Você está na página 1de 9

Aliran Rasionalisme

Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.
Para tokoh aliran rasionalisme, di antaranya adalah Descartase (1596-1650 M), Spinoza (1632-1677 M) dan
Leibniz (1646-1716 M). Aliran Rasionalisme ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang
filsafat. Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk
mengkritik ajaran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering
berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan jalan mengetahui objek empirisme, sedangkan rasionalisme mengajarkan bahwa pengtahuan diperoleh
dengan cara berfikir, pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan. Adapun alat berfikir adalah
kaidah-kaidah yang logis.
Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descartes, istilah modern di sini hanya
digunakan untuk menunjukkan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan
dengan corak filsafat pada abad pertengahan Kristen. Corak utama filsafat modern yang di maksud di sini ialah
di anutnya kembali rasionalisme seperti pada masa kuno. Gagasan itu, di sertai oleh argument yang kuat, di
ajukan oleh Descartes. Oleh karena itu, gerakan pemikiran Descartes sering juga di sebut bercorak renaissance.
Pada masa ini, rasionalisme Yunani lahir kembali, sebagai objek kajian yang harus dan menarik untuk di amati.
Sejak kezaliman intelektual di lakukan oleh gereja dan tidak sedikit para filosuf dikekang kebebasan berfikirnya,
zaman ini member pintu lebar-lebar kepada siapapun, bukan hanya kepada filosuf, tetapi bagi semua orang yang
mau mencurahkan pandangan dan pendapatnya atau kepada siapa pun yang mau berfilsafat.
Anggapan Descartes sebagai Bapak Filsafat Modern, menurut Bertrand Russel, memang benar. Kata bapak
diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang
berdiri atas keyakinan diri sendiri yang di hasilkan oleh pengtahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir
abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar
filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang lainnya. (Ahmad Syadali dan
Mudzakir, 2004:107)
Descartes adalah orang Inggris. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Pada tahun 1612, descates pindah ke
prancis. Ia termasuk orang yang taat mengerajakan ibadah menurut ajaran katholik, tetapi ia juga menganut
ajaran Galilio yang pada waktu itu masih di tentang oleh tokoh-tokoh gereja. Dari tahun 1629 M sampai 1649
M, ia menetap di Belanda.
Tokoh-Tokoh Rasionalisme

Rene Descartes
Metode Rene Descartes
Segala sesuatu perlu di pelajari, tetapi di perlukan metode yang tepat untuk mempelajarinya. Rene Descartes
pun berfikir demikian, ia mengatakan bahwa mempelajari filsafat membutuhkan metode tersendiri agar hasilnya
benar-benar logis. Ia sendiri mendapatkan metode yang di carinya itu, yaitu dengan menyaksikan segala-galanya
atau menerapkan metode keragu-raguan, artinya kesangsian atau keragu-raguan ini harus meliputi seluruh
pengetahuan yang di miliki, temasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini di anggap sudah final dan
pasti. Misalnya, bahwa ada suatu dunia material bahwa saya mempunyai tubuh, kalau terdapat suatu kebenaran
yang tahan dalam kesangsian radikal, itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan dasar bagi
seluruh ilmu pengetahuan.
Dalam karya Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan. Karyanya berjudul
A Discourse on Methode mengemukakan perlunya memerhatikan empat hal berikut:
1. Kebenaran baru dinyatakan shahih jika telah benar-benar indrawi dan realitasnya telah jelas dan tegas,
sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2. Pecahkan lah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak-banyaknya, sehingga tidak ada suatu keraguan apa
pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah di ketahui, kemudian
secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di buat perhitungan-perhitungan
sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan banwa tak ada
satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahah itu. (juhaya S. Pradja, 2000 : 65)
Rene Descartes tidak begitu saja menerima kebenaran atas dasar pancaindra. Pada dasarnya, ia bersikukuh
bahwa semua yang dilihatnya harus diragukan kebenarannya, dan setiap yang telah terlihat jelas dan tegas harus
dipilah-pilah hingga mendapat bagian-bagian yang kecil. Atas dasar aturan-aturan itulah, Descartes
mengembangkan pikiran filosofisnya. Dia sendiri meragukan pakah sekarang sedang berdiri menyaksikan
realitas yang tampak di matanya atau dia sedang tidur dan bermimpi. Sebagaimana ia meragukan dirinya apakah
sedang sadar atau sedang gila.
Keraguan Descartes sangat rasional, karena tidak ada perbedaan signifikan antara kenyataan dalam mimpi dan
kenyataan ketika terjaga, karena gambarannya sama. Sebagaimana seseorang yang bermimpi bertemu kakeknya,
kemudian ia benar-benar bertemu dengan kakeknya. Apakah yang benar itu ketika tertidur atau terjaga, tidaklah
jelas karena hasilnya tidak ada bedanya. Bahkan ketika seseorang pernah melihat kuda yang sedang terbang
dengan sayapnya. Sebuah kenyataan yang berawal dari dua kenyataan yang berbeda, karena kuda dan sayap
semula tidak bersatu, tetapi apa yang bisa di lihat bisa saja menjadi satu. Oleh karena itu, keraguan terhadap
semua yang dilihat sangat beralasan, karena terlalu banyak tipu daya terhadap pembuktian kebenaran hakiki.
Juhaya S. Pradja (2000:65) mengatakan bahwa betapapun radikalnya keragu-raguan Descartes ini, akhirnya ia
pun mengakui behwa di sana, ada satu hal yang tak bisa di ragukan, biar setan licik atau jin gundul yang berniat
menipunya. Yang dimaksudkannya adalah bahwa aku yang sedang ragu-ragu menandakan bahwa aku sedang
berfikir dan karena aku berfikir, aku ada (cogito ergo sum). Mengingat bahwa aku berfikir ini adalah sesuatu,
dan mengingat bahwa kebenaran cogito ergo sum begitu keras dan meyakinkan, sehingga anggapan kaum
skeptic yang paling hebat pun tidak akan menipu menumbangkannya, sampailah aku pada keyakinan bahwa aku
dapat menerimanya sebagai prinsip pertama dari filsafat yang ku cari.

