Você está na página 1de 48

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

Nama Mahasiswa : victhoria agustha. Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM : 030.07.262 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Bayi Ny. Daerahwati

Umur : 7 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Jalan Kapus RT 07 RW 05 Kel. Tegal Timur

Nama Ayah : Tn. I

Umur : 35 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Ny. A

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA
Ruang : Dahlia

Masuk RS : 1/10/2013

DATA DASAR
II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien, dan perawat pada
tanggal 4 Oktober 2013 pukul 11.30 WIB di ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal

Keluhan Utama : Kejang dan Bayi Tampak Kuning

Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu G2P0A1 31 tahun, hamil 37 minggu dibawa ke rumah sakit pada 10 Juli 2013,
untuk kontrol kehamilan. Ibu dinyatakan mengalami hidroamnion dan disarankan untuk
mengakhiri masa kehamilan perabdominal. Tidak terdapat rasa mules, perut juga tidak terasa
kencang, dan tidak ada air maupun darah yang keluar dari kemaluan. Operasi dilakukan oleh
dokter spesialis kandungan pada tanggal 11 Juli 2013, lahir bayi laki-laki secara sectio
caesarea, bayi menangis kuat, tidak biru, dengan AS 8, BBL 3300 gram, PB 50 cm. Air
ketuban jernih. Placenta dikeluarkan (ekspulsi) dengan kotiledon lengkap, tidak terdapat
infark dan hematom.

Pasien kemudian langsung dibawa ke ruang mawar, tidak tampak sesak nafas dan
merintih. Pasien dirawat gabung bersama ibunya di ruang mawar, asi ibu keluar banyak,
pasien menyusu kuat, tangisan kuat, gerak aktif, sudah BAK maupun BAB, tidak terdapat
muntah, kejang, serta demam, pada pasien tampak sedikit kuning pada daerah wajah.
Dilakukan pemeriksaan bilirubin dan hasilnya meningkat. Pasien lalu di fototerapi 1x 24 jam.
Setelah dirawat selama 3 hari kuning pada pasien sudah mulai berkurang, namun tidak
dilakukan pemeriksaan ulang kadar bilirubin dalam darah, ibu pasien dan pasien
diperbolehkan pulang (tanggal 6 oktober 2013). Ibu pasien dianjurkan untuk kontrol ke poli
4 hari setelah diperbolehkan pulang.

Saat kontrol ke poli ibu pasien mengeluhkan bahwa badan bayi berwarna kuning sejak
3 hari yang lalu. Pasien kemudian disarankan melakukan pemeriksaan kadar bilirubin.
Setelah dilakukan pemeriksaan lab didapatkan kadar bilirubin yang meningkat pada pasien.
Pasien lalu disarankan dirawat. Pasien kemudian dirawat di dahlia mulai tanggal 17 Juli
2013. Hari perawatan pertama pasien tampak kuning, tidak sesak, bak dan bab normal, ASI
kuat, dan tidak kejang.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa

Tidak ada yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi, sesak nafas, alergi, asma,
penyakit jantung

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 1 orang anak yaitu pasien. Ayahnya
bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan sekitar Rp. 1.000.000 sebulan dan merasa
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

Kesan : riwayat ekonomi kurang

Riwayat Lingkungan

Kepemilikan rumah: Rumah Pribadi


Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama dengan kedua orangtuanya. Tempat tinggal pasien berukuran 8
x 10 m, beratap genteng, lantai dikeramik dengan 2 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang
tamu, 1 kamar mandi, ruang makan dan dapur yang bersatu. Terdapat 2 buah jendela di
masing-masing ruangan, selalu dibuka setiap pagi sehingga ventilasi udara dan cahaya
matahari dapat masuk. Jarak septic tank 10 meter ke sumber air. Sumber air berasal
dari sumur pompa air sendiri, penerangan dengan listrik. Sistem pembuangan air limbah
disalurkan melalui selokan di depan rumah.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik

RIWAYAT PASIEN
Pasien adalah anak pertama dan ini merupakan kehamilan kedua bagi ibu pasien.

A. Riwayat Antenatal Care


Ibu G2P0A1 31 tahun, hamil 37 minggu, HPHT ibu lupa. Ibu mengatakan berat badan
naik selama hamil tapi tidak tahu berapa. Rutin minum susu kehamilan dan makan 3x sehari,
tidak ada konsumsi jamu ataupun obat-obatan. Riwayat haid teratur, siklus haid 28 hari,
lama haid 5-6 hari, tidak pernah merasa nyeri selama haid.
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan ke dokter menjelang
persalinan. Ibu memeriksakan kehamilan sebanyak 4 kali yaitu 1 kali di trimester awal, 1 kali
di trimester kedua dan 2 kali menjelang kelahiran. Ibu menkonsumsi vitamin penambah
darah, mendapat suntik TT 2x. Tidak ada riwayat trauma dan tidak ada perdarahan sebelum
persalinan.

