang muka pesawat yang mengalami penurunan sebesar 47,42%, dari
US$388,88 juta di tahun 2014 menjadi US$204,47 juta. Penurunan ini terkait
peningkatan penerimaan dari reimbursement uang muka pesawat seiring jumlah
pesawat yang datang pada tahun 2015.
Aset Pajak Tangguhan tahun 2015 sebesar US$104,99 juta turun 12,25% dari
tahun 2014 yang sebesar US$119,65 juta. Penurunan ini terkait keuntungan
Perseroan di tahun 2015.
Hasil Analisis:
Sesuai dengan perjanjian sewa operasi untuk pesawat, Perusahaan
diharuskan untuk membayar dana perbaikan dan pemeliharaan untuk pesawat yang
disewa kepada lessor. Dana perbaikan didasarkan atas penggunaan pesawat selama
periode sewa yang mencakup dana perbaikan untuk rangka pesawat, pengembalian
kinerja mesin, dan suku cadang mesin, serta alat pendaratan dan Auxiliary Power
Unit (APU). Selama masa sewa, Perusahaan diwajibkan untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan rangka pesawat, mesin, APU dan seluruh suku
cadang sesuai dengan standar yang disetujui. Pekerjaan perbaikan dan perawatan
rangka pesawat, mesin dan bagian lainnya secara teratur dikerjakan oleh perusahaan
perbaikan pesawat yang telah ditunjuk (MRO) yang telah memenuhi standar. Pada
tanggal 31 Desember 2015 dan 2014, saldo dana perawatan pesawat masing-masing
sebesar US$ 826.618.920 dan US$ 606.698.350.
Untuk uang jaminan, perusahaan diharuskan membayar atas kewajiban
perusahaan terhadap pembayaran sewa. Pada tanggal 31 Desember 2015 dan 2015,
saldo uang jaminan masing-masing sebesar US$ 186.134.731 dan US$
180.234.967.
Hasil Analisis:
Entitas asosiasi yang dimiliki perusahaan seluruhnya beroperasi di
Indonesia. Seluruh entitas dicatat menggunakan metode ekuitas. Tidak terdapat
perubahan yang signifikan pada akun ini.
4. Aset Tetap
Hasil Analisis:
Pesawat, tanah, dan bangunan dinyatakan berdasarkan nilai revaluasi yang
merupakan nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi
dilakukan dengan keteraturan yang memadai untuk memastikan bahwa jumlah
tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada tanggal laporan posisi keuangan. Kenaikan yang
berasal dari revaluasi pesawat, tanah dan bangunan diakui pada penghasilan
komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasian,
kecuali sebelumnya penurunan revaluasi atas aset yang sama pernah diakui dalam
laporan laba rugi, dalam hal ini kenaikan revaluasi hingga sebesar penurunan nilai
aset akibat revaluasi tersebut, dikreditkan dalam laporan laba rugi. Penurunan
jumlah tercatat yang berasal dari revaluasi pesawat, tanah dan bangunan
dibebankan dalam laporan laba rugi apabila penurunan tersebut melebihi saldo
surplus revaluasi aset yang bersangkutan, jika ada. Surplus revaluasi pesawat, tanah
dan bangunan yang telah disajikan dalam ekuitas dipindahkan langsung ke saldo
laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya.
Manajemen berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai
wajar dan nilai tercatat aset, jika aset lainnya (selain pesawat, tanah, bangunan dan
prasarana) diukur menggunakan nilai wajar.
5. Properti Investasi
Hasil Analisis:
Perusahaan mempunyai properti investasi berupa tanah dan bangunan.
Penilaian atas nilai wajar properti investasi dilakukan oleh penilai independen
yang telah teregistrasi di OJK, KJPP Iskandar & Rekan untuk tahun 2015, dan
KJPP Fuadah, Rudi & Rekan untuk tahun 2014.
Selisih total yang signifikan tahun 2014 ke tahun 2015 dikarenakan keuntungan
atas revaluasi properti investasi.
6. Aset Tak Berwujud Bersih
Hasil Analisis:
Aset tak berwujud tidak menunjukkan perubahan angka yang signifikan
selama setahun dari 2014 hingga 2015. Lisensi dan perangkat lunak yang
diperoleh dikapitalisasi berdasarkan biaya-biaya yang terjadi untuk memperoleh
dan mempersiapkannya hingga siap digunakan. Biaya-biaya tersebut diamortisasi
dengan menggunakan metode garis lurus berdasarkan estimasi manfaat 3-8 tahun.
Hasil Analisis:
Perputaran piutang usaha PT Garuda Indonesia sangat tinggi, hal ini
disebabkan karena faktor bisnis yang sangat minim melakukan transaksi
penjualan kredit. Angka 1506,1 pada tahun 2015 menjelaskan bahwa dalam
satu tahun terdapat perputaran piutang usaha sebanyak 1506,1 kali dengan
lamanya piutang usaha tertagih selama kurang dari satu hari karena
perhitungan angka tidak sampai mencapai satu.
b. Total Assets Turnover
Total Assets Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan dana
yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar pada suatu periode
atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan
revenue.
Penjualan bersih
TAT =
Rata Rata Total Aktiva
Rata-Rata Total Aktiva :
2013 : (2.517.997.766 + 2.953.784.952) / 2 = 2.735.891.359
2014 : (2.953.784.952 + 3.113.079.315) / 2 = 3.033.432.134
2015 : (3.113.079.315 + 3.310.010.986) / 2 = 3.211.545.151
Tahun Penjualan Rata-Rata Total TAT
Aktiva
2013 3.716.076.586 2.735.891.359 1,36 kali
2014 3.933.530.272 3.033.432.134 1,3 kali
2015 3.814.989.745 3.211.545.151 1,19 kali
Hasil Analisis:
Perputaran Total Aset PT Garuda Indonesia cenderung menurun
dalam jangka waktu tiga tahun terakhir. Angka 1,19 pada tahun 2015
menjelaskan bahwa total aset perusahaan berputar sebanyak 1,19 kali dalam
satu tahun. TAT>1 merupakan angka yang cukup aman bagi garuda
Indonesia.
c. Fixed Asset Turnover
Rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
aktiva tetapnya dalam menghasilkan penjualan.
Penjualan bersih
FAT =
Rata Rata Aset Tetap
Rata-Rata Aset Tetap :
2013 : 798.079.135 + 863.098.897 / 2 = 830589016
2014 : 863.098.897 + 922.994.362 / 2 = 893046629,5
2015 : 922.994.362 + 867.089.209 / 2 = 895041785,5
Tahun Penjualan Rata-Rata Aset tetap FAT
2013 3.716.076.586 830589016 4,47 kali
2014 3.933.530.272 893046629,5 4,41 kali
2015 3.814.989.745 895041785,5 4,26 kali
Hasil Analisis:
Perputaran Aset Tetap PT Garuda Indonesia cenderung stabil dalam
jangka waktu tiga tahun terakhir. Angka 4,26 pada tahun 2015 menjelaskan
bahwa aset tetap perusahaan berputar sebanyak 4,26 kali dalam satu tahun.
d. Cash Turnover
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan kas untuk
membayar tagihan (utang) dan biaya-biaya yang berkaitan dengan
penjualan.
Penjualan bersih
CT =
Rata Rata kas dan Setara kas
Rata-Rata Kas dan Setara Kas
2013 : 325.784.942 + 475.260.630 = 400.522.786
2014 : 475.260.630 + 434.327.498 = 454.794.064
2015 : 434.327.498 + 519.972.655 = 477.150.076,5
Tahun Penjualan Rata-Rata Kas & Setara CT
Kas
2013 3.716.076.586 400522786 9,28 kali
2014 3.933.530.272 454794064 8,65 kali
2015 3.814.989.745 477150076,5 7,8 kali
Hasil Analisis:
Perputaran kas dan setara kas PT Garuda Indonesia cenderung
menurun dalam jangka waktu tiga tahun terakhir. Angka 7,8 pada tahun
2015 menjelaskan bahwa kas dan setara kas perusahaan berputar sebanyak
7,8 kali dalam satu tahun. semakin tinggi tingkat perputaran kas
mengakibatkan semakin bertambahnya profitabilitas pada perusahaan.