Ide- ide Bawaan


Yang paling fundamental dalam mencari kebenaran adalah senantiasa merujuk kepada prinsip Cogito ergo sum.
Hal tersebut di sebabkan oleh keyakinan bahwa dalam diri sendiri, kebenaran lebih terjamin dan terjaga. Dalam
diri sendiri terdapat 3 ide bawaan sejak lahir, yaitu: (1) pemikiran, (2) Allah, (3) keluasan.
1. Pemikiran. Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa
pemikiran merupakan hakikat saya.
2. Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu
penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu
tidak lain dari pada Allah.
3. Keluasan. Materi sebagai keluasan atau eksestensi sebagaimana hal itu di lukiskan dan dipelajari aoleh ahli-
ahli ilmu ukur. (Juhaya S. Pradja, 2000:67)

Substansi
Descartes menyimpulkan bahwa selain Allah, ada dua substansi : pertama, jiwa yang hakikatnya adalah
pemikiran. Kedua, materi yang hakikatnya adalah keluasan. Akan tetapi, karena Descartes telah menyangsikan
adanya dunia di luar aku, ia mengalami banyak kesulitan untuk membuktikan keberadaannya. Bagi Descartes,
satu-satunya alasn untuk menerima adanya dunia materiil ialah bahwa Allah akan menipu saya kalau sekiranya
ia member saya ide keluasan, sedangkan di luar tidak ada satu pun yang sesuai dengannya. Dengan demikian,
keberadaan yang sempurna yang ada di luar saya tidak akan menemui saya, artinya ada dunia materiil lain yang
keberadaannya tidak diragukan, bahkan sempurna.

Manusia
Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi : jiwa dan tubuh.
Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya, tubuh tidak lain dari suatu mesin yang
dijalankan oleh jiwa. Karena setiap subtansi yang satu sama sekali terpisah dari substansi yang lain, sudah nyata
bahwa Descartes mempunyai banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya,
pengaruh jiwa atas tubuh.

