Você está na página 1de 6

PramonoFarmasi

Majalah S Indonesia, 15(3), 118 123, 2004

Standardisasi ekstrak herba pegagan (Centella


asiatica.(L.).Urban) berdasarkan kadar asia-
tikosida secara KLT-densitometri
Standardization of pegagan extract (Centella asiatica (L.)
Urban) based on asiaticoside content using TLC-
densitometric method

Pramono S dan D. Ajiastuti


Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstrak

Guna melindungi masyarakat dari penggunaan obat alami yang tidak


memenuhi persyaratan mutu maka telah dilakukan standardisasi terhadap
ekstrak herba pegagan atau Centella asiatica (L.) Urban. yang berasal dari
Kaliurang, Boyolali, dan Tawangmangu.
Penelitian diawali dengan mencari pelarut terbaik melalui maserasi
serbuk kering herba pegagan dengan air, etanol 30%, 50%, dan 70%.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi herba pegagan dari ketiga daerah penghasil
pada skala lebih besar. Standarisasi ekstrak yang diperoleh dilakukan dengan
menetapkan kadar kandungan asiatikosida menggunakan metode KLT
densitometri yang telah dikalibrasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol 70% paling banyak
melarutkan asiatikosida sehingga digunakan pada pembuatan ekstrak dari
ketiga daerah penghasil. Data KLT-densitometri menunjukkan bahwa kadar
asiatikosida ekstrak pegagan dari Kaliurang 0,98 0,13 %, Boyolali sebesar
1,34 0,20 %, dan Tawangmangu 0,21 0,3 %.
Kata kunci : Centella asiatica (L.) Urban, asiatikosida, KLT-densitometri

Abstract

In assuring people consuming herbal products of high standard and


reliable quality, a standardization process was performed on an Indonesian
herb namely pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) from Kaliurang, Boyolali,
and Tawangmangu regions emphasizing on asiaticoside contents as its active
constituent.
Process of standardization was initiated by searching the best solvent
for extraction. Water, ethanol 30%, 50%, and 70% were used for maceration
of the herb. Asiaticoside contents were then determined by TLC-
densitometry.
The result of research showed that ethanol 70 % could dissolve highest
concentration of asiaticoside from pegagan herb so it was then used for
larger scale extraction of three different plant materials. TLC-densitometric
data showed that asiaticoside contents of pegagan herb originally from
Kaliurang were 0.98 0.13.%, Boyolali were 1.34 0.20.%, and
Tawangmangu were 0.21 0.3 %.
Key words: Centella asiatica (L.) Urban, asiaticoside, TLC-densitometry

Pendahuluan Apiaceae atau Umbelliferae yang banyak


Herba pegagan atau Centella asiatica (L.) digunakan dalam industri obat alami, baik
Urban merupakan salah satu tanaman suku sebagai penyusun ramuan maupun sebagai

Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 118


Standarisasi ekstrak herba pegagan..