Begitu pula sebaliknya apabila tingkat perputaran kas rendah, maka akan
ada banyak dana yang menganggur dan akan menyebabkan terjadinya
penurunan profitabilitas.
BAB 5
ANALISIS AKTIVITAS OPERASI
c. Beban Usaha
Pada beban operasional terdapat beban bahan bakar, sewa dan charter
pesawat, gaji dan tunjangan, beban penyusutan, asuransi, beban penyusutan,
asuransi, beban imbalan kerja, dan lain-lain. pembelian bahan bakar dapat mencapai
47% dari total keseluruhan beban usaha, kemudian diposisi kedua penyumbang
proporsi beban usaha terbesar adalah beban sewa dan charter pesawat yaitu
mencapai 41%.
Beban sewa operasi
Pembayaran sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus
selama masa sewa.
Beban penyusutan
Aset tetap disusutkan dengan metode garis lurus. Perusahaan mengubah
umur masa manfaat untuk jenis pesawat Boeing 747-400 di tahun 2015 dari 22
tahun menjadi 27tahun. Perubahan tersebut diperlakukan secara prospektif yang
menyebabkan penurunan beban penyusutan sebesar USD 7.264.555 di tahun 2015.
Aset tetap non pesawat kecuali tanah dan bangunan juga disusutkan dengan metode
garis lurus.
Biaya pemeliharaan pesawat
Biaya inspeksi besar rangka pesawat dan perbaikan besar mesin pesawat milik
sendiri dan sewa pembiayaan dikapitalisasi dan disusutkan selama periode sampai
dengan inspeksi atau perbaikan besar berikutnya. Untuk sewa operasi disesuai
dengan perjanjian sewa operasi untuk pesawat, Perusahaan diharuskan untuk
membayar dana perbaikan dan pemeliharaan untuk pesawat yang disewa kepada
lessor. Penyisihan biaya pemeliharaan pesawat diakui selama jangka waktu sewa
atas liabilitas pengembalian sesuai yang dipersyaratkan dalam perjanjian tersebut.
d. Beban Keuangan
e. Pendapatan Komprehensif
5.3 Perpajakan
Dalam situasi tertentu, Grup tidak dapat menentukan secara pasti jumlah
liabilitas pajak mereka pada saat ini atau masa depan karena proses pemeriksaan,
atau negosiasi dengan otoritas perpajakan. Ketidakpastian timbul terkait dengan
interpretasi dari peraturan perpajakan yang kompleks dan jumlah dan waktu dari
penghasilan kena pajak di masa depan. Dalam menentukan jumlah yang harus
diakui terkait dengan liabilitas pajak yang tidak pasti, Grup menerapkan
pertimbangan yang sama yang akan mereka gunakan dalam menentukan jumlah
cadangan yang harus diakui sesuai dengan PSAK 57, Provisi, Liabilitas Kontijensi
dan Aset Kontijensi.
a. Pajak dibayar dimuka
Dengan diberlakukannya PPN atas Impor Kapal Laut atau Pesawat Udara
menyebabkan transaksi sewa pesawat dengan skema sewa operasi (Operating
Lease) terhutang PPN. PPN terhutang atas tagihan sewa pesawat adalah sebesar
USD 54.716.988 setara dengan Rp 735.707.309.348.
Pajak Kini Current Tax Rekonsiliasi antara laba (rugi) sebelum pajak
menurut laporan laba rugi konsolidasian dan penghasilan komprehensif lainnya
dengan laba (rugi) fiskal Perusahaan adalah sebagai berikut :
Rincian beban pajak dan utang (lebih bayar) pajak kini adalah sebagai
berikut:
b. Pajak Tangguhan
Rincian dari aset dan liabilitas pajak tangguhan adalah sebagai berikut:
5.4 Laba per Saham (Earnings per Share)
Laba per saham dasar dihitung dengan membagi laba yang diatribusikan
kepada pemilik entitas induk dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang
beredar pada periode yang bersangkutan.
Laba per saham yang dimiliki PT Garuda Indonesia pada tahun 2015
mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun 2014, laba per
saham bernilai negatif akibat dari kerugian yang dialam. Kerugian ini disebabkan
oleh belum pulihnya kondisi makroekonomi global dan faktor masih tingginya
harga bahan bakar yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional, serta
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang mencapai
lebih dari 20%, menyebabkan perseroan harus membukukan comprehensive loss
sebesar USD206,4 juta.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi global berpengaruh pada penurunan
permintaan untuk rute-rute internasional dan penurunan kinerja Garuda maupun
sejumlah maskapai penerbangan internasional lain, khususnya di kawasan Asia
Pasifik yang pasarnya memang semakin kompetitif.
Selain itu, faktor depresiasi rupiah, serta masih tingginya harga bahan bakar
juga ikut menekanprofit mengingat biaya bahan bakar merupakan salah satu
komponen biaya operasional terbesar mencapai 40%.
Namun pada tahun 2015 LPS garuda mengalami peningkatan menjadi
0,00296 per lembar sahamnya.
5.5 Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Usaha
3,933,530
3,863,921
3,814,989
3,716,076
3,472,468
= 4,84 %
Pada tahun 2012, perhitungan rasio gross profit margin adalah 4,8%, artinya bahwa
setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0484.
US$ 56.448.275
Tahun 2013 = US$ 3.716.076.586
= 1,52 %
Pada tahun 2013, perhitungan rasio gross profit margin adalah 1,52%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0152.
US$ 395.228.121
Tahun 2014 = US$ 3.933.530.272
= -10,05 %
Pada tahun 2014, perhitungan rasio gross profit margin adalah -10,05%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan mengalami kerugian sebesar US$0,1005.
US$ 168.745.441
Tahun 2015 = US$ 3.814.989.745
= 4,42 %
Pada tahun 2015, perhitungan rasio gross profit margin adalah 4,42%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0442.
US$ 99.103.939
Tahun 2016 =
US$ 3.863.921.565
= 2,56 %
Pada tahun 2016, perhitungan rasio gross profit margin adalah 2,56%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0256.
GPM (%)
GPM (%)
4.84 4.42
2.56
1.52
-10.05
= 4,36 %
Pada tahun 2012, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 4,36%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0436.
US$ 8.815.603
Tahun 2013 = US$ 3.716.076.586
= 0,24 %
Pada tahun 2013, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 0,24%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0024.
US$ 456.453.104
Tahun 2014 = US$ 3.933.530.272
= -11,6 %
Pada tahun 2014, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar
-11,6%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan,
perusahaan mengalami kerugian atas penjualan yang mereka lakukan sebesar
US$0,116.
US$ 106.660.147
Tahun 2015 = US$ 3.814.989.745
= 2,79 %
Pada tahun 2015, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 2,79%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0279.
US$ 17.790.700
Tahun 2016 = US$ 3.863.921.565
= 0,46 %
Pada tahun 2016, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 0,46%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0046.
OPM (%)
4.36
2.79
0.24 0.46
2012 2013 2014 2015 2016
-11.6
OPM (%)
c. Net Profit Margin (NPM)
Net profit margin merupakan rasio perbandingan antara laba bersih setelah
pajak dengan penjualan (Warsosno,2003:37). Besarnya perhitungan margin laba
bersih menunjukkan seberapa besar laba setelah pajak yang diperoleh perusahaan
untuk tingkat penjualan tertentu.
Laba Bersih
NPM =
Penjualan
Rasio ini menunjukkan keuntungan bersih per rupiah penjualan. Misal, net
profit margin 3% menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan menghasilkan
keuntungan bersih sebesar Rp 0,03.
Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi.
US$ 110.842.573
Tahun 2012 = US$ 3.472.468.962
= 3,19 %
Pada tahun 2012, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 3,19% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0319.
US$ 11.200.380
Tahun 2013 = US$ 3.716.076.586
= 0,30 %
Pada tahun 2013, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 0,30% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0033.
US$ 368.911.279
Tahun 2014 = US$ 3.933.530.272
= -9,38 %
Pada tahun 2014, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar -9,38% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan, perusahaan akan mengalami kerugian sebesar
US$0,0938.
US$ 77.974.161
Tahun 2015 = US$ 3.814.989.745
= 2,04%
Pada tahun 2015, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 2,04% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0204.
