Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Follow-up
Subjective, objective Pemeriksaan
Tanggal Planning
dan assessment penunjang
08/01/17 S: nyeri perut kanan Rencana operasi
bawah, demam, mual, apendektomi pkl
muntah 1x, flatus (+), 14.00 WITA
BAB (+) 1x Puasa mulai pukul
O: KU tampak sakit 08.00 WITA
sedang, Kes CM, N IVFD RL 10 tpm
o
110x/menit, T 37,1 C, Inj. Ceftriaxone
RR 20x/menit 2x1 gr
Kepala: normocephal, Inj. Metronidazole
deform (-) 3x 250 mg
Mata: konjungtiva Inj. Ranitidine 3x1
anemis -/-, sclera ikterik ampul
-/-
Cor: BJ I-II regular, Post-op
murmur (-), gallop (-) Advice dr. Vincent,
Pulmo: SP vesikular, Sp.B-KBD :
rhonki -/-, wheezing -/- Awasi TTV
Abdomen: simetris,
IVFD RL 10 tpm
distensi, Mc Burney
Inj.Antrain 3x1
sign (+), Rovsing sign
ampul
(+), Psoas sign (+), Puasa
timpani, BU menurun Besok pagi boleh
Extremitas: akral diet lunak +
hangat, nadi kuat, CRT minum biasa
<2s, edema -/-/-/-
A: Apendisitis akut Advice dr. Menara,
Sp.An :
Inj. Ondansetron 2
mg/8 jam
Drip Tramadol 100
mg dalam 500 cc
RL 18 tpm
Inj. Ketorolac 15
mg/8 jam
09/01/17 S : post operasi hari I, IVFD RL 10 tpm
mual (+), muntah (+), Inj. Ranitidine
BAB (-), BAK (+), 2x1/2 amp
nyeri (-), flatus (+) Inj. Ondansetron
O :, Nadi 110x/menit, 3x2 mg
o
suhu 36.0 C Inj. Ceftriaxone
Abdomen : luka bekas 2x1 gr
operasi tertutup verban, Inj. Antrain 3x1
rembesan (-), nyeri pada ampul
luka (+) Inj. Metronidazole
A: Post operasi 3x250 mg
appendectomy H I Diet biasa
10/01/17 S : post operasi hari II, IVFD RL 10 tpm
mual (+), muntah (-), Inj. Ondansetron
BAB (-), BAK (+) 3x2 mg
O : Nadi 80x/menit, Inj.Ranitidine 3x1
suhu 36oC ampul
Abdomen : luka bekas Inj. Antrain 3x1
operasi tertutup verban, ampul
rembesan (-), nyeri pada Inj. Metronidazole
luka (+) 3x250 mg
A : Post operasi
appendectomy H II
11/01/17 S : keluhan (-) KRS
O : Nadi 88x/menit, Kontrol kembali
o
suhu 36 C tanggal 13/01/2017
Abdomen : luka bekas
operasi tertutup verban,
rembesan (-), nyeri pada
luka (-)
A : Post operasi
appendectomy H III
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2. EPIDEMIOLOGI
Apendisitis merupakan kasus bedah emergensi yang sering terjadi namun
jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun (karena apendiks berbentuk corong
dengan lumen yang lebih besar). Apendisitis umumnya terjadi pada rentang usia
10-20 tahun, namun tidak menutup kemungkinan terjadi di luar rentang usia
tersebut. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan ialah 1,4 : 1.1,7
3.3. PATOGENESIS
Apendisitis akut disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks yang
diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hiperplasia limfoid, benda asing, parasit,
neoplasma atau striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi
lumen mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga
menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan
yang meningkat menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema,
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai dengan nyeri periumbilikal.4
Sekresi mukus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat
menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema dan pertumbuhan bakteri yang
menimbulkan radang. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga timbul nyeri di daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi
apendisitis supuratif akut.4
Bila aliran arteri terganggu, timbul infark dinding dan gangren. Stadium
ini disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis
perforasi. Meskipun bervariasi, biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam
setelah awitan gejala.4
Bila imunitas cukup baik, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat menjadi
abses atau menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang dengan dinding lebih tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Pada orang
tua mudah terjadi perforasi karena ada gangguan pembuluh darah.4
3.4. DIAGNOSIS
3.4.1. ANAMNESIS
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang dirasakan pada pasien
apendisitis akut. Umunya pasien mendeksripsikan nyeri tajam (kolik) di sekitar
pusar, yang berlanjut selama 24 jam dan berpindah ke kanan bawah. Nyeri yang
awal dirasakan merupakan inervasi dari viseral lumen usus dan nyeri lokal
disebabkan oleh peritoneum parietal yang mengalami inflamasi. Hilang nafsu
makan, mual dan konstipasi juga umum dikeluhkan. Muntah yang terus-menerus
mengindikasikan terjadinya peritonitis akibat perforasi. Keluhan yang diarasakan
juga dipengaruhi oleh usia dan posisi anatomis apendiks :
- Pasien bayi dan anak cenderung terlihat diam, sedangkan pada usia yang lebih
tua terlihat kacau/bingung. Pada ibu hamil dan usia lanjut keluhan tidak spesifik.
- Berdasarkan posisi anatomis apendiks :
Retrosekal/retrokolik (75%)- nyeri perut kanan bawah. Rigiditas otot dan
nyeri pada palapasi dalam tidak dijumpai karena didasari oleh sekum. Otot
psoas dapat mengalami iritasi, sehingga nyeri pada saat membengkokkan
panggul dan saat meluruskannya
Subsekal dan pelvik (20%)- nyeri suprapubik dan peningkatan frekuensi
berkemih. Diare dapat terjadi akibat iritasi rektum. Nyeri perut tidak
terlalu dirasakan, namun nyeri pada rektum dan vagina dapat dirasakan.
Hematuria mikroskopis dan leukositosis dapat dikumpai pada urinalisa.
Pre-ileal dan post-ileal (5%)- Muntah lebih sering dan diare akibat iritasi
dari distal ileum1,4
3.4.2. PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dengan apendisitis akut tampak kesakitan dan berbaring dengan
demam tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan bising
usus menurun/menghilang, nyeri tekan dan nyeri lepas (tanda Blumberg) fokal
pada daerah apendiks yang disebut titik McBurney (sepertiga distal dari garis
antara umbilikal dan spina iliaka anterior superior/SIAS kanan). Iritasi peritoneum
ditandai dengan defans muskular, perkusi atau nyeri lepas. Tanda khas yang
ditemukan pada apendisitis akut :
Tanda Rovsing : nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi kuadran
kiri bawah
Tanda Psoas : nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul
kanan (apendiks retrosekal)
Tanda Obturator : nyeri perut kanan bawah saat rotasi internal panggul
kanan (apendiks pelvis)
Tanda Dumphy : peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk
Apabila telah terjadi perforasi, nyeri perut semakin kuat dan difus
menyebabkan peningkatan defans muskular dan rigiditas (tanda peritonitis).4
3.4.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Leukositosis ringan (10.000-20.000/uL) dengan peningkatan jumlah neutrofil.
Leukositosis tinggi (>20.000/uL) didapat bila sudah terjadi perforasi dan gangren.
Urinalisis dapat dilakukan untuk membedakan kelainan pada ginjal dan saluran
kemih. Pada apendisitis akut didapatkan ketonuria
Peningkatan C-reactive protein dapat terjadi, namun ketiadaannya tidak
mengekslusikan apendisitis1,4
b. Ultrasonografi
USG tergantung pada keahlian operator. Pada USG, dapat ditemukan diameter
anteroposterior apendiks > 7 mm, penebalan dinding, struktur lumen yang tidak
dapat dikompresi (lesi target) atau adanya apendikolit4
3.6. PENATALAKSANAAN
3.6.1.PRE-OPERATIF
Observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks
dapat dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena spektrum luas
dan analgesik dapat diberikan. Antibiotik spektrum luas perioperatf (satu sampai
tiga dosis) dapat mengurangi insidensi infeksi pada luka perioperatif dan
pembentukan abses intra-abdomen. Pada perforasi apendiks perlu diberikan
resusitasi cairan sebelum operasi.4
3.6.2.OPERATIF
Tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan pada komplikasi antara
pembedahan segera (kurang dari 12 jam setelah onset) atau kemudian (12-24
jam). Setelah 36 jam onset dari gejala, persentasi perforasi ialah antara 16-36%
dan risiko perforasi ialah 5% tiap durasi 12 jam. Maka dari itu, setelah ditegakkan
diagnosis apendisitis, apendektomi harus dilakukan tanpa ditunda. Teknik
apendektomi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran
kanan bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney).
Pada diagnosis yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada
garis tengah.
b. Laparoskopi apendektomi : teknik operasi dengan luka dan kemungkinan
infeksi lebih kecil, nyeri post operatif berkurang, lama rawat inap
berkurang, kembali bekerja lebih cepat, meskipun angka kejadian abses
intra-abdomen tinggi setelah laparoskopi.1,4
3.6.3. PASCA-OPERATIF
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya
perdarahan dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. Pasien
dibaringkan dalam posisi Fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu.
Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis, puasa dilakukan hingga fungsi usus
kembali normal. Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan
lunak dan makanan biasa.4
3.7. KOMPLIKASI
Perforasi usus, peritonitis, abses apendiks, tromboflebitis supuratif sistem
portal, abses subfrenikus, sepsis dan obstruksi usus.4
Komplikasi apendektomi ialah infeksi pada luka operasi dan abses intra-
abdomen akibat kontaminasi dengan rongga peritoneum. Pada abses intra-
abdomen pasien mengeluhkan demam naik turun, dan dapat dikonfirmasi dengan
USG dan CT-scan. Abses dapat diterapi dengan drainase pigtail, meskipun
drainase terbuka atau rektal dibutuhkan untuk abses di pelvis. Penggunaan
antibiotik perioperatif mengurangi insidensi abses.1
3.8. PROGNOSIS
Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat
serta pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8% dan
disebabkan oleh komplikasi penyakit dari intervensi bedah. Pada anak, angka ini
berkisar antara 0,1-1%, sedangkan pada usia di atas 70 tahun meningkat di atas
20% terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi.4
BAB IV
ANALISIS KASUS & PEMBAHASAN
4.1.Anamnesis
Fakta Teori
Didapatkan keluhan pada pasien Manifestasi klinis :
sebagai berikut: Nyeri perut merupakan keluhan
Nyeri perut kanan bawah yang utama yang dirasakan pada pasien
awalnya dari pusar apendisitis akut. Umunya pasien
Mual mendeksripsikan nyeri tajam (kolik)
Muntah di sekitar pusar, yang berlanjut
Analisis
Keluhan yang dirasakan pasien secara umum sesuai dengan teori dimana
pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah, mual, muntah, nafsu makan
berkurang, demam meskipun pasien tidak mengeluhkan kesulitan BAB.
4.2.Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Status generalis Pasien dengan apendisitis akut
Keadaan Umum : tampak sakit tampak kesakitan dan berbaring
sedang dengan demam tidak terlalu tinggi.
Kesadaran : compos mentis Pada pemeriksaan abdomen dapat
Nadi : 120x/menit, reguler, t/v cukup ditemukan bising usus
Suhu : 37.7oC menurun/menghilang, nyeri tekan
Frekuensi nafas : 20x/menit, reguler dan nyeri lepas (tanda Blumberg)
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat muskular, perkusi atau nyeri lepas.
regular, murmur (-), gallop (-) kuadran kanan bawah saat palpasi
Inspeksi : retraksi sela iga (-), otot Tanda Psoas : nyeri pada perut
(+), Rovsing sign (+), Psoas sign nyeri perut semakin kuat dan difus
Analisis
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda apendisitis akut (Mc
Burney sign, Rovsing sign, Psoas sign)
4.3.Pemeriksaan Penunjang
Fakta Teori
Telah dilakukan pemeriksaan a) Darah Lengkap
laboratorium berupa: Leukositosis ringan (10.000-
Darah Lengkap : 20.000/uL) dengan peningkatan
1. Leukosit 14900 () jumlah neutrofil. Leukositosis
2. Diff count : tinggi (>20.000/uL) didapat bila
- Eosinofil, Basofil, Monosit 9 () sudah terjadi perforasi dan
- Neutrofil 76 () gangren.
b) Urinalisis dapat dilakukan untuk
Analisis
Pemeriksaan penunjang darah lengkap mendukung diagnosis apendisitis
akut. Pemeriksaan USG tidak dilakukan karena dari klinis pasien dan pemeriksaan
darah lengkap sudah sangat mendukung diagnosis apendisitis akut demikian
halnya juga dengan pemeriksaan CT-scan.
4.4.Penatalaksanaan
Fakta Teori
Apendektomi 3.6.1.PRE-OPERATIF
Puasa Observasi ketat, tirah baring dan
IVFD RL 10 tpm puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal
3.6.3. PASCA-OPERATIF
Perlu dilakukan observasi tanda vital
untuk mengantisipasi adanya perdarahan
dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernafasan. Pasien dibaringkan dalam
posisi Fowler dan selama 12 jam
dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi
dengan perforasi atau peritonitis, puasa
dilakukan hingga fungsi usus kembali
normal. Secara bertahap pasien diberi
minum, makanan saring, makanan lunak
dan makanan biasa
Analisis
Secara umum alur penatalaksanaan apendisitis akut berdasarkan fakta
sudah sesuai dengan teori.
BAB V
KESIMPULAN