B. Riwayat Persalinan
Kelahiran
Tempat kelahiran : RSU Kardinah

Penolong persalinan : Dokter spesialis kandungan

Cara persalinan : Sectio Caesarea

Masa gestasi : 37 minggu

HPHT : tidak didapatkan data

Taksiran partus : 11 Agustus 2013

Tanggal kelahiran : 10 Juli 2013

Air ketuban : jernih

Keadaan bayi :

Berat badan lahir : 3300 gram


Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : 34 cm
Langsung menangis : kuat
Nilai APGAR :8
Kelainan bawaan :-
Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan baik

C. Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien belum mengikuti program KB

D. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan
o Pertumbuhan anak sesuai masa kehamilan menurut kurva Lubchenko
Perkembangan
- Perkembangan anak belum dapat dievaluasi
E. Riwayat Makanan
Selama kehamilan, ibu pasien mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk,
sayur dan buah. Rutin minum susu kehamilan.

F. Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG - - - - - -
DPT/ DT - - - - - -
POLIO - - - - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 11/07/13 - - - - -
Kesan : Imunisasi Hepatitis B pertama sudah diberikan
G. Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No usia Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
Kelamin Mati

1 3 hari Laki-laki Hidup - - - sakit

G. Silsilah Keluarga

Silsilah atau Ikhtisar Keturunan

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: meninggal

: pasien

Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 Mei 2013, pukul 12.30 WIB di ruang Dahlia.
Bayi laki-laki, usia 3 hari, berat badan sekarang 2900 gram, panjang badan 45 cm,
lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 31 cm.
Kesan umum :
Gerak kurang aktif, tangis kurang kuat, tampak sesak napas (+), sianosis (-), anemis (-),
kejang (-), ikterik (-).
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Laju jantung : 120x/menit, reguler
Pernapasan : 45x/menit
Suhu : 35,1C (Axilla)
Sp02 : 98%
Terpasang sungkup O2
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, ukuran lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun besar masih terbuka, teraba
datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa
(-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi :simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal
(+), subcostal (+), intercostalis (-)
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae tidak teraba, papilla
mammae (+/+).
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas dasar bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi :datar, tali pusat terawat
Auskultasi :bising usus (+)
Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi :timpani

Tulang Belakang

Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele

Genitalia

Laki-laki , rugae (+), scrotum sudah terisi sepasang testis

Anorektal

Anus (+), diaper rash (-)

Anggota gerak

Keempat anggota gerak lengkap sempurna

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- -/-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus Normotoni Normotoni

Tampak adanya edema dan hematom pada paha kanan

Kulit

Lanugo tidak merata, sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen kembali <
2 detik.

Refleks Primitif

Refleks Oral :
Refleks Hisap :
Refleks Rooting :
Refleks Moro :
Refleks Palmar Grasp :
Refleks Plantar Grasp :

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

A. Maturitas bayi menurut Lubchenko


KURVA LUBCHENKO
Berat badan lahir : 2900 gr

Usia kehamilan : 38 minggu

Hasil : Sesuai Masa Kehamilan

B. Downe Score

Hasil : 2
termasuk
gangguan
pernapasan
ringan

C. Ballad Score
Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin

Sikap tubuh 3 Kulit 3

Jendela siku-siku 3 Lanugo 3

Rekoil lengan 4 Lipatan telapak kaki 3

Sudut popliteal 3 Payudara 2

Tanda Selempang 3 Bentuk telinga 2

Tumit ke kuping 3 Genitalia (laki-laki) 4

Total 19 Total 17

New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik

= 19+17 = 36 poin = 38 minggu

Kesan : maturitas bayi aterm 38 minggu

D. Bell Squash Score

1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang)


2. Ketuban jernih
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infus tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan

Kriteria : < 4 observasi neonatal infeksi


4 Neonatal infeksi
Hasil : 3 termasuk observasi neonatal infeksi

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 8 Mei 2013

Hematologi Hasil Rujukan

Lekosit 14.4 /ul 4.8 10.8/ul


Eritrosit 5.3/ul 4.2-5.4/ul
Hemoglobin 17.9 g/dL 12.0-16.0 g/dL
Hematokrit 52.1 % 37-47 %
MCV 97.9 U 76-96 U
MCH 33.6 pcg 27-31 pcg
MCHC 34.4 g/dL 33.0-37.0 g/dL
Trombosit 220.000 /ul 150.000-400.000/ul
GDS 90 mg/dl 70 - 160 mg/dl

10 Mei 2013

Kimia klinik
Na 124.4 135-148 mmol/L
K 5.00 3,6-5,5 mmol/L
Cl 96.4 95-108 mmol/L
VI. PERJALANAN PENYAKIT

10 Mei 2013

S: Sesak napas (+), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (-), minum (-), BAK (-), BAB
(-)

O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-)

S : 36.60C

HR: 124 x/menit reguler

RR : 55x/ menit

Menggunakan sungkup, 02 3-5 L/m, Sp02 99%, terpasang ETT no 2.5 dan NGT no.5

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi suprasternal dan subcostal (-)

Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: distress respirasi, observasi neonatal infeksi, neonatus aterm

P: 02 5L/m masker; infus D10% 13 tpm; injeksi cefotaxim 2 x 125 mg IV; injeksi
dexamethasone 3 x ampul IV; injeksi kalsium glukonas 1 x 0,5 ml IV; injeksi Neo
K 1x1 mg; tunda diit; topikal trombopop gel pagi sore.