Kritik atas Rasionalisme Descartes


Fenomenologi jerman, spiritualisme, positivism Bergsonisme dan bentuk-bentuk katholikisme adalah cabang-
cabang dari Cartianisme. Adapun aliran-aliran lain, baik yang menyanggah, maupun yang tampil untuk
mendukungnya sadar atau tidak-memperoleh inspirasi dari problem-problem yang dipermasalahkan oleh
Descartes, khususnya mengenai dualism jiwa-badan, masalah rasio sebagai dasar keyakinan dan kebenaran,
serta masalah berada(exist).
Pandangan Rene Descartes tentang kebenaran berpusat pada Aku adalah lahirkan kenisbian, karena setiap
orang memiliki keakuan masing-masing akan memiliki hak untuk menyatakan kebenarannya, alhasil, kenisbian
akan beranak-pinak.
Rasionalisme tidak lebih dari upaya semua Aku untuk membuktikan kebenaran, tetapi semua keakuan tidak
berhasil menemukan titik semu alias terjebak oleh dunia relativitas. Di sisi lain, rasio setiap Aku berbeda-beda
tingkat kecerdasannya, sedangkan Rene Descartes tidak membedakan tingkat kecerdasan, karena setiap rasio
memiliki standar kebenaran sendiri-sendiri. Dengan demikian, kebenaran tidak pernah sampai atau sampai pada
yang selalu nisbi.
Penganut empirisme begitu kecewa dengan rasionalisme, karena telah menghinakan empirisme, sementara
rasionalisme meyakini bahwa kebenaran itu berpusat pada kepastian tentang pikiran diri sendiri, sementara salah
satu diri sendiri adalah fungsi-fungsi indrawi, yang berhubungan juga dengan empirisme. Dalam kasus ini,
Immanuel Kant mengkritik habis-habisan, karena semuanya menunjjukkan bahwa rasionalisme murni berpijak
atas dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang goyah sehingga Cogito ergo sum tidak lagi di anggap titik tolak yang
memadai.
Descartes mencari suatu dasar bagi metode itu. Bagaimana saya bisa tahu bahwa hal yang menampakkan dirinya
dengan jelas pada mata rohani ialah hal yang betul-betul terdapat dalam dunia luar, bagaimana saya tahu bahwa
itu bukan impian? Pertanyaan tersebut sebagai awal penerapan paradigm keragu-raguan. Yang membuat tidak
ragu adalah kita sendiri. Lalu, mengapa munculnya keraguan itu dari diri kita juga? Kritik demikian dilontarkan
kepada Descartes, sehingga rasionalismenya tetap tidak dapat dijadikan paradigma universal dalam berfilsafat.

De Spinoza (1632-1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza.
Setelah ia mengucilkan diri dari agama yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup
di pinggiran kota Amsterdam. Spinoza maupun Leibniz mengikuti pemikiran Rene Descartes. Dua tokoh
terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka berdua juga
mengikuti metode Descartes. Tiga filosofis ini, Descartes, Spinoza, dan Leibniz, biasanya di kelompokkan ke
dalam suatu mazhab, yaitu Rasionalisme.
Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran tentang sesuatu,
sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar.
Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga sebelumnya dilakukan oleh Rene Descartes, yakni
pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian barulah
membuat pembuktian berdasarkan definisi, aksioma, proposisi itu.
De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu
terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang
eksistensinya berbarengan.

Leibniz (1646-1716 M)
Seorang filosuf Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintah,
menjadi atase, pembantu pejabat tinggi nengara pusat. Dialah Gottfried Eilhelm von Leibniz yang dilahirkan
pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. metafisikanya adalah idea tentang substansi yang di
kembangkanya dalam konsep monad.
Metafisika Leibniz sama-sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini,
mekanisme dan keseluruhannya bergantung kepada sebab, sementara substansi menurut Leibniz ialah prinsip
akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan, sesuatu harus mempunyai alasan. Bahkan,
tuhan juga harus mempunyai alasan untuk setiap yang di ciptakannya. Kita lihat bahwa hanya satu substansi ,
sedangkan Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiap
monad berbeda dari yang lain, dan Tuhan (supermonad) adalah pencipta monad-monad itu. Karya Leibniz
tentang ini di beri judul Monadology (study tentang monad) yang di tulisnya pada tahun 1714 M. ini adalah
singkatan metafisika Leibniz.
- See more at: http://mujib-ennal.blogspot.co.id/2012/10/aliran-rasionalisme-dan-
empirisme.html#sthash.s5HYv2s2.dpuf
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada abad ke-13 di Eropa sudah muncul sistem filsafat. Sistem ini diajarkan disekolah-sekolah dan
perguruan tinggi. Di abad ke-14 muncullah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat modern. Yang
menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran atas individual yang kongkrit.
Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, di era filsafat modern, dan kemudian
dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, muncullah berbagai aliran pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme,
Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat
hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Namun di dalam pembahasan makalah kali ini yang akan dibahas oleh penulis adalah aliran Filsafat
Resionalisme (rene Descartes, spiniza, Leibniz).

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti rasionalisme ?
2. Siapa tokoh-tokoh rasionalisme ?
3. Apa implikasi Aliran Rasionalisme Terhadap Dunia Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Arti Rasionalisme
Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata
bahasa Latin ratio yang berarti akal. A.R. Lacey menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya
Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan
pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip
bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber
utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran
haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman,
dogma, atau ajaran agama.
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme,
dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar
kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut:
Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya.
Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah
lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.
Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak
menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya
berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis
adalah atheis.

2. Tokoh-tokoh Rasionalisme
1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia
dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli
dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai
adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada
kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada metode berpikir yang pasti.
Menurut Descartes rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun
yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena
rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang
keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan
suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau
hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza
maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi
sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof
Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat
tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza
akan tetapi tidak menerima paham serba Tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang
mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk
menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini
semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.
3. Implikasi Aliran Rasionalitas Dalam Dunia Pendidikan
Seperti kita ketahui bahwa Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional.
Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam
nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau pasti.
Penolakan terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua
khayalan atau angan-angan yang mungkin (all possible intelligebles).
Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama dengan yang bukan dirinya.
Prinsip berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak manusia lahir. Tertanam secara kodrati dan
spontan. Dan selalu hadir kapan saja fikiran digunakan. Dan ini harus selalu diterima kapan saja realitas apapun
dipahami. Bahkan, lebih jauh, prinsip ini sesungguhnya adalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud (the
very property of being). Tidak mengakui prinsip ini, yang biasa disebut dengan prinsip non-kontradiksi, akan
menghancurkan seluruh kebenaran dalam alam bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak menerimanya
berarti meruntuhkan seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat, sains dan teknologi, dan seluruh pengetahuan
manusia.
Rasionalisme mencapai puncaknya melalui Rene Descartes yang terkenal dengan adagiumnya: Cogito,
ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada). Ia beranggapan bahwa pengetahuan dihasilkan oleh indra. Tetapi
karena indra itu tidak dapat meyakinkan, bahkan mungkin pula menyesatkan, maka indra tidak dapat
diandalkan. Yang paling bisa diandalkan adalah diri sendiri. Dengan demikian, inti rasionalisme adalah bahwa
pengetahuan yang dapat diandalkan bukan berasal dari pengalaman, melainkan dari pikiran.

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan berikut ini :
1. Dalam dunia Filsafat ada aliran yang dinamakan Rasionalisme. Yaitu sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme atau gerakan
rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian,
logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme
mencapai puncaknya melalui Rene Descartes yang terkenal dengan adagiumnya: Cogito, ergo sum (Aku
berpikir, maka aku ada).
2. Adapun tokoh-tokoh penganut aliran Filsafat Rasionalisme ini adalah, pertama Rene Descartes.
Menurut Descartes rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar
itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja
yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme. Kedua adalah Spinoza, Ia lepas
dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasarkan rasionalisme untuk
mencapai kebahagiaan bagi manusia. Dan tokoh ketiga adalah Leibniz. Ia berpegang kepada faham Monaden.
Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri
3. Imlikasi aliran Filsafat Rasionalisme terhadap dunia pendidikan adalah pola pikir untuk mencapai
atau mencari suatu kebenaran. Dan media untuk mencapai kebearan itu melalui rasio dan logika. Logika adalah
kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional. Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang
mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir
dalam logika bersifat niscaya atau pasti.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Syadali Ahmad M.A 2004 filsafat umum. Bandung, pustaka setia
Prof. Dr. Tafsir Ahmad 2007 Filsafat Umum, bandung PT. Remaja Rasda Karya
M. zulpajri kms lengkap BI aneka ilmu cet.2008 696.
FILSAFAT REALISME DALAM PENDIDIKAN
1.1 Latarbelakang
Sejarah filsafat menunjukkan bahwa tidak hanya satu filsafat yang berkembang, melainkan banyak jenis
aliran atau mazhab filsafat. Dalam filsafat ditemukan adanya aliran seperti idealisme, realisme, materialisme,
pragmatisme, eksistensialime, dan sebagainya. Dengan demikian, pendekatan filosofis dalam memaknai teori
pendidikan akan didasari oleh berbagai aliran filsafat tersebut. Dalam mempelajari dan mengembangkan teori
pendidikan perlu dipahami aliran-aliran filsafat yang melandasinya. Kiranya kegiatan pendidikan tidak sekedar
dipandang sebagai gejala sosial yang bersifat rasional semata akan tetapi ada sesuatu yang mendasarinya.
Peranan filsafat dalam mendasari teori ataupun praktek pendidikan merupakan salah satu sumbangan
berharga bagi pengembangan pendidikan. Dengan memperhatikan uraian di atas, salah satu pertanyaan yang
muncul adalah: Bagaimana aliran-aliran filsafat melandasi teori pendidikan? Pertanyaan tersebut akan
dijawab dengan mengkaji pemikiran tentang teori pendidikan menurut aliran-aliran filsafat yang ada. Di antara
sekian banyak aliran filsafat, kajian ini akan difokuskan untuk membahas pemikiran tentang teori pendidikan
menurut aliran filsafat realisme.

1.2. Rumusan Permasalahan


1. Bagaimanakah tujuan filsafat dalam pendidikan?
2. bagaimanakah latarbelakang munculnya filsafat realisme?
3. bagaimanakan implikasi Filsafat realisme dalam pendidika

2.2 Latarbelakang Filsafat Realisme


Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa
hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian,
yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar
manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.
Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken,
Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill
2.2.1 Realisme Klasik
a. Aristoteles (384-322 SM)
Menurut Aristoteles, gagasan-gagasan (atau bentuk-bentuk), seperti ide tentang Tuhan atau ide-ide
tentang sebuah pohon bisa ada walaupun tanpa materi, tapi tidak ada materi yang ada tanpa bentuk. Setiap
bagian dari materi memiliki baik sebuah sifat penting/tertentu yang menyuluruh. Sifat penting dari sebuah biji
pohon, sebagai contoh, merupakan hal-hal yang penting bagi biji dan itulah perbedaan biji dari semua biji yang
lain. Sifat-sifat ini termasuk ukuranya, bentuk, berat dan warna. Tidak ada biji yang serupa sama sekali, jadi
kita bisa mengatakan bahwa beberapa sifat penting dari suatu biji sebagaimana perbedaan yang mendasar
dari hal hal pada semua biji yang lain. Hal ini bisa disebut dengan bebijian dan itu adalah hal yang universal
dengan semua biji yang lain. Mungkin hal ini bisa dipahami lebih baik dengan mengembalikan pada manusia
pada poin ini. Aristoteles menentang bahwa bentuk adalah benda, sifat universal dari suatu objek (benda),
berada tetap dan tidak pernah berubah padahal komponen-komponen penting sungguh (bisa) berubah. Henri
Bergson berbicara tentang sebuah hal mendasar atau prinsip dasar bahwa setiap objek memilikit dan
mengarahkanya pada istilah yang memenuhi/mengisi tujuanya. Ini bisa dilihat dalah perkembangan yang
benar pada sebuah biji yang mengisi tujuannya dalam menjadi sebuah pohon. Ia harus mengambil sejumlah
sinar matahari dan air yang cukup, ia harus membentuk akarnya semakin dalam dan ia harus menerima
makanan denan cara yang pas/tepat. Masing-masing objek, Aristoteles berpikir, memiliki sebuah jiwa yang
sempit yang mengarahkannya dalam jalan yang tepat.
Untuk mencapai struktur realitas yang independent (bebas), Aristoteles melakukan proses yang logis.
Plato menggunakan dialektik untuk mempersatukan dugaan-dugaan yang benar tentang kebenaran.
Aristoteles telah memperhatikan masalah kebenaran juga dan dia mencari aksesnya melalui usaja untuk
menyaring dialektik. Metode yang logika yang dia kembangkan adalah Silogisme. Pada dasarnya, silogisme
adalah sebuah metode untuk menguji pernyataan-pernyataan yang logis.
Pada dasarnya, metode logika Aristoteles adalah deduktif; yaitu, itu berasal dari kebenaranya dari
keumuman, seperti semua manusia musnah. Satu permasalahan dengan metode ini ialah bahwa jika dasar
pikiran/premis pokok adalah kesalahan maka kesimpulannya akan menjadi salah. Sebuah temuah yang berasal
dari penentuan kebenaran pada pokok dasar pemikiran; Dengan metode apakah kita bisa mengujinya dengan
akurat? Jika kita melanjutkan menggunakan silogisme, kita juga harus terus menyandarkan diri pada dasar
pemikiran umum yang tak-terbukti. Metode logika Aristoteles menemui perbedaan dengan desakanya yang
mana kita pahami lebih baik dari (prinsip umum) dengan mempelajari objek-objek materi ilmiah. Dalam contoh
berikut ini, kebenaran Arisototeles adalah induktif; yaitu, kita menemukan kebenaran dengan cara-cara
tertentu atau sebuah proses berasal dari hal-hal yang khusus ke yang lebih umum. Silogismenya,
bagaimanapun berasal dari keumuman (semua manusia musnah) ke kesimpulan yang khusus (Socrates
mati/musnah). Masalah metode logika ini merupakan kayu penghalang bagi para pemikir (ilmuan) selama
berabad-abad. Pendekatan silogistis membimbing pada sejumlah kesalahan atau posisi yang tak dapat
dipertahankan. Tidaklah hingga abad ke-16 tatkala Francis Bacon menemukan sebuah pendekatan induktif
yang lebih cocok.
.