bahan baku ekstrak. Walaupun sudah ada yang alternatif analisis yang dapat diprogramkan dan
membudidayakan namun sebagian besar belum pernah dilaporkan sebagai prosedur
pasokan tanaman ini untuk industri masih standarisasi adalah secara kromatografi lapis
berasal dari tanaman yang tumbuh liar di tipis densitometri.
padang rumput, tepi selokan, sawah, atau
sebagai tanaman sayur. Pegagan menyukai Metodologi
tanah yang agak lembab, cukup sinar matahari, Bahan
atau agak terlindung, tumbuh baik di dataran Herba pegagan dikumpulkan dari tiga daerah
rendah pada ketinggian sekitar 700.m namun dengan identitas tempat tumbuh yang sama pada
dapat pula tumbuh pada daerah sampai dengan aspek ketinggian, iklim, dan pengolahan, tetapi
berbeda jenis tanahnya yaitu Kaliurang Yogyakarta
ketinggian 2500.m di atas permukaan laut padat berpasir, Cepogo Boyolali berpasir, dan
(Anonim, 1999; Dalimartha, 2000). Penggunaan Tawangmangu Surakarta berupa tanah liat. Bahan
ekstrak pegagan dalam industri obat alami yang kimia untuk ekstraksi adalah etanol teknis,
telah didasari pengujian klinik adalah untuk sedangkan untuk kromatografi lapis tipis berderajat
pengobatan luka, luka bakar, borok pada kulit, pro analisa yaitu silika gel GF254 (E.Merck),
dan pencegahan keloid serta hipertrofi. Secara kloroform, metanol, asam asetat anhidrida, asam
oral ekstrak pegagan digunakan untuk sulfat, dan asiatikosida pembanding dari Sigma.
pengobatan ulkus lambung dan usus (Kartnig,
1988), serta untuk memperlancar peredaran Alat
Maserator berpengaduk elektrik, perangkat
darah ke otak sehingga dapat meluruhkan
kromatografi lapis tipis, dan densitometer Shimadzu
sumbatan aterosklerosis pada mikrosirkulasi di Laboratorium Analisis Instrumen Fakultas
pembuluh darah otak (Duke, 2003). Di dalam Farmasi Universitas Gadjah Mada.
herba pegagan, selain asiatikosida terkandung
glikosida triterpen yang lain yaitu madekosida, Jalan Penelitian
serta aglikon asam asiatat dan asam madekasat Validasi metode analisis
(Bonte, 1994). Berkaitan dengan belum seluruh Larutan asiatikosida baku pembanding yang
bahan baku herba pegagan untuk industri digunakan untuk validasi dibuat dengan melarutkan
21,68 mg asiatikosida pembanding dalam 5 ml
diambil dari tanaman budidaya, perlu selalu
dilakukan standarisasi terhadap ekstrak yang metanol pada labu takar. Sejumlah 2 l larutan
ditotolkan pada lempeng silika gel GF254 dan
diproduksi sehingga sediaan yang dikonsumsi diulangi sebanyak tiga kali secara berjajar.
oleh penderita dapat terjamin keseragaman Pengembangan dilakukan dengan fase gerak
kandungan aktif, keamanan dan khasiatnya. kloroform-metanol-air (65 : 25 : 4, v/v), kemudian
Kebutuhan prosedur standarisasi yang tepat disemprot dengan pereaksi Liebermann-Burchard,
dan mudah dilakukan oleh berbagai perusahaan dipanaskan pada suhu 100. oC selama 10 menit. Luas
obat alami menjadi masalah penting untuk area masing-masing bercak asiatikosida diukur
diperhatikan terutama standarisasi spesifik yang secara densitometri. Validasi selanjutnya dilakukan
terkait langsung dengan kadar asiatikosida dengan penetapan linearitas kadar asiatikosida.
sebagai kandungan aktif utama herba pegagan.
Beberapa prosedur analisis pernah dilaporkan, Penetapan linearitas kadar asiatikosida

diantaranya estimasi sapogenin sebagai asam Sejumlah 2 l seri larutan baku pembanding
asiatikosida ditotolkan secara berjajar pada lempeng
asiatat secara gravimetri, estimasi saponin silika gel GF254, kemudian dikembangkan dengan
secara gravimetri, dan analisis asiatikosida, asam fase gerak yang sama dengan yang digunakan pada
asiatat, dan asam madekasat secara kalibrasi sebelumnya. Luas area masing-masing
kromatografi cair kinerja tinggi (Rajpal, 2002). bercak asiatikosida diukur secara densitometri.
Analisis secara spektrofotometri ultraviolet/
visible sulit dilakukan karena struktur senyawa Pemilihan cairan penyari dan pembuatan
triterpen tersebut sangat sedikit mengandung ekstrak
gugus kromofor dan reaksi pembentuk Masing-masing 1gram serbuk herba pegagan
secara terpisah digojog dengan 10 ml air, etanol
warnanya dengan pereaksi Liebermann-
30%, etanol 50%, dan etanol 70% dalam erlenmeyer
Burchard membutuhkan pemanasan dengan bertutup selama 24 jam. Setelah disaring, filtrat
warna larutan yang tidak stabil. Salah satu ditepatkan menjadi 10 ml dengan penambahan

Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 119


Pramono S

masing-masing cairan penyari yang dituangkan lebih dahulu agar hasil yang diperoleh memiliki
melalui serbuk di atas kertas saring pada corong. validitas yang dapat diandalkan..Validasi
Masing-masing filtrat ditotolkan sebanyak 2 l pada pertama dilakukan untuk mengetahui jika pada
lempeng silika gel GF254 dan dikembangkan dengan hasil suatu seri pengukuran kadar meskipun
fase gerak kloroform-metanol-air (65 : 25 : 4, v/v), terdapat perbedaan tetapi antara satu hasil
dan disemprot dengan pereaksi Liebermann-
pengukuran dengan hasil pengukuran lainnya
Burchard. Setelah dipanaskan pada suhu 100. oC
selama 10 menit, segera dicatat intensitas warna yang
memiliki perbedaan yang kecil (Mursyidi dan
terbentuk secara KLT-densitometri pada panjang Fatah, 1982). Tabel I berikut ini menunjukkan
gelombang 575 nm. Tahapan prosedur analisis hasil yang diperoleh dari penggunaan metode
selanjutnya berdasarkan buku Parameter Standar densitometri untuk penetapan kadar senyawa
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat dari Direktorat asiatikosida pembanding yang telah diketahui
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Anonim, kadarnya sebelum analisis.
2000). Berdasarkan harga kadar rerata dan
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan standar deviasi dapat dihitung koefisien variasi
menimbang satu kilogram serbuk herba pegagan, sebesar 4,78%. Dilihat dari harga koefisien
kemudian dimasukkan ke dalam maserator
variasi yang jauh kurang dari 10% menunjukkan
berpengaduk elektrik, ditambah 5 liter etanol 70%,
diaduk selama 30 menit, dibiarkan termaserasi
bahwa metode analisis KLT-densitometri dapat
selama 24 jam. Setelah disaring dengan kertas saring, digunakan untuk penetapan kadar asiatikosida.
filtrat yang diperoleh diuapkan pada evaporator
dengan pengurangan tekanan hingga kental tetapi Tabel I. Hasil penetapan kadar asiatikosida pem-
masih bisa dituang. Penguapan dilanjutkan pada banding dengan metode densitometri
panci stainless steel di atas penangas air hingga
diperoleh ekstrak kental untuk ditimbang, dihitung Kadar
Luas Rerata
rendemennya dan dianalisis lebih lanjut. Prosedur No asiatikosida
area kadar
pembuatan ekstrak ini dilakukan terhadap herba (mg/ml)
pegagan dari Kaliurang, Boyolali, dan Tawangmangu 1 9,7134 4,62
dengan pengulangan 3 kali. 2 8,7658 4,10 4,31 0,21
3 8,8283 4,21
Penetapan kadar asiatikosida ekstrak
pegagan dari Kaliurang, Boyolali, dan
Tawangmangu Penetapan linearitas kadar asiatikosida
Sejumlah 2.l larutan baku pembanding Penetapan linearitas perlu dilakukan
asiatikosida yang telah dibuat seperti pada penentuan sebelum melakukan perhitungan kadar guna
linearitas, dan juga 2.l larutan ekstrak herba mengetahui ada tidaknya hubungan yang linier
pegagan dari ketiga daerah penghasil yang dibuat dan signifikan antara variabel yang akan diuji.
dengan melarutkan 500.mg ekstrak dalam 5.ml
Pada penetapan linearitas kadar asiatikosida
metanol secara tepat, ditotolkan pada sistem
kromatografi seperti sebelumnya kemudian diukur
yang ditetapkan secara densitometri (tabel II).
luas area bercak asiatikosidanya secara densitometri. Tabel II. Hasil penetapan linearitas kadar asiakosda
Kadar asiatikosida yang terkandung dalam sampel
ekstrak dihitung dengan menggunakan kurva baku Kadar (mg/ml) Luas area
pembanding asiatikosida yang telah dikalibrasi 4,33 48548,70
sebelumnya.
1,29 13967,91
Cara analisis 0,26 12417,02
Data yang diperoleh pada prosedur 0,05 7504,76
standarisasi ekstrak dianalisis secara statistik dengan
analisis varian satu jalan dengan taraf kepercayaan
95%.
Dengan memasukkan kadar dan luas area
Hasil dan Pembahasan ke dalam regresi linier, maka diperoleh :
Hasil validasi metode analisis r = 0,98267
Sebelum diterapkan untuk penetapan A = 0,6686 SDA = 0.0672
kadar suatu metode analisis harus divalidasi B = 0,9369 SDB = 0,0946

Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 120


Standarisasi ekstrak herba pegagan..

Berdasarkan data tersebut dapat dalam air dan lebih larut dalam etanol terutama
diperoleh persamaan kurva baku : etanol 70.%. Penyari etanol 95.% tidak
digunakan dalam penelitian ini karena terlalu
Y = 0,9369 X + 0,6686 banyaknya klorofil yang ikut terlarut sehingga
ekstrak yang diperoleh menjadi sangat lengket
Setelah dilakukan analisis anova dan sulit untuk dikeringkan. Selain itu etanol
diperoleh F hitung = 4,63 > F tabel = 2,87 95% jarang digunakan dalam industri ekstrak
dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahan obat alami. Berdasarkan hasil pemilihan
adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini cairan penyari ini selanjutnya ditetapkan bahwa
menunjukkan bahwa ada korelasi linier yang etanol 70.% akan digunakan dalam penyarian
signifikan antara dua variabel yang akan diuji, herba pegagan dari tiga daerah penghasil.
yaitu antara luas area bercak dengan kadar Berasal dari hasil maserasi serbuk herba
senyawa asiatikosida yang terbaca oleh detektor pegagan dari ketiga daerah penghasil yang
densitometer. kemudian diuapkan sehingga menjadi ekstrak
kental diperoleh rendemen ekstrak herba
Hasil pemilihan cairan penyari dan rendemen pegagan dari Kaliurang sebesar 3,83 0,37.%,
ekstrak Boyolali 5,37 0,35.%, dan Tawangmangu 8,02
Luas area masing-masing bercak asia- 0,25.%. Jika dilihat rendemen yang diperoleh
tikosida berbagai sari serbuk herba pegagan dari herba pegagan ketiga daerah tempat
dengan cairan penyari air, etanol 30%, etanol tumbuh ternyata rendemen herba pegagan dari
50%, dan etanol 70% ( tabel III ). Tawangmangu secara nyata lebih tinggi
Terlihat pada tabel III, bahwa luas area dibanding rendemen dari Boyolali dan yang
bercak asiatikosida yang terkandung dalam sari terkecil rendemen dari Kaliurang. Namun
herba pegagan hasil penyarian dengan etanol demikian rendemen yang lebih besar belum
70% tertinggi dibandingkan dengan hasil tentu memiliki kadar zat aktif lebih besar.
penyarian yang lain dan terlihat bahwa semakin
Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilakukan
polar cairan penyari yang digunakan semakin penetapan kadar zat aktif yaitu asiatikosida yang
kecil kadar asiatikosida yang tersari. Hal ini terkandung di dalam ekstrak dari ketiga daerah
menunjukkan bahwa aglikon triterpen dari penghasil tersebut.
asiatikosida tersebut bersifat non polar sehingga
walaupun kemudian berikatan dengan
3.molekul gula masih tetap kecil kelarutannya

Tabel III. Luas area bercak asiatikosida sari hasil penyarian serbuk herba pegagan dengan
air, etanol 30.%, 50.%, dan 70.%.

No. Y Pos. Area % Jenis Penyari


1 34,3 3351,52 9,5 Air
2 49,7 7002,76 19,8 Etanol 30%
3 63,9 11474,13 32,7 Etanol 50%
4 76,4 13308,17 38,0 Etanol 70%

Tabel IV. Kadar asiatikosida ekstrak herba pegagan dari Kaliurang, Boyolali, dan Tawangmangu yang ditetap-
kan secara KLT-densitometri.
Rerata
No Asal sampel 1 2 3 SD
kadar (%)
1 Kaliurang 1,01 1,09 0,83 0,98 0,133
2 Boyolali 1,15 1,32 1,55 1,34 0,201
3 Tawangmangu 0,19 0,20 0,24 0,21 0,027

Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 121


Pramono S

Tabel V. Faktor-faktor yang berpengaruh pada tanaman pegagan pada ketiga daerah tempat tumbuh.

Faktor yang
Kaliurang Boyolali Tawangmangu Keterangan
berpengaruh
Umur tanaman 1 tahun 1 tahun 1 tahun Sama
Waktu panen Bulan Mei Bulan Mei Bulan Mei Sama
Bagian yang Seluruh tanaman Seluruh Seluruh tanaman Sama
dipanen tanaman
Jenis tanah Padat berpasir Berpasir Tanah liat Berbeda
Tinggi tempat 980 m dpl 800 m dpl 950 m dpl Tak jauh berbeda
Curah hujan 60 mm 62 mm 65 mm Tak jauh berbeda
Intensitas cahaya 90% 90% 90% Sama
Jarak tanam Tersebar Tersebar Tersebar Sama
Pemupukan Tanpa Tanpa Tanpa Sama
pemupukan pemupukan pemupukan
Pengolahan pasca Standar Standar Standar Sama
panen