11 Mei 2013

S: Sesak napas (-), kejang (+), demam (-), ikterik (-), minum (-), BAK (-), BAB (-)
O: KU: gerak aktif, menangis kuat, iritabel (-), sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik
(-), anemis (-)

S : 36.30C

HR: 140 x/menit reguler

RR : 48x/ menit

Menggunakan sungkup, 02 3-5 L/m, Sp02 99%, NGT no.5

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi suprasternal dan subcostal (-)

Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: distress respirasi, observasi neonatal infeksi, neonatus aterm, HIE gr.II

P: 02 5L/m; infus D5% NS 13tpm; injeksi cefotaxim 2 x 125 mg IV; injeksi


dexamethasone 3 x ampul IV; injeksi kalsium glukonas 1 x 0,5 ml IV; injeksi Neo
K 1x1, diet: dicoba ASI saja 8x2.5 5ml (sonde), KCL 4ml.

12 Mei 2013

S: Sesak napas (-), kejang (-), demam (-), ikterik (-), minum (-), BAK (-), BAB (-)

O: KU: gerak aktif, menangis kuat, iritabel (-), sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik
(-), anemis (-)

S : 36.30C

HR: 120 x/menit reguler


RR : 44x/ menit

Menggunakan sungkup, 02 3-5 L/m, Sp02 99%, NGT no.5

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi suprasternal dan subcostal (-)

Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: distress respirasi, observasi neonatal infeksi, neonatus aterm, HIE gr.II

P: 02 5L/m; infus D5% NS 13tpm; injeksi cefotaxim 2 x 125 mg IV; injeksi


dexamethasone 3 x ampul IV; injeksi kalsium glukonas 1 x 0,5 ml IV; injeksi Neo
K 1x1, diet: dicoba ASI saja 8x2.5 5ml (sonde), KCL 4ml.

13 Mei 2013

S: Sesak napas (-), kejang (-), demam (-), ikterik (-), minum (-), BAK (-), BAB (-)

O: KU: gerak aktif, menangis kuat, iritabel (-), sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik
(-), anemis (-)

S : 36.30C

HR: 110 x/menit reguler

RR : 40x/ menit

Menggunakan O2 headbox, 02 3-5 L/m, Sp02 99%, NGT no.5

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)


Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi suprasternal dan subcostal (-)

Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat -/-, oedem -/-, CRT <2detik

A: distress respirasi, observasi neonatal infeksi, neonatus aterm, HIE gr.II

P: 02 5L/m; infus D5% NS 13tpm; injeksi cefotaxim 2 x 125 mg IV; injeksi


dexamethasone 3 x ampul IV; injeksi kalsium glukonas 1 x 0,5 ml IV; injeksi Neo
K 1x1, diet: diteruskan

14 Mei 2013

S: Sesak napas (-), kejang (-), demam (-), ikterik (-), minum (-), BAK (+), BAB (-)

O: KU: gerak aktif, menangis kuat, iritabel (-), sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik
(-), anemis (-)

S : 36.30C

HR: 110 x/menit reguler

RR : 40x/ menit

O2 3-5 L/m (k/p)

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi suprasternal dan subcostal (-)


Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: distress respirasi, observasi neonatal infeksi, neonatus aterm, HIE gr.II

P: 02 5L/m (k/p); infus D5% NS 13tpm; injeksi cefotaxim 2 x 125 mg IV; injeksi Neo K
1x1, diet: ASI/PASI, acc pulang

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Distress Respirasi
- Intrapulmonal
- Ekstrapulmonal
- Metabolik

2. Observasi infeksi neonatal


- Durante partum
- Post partum
- Antepartum

3. Observasi kejang
- Hipoksik Iskemik Ensefalopati
- Perdarahan intrakranial
- Gangguan metabolik
- Gangguan elektrolit

4. Neonatus aterm
- SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
- BMK (Besar Masa Kehamilan)
- KMK (Kecil Masa Kehamilan)

