Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ASKEP STEMI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nyalah
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Pengantar Kesehatan Komunitas &
Keperawatan Komunitas ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas yang diberikan dosen mata kuliah Keperawatan Kekritisan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik
itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat,
isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata
kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.
KELOMPOK 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENULISAN
MANFAAT PENULISAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
DIAGNOSA
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari STEMI.
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari STEMI.
1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari STEMI.
1.3.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari STEMI.
1.3.5 Untuk mengetahui pathofisiologi dari STEMI.
1.3.6 Untuk mengetahui Web of Cause dari STEMI.
1.3.7 Untuk mengetahui Askep dari STEMI.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat
asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan system pernafasan dengan penyakit asma, serta
mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade
terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam
tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan
bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).
2.2 Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi
lipid.
2.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap
yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon
terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang
kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian
akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.
2.7 Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan setelah
serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan dengan
kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang
menderita serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan
obat-obatan seperti:
ASPIRIN
clopidrogel
statin (cholesterol lowering) drugs
beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot jantung)
ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada yang khas,
biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan karakteristik EKG ST
elevasi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara
terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.
Tabel 2.7.1: Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)
Faktor Risiko (Bobot)
Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8)
Usia > 75 tahun (3 poin)
1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)
2 (2,2)
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)
3 (4,4)
Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin)
4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
5 (12,4)
Berat < 67 kg (1 poin)
6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)
7 (23,4)
Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin)
8 (26,8)
Skor risiko = total poin ( 0-14 )
>8 (35,9)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Data Demografi/ identitas
Nama : Tn. H
Umur : 53 Tahun
Alamat: Perak 73 Surabaya
b. Keluhan Utama
Rasa tertimpa beban berat pada dada kiri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. H datang ke RS dengan keluhan nyeri dada juga dirasakan sangat nyeri seperti rasa
terbakar dan ditindih benda berat. Keluhan dirasakan menjalar ke lengan kiri tetapi keluhan agak
berkurang jika OS istirahat.
paru Vesikuler +/+, jantung : Bunyi SI-S2 reguler, cardiomegali (-), bising sistolik (-),
dari pemeriksaan penunjang EKG didapatkan ST elevasi : V1 V5 , ST depresed : II, III, AVF,
V6
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu memiliki penyakit riwayat penyakit hipertensi.
Keadaan Umum
Suhu : 36,5C
Nadi : 88x/menit
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
RR : 30x/menit
Breathing
Gejala : napas pendek
Pemeriksaan fisik :
Tanda : dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal.
Blood
Gejala : penyakit jantung congenital
Tanda : takikardia, disritmia, edema.
Brain
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi
Tanda : Gelisah
Gejala: kelelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas
Terapi
Terapi yang diberikan untuk pasien ini berupa O2 3 4 liter/menit, posisi duduk, diit jantung
I, infus D 5% Lini 16 tetes/menit, Captopril 3 x 6.25 mg (ACE inhibitor), Aspilet 2 x 80 mg (anti
platelet), ranitidin 2 x 150 mg (antagonis reseptor H2), Inj, ISDN diberikan secara sub lingual
bila dada terasa nyeri (Vasodilator).
Mandiri
1. Selidiki keluhan nyeri dada, memperhatikan awitan,1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada iskemia
faktor pemberat atau penurun miokardium nyeri dapat memburuk dengan inspirasi
dalam, gerakan atau berbaring dan hilang dengan duduk
tegak atau membungkuk.
2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi
otot jantung.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi perilaku untuk menurunkan
beban kerja jantung.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau irama dan frekuensi jantung 1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi saat jantung
berupaya untuk meningkatkan curahnya berespon
terhadap demam. Hipoksia, dan asidosis karena
iskemia.
1. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak / tonus
jantung, murmur, gallop S3 dan S4. 2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi
misalnya GJK, tamponade jantung.
1. Dorong tirah baring dalam posisi semi fowler
3. Menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan
2. Berikan tindakan kenyamanan misalnya perubahan curah jantung
posisi dan gosokan punggung, dan aktivitas
4. Meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali
hiburan dalam toleransi jantung
perhatian
3. Dorong penggunaan teknik menejemen stress
misalnya latihan pernapasan dan bimbingan
1. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,
imajinasi
meningkatkan relaksasi dan menurunkan kerja
4. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, palpitasi, nyeri jantung
dada kontinyu. Perhatikan adanya bunyi napas
adventisius, demam
1. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat menyertai
endokarditis atau miokarditis
Kolaboratif
1. Berikan oksigen komplemen 1. Meningkatkan keseterdian oksigen untuk fungsi
miokard dan menurunkan efek metabolism
anaerob,yang terjadi sebagai akibat dari hipoksia
dan asidosis.
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen ke otot.
Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat secara individual misalnya mental
normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering, nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi status mental. Perhatikikan terjadinya 1. Indicator yang menunjukkan embolisasi
hemiparalisis, afasia, kejang, muntah, peningkatan sistemik pada otak.
TD.
2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung dan /
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang disertai
atau organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat
dengan takipnea, nyeri pleuritik, sianosis, pucat
dari penyakit katup, dan/ atau disritmia kronis
3. Dapat mencegah pembentukan atau migrasi
1. Tingkatkan tirah baring dengan tepat
emboli pada pasien endokarditis. Tirah baring
lama, membawa resikonya sendiri tentang
terjadinya fenomena tromboembolic.
Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan kanul atau Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk
masker, sesuai indikasi kebutuhan sirkulasi khususnya pada adanya
gangguan ventilasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung
Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang
diperlukan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas. Perhatikan1. Miokarditis menyebabkan inflamasi dan
adanya dan perubahan dalam keluhan kemungkinan kerusakan sel-sel miokardial,
kelemahan, keletihan, dan dispnea berkenaan sebagai akibat GJK. Penurunan pengisian dan
dengan aktivitas curah jantung dapat menyebabkan
pengumpulan cairan dalam kantung perikardial
bila ada perikarditis. Akhirnya endikarditis dapat
terjadi dengan disfungsi katup, secara negatif
mempengaruhi curah jantung
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen Peningkatan ketersediaan oksigen mengimbangi
peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi
dengan aktivitas.
2. Anjurkan pasien/orang terdekat tentang dosis, 1. Untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan
tujuan dan efek samping obat: kebutuhan sendiri, pasien perlu memahami penyebab
diet/pertimbangan khusus: aktivitas yang khusus, pengobatan, dan efek jangka panjang
diizinkan/dibatasi yang diharapkan dari kondisi inflamasi, sesuai
dengan tanda/gejala yang menunjukkan
kekambuhan/komplikasi
3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan
myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
Nyeri hilang atau terkontrol
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Suplai oksigen adekuat.
Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA