Você está na página 1de 9

AMEBIC LIVER ABSCESS: PRESENTASI BERBEDA DAN PENANGANAN

TERKINI
Milind Kumar Sinha

Abstrak
Pendahuluan: Amebic liver abses (ALA) adalah manifestasi ekstraintestinal
paling umum dari Entamoeba histolytica. Karena presentasi yang sangat
bervariasi, maka diagnosa ALA secara akurat sulit untuk dilakukan. Oleh
karena itu, diagnosis ALA dini dan benar menjadi sangat penting untuk
menghindari komplikasi serius.
Bahan dan Metode: Penelitian ini dilakukan pada 64 kasus ALA yang
dirawat di Departemen Bedah MGM Medical College and Hospital,
Jamshedpur, antara bulan Maret 2012 hingga April 2016. Semua kasus
dengan diagnosis ALA yang terkonfirmasi dimasukkan dalam penelitian ini.
Hasil: Enam puluh empat kasus ALA dikaji selama periode waktu 4 tahun
dengan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 9.6: 1. Usia berkisar
antara 15 sampai 65 tahun (usia rata-rata 35 tahun). Sebanyak 58 laki-laki
(90.63%) dan 6 perempuan (09.37%). Kelompok usia 31 sampai 40 tahun
menunjukkan kejadian ALA tertinggi sebanyak 43.75% kasus. Nyeri paling
umum terletak di hipokondrium kanan sebanyak 44 (68.75%) pasien, demam
teramati pada 50 kasus (90.63%), dan diare yang juga terjadi bersamaan
sebanyak 40.62% pasien. Rongga abses soliter ditemukan pada 59 (92.18%)
kasus. Lobus kanan pada hati melibatkan 55 (85.93%) pasien. Dalam
penelitian ini, 40 pasien (62.5%) merupakan pecandu alkohol kronis.
Komplikasi pleuropulmonary seperti atelektasis kanan dan efusi pleura akibat
ALA adalah komplikasi paling umum yang ditemukan pada 22 pasien
(34.37%). Ini diikuti dengan ruptur absorpsi intraperitoneal pada 15 pasien
(23.43%). Komplikasi lainnya adalah jaundice sebanyak 12 kasus, asites 10
kasus, abses subphrenic 3 kasus, dan ruptur intrapletural 2 pasien.
Kesimpulan: ALA memiliki presentasi klinis yang sangat bervariasi. Ciri khas
ALA meliputi rasa sakit/nyeri, demam, dan hepatomegali lunak yang tidak
spesifik. Indeks kecurigaan klinis yang tinggi pada pasien dari daerah
endemik dan kelas sosioe-konomi rendah dikombinasikan dengan
ultrasonografi, ultrasound-guided aspiration, dan CT-scan akan memperbaiki
akurasi diagnostik untuk mengurangi komplikasi katastropik akibat
keterlambatan diagnosis.
Kata kunci: Amebic lives abscess, update manajemen, presentasi berbeda