US$ 9.364.858
Tahun 2016 = US$ 3.863.921.565
= 0,24 %
Pada tahun 2016, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 0,24% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0024.
NPM (%)
5
3.19
2.04
0 0.3 0.24
2012 2013 2014 2015 2016
-5 NPM (%)
-10 -9.38
-15
Hasil Analisis:
Secara keseluruhan, pada grafik perbandingan rasio di tahun 2012-2016
menunjukkan pergerakan yang sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Ketiga
pengukuran tersebut (GPM, OPM, dan NPM) cenderung bergerak searah. Rasio
profitabilitas pada PT Garuda Indonesia, Tbk. menunjukkan persentase yang kecil
bahkan minus pada tahun 2014, disebabkan oleh beban yang dikeluarkan
perusahaan terkadang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usaha yang
diperoleh. Beban yang paling besar yang diterima perusahaan adalah beban usaha
operasional penerbangan, hampir sebesar 50% dari total beban tiap tahunnya,
diikuti beban pemeliharaan dan perbaikan, beban bandara, beban tiket, penjualan,
dan promosi, dan lainnya.
Hampir setiap tahun terjadi kenaikan total beban dan tidak sebanding dengan
kenaikan pada pendapatan usaha. Hal inilah yang membuat profitabiltias
perusahaan dikatakan kurang baik. Oleh karena itu, diharapkan PT Garuda
Indonesia, Tbk. dapat mengefisiensikan beban yang akan terjadi di tahun-tahun
berikutnya dan melakukan suatu inovasi untuk meningkatkan pendapatan usaha
perusahaan.
= 0,032 x 1,38
= 4,40%
US$ 11.200.380 US$ 3.716.076.586
Tahun 2013 =
US$ 3.716.076.586 US$ 2.953.784.952
= 0,003 x 1,26
= 0,38 %
US$ 368.911.279 US$ 3.933.530.272
Tahun 2014 =
US$ 3.933.530.272 US$ 3.113.079.315
= -0,094 x 1,26
= -11,85 %
US$ 77.974.161 US$ 3.814.989.745
Tahun 2015 =
US$ 3.814.989.745 US$ 3.310.010.986
= 0,020 x 1,15
= 2,36%
US$ 9.364.858 US$ 3.863.921.565
Tahun 2016 =
US$ 3.863.921.565 US$ 3.737.569.390
= 0,0024 x 1,03
= 0,25 %
ROA (%)
ROA (%)
4.4
0.38 2.36
2012 0.25
2013
2014
2015
2016
-11.85
Hasil Analisis :
Profit margin PT Garuda lebih kecil jika dibandingkan dengan perputaran total
aktiva. Profit margin, melaporkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada
tingkat penjualan tertentu. Profit margin bisa diinterpretasikan sebagai tingkat
efisiensi perusahaan, yakni sejauh mana kemampuan perusahaan menekan biaya-
biaya yang ada diperusahaan. Perputaran Total Aktiva, mencerminkan kemampuan
perusahaan menghasilkan penjualan dari total investasi tertentu.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah karena PT Garuda Indonesia
merupakan perusahaan yang Operating Laverage tinggi. Perusahaan Operating
laverage tinggi adalah perusahaan yang memiliki biaya tetap yang besar. Hal ini
bersumber dari biaya penyusutan dari aset-aset yang dimiliki oleh PT garuda.
Walaupun kebanyakan pesawat PT Garuda berasal dari leasing, namun aset-aset
seperti mesin yang sangat banyak dibutuhkan oleh industri penerbangan sangat
menyumbang biaya tetap yang besar bagi perusahaan. Biaya tetap lainnya
bersumber dari biaya pemeliharaan dan perbaikan dan biaya bandara.
Perusahaan atau industri dengan operating leverage yang tinggi akan
mempunyai fluktuasi pendapatan yang tinggi pula. Itu berarti resiko perusahaan
tersebut tinggi. Apabila kondisi perekonomian membaik, penjualan meningkat,
perusahaan dengan operating leverage yang tinggi akan mengalami kenaikan
keuntungan (pendapatan) yang tinggi, sebaliknya apabila kondisi perekonmian
menurun, penjualan menurun, perusahaan tersebut akan mengalami fluktuasi yang
tajam.
f. Return on Equity (ROE)
adalah membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah
diinvestasikan pemegang saham perusahaan (Van Horne dan Wachowicz,
2005:225). Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi
berdasarkan nilai buku para pemegang saham, dan sering kali digunakan dalam
membandingkan dua atau lebih perusahaan atas peluang investasi yang baik dan
manajemen biaya yang efektif.
ROE =
US$ 110.842.573
Tahun 2012 = US$ 1.114.960.078
= 9,95%
US$ 11.200.380
Tahun 2013 = US$ 1.117.148.117
= 1,00 %
US$ 368.911.279
Tahun 2014 = US$ 879.467.591
= -41,95 %
US$ 77.974.161
Tahun 2015 = US$ 950.723.185
= 8,20%
US$ 9.364.858
Tahun 2016 = US$ 1.009.897.219
= 0,93 %
Hasil Analisis :
ROE PT Garuda Indonesia sangat berfluktuatif dari lima tahun terakhir. Angka 0,93
% pada tahun 2016 menjelaskan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba
bersih yang nilainya 0,93 % dari ekuitasnya.
ROE (%)
ROE (%)
9.95 8.2
1 0.93
2012 2013 2014 2015 2016
-41.95
Hasil Analisis :
Dari hasil perhitungan ROE dupont dapat dilihat bahwa equity multiplier
menyumbang proporsi paling tinggi dibandingkan profit margin dan asset turnover.
Equity multiplier yang tinggi mengidentifikasikan PT garuda indonesia merupakan
perusahaan yang tergolong high leverage industry. Semakin besar equity multiplier
maka semakin tinggi leverage-nya. Secara umum, perusahaan dengan leverage
yang tinggi sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi. Equity multiplier
yang meningkat tiap tahunnya menggambarkan leverage yang terus meningkat.
leverage yang tinggi memberikan resiko yang tinggi bagi perusahaan.
= 9,94%
US$ 11.200.380
Tahun 2013 = US$ 164.756.844+US$ 1.281.904.961
= 1,00%
US$ 368.911.279
Tahun 2014 =
US$ 408.850.413+US$ 1.288.318.004
= -41,95%
US$ 77.974.161
Tahun 2015 = US$ 188.001.116+US$ 1.138.724.301
= 8,20%
US$ 9.364.858
Tahun 2016 = US$ 398.442.819+US$ 1.408.340.038
= 0,93%
RNOA (%)
20
10
0
2012 2013 2014 2015 2016
-10
-20
-30
-40
-50
ROCE =
US$ 110.842.573 0
Tahun 2012 = US$ 1.114.960.078
= 9,95%
US$ 11.200.3800
Tahun 2013 = US$ 1.117.148.117
= 1,00 %
US$ 368.911.2790
Tahun 2014 = US$ 879.467.591
= -41,95 %
US$ 77.974.1610
Tahun 2015 = US$ 950.723.185
= 8,20%
US$ 9.364.8580
Tahun 2016 = US$ 1.009.897.219
= 0,93 %
ROCE (%)
ROCE (%)
Hasil Analisis :
Pada perhitungan ROCE tidak ditemukan preffered dividen PT garuda. Sehingga
hasil analisis yang didapat sama dengan analisis pada ROE.
BAB 7
ANALISIS LAPORAN ARUS KAS
180,000,000
160,000,000
140,000,000
120,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
0
2015 2016
Kas Bersih Digunakan untuk Aktivitas Investasi Arus kas yang digunakan
untuk kegiatan investasi sebesar US$307,09 juta di tahun 2016, mengalami
peningkatan sebesar 53,58% dari tahun 2015 yang sebesar US$199,95. Hal ini
terutama akibat peningkatan pengeluaran untuk dana pemeliharaan pesawat sebesar
12,32%, serta penurunan penerimaan pengembalian uang muka pembelian pesawat
sebesar 74,61% di tahun 2016.