VIII. DIAGNOSIS KERJA

1. Distress Respirasi

2. Hipoksik Iskemik Ensefalopati gr.II


3. Observasi neonatal infeksi

4. Neonatus aterm sesuai masa kehamilan

IX. PENATALAKSANAAN

A. Terapi Awal
Medikamentosa
O2 sungkup 5 l/menit
Infus D 10 % 13 tpm
injeksi cefotaxim 2x125 mg (iv)
Injeksi dexamethasone 3x1/4 ampul (iv)
Injeksi Ca Gluconas 1 x 0,6 ml (iv)
Injeksi Neo K 1x1 mg
Trombopop gel pagi sore
Diet
Tunda diet

X. PROGRAM

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital


Awasi tanda-tanda gangguan pernafasan
Jaga kehangatan
Rawat tali pusat

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XII. SARAN

Pemeriksaan darah rutin ulang


Pemeriksaan bilirubin ulang
Pemeriksaan GDS
Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan AGD
Pemeriksaan Denver Developmental Scoring Test secara berkala

XIII. NASEHAT

Jaga kehangatan bayi, pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan


Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika
ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus
selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan suara.
Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis membersihkan
tinja anak.
Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu gejala
sisa
Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :
Mempunyai masalah bernafas
Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang
kesakitan, tampak berwarna kebiruan (sianotik), suhu tubuh 38C
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
Mengalami gemetar pada kaki dan tangan, kejang
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan serta pemberian
imunisasi dasar pada bayi
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan
ANALISA KASUS

Diagnosa pada pasien ini adalah Hipoksik Iskemik Ensefalopati, Distress respirasi,
Observasi Neonatal Infeksi, Neonatus aterm Sesuai masa kehamilan. Diagnosa ini
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien, dan perawat di Ruang

Dari anamnesis didapatkan bahwa ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan antenatal, dan
terdapat riwayat pwnyakit asma. Ibu juga mengatakan sempat sakit batuk selama seminggu
namun tidak ada demam.

Namun, saat proses persalinan, dapat dianalisa bahwa terdapat kegagalan induksi pada
ibu, kemudian dilakukan operasi sectio caesarea pada ibu. Tidak terdapat rasa mules, perut
kencang, dan tidak ada air maupun darah yang keluar dari kemaluan sebelumnya. lahir bayi
laki-laki secara sectio caesarea, bayi menangis kuat, tidak biru, dengan AS 8, BBL 2900
gram, PB 45 cm. Air ketuban jernih. Placenta dikeluarkan (ekspulsi) dengan kotiledon
lengkap, tidak terdapat infark dan hematom.

Pasien kemudian langsung dibawa ke ruang mawar, tidak tampak sesak nafas dan
pasien dipindahkan ke ruang dahlia. Dipasang O2 sungkup 5 L/m pada pasien. Pada
perawatan hari ke-3 pasien kejang.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami distress respirasi sesuai
dengan Downe skor dan HIE.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik, KU : gerak kurang aktif, tangisan kurang kuat, tampak sesak
nafas (+), tidak terdapat napas cuping hidung dan retraksi pada suprasternal dan subcostal.
Tanda vital, status generalis kepala, mata, jantung, abdomen, genitalia, ekstremitas, dan kulit
dalam batas normal.

Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan khusus pada pasien ini antara lain pemeriksaan dengan
menggunakan kurva Lubchenko, Downe score, Ballard score dan Bell Squash Score.
Didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Neonatus aterm sesuai masa kehamilan. Pada kurva Lubchenko, pasien ini termasuk
kategori sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir 2900 gram dan masa kehamilan
38 minggu.

2. Didapatkan Downe score pada pasien ini adalah 2 termasuk gangguan pernapasan ringan

3. Observasi Neonatal infeksi. Karena pada pasien ini terdapat keluhan malas minum,
gangguan pernapasan, kurang aktif, tangisan kurang kuat dan dilakukan tindakan seperti
pemasangan infus.

HIPOKSIK ISKEMIK ENSEFALOPATI

Definisi

Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya
kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak yang akut yang
disebabkan karena asfiksia.1 Definisi HIE menurut The Neonatology Clinical Care Unit
(NCCU) adalah berkurangnya suplai oksigen ke otak dan berkurangnya aliran darah ke otak
sehingga menyebabkan supresi aktivitas listrik dan depresi kortikal.4

Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi oksigen


dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran darah ke sel atau
organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut. 2 Ensefalopati
adalah istilah klinis dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu
dilakukan pemeriksaan.1,5

Etiologi

Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang
menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan
fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan hematologi) yang konsisten.2

American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of Obstetricians and


Gynaecologist (ACOG), membuat definisi asfiksia perinatal sebagai berikut: (1) Adanya
asidosis metabolik atau mixed academia (Ph<7) pada darah umbilikal atau analisis gas darah
arteri, (2) Adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit, (3) Manifestasi neurologis
segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang, hipotonia, koma, HIE, dan (4) Adanya
gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.1,6 Sedangkan menurut WHO,
asfiksia perinatal adalah kegagalan bernafas saat lahir. Menurut The National Neonatal
Perinatal Database (NNDP), dikatakan asfiksia sedang bila bernafas lambat atau apgar score
4-6 pada 1 menit pertama dan asfiksia berat bila bayi lahir tidak bernafas atau apgar score 0-3
pada 1 menit pertama.6 Asfiksia perinatal merupakan penyebab utama kejang. Kejang
biasanya terjadi pada 24 jam pertama pada sebagian besar kasus dan berprogresi menjadi
status epileptikus.7

Berbagai macam penyebab yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu:1,8,9

a. Gangguan oksigenasi pada ibu hamil


b. Penurunan aliran darah ibu ke plasenta atau dari plasenta ke fetus
c. Gangguan pertukaran gas yang melalui plasenta atau fetus.
d. Peningkatan kebutuhan fetal oksigen.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor maternal, plasenta & tali
pusat dan fetus/neonatus:1,5,8

- Kelainan maternal: hipertensi, penyakit vaskuler, diabetes, drug abuse, penyakit


jantung, paru dan susunan saraf pusat, hipotensi, infeksi, ruptur uteri, tetani uteri dan
panggul sempit.
- Kelainan plasenta dan tali pusat: infark dan fibrosis plasenta, solusio plasenta, prolaps
atau kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah umbilikus, insufisiensi plasenta,
plasentitis, tali pusat yang sangat panjang.
- Kelainan fetus atau neonatus: anemia, perdarahan, hidrops, infeksi, pertumbuhan
janin terhambat (intrauterine growth retardation), serotinus.
- Faktor intrapartum: distosia, inersia uteri, induksi oksitosin, sectio caesaria (anestesi
umum, efek obat anestesi terhadap janin, berkurangnya aliran darah umbilikal), kala II
yang memanjang.
Patofisiologi

Fetus dan neonatus lebih tahan terhadap asfiksia dibandingkan dengan dewasa. Hal ini
dibuktikan bahwa pada saat terjadi hipoksik iskemik, fetus berusaha mempertahankan
hidupnya dengan mengalihkan darah (redistribusi) dari paru-paru, gastrointestinal, hepar,
ginjal, limpa, tulang, otot dan kulit, menuju ke otak, jantung dan adrenal (diving reflex). Pada
fetal distress, peristaltik usus meningkat, spinter ani terbuka, mekonium akan keluar
bercampur dengan air ketuban, skuama, lanugo, akan masuk ke trakea dan paru-paru,
sehingga tubuhnya berwarna hijau dan atau kekuningan. Kombinasi antara hipoksia fetal
yang kronis dengan cedera hipoksik iskemik akut setelah lahir akan mengakibatkan kelainan
neuropatologi yang sesuai dengan umur kehamilannya.1,10

Pada hipoksia yang ringan, timbul detak jantung yang menurun, meningkatkan
tekanan darah yang ringan untuk memelihara perfusi pada otak, meningkatkan tekanan vena
sentral, dan curah jantung. Bila asfiksianya berlanjut dengan hipoksia yang berat dan
asidosis, timbul detak jantung yang menurun, dan menurunnya tekanan darah sebagai akibat
gagalnya fosforilasi oksidasi dan menurunnya cadangan energi. Selama asfiksia timbul
produksi metabolik anaerob yaitu asam laktat. Selama perfusinya jelek, maka asam laktat
tertimbun dalam jaringan lokal. Hipoksia akan mengganggu metabolisme oksidatif serebral
sehingga asam laktat meningkat dan pH menurun. Jaringan otak yang mengalami hipoksia
akan meningkatkan penggunaan glukosa. Cadangan glukosa menjadi berkurang, cadangan
energi berkurang, timbunan asam laktat meningkat. Selama hipoksia berkepanjangan, curah
jantung menurun, aliran darah otak menurun dan adanya kombinasi proses hipoksik-iskemik
menyebabkan kegagalan sekunder dari oksidasi fosforilasi dan produksi ATP menurun.
Karena kekurangan energi, maka ion pump terganggu sehingga timbul penimbunan Na+, Cl-,
H2O, Ca2+ intraseluler, K+, glutamat dan aspartat ekstraseluler.1,10

