Você está na página 1de 11

AGROEKOSISTEM LAHAN KERING

DAN
AGROEKOSISTEM HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Paper ini disusun sebagai syarat mengikuti mata kuliah Teknik Produksi Pertanian

Disusun Oleh:
Febi Yogaswara
20160220051

PROGRAM STUDI S-1 AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Ir. Suwasono Heddy M.S dalam bukunya yang berjudul Agroekosistem
masalah dan solusinya disebutkan bahwa agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan
agro. Sistem adalah suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan satu
sama lain dan mempengaruhi sehingga diantarannya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah
ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan agro
atau yang biasa diartikan sebagai pertanian berarti kegiatan produksi/industri biologis yang
dikelola manusia dengan obyek tanaman dan ternak. Pengertian lainnya adalah lingkungan
buatan untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai
pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak langsung melalui tanaman dan ternak.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa agroekosistem merupakan kesatuan lingkungan
pertanian yang tersusun dari komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (makhluk tak
hidup) yang saling berinteraksi serta manusia dengan sistem sosialnya yang tidak dapat
dipisahkan dengan komponen-komponen tersebut. Pengertian agroekosistem yang paling
sedehana dan mudah dimengerti ole petani adalah hubungan timbal balik antara komponen
biotik dan abiotik serta manusia pada suatu lingkungan pertanian (Suwasosno, 2000).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Agroekosistem Lahan Kering
A. Pengertian
Lahan kering sering diartikan sebagai lahan yang juga dapat digunakan untuk usaha
pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya bergantung dari curah
hujan.secara teoritis, lahan kering di Indonesia lahan kering dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu : (1) Lahan kering beriklim basah, banyak ditemui di kawasan Indonesia bagian barat, (2)
Lahan kering beriklim kering, banyak ditemui di kawasan Indonesia bagian timur. Banyak
tifologi wilayah pengembangan lahan kering yang terdapat di dua kategori tersebut. Namun
wilayah pengembangan lahan kering yang dominan di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan
potensi dan dominasi vegetasinya. Penggunaan lahan sangat membutuhkan sistem pengelolaan
yang tepat dan sejauh mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan dan dapat menjamin
kelestarian sumber daya alam tersebut untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada
sistem lingkungan tanah, usaha-usaha yang perlu dikerjakan ialah rehabilitasi, pengawetan,
perencanaan, dan pendayagunaan lahan yang optimum serta dapat dimanfaatkan.
Lahan kering dibagi menjadi empat kategori, yaitu :
1. Hyper Arid: indek kekeringan (rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial)
0.03, tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa rumpun rumput di daerah lembah,
penggembalaan ternak berpindah-pindah, hujan tahunan rendah (di bawah 100 mm/tahun),
serta hujan terjadi tidak menentu, bahkan kadang-kadang tidak terjadi hujan sepanjang
tahun. Daerah ini terdapat di pe-gurun-an Saudi Arabia Rubul Kholi atau yang dikenal
dengan empty quarter.
2. Arid: indek kekeringan 0.03-0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan, kegiatan
pertanian dilakukan dengan irigasi tetes dan sprinkler, terdapat tanaman musiman dan
tahunan yang letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 300
mm.Terdapat di Jeddah, Saudi Arabia dan Negara-negara Timur Tengah pada umumnya.
3. Semi Arid: indek kekeringan 0.2-0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan pertanian denga
mengandalkan air hujan meski produktifitasnya masih rendah, terdapat kegiatan peternakan
komunal, dan curah hujan tahunan 300-800 mm.Biasanya terdapat di perbatasan daerah
tropis dan sub-tropis.
4. Sub Humid: indek kekeringan 0.5-0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan ke dalam area
lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang dekat dengan daerah lahan
basah. Di Indonesia kawasan timur memiliki karakter Sub-Humid, yang mana terdapat
beberapa kendala untuk budidadaya pertanian di daerah tersebut.

Pemanfaatan lahan serta tanah secara kurang teliti dapat menyebabkan lahan atau tanah
tersebut menjadi rusak (kritis) dan kehilangan fungsinya. Hilangnya fungsi produksi dari
sumber daya tanah dapat terus menerus diperbaharui, karena diperlukan waktu puluhan bahkan
ratusan tahun untuk pemulihan tanah yang diolah.