Hasil analisis aktivitas invenstasi pada laporan arus kas PT Garuda
Indonesia, Tbk. menunjukkan bahwa penerimaan kas lebih sedikit daripada
pengeluaran kas. Penurunan yang cukup signifikan terlihat pada penerimaan
pengembalian uang muka pembelian pesawat dari tahun 2013 sampai tahun 2016.
Sedangkan peningkatan yang signifikan terlihat pada akun uang muka pembelian
pesawat dari tahun ke tahunnya. Dan akun lainnya cenderung mengalami fluktuasi
begitupun kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi.
Arus kas bebas pada tahun 2015 dan 2016 menghasilkan angka yang
negatif, yang berarti menjadi perhatian karena perusahaan tidak mampu menunjang
ekspansi atau pengembangan usaha. Karena negatif atau kekurangan dana, maka
perusahaan butuh dana lain untuk dapat menutupi kekurangan dalam memenuhi
kegiatan operasinya. Dana tersebut dapat berasal dari utang atau obligasi.
232.778.828
= = 0,488
477.003.657
+ + +
(54.152.784) 0
2014 = 2.111.599.995+27.364.157+45.279.420408.850.413 = -3,05%
179.399.348 0
2015 = 1.458.411.911+55.789.938+50.228.066188.011.116 = 13,03%
107.532.264 0
2016 = 1.552.445.366+58.199.953+61.165.379398.442.819 = 8,45%
Artinya, rasio reinvestasi kas pada Garuda sangat berfluktuatif selama tiga
tahun kebelakang. Operasi yang ditahan dan diinvestasikan kembali dalam
perusahaan untuk mengganti aset dan pertumbuhan operasi berturut-turut dari
tahun 2014 sampai 2016 adalah sebesar -3,05%; 13,03%; 8,45%.
BAB 8
ANALISIS PROSPEKTIF FORECASTING
Proforma Income
Actual Income Statement Actual Growth Estimate Growth Statement
nama akun 201 201 201 201 201 201 201
2- 3- 4- 5- 6- 7- 8-
201 201 201 201 201 201 201 2017 2018 2019
2012 2013 2014 2015 2016 3 4 5 6 7 8 9 F F F
PENDAPAT
AN USAHA
Penerbang 2.887 3.170 3384 3.208 3.279 -
an .250. .086. 3553 .469. .806. 9,8 6,7 5,2 2,2
berjadwal 744 191 86 733 762 0% 6% 0% 2%
Penerbang 269.0 215.9 2039 261.8 192.1 - - -
an tidak 91.57 65.88 0249 99.13 45.84 19, 5,5 28, 26,
berjadwal 7 7 8 8 8 74% 9% 44% 63%
316.1 330.0 3453 344.6 391.9 -
26.64 24.50 7238 20.87 68.95 4,4 4,6 0,2 13,
Lainnya 1 8 8 4 5 0% 5% 2% 74%
Jumlah 3.472 3.716 3.933 3.814 3.863 - 3.913 4.148 4.417
Pendapata .468. .076. .530. .989. .921. 7,0 5,8 3,0 1,2 6,0 6,5 7,0 .480. .289. .928.
n Usaha 962 586 272 745 565 2% 5% 1% 8% 0% 0% 0% 994 854 694
BEBAN
USAHA
Operasiona
l 1.908 2.244 2.562 2.190 2.187 - - 2.184 2.336 2.512
penerbang .975. .840. .179. .607. .316. 17, 14, 14, 0,1 7,0 7,5 8,0 .030. .912. .180.
an 113 144 370 282 263 59% 14% 50% 5% 0% 0% 0% 188 301 724
Tiket,
penjualan 317.4 335.8 354.8 309.6 310.1 - 310.7 312.3 315.4
dan 43.93 42.13 22.39 08.28 87.73 5,8 5,6 12, 0,1 0,5 1,0 1,5 68.26 22.10 45.33
promosi 5 5 6 1 2 0% 5% 74% 9% 0% 0% 0% 7 9 0
Pelayanan 263.9 283.5 302.9 270.7 286.2 - 302.7 320.8 343.3
penumpan 49.41 00.86 08.13 50.08 89.76 7,4 6,8 10, 5,7 6,0 7,0 8,0 21.34 84.62 46.55
g 8 1 7 4 6 1% 5% 62% 4% 0% 0% 0% 7 8 2
240.4 266.9 339.7 301.8 334.0 - 369.6 388.1 423.0
79.50 98.35 56.09 80.82 47.20 11, 27, 11, 10, 5,0 9,0 10, 41.02 23.07 54.15
Bandara 2 6 6 2 7 03% 25% 15% 66% 0% 0% 00% 5 6 3
Administra 213.7 218.7 244.5 224.9 226.7 - 228.7 232.1 236.7
si dan 37.82 72.36 10.49 07.11 97.92 2,3 11, 8,0 0,8 1,5 2,0 2,5 04.63 35.20 77.90
umum 7 4 8 1 5 6% 76% 2% 4% 0% 0% 0% 5 5 9
Pemelihara 288.8 288.2 419.5 376.5 393.3 - - 410.8 433.8 459.9
an dan 53.66 13.71 36.77 00.96 08.45 0,2 45, 10, 4,4 5,6 6,0 6,6 66.26 74.77 07.26
perbaikan 4 5 4 1 8 2% 56% 26% 6% 0% 0% 0% 4 4 1
Operasiona
l - -
transportas 18.29 19.81 17.79 17.52 17.84 8,3 10, 1,5 1,8 2,5 3,0 3,5 18.17 18.62 19.18
i 0.868 6.371 8.905 8.744 8.699 4% 18% 2% 3% 0% 0% 0% 4.494 8.857 7.722
- -
Operasiona 16.88 18.00 16.75 10.30 11.95 6,6 6,9 38, 15, 3,5 4,0 4,5 13.86 14.34 14.92
l jaringan 3.310 7.374 5.061 3.636 1.555 6% 5% 50% 99% 0% 0% 0% 3.035 8.241 2.171
- -
Operasiona 25.80 33.75 34.07 29.69 28.18 30, 0,9 12, 5,1 4,0 4,0 4,0 26.73 27.80 28.92
l hotel 9.070 8.910 7.718 8.564 0.038 80% 4% 85% 1% 0% 0% 0% 9.156 8.722 1.071
Beban lain- 9.974
lain - bersih .151 0 0 0 0
Jumlah 3.304 3.709 4.292 3.731 3.795 - 3.861 4.085 4.353
Beban .396. .750. .344. .785. .927. 12, 15, 13, 1,7 5,8 6,5 .172. .037. .742.