b. Thomas Aquinas (1225-1274)


Thomas Aquinas lahir dekat Napoli, Italia pada tahun 1225. pendidikan formalnya dimulai pada saat
berumur lima tahun ketika dia dikirim ke kerajaan Benedictin di Monte Casino. Lalu, dia belajar di Universitas
Napoli dan pada tahun 1244 dia menjadi seorang biarawan Dominican, mengabdikan kehidupannya untuk
beribadah. Hidup dalam kemiskinan dan pekerja keras intelektual. Pada tahun 1245 dia dikirim ke Universitas
di Paris, disana dia belajar dibawah bimbingan Albertus Magnus, seorang cendikiawan pengikut folosofi
Aristoteles yang terkenal. Dia belajar dan mengajar pada Universitas di Paris hingga tahun 1259, ketika orang-
orang Dominic mengirimnya kembali ke Italia untuk membantu mengatur kurikulum bagi sekolah-sekolah
Dominic. Dia kembali lagi ke Paris pada tahun 1268 dan dia dikenal dan diingat dalam kehidupanya sebagai
seorang Profesor teologi dan sebagai seorang pemimpin eduakatif bagi orang-orang Dominic. Dia meninggal
pada tanggal 7 maret tahun 1274.
Pusat pemikiran Aquinas adalah pemikiran Nasrani bahwa setiap kita dilahirkan dengan jiwa yang
abadi meneruskan pemikiran idealisme Platonis sama baiknya dengan pemikiran relisme pengikut Aristoteles,
dia berpendapat bahwa jiwa memiliki sebuah pengetahuan dalam yang hanya bisa dikeluarkan untuk
menjelaskan kehidupan manusia lebih lengkap. Tujuan utama dari pendidikan, seperti Aquinas melihat itu,
adalah kesempurnaan manusia dan reuni terakhir jiwa manusia dengan tuhan. Untuk mengembangkan ini, kita
harus mengembangkan kapasitas akal dan melatih kesadaran (intelegen). Disinilah realisme Aquainas datang
berdiri digaris terdepan, karena dia memegang realitas manusia bukan spiritual atau mental tapi juga psikal
dan alami.
2.2.2 Perkembangan Realisme Modern
Salah satu pokok masalah pada realisme klasik ialah kegagalannya dalam mengembangkan sebuah
metode yang cukup dalam pemikiran induktif.Sementara orang orang klasik telah mampu mengembangkan
tesis bahwa realitas pengetahuan dan nilai bisa/boleh diketahui dengan mempelajari sifat-sifat, mereka masih
terbelenggu dalam gaya berpikir deduktif yang esensial,mereka sering memiliki kebenaran-kebenaran mereka
saat memulai,tidak pernah meragukan bahwa itu adalah sebuah sebab utama atau sebuah penggerak yagn tak
bisa digerakkan,realisme modern mengembangkan keluar percobaan-percobaan untuk mengoreksi beberapa
kesalahan-kesalahan, dan itu bisa dikatakan usaha/percobaan-percobaan korektif sebagaimana pada inti hari
ini yang kita namai revolusi ilmiah yang menjalar dibudaya barat,semua filisuf sebuk berbicara denga usaha-
usaha ini, mungkin dua pemikir realis yang termuka yaitu francis Bacon dan Jhon locke, terlibat dalam
pengembangan metode-metode berpikir yang sistematis dan cara-cara meningkatkan pemahaman manusia.