PENDAHULUAN
Amebic liver abscess (ALA) adalah manifestasi ekstraintestinal
menempati ruang inflamasi paling umum dari protozoa Entamoeba histolytica.
10% dari populasi dunia memiliki E. histolytica di usus besar mereka, 10% di
antaranya dapat mengembangkan amoebiasis invasif, dan 1 - 10% dari
pasien ini mengembangkan abses amebic di hati mereka. ALA biasa terjadi di
negara tropis dan karena kepadatan penduduk serta sanitasi yang buruk.
Colon adalah tempat awal infeksi. Protozoa mencapai hati melalui vena
portal. Amebiasis mungkin melibatkan situs/tempat lain, namun hati adalah
tempat yang paling umum dari infeksi ekstraintestinal. ALA memiliki
presentasi yang sangat bervariasi sehingga menyebabkan kesulitan dalam
hal diagnostik. Seperti yang dijelaskan oleh Berne, ALA dapat meniru
kolesistitis akut, perforated peptic ulcer, hepatitis akut, maligansi biliary tree,
hati, usus besar, atau perut, sirosis, kista hidatid, pseudokista pankreas,
pneumonia, pleuritis akut dengan efusi, empiema, penyakit paru-paru kronis,
tuberkulosis, dan pireksia yang tidak diketahui asal usulnya. Diagnosis ALA
secara dini dan benar menjadi sangat penting karena diagnosis dan
pengobatan yang tertunda bisa menyebabkan komplikasi. Meskipun ada
peningkatan yang luar biasa dalam akurasi diagnostik, diagnosis yang
tertunda terus terjadi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui presentasi klinis
yang berbeda dan penanganan penyakit yang akurat untuk mengobati kasus
ini lebih dini agar tidak terjadi komplikasi.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilakukan pada 64 kasus ALA yang dirawat di
Departemen Bedah MGM Medical College and Hospital, Jamshedpur antara
bulan Maret 2012 hingga April 2016. Semua kasus dengan diagnosis ALA
yang terkonfirmasi dimasukkan dalam penelitian ini. Diagnosis ALA
didasarkan pada gejala klinis dan tanda-tanda seperti penurunan berat
badan, demam, sakit perut, tnederness, hasil ultrasound, radiologi, aspirasi
characteristic anchory sauce pus on needle aspiration, dan tidak adanya
bakteri dan neutrofil pada mikroskopi, dengan uji serologis dan respon yang
baik terhadap terapi dengan obat amebicidal spesifik seperti yang ditunjukkan
oleh hilangnya gejala klinis.
Data pasien seperti usia, jenis kelamin, dan ciri klinis termasuk durasi,
tanda-tanda vital, temuan fisik dan data laboratorium, ultrasound, rontgen
dada, studi aspirasi lesi jika lebih besar dari 5 cm, computerized tomography
(CT) scan, dan hasil pengobatan serta komplikasi dicatat dalam kuesioner
yang telah disiapkan sebelumnya.

HASIL
Enam puluh empat kasus ALA dimasukkan dalam penelitian ini.
Semua pasien berasal dari kelompok dengan sosio-ekonomi rendah. Usia
berkisar antara 15 sampai 65 tahun (usia rata-rata 35 tahun). Kelompok usia
31-40 tahun menunjukkan kejadian tertinggi sebanyak 28 (43.75%) kasus.
Distribusi umur dan jenis kelamin ditunjukkan pada Tabel 1.
Ada 58 laki-laki dan 6 perempuan (rasio laki-laki terhadap perempuan
= 9.6: 1).
Durasi gejala berkisar antara 10 sampai 110 hari. Tujuh belas pasien
(26.56%) ditunjukkan dalam 15 hari, 41 pasien (64.06%) dalam 30 hari, dan 6
pasien (9.37%) setelah 6 minggu timbulnya gejala.
Sebagian besar pasien mengalami nyeri perut dan tenderness (Tabel
2 dan 3). Rasa sakit atau nyeri itu paling sering ditemukan pada
hipokondrium kanan yakni 44 (68.75%) pasien, pada keseluruhan perut 7
(10.93%) pasien, dada bagian bawah 4 (625%), dan pada hipokondrium kiri 4
(6.25%) pasien. Intercostal tenderness terlihat pada 48 pasien (75%).
Demam ditunjukkan sebanyak 58 (90.63%) kasus. Serangan baru diare
ditunjukkan pada 26 (40.62%) pasien.
Tabel 1: Distribusi usia dan jenis kelamin pasien dengan ALA
Usia (dalam n(%)
tahun) Laki-laki Perempuan Total
<20 1 (1.56) 1 (1.56) 02 (03.13)
21-30 4 (6.25) 1 (1.56) 05 (07.81)
31-40 25 (39.06) 03 (4.68) 28 (43.75)
41-50 16 (25.00) 01 (1.56) 17 (26.56)
51-60 10 (15.62) 00 (0.00) 10 (15.62)
>60 02 (03.13) 00 (0.00) 02 (03.13)
Total 58 (90.63) 06 (9.37) 64 (100)

Tabel 2: Gejala yang hadir dengan ALA


Gejala Jumlah Pasien (%)
Nyeri perut 59 (92.18)
Demam 58 (90.63)
Anoreksia 59 (92.18)
Nausea 58 (90.63)
Diare 26 (40.62)
Jaundice 10 (15.62)
Batuk 06 (09.37)

Tabel 3: Tanda-tanda pasien pada saat masuk


Tanda-tanda Jumlah Pasien (%)
Right hypochondrium tenderness 59 (92.18)
Acute abdomen 58 (90.63)
Icterus 59 (92.18)
Ascites 58 (90.63)

Rongga abses soliter ditemukan pada 59 (92.18%) kasus. Lobus


kanan pada hati melibatkan 55 (85.93%) pasien.
Komplikasi Pleuropulmonary seperti atelektasis kanan dan efusi pleura
akibat ALA adalah komplikasi paling umum yang ditemukan pada 22 pasien
(34.37%). Hal ini diikuti oleh ruptur absorpsi intraperitoneal sebanyak 15
pasien (23.43%). Komplikasi lainnya adalah jaundice yakni 12 kasus, asites
10 kasus, abses subphrenic 3 kasus, dan ruptur intrapletural 2 kasus.
Dalam penelitian kami, kematian 4.68% (3 pasien) diamati karena
ruptur abses intraperitoneal yang menyebabkan diagnosis tertunda.
Ultrasonografi (Gambar 1) dilakukan pada semua kasus, namun ALA
hanya melakukan diagnostik pada 46 pasien (71.87%). Semua pasien
menjalani pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan tinja, tes fungsi hati, tes
fungsi ginjal, dan X-ray Chest. CT-scan diperlukan pada beberapa kasus
yang sulit dan pada pasien yang mengalami ruptur intraperitoneal ALA yang
menyebabkan kesulitan dalam diagnosis ultrasonografi. Laparotomi dilakukan
pada 16 (25%) kasus untuk ALA rupture dan aspirasi yang gagal. Pasien
dengan ALA yang lebih kecil (< 5 cm) merespon cukup baik dengan dosis
metronidazol lebih tinggi (800 mg tiga kali sehari) selama sepuluh hari.
Mereka yang memiliki ukuran ALA lebih dari 6 cm diobati dengan ultrasound-
guided aspiration dan metronidazole. Ruptur intrapleural ALA diobati dengan
water-sealed intercostal drainage. Sebagian besar pasien ditindaklanjuti
selama lebih dari 6 bulan, namun pada 14 (21.87%) kasus, rongga ALA
residual terlihat pada ultrasonografi. Ada 3 (4.68%) kematian pada kelompok
ini.