Usaha 858 230 955 485 643 27% 70% 06% 2% 0% 8% 280 914 893
- - -
168.0 395.2 168.7 - 800 142 -
LABA 72.10 56.44 28.12 45.44 99.10 66, ,16 ,70 41, 8,6 1,4 58.20 63.25 64.18
USAHA 4 8.275 1 1 3.939 41% % % 27% 7% 8% 3.592 1.940 5.801
ASET TIDAK
LANCAR
Dana perawatan
pesawat dan uang
jaminan $461.933.812 $617.623.057 $786.933.317 $1.012.753.651 $1.241.870.703
Uang muka
pembelian pesawat $497.157.419 $500.366.436 $388.883.491 $204.469.384 $169.738.910
Investasi pada entitas
asosiasi $16.517.489 $17.459.916 $545.647 $399.772 $427.479
Aset pajak tangguhan $11.462.857 $26.209.085 $119.650.511 $104.990.625 $108.493.964
Aset tetap $798.079.135 $863.098.897 $922.994.362 $867.089.209 $926.666.977
Properti investasi $18.912.898 $22.020.790 $26.818.510 $55.390.166 $57.772.474
Aset takberwujud -
bersih $7.217.106 $6.822.881 $6.047.329 $4.648.523 $4.992.892
Beban tangguhan -
bersih $1.319.027 $7.219.535 $5.411.785 $2.193.585 $1.307.310
Aset lain-lain -
$73.830.432 $45.279.420
bersih $68.831.805 $50.228.066 $61.165.379
JUMLAH ASET
TIDAK LANCAR $1.881.431.548 $2.134.651.029 $2.302.564.372 $2.302.162.981 $2.572.436.088
JUMLAH ASET $2.517.997.766 $2.953.784.952 $3.113.079.315 $3.310.010.986 $3.737.569.390
LIABILITAS
JANGKA PENDEK
Utang bank dan
lembaga keuangan $5.651.251 $45.222.668 $75.312.110 $361.254.270 $698.011.118
Utang usaha
Pihak-pihak
berelasi $83.773.489 $122.293.726 $111.563.071 $44.963.436 $91.412.955
Pihak Ketiga $89.696.142 $83.892.550 $104.026.360 $104.392.331 $129.019.003
Utang lain-lain $16.669.543 $16.271.886 $24.196.608 $49.901.950 $35.583.709
Utang pajak $20.407.652 $17.037.776 $18.458.721 $80.997.046 $39.458.951
Beban akrual $169.268.165 $160.967.081 $224.597.949 $181.042.507 $197.983.396
Pendapatan diterima
dimuka $162.270.578 $169.265.396 $210.488.910 $176.531.019 $229.846.173
Uang muka diterima $20.417.066 $20.534.373 $29.581.017 $24.549.496 $30.932.877
Liabilitas jangka
panjang yang jatuh
tempo dalam satu
tahun:
Pinjaman jangka
panjang $106.125.048 $280.075.641 $368.945.183 $103.936.071 $61.696.994
Liabilitas sewa
pembiayaan $58.132.590 $53.268.680 $12.933.174 $15.125.233 $22.311.219
Liabilitas estimasi
biaya pengembalian
dan pemeliharaan
pesawat $21.795.528 $15.060.990 $39.262.253 $53.155.762 $27.319.726
JUMLAH
LIABILITAS
JANGKA PENDEK $754.207.052 $983.890.767 $1.219.365.356 $1.195.849.121 $1.563.576.121
LIABILITAS
JANGKA
PANJANG
Liabilitas jangka
panjang
Pinjaman jangka
panjang $294.822.442 $324.619.850 $446.699.347 $133.022.468 $132.418.213
Liabilitas sewa
pembiayaan $148.220.008 $138.482.264 $105.965.183 $106.055.960 $138.588.227
Liabilitas estimasi
biaya pengembalian
dan pemeliharaan
pesawat $30.536.262 $55.191.260 $73.526.187 $69.448.854 $86.550.585
Utang obligasi - $162.850.383 $159.758.003 $635.947.442 $641.041.165
Liabilitas pajak
tangguhan $15.019.898 $16.987.753 $2.531.137 $1.661.989 $2.055.561
Liabilitas imbalan
kerja $152.987.113 $128.743.051 $190.327.180 $177.519.224 $116.009.808
Liabilitas tidak
lancar lainnya $7.244.913 $25.871.507 $35.439.331 $39.782.743 $47.432.491
JUMLAH
LIABILITAS
JANGKA
PANJANG $648.830.636 $852.746.068 $1.014.246.368 $1.163.438.680 $1.164.096.050
JUMLAH
LIABILITAS $1.403.037.688 $1.836.636.835 $2.233.611.724 $2.359.287.801 $2.727.672.171
EKUITAS
Modal Saham $1.146.031.889 $1.146.031.889 $1.309.433.569 $1.309.433.569 $1.309.433.569
Tambahan modal
disetor $4.548.037 $4.548.037 $-33.948.489 $-33.948.489 $-33.948.489
Opsi saham $1.148.451 $2.770.970 $2.770.970 $2.770.970 $2.770.970
Saldo laba
Dicadangkan - $5.529.919 $6.081.861 $6.081.861 $6.081.861
Belum
dicadangkan $110.598.370 $118.391.074 $-293.955.127 $-220.046.387 $-221.069.730
Pendapatan
komprehensif
lainnya $-149.237.597 $-161.593.912 $-126.884.816 $-130.770.768 $-70.462.233
Ekuitas yang dapat
diatribusikan
kepada pemilik $1.113.089.150 $1.115.677.977 $863.497.968 $933.520.756 $992.805.948
Kepentingan non
pengendali $1.870.928 $1.470.140 $15.969.623 $17.202.429 $17.091.271
JUMLAH
EKUITAS $1.114.960.078 $1.117.148.117 $879.467.591 $950.723.185 $1.009.897.219
JUMLAH
LIABILITAS DAN
EKUITAS $2.517.997.766 $2.953.784.952 $3.113.079.315 $3.310.010.986 $3.737.569.390
Actual Growth
Actual Growth
Nama Akun
EKUITAS
Modal Saham 0,00% 14,26% 0,00% 0,00%
Tambahan modal disetor 0,00% -846,44% 0,00% 0,00%
Opsi saham 141,28% 0,00% 0,00% 0,00%
Saldo laba
Dicadangkan 9,98% 0,00% 0,00%
Belum dicadangkan 7,05% -348,29% -25,14% 0,47%
Pendapatan komprehensif lainnya 8,28% -21,48% 3,06% -46,12%
Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada
pemilik 0,23% -22,60% 8,11% 6,35%
Kepentingan non pengendali -21,42% 986,27% 7,72% -0,65%
JUMLAH EKUITAS 0,20% -21,28% 8,10% 6,22%
LIABILITAS JANGKA
PANJANG
Liabilitas jangka panjang
Pinjaman jangka panjang $135.590.372 $138.885.218 $142.301.894
Liabilitas sewa pembiayaan $141.698.803 $144.500.903 $147.339.011
Liabilitas estimasi biaya
pengembalian dan pemeliharaan
pesawat $97.300.404 $105.421.122 $113.082.119
Utang obligasi $637.022.332 $630.583.735 $622.328.895
Liabilitas pajak tangguhan $1.931.356 $1.728.324 $1.554.217
Liabilitas imbalan kerja $144.324.682 $133.567.649 $122.701.606
Liabilitas tidak lancar lainnya $61.228.978 $67.443.442 $70.024.978
JUMLAH LIABILITAS JANGKA
PANJANG $1.219.096.927 $1.222.130.393 $1.219.332.720
JUMLAH LIABILITAS $2.917.423.960 $2.977.269.537 $3.189.889.759
EKUITAS
Modal Saham $1.309.433.569 $1.309.433.569 $1.309.433.569
Tambahan modal disetor $-33.948.489 $-33.948.489 $-33.948.489
Opsi saham $2.770.970 $2.770.970 $2.770.970
Saldo laba
Dicadangkan $6.081.861 $6.081.861 $6.081.861
Belum dicadangkan $-220.556.523 $-222.893.022 $-217.980.382
Pendapatan komprehensif lainnya $-120.569.701 $-114.665.320 $-118.323.065
Ekuitas yang dapat diatribusikan
kepada pemilik $943.211.687 $946.779.569 $948.034.464
Kepentingan non pengendali $16.877.470 $16.599.873 $16.134.254
JUMLAH EKUITAS $960.089.157 $963.379.442 $964.168.718
Forecast Growth
Forecast Growth
Nama Akun
EKUITAS
Modal Saham 0,00% 0,00% 0,00%
Tambahan modal disetor 0,00% 0,00% 0,00%
Opsi saham 0,00% 0,00% 0,00%
Saldo laba
Dicadangkan 0,00% 0,00% 0,00%
Belum dicadangkan -0,23% 1,06% -2,20%
Pendapatan komprehensif lainnya 71,11% -4,90% 3,19%
Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada
pemilik -5,00% 0,38% 0,13%
Kepentingan non pengendali -1,25% -1,64% -2,80%
JUMLAH EKUITAS -4,93% 0,34% 0,08%
2. Liabilitas
- Utang usaha pada pihak berelasi diperkirakan akan meningkat sebesar
5,77%. Dan utang usaha pada pihak ketiga akan konstan di penurunan
4,22%. Hal ini khususnya dikarenakan utang terhadap Pertamina sangat
fluktuatif sesuai dengan seberapa banyak bahan bakar yang akan digunakan
untuk kegiatan operasionalnya.
- Utang lain-lain diperkirakan akan konstan di 9,28%. Dikarenakan derivatif
keuangan menyebabkan perusahaan menerima suku bunga tetap sesuai
masa efektif perjanjian. Dan perusahaan juga melakukan lindung nilai arus
kas untuk mengurangi risiko perubahan harga bahan bakar pada
penerbangan reguler dan haji.