B. Komponen Penyusun
Lahan kering (tegalan) memiliki dua komponen penyusun, yaitu:
1. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-
benda tak hidup, komponen abiotik merupakan keadaan fisik dan kimia di sekitar organisme
yang menjadi medium dan substart untuk menunjang berlangsungnya kehidupan organisme
tersebut. Beberapa contoh komponen abiotik adalah cahaya matahari, air, udara,tanah,
topografi dan iklim.
a) Cahaya matahari
Tingginya radiasi cahaya matahari di daerah lahan kering mengakibatkan tingginya
evapotranspirasi, rendahnya suplai oksigen (O2) dan salinasi atau penggaraman di tanah.
b) Air
Hampir semua makluk hidup membutuhkan air. Karena itu, air merupakan komponen
yang vital. bagi kehidupan. Pada lahan kering, air yang terdapat dalam tanah dapat ditahan oleh
masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau keadaan drainase yang kurang baik. Rendahnya
curah hujan pada tegalan, akan menjadi ciri khas yang hanya memiliki keterbatasan air.
c) Tanah
Sifat fisik tanah pada lahan kering kurang baik yaitu berstruktur padat kelembapan
lapisan tanah atas (top soil) maupun lapisan tanah bawah (sub soil) rendah sirkulasi udara
agak terhambat dan kemampuan tanah untuk menyimpan air relative rendah. Lahan kering
sebagian besar terdiri dari tanah-tanah ultisol incaptisol atau alufial alfisol dan oksisol namun
tetap berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan yang produktif dengan pemilihan
teknologi dan jenis komoditi yang sesuai. Allufial merupakan tanah yang berkembang dari
bahan allufium muda (receen) mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tak teratur
dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60% pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan
tanah mineral. Tanah allufial hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami
banjir atau merupakan hasil endapan bahan-bahan kolluvial akibat angkutan dari daerah di
atasnya.
d) Suhu
Pada semua ekosistem, suhu sangat berpengaruh. Karena di ekosistem yang berbeda suhu
akan berbeda. Seperti pada tegalan, memiliki suhu yang cukup panas, sehingga jenis tanaman
yang dapat ditanam sangat sedikit.
e) Kelembapan
Kelembapan udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan asalkan kadar air cukup
tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%

2. Komponen biotik di dalam lahan kering.


a). Manusia
Manusia merupakan faktor komponen biotik yang paling kuat, karena manusia yang bisa
mengatur atau mengolah semua yang ada di bumi. Dalam hal ini, yang mengolah tegalan
adalah manusia. Bukan hanya agroekosistem tegalan saja yang harus diolah, tapi semua
agroekosistem.
b).Biota Tanah
Biota tanah juga dapat dikatakan sebagai salah satu komponen ekosistem lahan/tanah
yang berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis,
meningkatkan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dekomposisi sisa
organik, pencampuran partikel tanah, penyebaran mikroba, dan perbaikan struktur tanah.
Walaupun pengaruhnya terhadap pembentukan tanah dan dekomposisi bahan organik
bersifat tidak langsung, secara umum biota tanah dapat dipandang sebagai pengatur proses
fisik,kimiakmaupundbiokimiaddalamdtanah.
Biota tanah adalah kumpulan jasad hidup yang menjadikan tubuh tanah sebagai ruang
hidup untuk menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan ekologisnya. Biota tanah
merupakan salah faktor pembentuk tanah yang kegiatan ekofisiologisnya mengendalikan
aneka proses pedogenik tanah, antara lain melalui perombakan (mineralisasi),
menghancurkan dan merombak bahan organik (humifikasi, mineralisasi) dan mencampur
aduk bahan penyusun tanah.
c). Hewan Ternak
Lahan kering bisa juga menjadi tempat berlangsungnya keanekaragaman hayati dimana
terdapat beberapa hewan yang hidup di lahan kering.

C. Interaksi antar komponen


Interaksi dari berbagai komponen seperti biotik dan abiotik untuk mencapai
keseimbangan lahan kering pertanian. Kebutuhan pangan atau sumber nutrisi bagi faktor
biotik tersedia dengan adanya faktor abiotik tanah, air, unsur hara, dan anasir iklim yang
mendukung nutrisi dalam tanah maupun udara menjadi tersedia. Adanya daur unsur atau
daur biogeokimiawi di alam menunjukkan keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik.
Komponen biotik dan abiotik juga membentuk siklus, seperti siklus karbondioksida. siklus
ini berjalan untuk sebagai hasil interaksi komponen yang ada di dalam ekosistem.
Maka dalam hal ini interaksi antar komponen, antara komponen biotik dan komponen
abiotik saling berhubungan untuk meningkatkan kualitas di tanaman tersebut.
Beberapa interaksi antar komponen, yaitu:
1. Cahaya matahari
Semua jenis tanaman pasti membutuhkan cahaya matahari, karena matahari dapat
membuat tanaman akan tumbuh dengan baik.
2. Air
Tanaman di lahan kering pasti sangat membutuhkan air. Tanpa air di lahan kering
vegetasi tanaman tidak akan ada. Jenis tanaman di lahan kering juga sedikit sehingga
kebutuhan air sangat dibutuhkan.
3. Suhu
Suhu di lahan kering cukup panas sehingga tanaman yang ditanam tidak terlalu banyak
jenisnya. Hasil untuk tanaman tersebut sangat sulit untuk diperoleh karena suhu yang cukup
tinggi.
4. Tanah
Tanah yang cukup padat dan kering membuat tanaman di tanah yang kering sulit untuk
berproduksi.
5. Manusia
Manusia sangat berperan untuk agroekosiatem lahan kering, mulai dari penataan lahan,
pembibitan, penanaman, perawatan sampai pemanenan.
2.2. Agroekosistem Hutan Tanaman Industri
A. Pengertian
Hutan tanaman industri (HTI) adalah lokasi hutan produksi yang menerapkan budidaya
kehutanan (silvikultur) secara intensif untuk memenuhi bahan baku industri kehutanan, baik
kayu maupun non kayu. Di tengah semakin langkanya hutan produksi alam, HTI menjadi
tumpuan produksi hasil hutan masa depan.
Eksploitasi hasil hutan alam sejak dekade 70-an telah menjadi sumber pemasukan negara
yang signifikan. Dengan semakin pesatnya industri kehutanan, kayu yang dipanen dari hutan
alam semakin masif. Akibatnya, hutan produksi yang kebanyakan berupa hutan alam semakin
menyusut luasannya.
Sejak tahun 1990-an, hutan alam sudah tidak mungkin lagi memenuhi kebutuhan bahan
baku industri kehutanan. Oleh karena itu, pemerintah menggalakan program hutan tanaman
industri untuk memenuhi permintaan akan hasil hutan.
B. Komponen Penyusun
Karena ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya,
maka setiap ekosistem mempunyai komponen masing- masing. Ekosistem hutan juga memiliki
komponen- komponen yang menyusun ekosistem hutan itu sendiri. Komponen yang terdapat
dalam ekosistem hutan ini selain meliputi komponen biotik dan juga abiotik, juga dilihat lagi
dari segi makanan. Dari segi makanan, komponen ini dibedakan menjadi 2 macam yakni
komponen autotrof dan heterotrof. Komponen autotrof merupakan komponen yang mampu
menyediakan makanan sendiri, sedangkan komponen heterotrof merupakan komponen yang
selalau memanfaatkan bahan organik sebegai makanannya., berikut ini merupakan komponen
yang ada di dalam ekosistem hutan.