Penetapan kadar asiatikosida ekstrak hanya faktor jenis tanah yang terlihat berbeda
pegagan dari Kaliurang, Boyolali, dan antara ketiga tempat tumbuh yaitu padat
Tawangmangu
Hasil penetapan kadar asiatikosida berpasir untuk Kaliurang, berpasir untuk
ekstrak herba pegagan dari ketiga daerah Boyolali, serta tanah liat untuk Tawangmangu.
penghasil yaitu Kaliurang, Boyolali, dan Jika kita hubungkan dengan kadar asiatikosida
Tawangmangu dapat dilihat pada tabel IV. yang diperoleh, ternyata daerah Boyolali yang
Jelas terlihat pada tabel IV bahwa rerata berpasir menghasilkan pegagan dengan kadar
kadar asiatikosida ekstrak herba pegagan yang asiatikosida tertinggi, sedangkan Tawangmangu
berasal dari Boyolali paling tinggi, disusul dari yang memiliki tanah liat menghasilkan ekstrak
Kaliurang, dan yang terkecil adalah dari pegagan dengan kadar zat aktif terendah. Untuk
Tawangmangu. Perbedaan ini secara statistik menyimpulkan bahwa pegagan yang tumbuh
signifikan (p < 0,05). Sebagaimana diketahui pada tanah berpasir akan menghasilkan kadar
bahwa tempat tumbuh sangat berpengaruh asiatikosida tinggi masih perlu dilakukan
terutama pada kuantitas kandungan kimia yang penelitian lagi pada daerah di luar Yogyakarta
terdapat dalam suatu tanaman, selain faktor dan Jawa Tengah dengan pengendalian kondisi
genetik dan faktor internal serta eksternal faktor lainnya secara ketat disertai analisis
lainnya. Faktor internal selain faktor genetik komposisi tanah secara rinci. Jika data tentang
dapat berupa bagian tanaman yang dipanen dan budidaya herba pegagan semakin lengkap, guna
umur tanaman, sedangkan faktor eksternal menjamin mutu bahan baku yang digunakan
meliputi jenis tanah, ketinggian tempat, curah untuk industri, sudah seharusnya pengumpulan
hujan, intensitas cahaya, jarak tanam, bahan obat alami ini tidak lagi berasal dari
pemupukan, waktu panen, dan pengolahan tumbuhan liar tetapi dari hasil budidaya.
pasca panen. Jika kita telaah kondisi tempat
tumbuh dan faktor-faktor tersebut pada Kesimpulan
tanaman pegagan yang digunakan dalam Metode KLT-densitometri dapat diguna-
penelitian ini, data yang berhasil dikumpulkan kan untuk standarisasi ekstrak herba pegagan
dari ketiga tempat tumbuh dapat disusun melalui penetapan kadar asiatikosida dengan
seperti pada tabel V. validitas metode yang baik. Etanol 70%
Pengolahan pasca panen standar merupakan pelarut yang paling banyak menyari
adalah prosedur pengolahan herba setelah asiatikosida dari herba pegagan melalui cara
dipanen , meliputi sortasi, pencucian dengan air maserasi. Ekstrak pegagan yang berasal dari
mengalir, dan pengeringan di bawah sinar Boyolali mengandung asiatikosida tertinggi
matahari tidak langsung.. Jika data yang yaitu 1,34%, diikuti ekstrak dari Kaliurang yaitu
tercantum pada tabel..V ditelaah, ternyata 0,98%, dan yang terkecil ekstrak dari

Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 122


Standarisasi ekstrak herba pegagan..

Tawangmangu sebesar hanya 0,21%. Jenis Ucapan Terima Kasih


tanah diduga sangat berpengaruh pada kadar Terima kasih disampaikan kepada Badan
asiatikosida sehingga disarankan untuk Pengawas Obat dan Makanan yang telah
melakukan perbandingan herba pegagan yang memberikan biaya penelitian ini.
tumbuh di daerah lain dengan jenis tanah
berbeda disertai pengendalian kondisi faktor
lainnya secara ketat.

Daftar Pustaka
Anonim, 1999, WHO monographs on selected medicinal plants, Volume I, WHO Library Cataloguing in
Publiccation Data, 77-85.
Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 6, 13-38.
Bonte, F., 1994, Influence of asiatic acid, madecassic acid, and asiaticoside on human collagen I
synthesis, Planta Medica, Vol. 60, 133-135.
Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, Trubus Agriwidya, Ungaran, 149-155.
Duke, 2003, Phytochemical and Ethnobotanical Databases, http:/www.ars- grin.gov/duke
Kartnig, T., 1988, Clinical applications of Centella asiatica (L.) Urb. In : Craker, L.E. Simon, J.E.,
Eds., Herbs, spices, and medicinal plants : recent advances in botany, horticulture, and pharmacology,
Vol. 3, Phoenix, AZ, Oryx Press, 145-173.
Mursyidi, A. dan Fatah, A.M., 1982, Volumetri dan Gravimetri, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 9, 16-17.
Rajpal, V., 2002, Standardization of Botanicals, Volume I, Eastern Publishers, New Delhi, 66-76.

Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 123

Você também pode gostar