- Beban akrual berada pada penurunan 6,39%. Walaupun persentase nya
menurun, tetapi kenyataannya beban tersebut selalu bertambah dari tahun
ke tahunnya. Artinya, persentase tersebut menunjukkan perusahaan
mengurangi bebannya dikit demi sedikit. Penurunan konstan ini diiringi
dengan beban operasional dan penerbangan yang memengaruhi beban
lainnya seperti bandara dan administrasi dan umum.
- Pada liabilitas jangka panjang, diasumsikan pinjaman jangka panjang,
liabilitas sewa pembiayaan, liabilitas estimasi biaya pengembalian dan
pemeliharaan pesawat, serta utang obligasi nilainya stabil selama beberapa
tahun ke depan. Yaitu pada tahun 2017 berturut-turut sebesar 2,4%, 2,24%,
12,42%, dan -0,63%.
3. Ekuitas
- Modal saham tidak ada perubahan.
- Tambahan modal disetor tidak ada perubahan.
- Opsi saham tidak ada perubahan.
- Saldo laba yang dicadangkan tidak ada perubahan.
- Kepentingan non pengendali berada pada penurunan 1,25% dikarenakan
nominal dari akun ini cukup stabil dan tidak terlalu material nilainya.
2. Liabilitas
- Utang usaha pada pihak berelasi diperkirakan akan meningkat sebesar
5,66%. Dan utang usaha pada pihak ketiga akan konstan di kenaikan
2,00%. Hal ini khususnya dikarenakan utang terhadap Pertamina sangat
fluktuatif sesuai dengan seberapa banyak bahan bakar yang akan digunakan
untuk kegiatan operasionalnya.
- Utang lain-lain diperkirakan akan konstan di 9,35%. Dikarenakan derivatif
keuangan menyebabkan perusahaan menerima suku bunga tetap sesuai
masa efektif perjanjian. Dan perusahaan juga melakukan lindung nilai arus
kas untuk mengurangi risiko perubahan harga bahan bakar pada
penerbangan reguler dan haji.
- Beban akrual berada pada penurunan 6,50%. Walaupun persentase nya
menurun, tetapi kenyataannya beban tersebut selalu bertambah dari tahun
ke tahunnya. Artinya, persentase tersebut menunjukkan perusahaan
mengurangi bebannya dikit demi sedikit. Penurunan konstan ini diiringi
dengan beban operasional dan penerbangan yang memengaruhi beban
lainnya seperti bandara dan administrasi dan umum.
- Pendapatan diterima dimuka akan meningkat 3,96% yang didorong oleh
pendapatan jasa penerbangan berjadwal.
- Pada liabilitas jangka panjang, diasumsikan pinjaman jangka panjang,
liabilitas sewa pembiayaan, liabilitas estimasi biaya pengembalian dan
pemeliharaan pesawat, serta utang obligasi nilainya stabil selama beberapa
tahun ke depan. Yaitu pada tahun 2017 berturut-turut sebesar 2,43%,
1,98%, 8,35%, dan -1,01%.
3. Ekuitas
- Modal saham tidak ada perubahan.
- Tambahan modal disetor tidak ada perubahan.
- Opsi saham tidak ada perubahan.
- Saldo laba yang dicadangkan tidak ada perubahan.
- Kepentingan non pengendali berada pada penurunan 1,64% dikarenakan
nominal dari akun ini cukup stabil dan tidak terlalu material nilainya.
2. Liabilitas
- Utang usaha pada pihak berelasi diperkirakan akan meningkat sebesar
5,55%. Dan utang usaha pada pihak ketiga akan konstan di kenaikan
3,00%. Hal ini khususnya dikarenakan utang terhadap Pertamina sangat
fluktuatif sesuai dengan seberapa banyak bahan bakar yang akan digunakan
untuk kegiatan operasionalnya.
- Utang lain-lain diperkirakan akan konstan di 9,42%. Dikarenakan derivatif
keuangan menyebabkan perusahaan menerima suku bunga tetap sesuai
masa efektif perjanjian. Dan perusahaan juga melakukan lindung nilai arus
kas untuk mengurangi risiko perubahan harga bahan bakar pada
penerbangan reguler dan haji.
- Beban akrual berada pada penurunan 6,50%. Walaupun persentase nya
menurun, tetapi kenyataannya beban tersebut selalu bertambah dari tahun
ke tahunnya. Artinya, persentase tersebut menunjukkan perusahaan
mengurangi bebannya dikit demi sedikit. Penurunan konstan ini diiringi
dengan beban operasional dan penerbangan yang memengaruhi beban
lainnya seperti bandara dan administrasi dan umum.
- Pendapatan diterima dimuka akan meningkat 4,00% yang didorong oleh
pendapatan jasa penerbangan berjadwal.
- Pada liabilitas jangka panjang, diasumsikan pinjaman jangka panjang,
liabilitas sewa pembiayaan, liabilitas estimasi biaya pengembalian dan
pemeliharaan pesawat, serta utang obligasi nilainya stabil selama beberapa
tahun ke depan. Yaitu pada tahun 2017 berturut-turut sebesar 2,46%,
1,96%, 7,27%, dan -1,31%.
3. Ekuitas
- Modal saham tidak ada perubahan.
- Tambahan modal disetor tidak ada perubahan.
- Opsi saham tidak ada perubahan.
- Saldo laba yang dicadangkan tidak ada perubahan.
- Kepentingan non pengendali berada pada penurunan 2,8% dikarenakan
nominal dari akun ini cukup stabil dan tidak terlalu material nilainya.
BAB 9
ANALISIS PROSPEKTIF - VALUATION
= 1,7258
11.200.380 0,05
2013 = 110.842.573
= 0,101
(368.911.279) 0,05
2014 = 11.200.380
= -32,9374
77.974.161 0,05
2015 = (368.911.279)
= -0,2114
9.364.858 0,05
2016 = 77.974.161
= 0,1201
Hasil Analisa
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa persistensi () PT Garuda
indonesia ditahun 2012 berada diatas satu, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
berada dalam kondisi higt persistence atau sangat stabil. Pada tahun 2013 dan 2016
angka persistence berada diatas 0, hal ini menunjukkan bahwa laba perusahaan
berada dalam kondisi persistence atau stabil. Sedangkan untuk tahun 2014 dan 2015
angka Persistence berada dibawah 0, yang menunjukkan bahwa laba perusahaan
berada dalam kondisi berfluktuasi atau tidak persistance. Berdasarkan kondisi
diatas sulit untuk meramalkan atau memprediksi laba yang akan didapat pada masa
akan datang. Namun jika perhitungan tahun 2014 dikeluarkan dengan alasan laba
tahun 2014 sangat melenceng dari trent, maka data tersebut dapat dijadikan dasar
buat memperkirakan laba dimasa akan datang. Dengan kondisi laba perusahaan dari
tahun 2012-2016 yang berada dalam kondisi high persistence, persistence, dan
fluktuatif dapat menurunkan nilai perusahaan. Namun jika dianalisis lagi kerugian
yang terjadi pada tahun 2014 berasal dari faktor yang uncontrolable, yaitu naiknya
minyak dunia yang berakibat tingginya beban bahan bakar, selain itu kerugian juga
bersumber dari selisih kurs yang sangat tinggi. Mengingat perusahaan garuda yang
menggunakan mata uang US$ sebagai mata uang fungsionalnya tentu akan sangat
rentan terhadap kondisi perubahan kurs. Sehingga kondisi perusahaan yang seperti
ini akan menjadi pertimbangan bagi oleh kreditor, kreditor harus sangat
mempertimbangkan untuk memberikan pinjaman uang karena tidak hanya dari
faktor selisih kurs namun dari segi operasional perusahaan juga sangat beresiko,
yaitu fluktuasi harga bahan bakar yang sangat mempengaruhi performa perusahaan.
Dari Sisi investor juga akan mengurangi minatnya untuk berinvestasi, karena
tingginya resiko kurs dan fluktuasi minyak dunia sangat mempengaruhi laba atau
rugi yang akan didapatkan oleh perusahaan.