Berkurangnya pasokan glukosa ke otak akan memicu terjadinya influx Ca 2+ ke dalam


sel dan ekspresi glutamat yang meningkat. Hal ini didukung oleh hilangnya keseimbangan
potensial membran dan terbukanya saluran ion yang voltage-dependent (VDCC = Voltage
Dependent Calsium Channels). Metabolisme glukosa beralih ke proses yang anaerobik. ATP
terkuras dan terjadinya asidosis laktat. Glutamat memicu reseptor N-Methyl-D-Aspartate
(NMDA) dengan efek membuka reseptor tersebut untuk Ca2+ masuk. Ion kalsium yang masuk
di dalam neuron mengaktifkan enzim-enzim seperti protease, lipase, endonuklease dan
berakibat pada fosfolipid sebagai konstituen sel membran. Terjadi mobilisasi asam
arakhidonat yang diproses oleh lipoksigenase dan siklo-oksigenase dalam sitosol menjadi
leukotriens, prostaglandin dan tromboksan. Proses ini disertai pelepasan radikal oksigen
bebas yang berakibat terjadinya peroksidasi membran sel yang kemudian pecah dan isi sel
mengalir keluar. Neuron mengalami kematian akibat nekrosis. Proses peroksidasi diperberat
dengan terbentuknya nitric oxide (NO) sebagai akibat enzim NO Syntase diaktifkan oleh
kadar ion Ca2+ intraseluler yang meningkat tajam. NO dengan radikal oksigen bebas
membentuk leukosit polimorfonuklear dan timbulnya intercellular adhesion molecules
(ICAM), leukosit beragregasi di dinding kapiler dan efek menyumbat ini berakibat no-reflow
phenomena yang menyebabkan secondary ischemia. Proses reperfusi yang terjadi spontan
maupun karena upaya teurapetik membuat pembentukan radikal oksigen bebas reactive
oxygen species (ROS) meningkat karena pengaliran kembali darah ke jaringan dimana taraf
ekstraksi oksigen sudah meningkat tajam. Kedua hal ini menyebabkan meningkatnya
kerusakan jaringan yang dikenal sebagai reperfusion injury.1,10,11

Gambar 1. Mekanisme Hipoksik Iskemik Ensefalopati10

Manifestasi Klinis

Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ yaitu otak,
jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna dan sumsum tulang. Didapatkan satu atau lebih
organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat
merupakan organ yang paling sering terkena (72%), ginjal 42%, jantung 29%, gastrointestinal
29%, paru-paru 26%.

Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga
merupakan tanda-tanda HIE. Edema serebral dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan
menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat
memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat anti konvulsan. 2,12 HIE
merupakan penyebab tersering kejang pada bayi baru lahir (60-65%), biasanya terjadi dalam
24 jam pertama dan sering dimulai 12 jam pertama. Dapat terjadi pada bayi cukup bulan
maupun bayi kurang bulan dengan asfiksia. Bentuk kejang bersifat subtle atau multifokal
klinik serta fokal klonik.13,14 Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi
juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.2,12

Ensefalopati klinis puncaknya timbul pada hari ke 3-4 setelah lahir dan sekuele
neurologis yang timbul secara langsung berhubungan dengan keparahan ensefalopati.11
Ensefalopati atau kejang tanpa adanya kelainan kongenital atau sindrom, biasanya
berhubungan dengan kejadian prenatal atau perinatal.5

Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah:1,3

a. Ginjal Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Bisa timbul gagal ginjal akut dan
acute tubular necrosis.
b. Sistem kardiovaskuler Hipotensi, nekrosis, iskemik miokardial, syok, disfungsi
ventrikel.
c. Paru Edema paru, perdarahan paru, respiratory distress syndrome, meconeal
aspiration syndrome.
d. Sistem saluran cerna Fungsional intestinal obstruction, ileus paralitik, ulkus,
perforasi, necrotizing enterocolitis.
e. Metabolik Asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.
f. Hepar Gangguan fungsi hati, pembekuan darah, metabolism bilirubin, dan
albumin.
g. Hematologi Perdarahan, DIC (disseminated intravascular coagulation)
h. Kematian Otak Berdasarkan kriteria AAP.

Tabel 1. Pembagian Gejala Klinis HIE pada Bayi Aterm (Kriteria Sarnat & Sarnat) 2,15
Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

Tingkat kesadaran Iritabel Letargik Stupor, coma

Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid

Postur Normal Fleksi Decerebrate

Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada


tendon/klonus

Myoclonus Tampak Tampak Tidak tampak

Refleks Moro Kuat Lemah Tidak ada

Pupil Midriasis Miosis Tidak beraturan,


refleks cahaya
lemah

Kejang Tidak ada/jarang Sering terjadi Decerebrate

EEG Normal Voltage rendah Burst suppression


yang berubah to isoelektrik
dengan kejang

Durasi <24 jam 24 jam 14 hari Beberapa hari


hingga minggu

Hasil akhir Baik bervariasi Kematian,


kecacatan berat
15
Terdapat empat besar kelainan neuropatologi:

1. Selective neuronal necrosis


Biasanya terjadi sebagai tanda deep sulcal pattern
2. Status marmoratus
Setelah neuronal loss, terjadi perkembangan gliosis dan hipermielinisasi di basal
ganglia.

3. Parasagital cerebral injury


Watershed infarcts berhubungan dengan iskemik di area overlapping supply, lateral
dari arteri serebral media dan medial dari arteri serebral anterior dan posterior.
4. Focal and multifocal ischaemic brain necrosis. Infark berhubungan dengan iskemik
dengan area nekrosis dan luas dalam distribusi pembuluh darah besar.
Diagnosis

Diagnosis HIE memerlukan bukti apa yang menyebabkan iskemik dan hipoksia pada
saat sebelum, selama dan setelah lahir. Data yang teliti tentang riwayat, pemeriksaan
neurologis, laboratorium penting untuk menentukan hipoksik iskemik sebagai penyebab
ensefalopati. Semua aspek riwayat maternal harus digali, mencakup kehamilan, persalinan,
kelahiran dan masa postnatal. Analisis patologi plasenta juga diperlukan tapi tidak sering
dilakukan.9

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk menyingkirkan atau menegakkan
diagnosis HIE. Pemeriksaan penunjang dikerjakan untuk memonitor fungsi maupun kelainan
organ sistemik dan cedera otak.1

a. Pemeriksaan antara lain darah lengkap, gula darah, urin, serum elektrolit, BUN dan
serum kreatinin, faal pembekuan darah, faal hati, analisis gas darah,
b. Foto thorak
c. Punksi lumbal dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya perdarahan
intrakranial atau untuk menyingkirkan adanya meningitis.
d. Pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan pengobatan dan prognosis
penderita.
e. Ultrasonografi kepala. Pemeriksaan USG kepala sangat membantu pada bayi yang
prematur. Dianjurkan pada bayi yang umur kehamilannya <30 minggu, minimal 1
kali, diulang pada umur 7-14 hari dan diperiksa kembali pada umur kronologisnya 36-
40 minggu. Cara ini dapat mengidentifikasi perdarahan intraventrikular dan nekrosis
basal ganglia dan thalamus.1
f. CT Scan kepala. Pada bayi yang aterm yang mengalami cedera hipoksik iskemik
biasanya dilakukan pemeriksan CT Scan kepala pada usia 2-5 hari, dimana pada
waktu tersebut timbul edema serebri yang maksimal. Proses perdarahan akut dan
kalsifikasi intrakranial akan lebih baik divisualisasi dengan pemeriksan CT Scan
dibandingkan dengan pemeriksaan MRI. Pada bayi prematur yang mengalami
hipoksik iskemik injury, pemeriksaan dengan CT Scan kepala kurang memberikan
hasil yang memuaskan karena pada bayi prematur struktur jaringan otaknya masih
imatur dan lebih banyak mengandung cairan.1,5
g. Near-infra red spectroscopy (NIRS). Untuk memonitor oxyhemoglobin serebral dan
oksigenasi vena serebral.16
h. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS). Berkurangnya rasio N-acetylaspartat
(NAA) terhadap kolin dan berkurangnya rasio laktat-NAA merupakan bukti
terjadinya iskemik.
Meningkatnya rasio laktat-kolin di ganglia basal dan thalamus merupakan prediksi
outcome neurologi yang jelek. Meningkatnya inorganic phosphorus (31P). terjadi
pada 24-72 jam, normal dalam beberapa hari kemudian.16

Penatalaksanaan

Bayi baru lahir dengan HIE juga mengalami gangguan sistem pernafasan,
kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulannya memerlukan pendekatan
multisistem.14

A. Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu mengidentifikasi dan
mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai risiko mengalami asfiksia sejak
dalam kandungan hingga persalinannya.
B. Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apnea dan atau
hypoxic ischemic encephalopathy. Tujuan resusitasi adalah untuk memperbaiki
fungsi pernafasan dan jantung bayi yang tidak bernafas.1,14
1. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga PCO 2
dalam kadar yang fisiologis. Hiperkarbia akan menyebabkan asidosis serebral
dan vasodilatasi pembuluh darah serebral.
2. Oksigenasi yang adekuat. Hipoksia akan menyebabkan pressure-passive
circulation dan neuronal injury.
3. Perfusi yang adekuat.
4. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara keseimbangan
asam basa dalam jaringan tetap normal.
5. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75 sampai 100 mg/dl untuk
menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme otak.1
6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal. Hipokalsemia
adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai pada sindrom post
asfiksia neonatal dengan gejala kejang. Diberikan Ca glukonas 10% 200
mg/kgBB intravena atau 2 ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama banyak
diberikan secara intravena dalam waktu 5 menit.1
7. Mencegah timbulnya edema serebri. Tujuan utama untuk mecegah timbulnya
edema serebri dengan cara mencegah overload dari cairan. Restriksi cairan
dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari.
8. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Phenobarbital adalah obat pilihan.
Penanggulangan kejang dengan Phenobarbital terutama dengan dosis tinggi
memberikan beberapa keuntungan :14
Menurunkan kecepatan metabolisme otak
Memperbaiki perfusi darah ke dalam jaringan yang terkena kerusakan
Mencegah dan mengurangi edema otak
Dosis 20 mg/kg diberikan iv dalam 10-15 menit. Jika kejang hilang
diberikan dosis rumatan 3-4 mg/kgBB/hari dengan selisih waktu 12 jam
kemudian secara intravena/oral. Bila penderita masih kejang boleh diberikan
Phenobarbital dengan dosis 5 mg/kg setiap 5 menit sampai kejang berhenti
atau sampai dosis 40 mg/kg sudah tercapai. 1,14 Tetapi kenyataannya pada
neonatus yang mengalami asfiksia dan telah mendapatkan Phenobarbital 20
mg/kg akan menyebabkan ngantuk dan sulit menganalisa neurologisnya. Oleh
karena itu bila neonatus yang mengalami asfiksia dan kejang yang telah
diberikan Phenobarbital dengan dosis 20 mg/kg tidak memberikan respon,
maka diberikan Fenitoin dengan dosis 20 mg/kg intravena dalam waktu 30
menit atau 1 mg/kgBB/menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-10
mg/kg/hari diberikan setiap 12 jam.1,17,18