a. Francic Bacon (1561-1626)


Frncic Bacon bukan hanya seorang filosuf tapi juga politisi di istana Elizabet I dan Jamel I sejarah menunjukkan
Francic Bacon tidak hanya berhasil dalam usaha-usaha politisnya ( dia dipindhakan dari kantornya karena
tingkah lakunya yang memalukan),karena catatannya dalam perkembangan filosofis agak lebih impresif
(mengesankan ),latihan-latihan filosofis Bacon adalah ambisius meskipun tidak ada kecondongan dalam
bidangnya,dia mengklaim untuk mengambil semua pengetahuan seperti lapangan penyelidikannya yang
hampir dia mencapai kesaksian bagi kejeniusannya.Barangkali,karyanya yang paling terkenal adalah Novum
Organum, yang mana didalamnya dia menentang logika pengikut Ariestoteles.
Bacon menyerang pengikut Aristoteles untuk memberi masukan terhadap perkembangan sains yang
lesu, permasalan dengan teologi adalah yang diawali dogmatis dan sebuah asumsi pendahuluan dan
kemudian menarik keimpulan bagaimana juga, bacon menuduh bahwa sains(ilmu) tidak dapat meneruskan
cara/ jalan ini,karena sains harus memperhatikan inguiri( penyelidikan) yang murni dan sederhana,inguiri tidak
dibatasi dengan dugaan-dugaan yang dipertimbangkan,bacon berpedoman bahwa sains harus mulai dengan
gaya ini dan harus mengembangkan metode-metode penyelidikan yang bisa diterima/ dipercaya,kita bisa
bebas dari ketergantungan dengan kejadian pada bakat-bakat yang jarang dan mampu mengenmbangkan
melalui kegunaan metode tersebut. Bacon meyakini pengetahuan adalah kekuatan dan itu melalui
pengakuan pengetahuan yang kita bisa sesuaikan secara kebih efektif dengan masalah-masalah dan kekuatan
yang menyerang disetiap sisi untuk mernyempurnakan hal-hal ini, dia menemukan apa yang dia sebut metode
induktif.
b. JHON LOCKE (1632-1704)
Masukan-masukan Locke ke dalam realisme berupa penyelidikan-penyeledikanya terhadap keberdan
dan kepastian pengetahuan manusia,dia menemukan keaslian gagasan objek pemikiran,dan apapun yang akan
punya akal,saat lahir,akal/otak adalah bagai sebuah kertas putih kosong,yang diperoleh dari sumber-sumber
yang bebas pada akal(otak) atau diperoleh sebagai sebuah refleksi dari pemgalaman dengan melalui cara
refleksi dan sensasi.
Locke tidak sepenuhnya mengingatkan dirinya dengan kealamian akan itu sendiri tapi lebih
memfokuskan pada bagaimana gagasan-gagasan atau pengetahuan dapat diperoleh oleh akal,objek ekternal
yang ada,dia berpendapat dan mencirikannya dengan dua jenis kualitas: kualitas primer,seperti
kesolidan,ukuran dan gerakan;dan kualitas sekunder,seperti warna,rasa,bau,suara,dan kualitas indera yang
lain,kita bisa menyebut kualitas primer sebaik subyektif(tergantung langsung penglaman kita tentang mereka).
Locke seorang pemikir emperis,dia memperhatikan hal nyata dan praktis tapi dia tidak membenarkan
idealisme yang abstrak pada akhirnya,apa yang kita tahu adalah apa yang kita alami kita mengenal sifat-sifat
pada benda,apakah itu sebagai materi sifat tambahan data yang ada dalam otak/akal menjalankan data
pengalaman,dank arena mereka datang tanpanya,akal dapat menggabungkan dan menyusun pengalaman dan
bisa menjadikan kesadaran pada gerakan-gerakannya.Dengan demikian,pengetahuan tergantung pada sensasi
dan refleksi.
a. Alfred North Whitehead (1861-1947)
whitehead berusaha untuk menyatukan pertentangan filsosofis sperti tinjauan subyektif dan obyektif
dan dia percaya bahwa kita harus mengenali kedua aspek itu. Dia menolak sebuah realitas yang dibagi dalam
dua cabang, karena mengenai sebuah individualitas pada sebuah benda dan hubungan atau aspek-aspek
universal hal-hal itu sendiri. Apa yang dia tolak ialah terlalu jauhnya petunjuk pada kerusakan terhadap yang
lainnya. Dia menolak pemisahan mental kedalam sebuah bidang itu sendiri. Karena kegiatan mental harus di
pandang dlaam konteks pengalman. Dia lebih memilih realisme sebagai filsafat karena dia berpikiran itu
membantu orang memperbaiki kelebihan pemikiran yang subyektif.
b. Bertrand Russell (1872-1970).
Russell adalah seorang tokoh yang controversial. Selama perang dunia ke 1, dia dipenjarakan karena
kegiatan-kegiatan perdamaian. Kebenciannya atas moralitas para juara, khususnya pandangannya dalam seks
dan pernikahan, sering mengantarkannya kedalam konflik dengan teman sebayanya yang berwarga Inggris.
Pada tahun 1960an dia ada di pusat pergerakan Larang Bom dan menentang perang anti Vietnam di inggris
dan eropa.
Dalam banyak pandangan Russell adalah seorang maverick (organisasi yang tidak konvensional).
Dimana Whitehead menyimpulkan bahwa alam semesta dicirikan dengan bentuk, begitu juga Russell. Tapi
Russell merasa bahwa bentuk atau pola ini bisa dibuktikan dengan penelitian analisa matematis. Ada sebuah
keharusan yang dipegang bahwa untuk menggabungkan logika dan matematika dengan begitu bentuk bisa
dilihat baik secara verbal dan matematis..
2.2 Implikasi Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan
tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah:
1. Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan
material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan (pluralisme);
2. Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah
organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir
3. Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan
manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran.
4. Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan
pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam
kehidupan..
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan John locke bahwa akan
pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima
impresi dari lingkungan. Oleh karena itu pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap
individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan dalam
realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi behavioristik kedalam ruang pengajaran.
(Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 143).
Menurut alairan realisme murid adalah yang mengalami inferiorisasi berlebih sebab dia dipandang
sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Disini dalam pengajaran
setiap siswa akan subjek tidik tak berbeda dengan robot, ia mesti tunduk dan patuh setunduk-tunduknya
untuk diprogram dan mengerti materi-materi yang telah di tetapkan sedemikian rupa.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan:
penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial; (2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan
yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis; (3) Metode: Belajar tergantung pada
pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning
(Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan; (4) Peran peserta didik adalah menguasai
pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam
belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik; (5) Peranan pendidik adalah
menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik

Bab 3. KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya, pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Kegiatan tersebut
dilaksanakan untuk menstransformasi nilai-nilai yang dimaksud meliputi nilai-nilai religi, budaya sains dan
teknologi, seni dan keterampilan. Namun, tanpa filsafat pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak tau
apa yang harus dikerjakan.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan John locke bahwa akan
pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima
impresi dari lingkungan. Oleh karena itu pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap
individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan dalam
realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi behavioristik kedalam ruang pengajaran.
3.2 Saran
Seorang pendidik harus mempunyai bekal filsafat dan memperkaya dengan teori-teori pembelajaran.
Pendidikan dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi behavioristik kedalam
ruang pengajaran dan tekanan-tekanan hidup yang terarah dalam pengaturan-pengaturan serta keteraturan
yang bersifat mekanistik. Sehingga diperlukan Paradigma baru pendidikan yang menarik dan memanfaatkan
potensi siswa berdasarkan pengalaman adalah pembelajaran kontruktivisme.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. Asmoro. 2009. Filsafat umum. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.
Bernadib, Imam. 1976. Filsafat pendidikan. Yogyakarta. Karang Malang
Dewey. J (1964). Democracy in Education. Newyork: The Mc Millan Company.

Drijarkasa. 2011. Filsafat manusia.Yogyakarta. kanisius.

Gandhi HW, TW. 2011. Filsafat pendidikan mazhab-mazhab Filsafat pendidikan. Jojakarta. Ar-ruzzmedia.
Henderson, Stella van Petten, 1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of
Chicago Press.

J. Waluyo. 2007. Pengantar filsafat ilmu (buku Panduan mahasiswa). Salatiga. Widya Sari.
Mudyahardjo, R., (2001). Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Power, E. J. (1982). Philosophy of Education. NewJersey: Prentice Hall Inc.

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta.


----------------- (2004). Pengantar Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta

Você também pode gostar