100000 110842
77,974
0 11,200 9,364
2012 2013 2014 2015 2016
-100000 LABA (Ribuan
-200000
-300000
-368,911
-400000
0.005 0.005368
0.00296
0.000905 0.000312
0
2012 2013 2014 2015 2016
-0.005 EPS
-0.01
-0.015 -0.014801
-0.02
Hasil Analisis :
Berdasarkan trend diatas dapat dilihat bahwa trend laba beriringan dengan
trend EPS, yaitu sama-sama berfluktuasi. Adapun fluktuasi laba ini disebabkan oleh
pengeluaran beban yang berfluktuasi juga. Beban yang paling besar mempengaruhi
adalah beban bahan bakar yang meningkat tajam pada tahun 2014 dikarenakan
harga minyak dunia yang meningkat tinggi. kemudian selain itu beban
pemeliharaan dan perbaikan juga mengalami peningkatan akibat bertambahnya
maskapai yang di milikin perusahaan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
adalah dari beban kerugian selisih kurs. Selisih kurs terjadi karena mata uang
fungsional Garuda adalah US$. Garuda Indonesia menukar mata uang rupiah ke
dollar setiap transaksi terjadi. Oleh karenanya, berubahan kurs sangat
mempengaruhi laba atau ruginya perusahaan. Sehingga dengan kondisi perusahaan
yang sangat bergantung pada dua faktor yang uncontrolable yaitu selisih kurs dan
harga minyak dunia menyebabkan nilai perusahaan menjadi buruk.
Hasil Analisis :
Berdasarkan perhitungan diatas menunjukan bahwa dalam rentan tahun
2012 2016, nilai rasio PBV Garuda Indonesia berada dibawah 1, dimana artinya
bahwa pasar menghargai harga saham Garuda lebih rendah dari harga yang
sebenarnya. Hal ini menunjukan bahwa kinerja operasi dan kondisi keuangan
perusahaan dalam kondisi yang tidak baik. Sehingga ketika investor sudah memiliki
saham tersebut sebaiknya dilepas, sedangkan jika belum memiliki saham tersebut
sebaiknya membeli. Harga pasar saham Garuda Indonesia sangat berfluktuasi, hal
ini disebabkan karena pada tahun 2013 perusahaan banyak menerbitkan obligasi
yang digunakan untuk mendanai operasi perusahaan. Hal ini memberikan sinyal
negatif kepada investor karena hutang perusahaan terus meningkat. Namun
perusahaan memproyeksikan harga pasar pada tahun 2014 akan meningkat karena
hutang dari obligasi akan digunakan untuk meningkatkan kegiatan operasi
perusahaan agar menjadi lebih baik. Hal ini merupakan sinyal positif bagi investor
bahwa perusahaan sedang dalam kondisi pertumbuhan. Sedangkan pada tahun 2015
harga pasar menurun drastis dikarenakan pada tahun 2014 perusahaan mengalami
rugi yang sangat besar hal ini menyebabkan banyak investor yang menjual
sahamnya dengan harga rendah sehingga harga saham tahun 2015 menjadi turun.
3. Price to Earning Ratio
Hasil Analisis :
Berdasarkan perhitungan PER dari tahun 2012 hingga 2016 menunjukkan
tingginya nilai atau harga pada saham garuda jika dibandingkan dengan laba per
lembar saham yang dihasilkan. Semakin besar PER suatu saham maka menyatakan
saham tersebut akan semakin mahal terhadap laba bersih per saham. Pada tahun
2016 PER PT Garuda Indonesia sebesar 1090322,581, berarti harga saham tersebut
1.090.323 kali lipat terhadap EPSnya. Namun dari segi pemodal PER yang kecil
akan semakin bagus, karena saham tersebut memiliki harga yang semakin murah.
Sehingga bagi investor yang sudah memiliki saham PT Garuda sebaiknya memilih
untuk menghold saham, namun untuk investor yang belum memiliki saham garuda
sebaiknya tidak membeli saham PT Garuda karena relatif mahal jika dibandingkan
dengan kinerja EPSnya.
BAB 10
ANALISIS KREDIT
Hasil Analisis :
Secara keseluruhan dari tahun 2012 hingga 2016 hutang bank jangka
pendek PT Garuda indonesia, Tbk selalu meningkat. Ini disebabkan karena
perusahaan setiap tahunnya selalu memperoleh fasilitas kredit dari Bank Rakyat
indonesia, Bank Negara Indonesia dan Bank-bank lainnya. Selain itu perusahaan
juga mendapat pinjaman dari lembaga keuangan lainnya seperti PT GMF
AEROASIA (GMFAA), PT Aerotrans Services Indonesia (ATS), PT Aerowisata
(AWS). Adapun tujuan dari perusahaan berhutang adalah untuk pembelian avtur
dari Pertamina, pemeliharaan pesawat oleh GMFAA, kebutuhan modal kerja, dan
keperluan umum perusahaan lainnya.
Kriteria Z Score
Z < 1,23 = Zona Bangkrut (Distess Zone)
1,23 < Z< 2,9 = Zona Abu Abu (Grey Zone)
Z > 2,9 = Zona Aman (Safe Zone)
Hasil Analisis:
Koefisien 2012 2013 2014 2015 2016
Z1 0,717 -0,05 -0,06 -0,13 -0,06 -0,11
Z2 0,847 0,04 0,04 -0,09 -0,06 -0,06
Z3 3,107 0,06 0,00 -0,15 0,03 0,005
Z4 0,42 0,79 0,45 0,42 0,25 0,24
Z5 0,998 1,38 1,26 1,26 1,15 1,03
Z'Score 1,89 2,10 1,78 1,56 1,25
Berdasarkan perhitungan diatas, Z Score PT Garuda Indonesia, Tbk. dalam
kurun waktu 2012-2016 berada diantara 1,23 dan 2,9. Hal tersebut menunjukan
bahwa perusahaan termasuk dalam kategori Zona Abu-abu (grey zone) yang berarti
perusahaan dalam kondisi yang kurang aman sehingga kemungkinan mengalami
kebangkrutan sangat besar. Dengan melihat kondisi tersebut tentunya perusahaan
harus meyakinkan kreditur bahwa Garuda dapat meningkatkan operasionalnya pada
tahun-tahun berikutnya dengan strategi baru ataupun inovasi sehingga perusahaan
dapat meningkatkan kembali performa laba khususnya sebagai perusahaan BUMN
dan pemerintah tetap mau mendukung finansial perusahaan kedepannya.
Hasil Analisis :
CR PT Garuda Indonesia cenderung mengalami penurunan di setiap
tahunnya. Pada tahun 2015 current ratio perusahaan sebesar 84,27 persen, hal ini
menunjukan bahwa setiap US$ 1 hutang lancar perusahaan dijamin oleh aktiva
lancar sebesar 84,27% dari total aktiva lancar yang dimiliki. Sedangkan pada tahun
2016 CR perusahaan sebesar 74,52 persen, hal ini menunjukan bahwa setiap US$ 1
hutang lancar perusahaan dijamin oleh aktiva lancar sebesar 74,52% dari total
aktiva lancar yang dimiliki.
CR (%)
CR (%)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2012 2013 2014 2015 2016
Hasil Analisis :
QR PT Garuda Indonesia cenderung mengalami penurunan di setiap
tahunnya. Pada tahun 2015 quick ratio perusahaan sebesar 55,11 persen, hal ini
menunjukan bahwa setiap US$ 1 hutang lancar perusahaan dijamin oleh aktiva
lancar yang dikurangi persediaan sebesar 55,11% dari total aktiva lancar yang
dimiliki. Sedangkan pada tahun 2016 CR perusahaan sebesar 50,60 persen, hal ini
menunjukan bahwa setiap US$ 1 hutang lancar perusahaan dijamin oleh aktiva
lancar yang dikurangi persediaan sebesar 50,60% dari total aktiva lancar yang
dimiliki.
QR (%)
QR (%)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2012 2013 2014 2015 2016
Cash Ratio
Rasio ini merupakan alat untuk mengukur seberapa besar uang kas yang
tersedia untuk membayar hutang yang dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas
atau setara dengan kas seperti rekening giro. Semakin besar perbandingan kas atau
setara kas dengan hutang lancar semakin baik. Apabila rasio ini 100% atau 1:1 hal
ini berarti bahwa Rp 1 uang kas yang ada dalam perusahaan mencukupi Rp 1 hutang
lancar yang ada.