Gambar 1: Amebic liver abscess ditunjukkan dengan ultrasound

Gambar 2: (a dan b) amebic liver abscess seperti ditunjukkan dengan


computerized tomography scan
PEMBAHASAN
ALA banyak terjadi di subkontinental India. Karena ALA memiliki
banyak presentasi, maka lebih sering mempersulit infeksi colon asimtomatik
dibandingkan simtomatiknya dan inilah alasan utama mengapa penyakit ini
dapat terabaikan atau salah diagnosis. Penelitian ini telah menunjukkan pola
ALA serupa dengan penelitian lain dalam hal usia, jenis kelamin, jumlah,
ukuran, lokasi, dan pola ultrasonografi. Meskipun penyakit ini terjadi pada
semua kelompok usia, dalam penelitian ini, kelompok usia paling umum
adalah 31-40 tahun. Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 9.6:1. Rasa
sakit atau nyeri dan demam merupakan ciri paling umum dalam penelitian ini.
Oleh karena itu, rasa sakit dan demam pada pasien dewasa dengan status
sosio-ekonomi rendah meningkatkan kecurigaan ALA. Dalam penelitian ini,
lobus kanan pada hati paling sering dilibatkan yakni sebanyak 85.93% kasus
yang sesuai dengan penelitian lainnya. Diare hadir pada 40.62% pasien;
meskipun demikian, dilaporkan dalam penelitian lain sebanyak 12-33%
kasus.
Dalam penelitian ini, 40 pasien (62.5%) adalah pecandu alkohol
kronis. Ocshner dan De Bakey menghubungkan insiden yang lebih tinggi
pada laki-laki dengan alkoholisme, yang merupakan predisposisi hepatitis
dan trauma. Diobservasi bahwa pecandu alkohol memiliki abses yang lebih
besar, frekuensi komplikasi yang lebih besar, dan respons terhadap
pengobatan yang buruk.
Komplikasi pleuropulmonary terdiri dari atelektasis dan efusi pleura
kanan yang menyebabkan kejadian komplikasi tertinggi (34.37%). Hal ini di
diperkuat dengan 25-42% yang telah dilaporkan. Ruptur intraperitoneal ALA
dianggap sebagai komplikasi paling umum kedua yaitu sebesar 23.43%. Ini
mungkin karena kondisi sosial ekonomi yang rendah dan pelaporan mereka
yang terlambat ke rumah sakit. Icterus berkembang pada 12 kasus (18.75%)
dan asites pada 10 kasus (15.62%). Dalam penelitian ini dan juga yang lain
menunjukkan bahwa baik ikterus (jaundice) dan asites cenderung terjadi
paling sering dengan adanya abses multifokal, terutama bila hal ini terkait
dengan timpaan struktur hepatic hilar tubular.
Seperti fitur klinis, investigasi juga tidak sensitif dan tidak spesifik.
Menurut beberapa literatur, uji hemaglutinasi tidak langsung adalah positif
pada > 90% kasus, namun mungkin bernilai terbatas di daerah endemik.
Isolasi ameba adalah spesifik namun sangat sulit. Investigasi ini tidak
membantu dalam diagnosis dini dan tidak tersedia pada saat pengambilan
keputusan. Jadi, ALA sulit untuk didiagnosis dan mungkin keliru dalam
pemeriksaan klinis awal.
Ultrasonografi, terlepas dari observer yang murah dan aman, secara
luas diterima sebagai penyelidikan lini pertama untuk imaging focal hepatic
lesion dan juga abses hati. Hal ini terkait dengan biaya rendah, ketersediaan
yang lebih besar, dan akurasi yang tinggi. Hal ini berguna tidak hanya dalam
diagnosis dan intervensi tetapi juga dalam tindak lanjut kondisi dan untuk
menilai resolusi. Sensitivitas ultrasound hampir 92-97% . Namun demikian,
ciri ultrasonografi ALA dan lesi yang mendiami ruang hati pada hati, misalnya
hepatoma, abses hati pyogenic mungkin tumpang tindih. Kombinasi temuan
ultrasonografi dengan gambaran klinis dan analisis aspirasi meningkatkan
sensitivitas. Saat ini, ketersediaan CT-scan (Gambar 2a dan b) juga memiliki
peran penting namun mungkin tidak tersedia di daerah terpencil di mana
kecurigaan klinis, hanya penyelidikan laboratorium yang digunakan. Oleh
karena itu, dalam hal ini, diagnosis diferensial lainnya juga harus selalu
diingat.

KESIMPULAN
ALA memiliki presentasi klinis yang sangat berbeda/bervariasi. Ciri
khas ALA meliputi nyeri/rasa sakit, demam, dan hepatomegali lunak yang
tidak spesifik. Indeks kecurigaan klinis yang tinggi pada pasien dari daerah
endemik dan kelas sosio-ekonomi rendah dikombinasikan dengan
ultrasonografi, ultrasound-guided aspiration, dan CT-scan akan memperbaiki
akurasi diagnostik untuk mengurangi komplikasi katastropik akibat diagnosis
yang lambat. Dosis tinggi metronidazol (800 mg) tiga kali sehari selama 10
hari dengan ultrasound-guided aspiration ditemukan paling kuratif.

Você também pode gostar