a) Komponen biotik
Komponen biotik atau komponen yang berupa makhluk hidup yang ada di ekosistem
hutan ini banyak sekali jenisnya, yakni tumbuhan, binatang, serta organisme- organisme
lainnya.
b) Komponen abiotik
Meskipun tidak hidup namun keberadaan komponen ini bisa mempengaruhi komponen-
komponen lain yang ada di ekosistem tersebut. Berikut merupakan komponen abiotik atau
komponen yang tidak hidup di ekosistem hutan, yaitu suhu, cahaya matahari, air, iklim, tanah,
angin, batu, dan lain sebagainya.
Berdasarkan makananya:
a). Komponen Autotrof
Kata autotrof ini berasal dari 2 kata, yaitu autros yang mempunyai arti sendiri, dan
juga tropikhos yang mempunyai arti menyediakan makanan. Sehingga komponen autotrof
yang terdapat dalam ekosistem hutan ini merupakan komponen yang mampu menyediakan atau
mensisntesis makanannya sendiri. Dalam membuat makanannya sendiri, komponen ini
menggunakan bahan- bahan anorganik. Kemudian dengan bantuan dari klorofil dan juga energi
dari sinar matahari, bahan- bahan anorganik tersebut diubah menjadi bahan- bahan makanan
organik. Dengan demikian, organisme yang termasuk ke dalam golongan autotrof ini pada
umumnya adalah mereka yang memiliki zat hijau daun atau korofil. Pengikatan yang dilakukan
oleh energi sinar matahari dan sistesis bahan organik menjadi bahan anorganik kompleks ini
hanya bisa dilakukan oleh komponene autrotrof saja. Contoh komponene autotrof yang ada di
ekosistem hutan adalah pohon dan rumput- rumputan.
b). Komponen Heterotrofik
Kata heterotrofik ini berasal dari dua kata, yaitu heteroyang berarti berbeda, lain,
maupun tidak seragam dan tropikhos mempunyai arti menyediakan makanan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa komponen heterotrofik ini merupakan komponen atau organisme yang
dalam hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan
organik yang digunakan untuk membuat makanan tersebut telah disediakan oleh organisme
atau makhluk lainnya. Dapat dikatakan juga komponen heterotrofik ini mendapatkan bahan
makanannya dari komponen autotrof. Sebagian dari anggota komponen heterotrofik ini akan
menguraikan bahan organik kompleks ke dalam bentuk bahan anorganik yang sederhana yang
nantinya akan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat makanan komponen autotrof.
Contoh komponen heterotrof yang ada dalam ekosistem hutan diantaranya adalah binatang,
jamur, dan juga jasad renik.
C. Interaksi Antar Komponen
Komponen biotik, abiotik,autotrof dan heterotrofik di dalam agroekosistem saling
berinteraksi untuk mencapai keseimbangan ekosistem pertanian khususnya hutan tanaman
industri. Kebutuhan pangan atau sumber nutrisi bagi faktor biotik tersedia dengan adanya
faktor abiotik tanah, air, unsur hara, dan anasir iklim yang mendukung nutrisi dalam tanah
maupun udara menjadi tersedia. Adanya daur unsur atau daur biogeokimiawi di alam
menunjukkan keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik.
Analisis Perbandingan Agroekosistem
a). Produktivitas
Dari segi produktivitas perbandingan antara lahan kering (Tegalan) dan lahan hutan
tanaman industri (HTI) perbedaannya tidak terlalu signifikan, jika lahan kering (Tegalan)
sangat tergantung pada curah hujan dan lahan hutan tanaman industri (HTI) proses
pertumbuhannya membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga produktivitas bergantung
pada bagaimana cara pengolahannya, jika pengolahannya benar dan baik maka produktivitas
akan tinggi. Produktivitas lahan berkesesuaian dengan kapasitas lahan. Serta dari segi ekonomi
pada agroekosistem hutan tanaman industri (HTI) lebih unggul.
b). Keberlanjutan
Dari sisi keberlanjutannya, tanaman pada agroekosistem lahan kering (Tegalan) sangat sulit
untuk bertahan hidup dikarenakan lahan kering (Tegalan) hanya mengandalkan curah hujan
saja. Sehingga untuk hasilnya sangat minim. Selain itu, tanaman hanya dapat ditanam pada
waktu-waktu tertentu. Dibandingkan dengan hutan tanaman industri (HTI), proses untuk
bertahan hidup lebih lama. Dikarenakan jenis tanamannya beragam dan tidak terlalu tergantung
pada curah hujan.
c). Stabilitas
Jumlah ekonomi dalam agroekosistem lahan kering (Tegalan) sangat rendah bila dibanding
dengan hutan tanaman industri (HTI). Karena hutan tanaman industtri (HTI) memiliki jenis
tanamannya yang lebih bervariasi dan memilki nilai jual yang cukup tinggi, berbeda dengan
lahan kering hanya berpaku pada satu jenis tanaman yang ditanam pada lahan tertentu dan
panen juga berdasarkan waktu-waktu tertentu.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kedua agroekosistem akan tumbuh
dengan baik apabila ditanam pada lingkungan yang sesuai dan dirawat dengan baik terutama
oleh manusia, karena manusia memiliki pengaruh yang cukup besar mulai dari proses hulu
sampai ke hilirnya. Dari segi ekonomi keduanya cukup bagus untuk dijadikan usaha pertanian,
terlebih agroekosistem hutan tanaman industri (HTI) yang memiliki nilai jual tinggi. Namun,
pelaku usaha harus cukup sabar dikarenakan proses dari mulai penanaman sampai pemanenan
membutuhkan waktu yang cukup panjang dan pelaku usaha harus memiliki modal cukup besar
untuk memulai usahanya.
Daftar Pustaka
Irawan, B dan T. Pranaji. 2002. Kebijakan Pemberdayaan Lahan Kering Untuk mendukung
Pengembangan Agribisnis dan Pertanian Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Ma`shum, M., Lolita, E.S., Sukartono, dan Soemeinaboedhy, I.N. 2000. TeknikPemanenan
Aliran Permukaan lahan Kering. Journal Agroteksos, Vol 11-3, 2000.
Wisnu, I.M.W, I. Basuki dan Johanes. 2005. Alternatif Sistem Usahatani dan Pengelolaan
sumberdaya air dalam pengembangan lahan kering di NTB. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Pembangunan Pertanian Lahan
Kering. Kerjasama. PSE dan UNIB. 33 hal.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Mulyani, Sutedjo.
2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Lisnawati, Y. 2006. Kajian Dampak Pembangunan Hutan Tanaman terhadap Kesuburan dan
Tata Air. Prosiding Sintesa Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2008. Pusat
Penelitian dan PengembanganHutanTanaman.Bogor.
Sagala,P. 1994. Mengelola Lahan KehutananIndonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Suprijo,H.2010.Sifat-sifat Tanah Hutan. Komunikasi pribadi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Você também pode gostar