Cash
CR =
Current Liability
Hasil Analisis :
CR PT Garuda Indonesia cenderung mengalami penurunan di setiap
tahunnya. Pada tahun 2015 cash ratio perusahaan sebesar 43,48 persen, hal ini
menunjukan bahwa setiap US$ 1 hutang lancar perusahaan dijamin oleh kas sebesar
43,48% dari total aktiva lancar yang dimiliki. Sedangkan pada tahun 2016 CR
perusahaan sebesar 37,01 persen, hal ini menunjukan bahwa setiap US$ 1 hutang
lancar perusahaan dijamin oleh kas sebesar 37,01% dari total aktiva lancar yang
dimiliki.
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2012 2013 2014 2015 2016
10.4 Analisis Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi segala kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang
apabila perusahaan dilikuidasi. Perusahaan yang memiliki rasio solvabilitas yang
tinggi memiliki risiko kerugian yang lebih besar daripada perusahaan dengan rasio
solvabilitas yang rendah. Oleh karena itu, untuk mengetahui struktur pendanaan
yang dilakukan oleh Garuda maka penulis menggunakan rasio solvabilitas untuk
dijadikan indikator pengukurannya. Berikut ini adalah rasio rasio yang digunakan:
a. Debt to Asset Ratio (DAR)
Rasio ini dihitung dengan membagi Total Utang dengan Total Aktiva. Rasio
ini memberikan tolak ukur seberapa besar total aset yang dimiliki oleh perusahaan
yang dibiayai melalui penggunaan utang.
=
Rasio ini memperlihatkan proporsi antara utang yang dimiliki dan seluruh
kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi persentasenya, cenderung semakin besar
risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham karena makin besar
utang yang digunakan untuk pembelian aset.
Hasil Analisis:
DAR PT Garuda Indonesia setiap tahunnya cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 2015 rasio DAR perusahaan sebesar 40,95 persen, hal ini
menunjukan bahwa kreditur mendanai perusahaan sebesar 40,95 persen dari total
aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan pada tahun 2016 rasio DAR
perusahaan sebesar 45,33 persen, hal ini menunjukan bahwa kreditur mendanai
perusahaan sebesar 45,33 persen dari total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Peningkatan rasio DAR dari tahun 2015 ke 2016 ini menunjukan bahwa adanya
peningkatan hutang perusahaan meskipun tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan
oleh kenaikan jumlah utang finansial (debt financial) terkait terkait ekspansi bisnis
Perseroan. Hingga saat ini, pembayaran utang Perseroan masih dikategorikan
lancar.
DAR (%)
45.33
40.95
37.57
34.01
24.34
DAR (%)
b. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt financial to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan
Perseroan dalam melunasi utang finansialnya berlandaskan total ekuitas yang
dimiliki. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding
dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh
melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi.
Hasil Analisis:
DER PT Garuda Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2015 rasio DER perusahaan sebesar 142,56 persen, hal ini menunjukan
bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang sebesar 142,56 persen dari total ekuitas
yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan pada tahun 2016 rasio DER perusahaan
sebesar 167,75 persen, hal ini menunjukan bahwa perusahaan dibiayai oleh hutang
sebesar 167,75 persen dari total ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Angka Debt
to Equity Ratio (DER) 2016 meningkat dibandingkan dengan tahun 2015, hal ini
disebabkan oleh kenaikan jumlah utang finansial (debt financial) terkait terkait
ekspansi bisnis Perseroan. Namun hingga saat ini, pembayaran utang Perseroan
masih dikategorikan lancar.
DER (%)
167.75
142.56
132.99
89.92
54.98
DER (%)
Pada tahun 2012, perhitungan rasio gross profit margin adalah 4,8%, artinya bahwa
setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0484.
Pada tahun 2013, perhitungan rasio gross profit margin adalah 1,52%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0152.
Gross Profit Margin Garuda tahun 2014
US$ 395.228.121
GPM = = -10,05 %
US$ 3.933.530.272
Pada tahun 2014, perhitungan rasio gross profit margin adalah -10,05%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan mengalami kerugian sebesar US$0,1005.
Pada tahun 2015, perhitungan rasio gross profit margin adalah 4,42%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0442.
Pada tahun 2016, perhitungan rasio gross profit margin adalah 2,56%, artinya
bahwa setiap US$1 penjualan akan menghasilkan laba kotor sebesar US$0,0256.
GPM (%)
GPM (%)
4.84 4.42
2.56
1.52
-10.05
b. Operating Profit Margin (OPM)
Syamsuddin (2009) mengatakan OPM ialah perbandingan antara laba usaha
dan penjualan. Operating profit margin menggambarkan apa yang biasanya disebut
dengan pure profit atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Disebut murni
(pure) karena jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari suatu hasil
operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban- kewajiban finansial yang
berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah yang berupa pembayaran pajak.
Laba Sebelum Pajak
OPM =
Penjualan
Jika semakin tinggi operating profit margin maka akan semakin baik juga
operasi pada suatu perusahaan.
Operating Profit Margin Garuda tahun 2012
US$ 151.530.554
OPM = = 4,36 %
US$ 3.472.468.962
Pada tahun 2012, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 4,36%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0436.
Pada tahun 2013, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 0,24%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0024.
Pada tahun 2014, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar
-11,6%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan,
perusahaan mengalami kerugian atas penjualan yang mereka lakukan sebesar
US$0,116.
Operating Profit Margin Garuda tahun 2015
US$ 106.660.147
OPM = = 2,79 %
US$ 3.814.989.745
Pada tahun 2015, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 2,79%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0279.
Pada tahun 2016, perhitungan rasio operating profit margin adalah sebesar 0,46%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut setiap US$1 penjualan, perusahaan
akan memperoleh laba sebelum pajak sebesar US$ 0,0046.
OPM (%)
4.36
2.79
0.24 0.46
2012 2013 2014 2015 2016
-11.6
OPM (%)
Pada tahun 2012, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 3,19% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0319.
Pada tahun 2013, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 0,30% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0033.
Pada tahun 2014, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar -9,38% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan, perusahaan akan mengalami kerugian sebesar
US$0,0938.
Pada tahun 2015, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 2,04% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0204.
Net Profit Margin Garuda tahun 2016
US$ 9.364.858
NPM = = 0,24 %
US$ 3.863.921.565
Pada tahun 2016, hasil perhitungan rasio net profit margin sebesar 0,24% artinya
bahwa setiap US$1 penjualan mampu menghasilkan laba bersih sebesar
US$0,0024.
NPM (%)
4
3.19
2 2.04
0 0.3 0.24
2012 2013 2014 2015 2016
-2
-4 NPM (%)
-6
-8
-9.38
-10
-12
Hasil Analisis:
Secara keseluruhan, pada grafik perbandingan rasio di tahun 2012-2016
menunjukkan pergerakan yang sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Ketiga
pengukuran tersebut (GPM, OPM, dan NPM) cenderung bergerak searah. Rasio
profitabilitas pada PT Garuda Indonesia, Tbk. menunjukkan persentase yang kecil
bahkan minus pada tahun 2014, disebabkan oleh beban yang dikeluarkan
perusahaan terkadang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usaha yang
diperoleh. Beban yang paling besar yang diterima perusahaan adalah beban usaha
operasional penerbangan, hampir sebesar 50% dari total beban tiap tahunnya,
diikuti beban pemeliharaan dan perbaikan, beban bandara, beban tiket, penjualan,
dan promosi, dan lainnya.
Hampir setiap tahun terjadi kenaikan total beban dan tidak sebanding dengan
kenaikan pada pendapatan usaha. Hal inilah yang membuat profitabiltias
perusahaan dikatakan kurang baik. Oleh karena itu, diharapkan PT Garuda
Indonesia, Tbk. dapat mengefisiensikan beban yang akan terjadi di tahun-tahun
berikutnya dan melakukan suatu inovasi untuk meningkatkan pendapatan usaha
perusahaan.
0
2012 2013 2014 2015 2016 GPM
-2
OPM
-4 NPM
-6
-8
-10
-12