Gambar 2. Penatalaksanaan kejang pada neonatus17


C. Pengobatan potensial untuk mencegah kematian saraf secara lambat. Beberapa
cara yang bisa dilakukan:
1. Mencegah pembentukan radikal bebas yang berlebihan dengan memberikan
allupurinol, vitamin E.1
2. Hipotermi. Dengan cara selective head cooling atau mild systemic
hypothermia atau selective head cooling dan mild systemic hypothermia dapat
mencegah kerusakan otak.1 Shankaran dkk19 melaporkan adanya perbaikan
hasil neurologis dan berkurangnya kematian pada bayi baru lahir dengan
asfiksia perinatal yang diterapi dengan hipotermi. Terapi cooling pada
neonatus dengan HIE sedang sampai berat bersifat aman dan menurunkan
kematian serta disabilitas pada umur 18-22 bulan.4
Systemic cooling bisa dilakukan berupa cooling blanket atau cooling
cap, selama 3 hari dimulai tidak boleh lebih dari 6 jam setelah lahir. Ini efektif
untuk mengurangi morbiditas neurologis pada 2 tahun, efektif pada HIE
stadium I dan II tapi tidak bisa dipakai untuk HIE stasium III.15
Terapi hipotermi dapat mencegah kerusakan otak dengan cara
mengurangi proses metabolisme dan energi yang hilang, mengurangi
pelepasan glutamat, mengurangi ion kalsium yang masuk ke dalam sel serta
menghambat produksi radikal bebas dan sintesis NO.1
Terdapat bukti dari 3 publikasi dengan penelitian randomized clinical
trial bahwa hipotermi merupakan neuroprotektif pada bayi aterm dengan HIE,
pada usia kurang dari 6 jam. Tapi belum ada data apakah hipotermi jangka
lama aman dan memberi harapan hidup yang bagus.20
3. Pemberian Phenobarbital sebelum kejang dosis 40 mg/kg iv dalam waktu 1
jam.
4. Ca2+ channel blockers
5. Magnesium sulfat

D. Pengobatan suportif untuk organ-organ lainnya yang mengalami kelainan. Pada


asfiksia perinatal pada umumnya terjadi kelainan dari berbagai organ. Pengobatan
HIE perinatal secara holistik menyeluruh dan utuh, karena kelainan satu organ
akan mempengaruhi organ lainnya.1
Oleh karena asfiksia, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah mesentrium
sehingga terjadi iskemia intestinal. Oleh karena adanya hubungan antara iskemia
dan insiden NEC, maka feeding harus segera diberikan paling lambat 2-3 hari
(sesuai dengan perbaikan mukosa usus).15

Diagnosis Banding

Perlu dipikirkan penyakit atau keadaan lain yang manifestasi klinisnya berupa ensefalopati
neonatal, yaitu;

1. Pengaruh sedasi, pemberian anesthesia dan analgesia lainnya pada ibu waktu
persalinan
2. Infeksi virus, sepsis atau meningitis
3. Kelainan kongenital susunan saraf pusat, jantung dan paru
4. Penyakit neuromuskular
5. Trauma persalinan
6. Kelainan metabolisme bawaan
7. Tumor Otak

Gambar 3. Berbagai Penyebab Kejang Pada Neonatus17


Prognosis

Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh total, cacat
atau meninggal dunia. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh total dan pada stadium
sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih dari 5-7 hari. 1
Insiden dan komplikasi jangka panjang tergantung dari keparahan HIE. Sebanyak 80% bayi
HIE yang hidup mendapat komplikasi serius, 10-20% dengan disabilitas berat dan 10%
sehat.5 Prognosis juga tergantung dari adanya komplikasi metabolik dan kardiopulmonal
(hipoksia, hipoglikemia, syok), keparahan ensefalopati dan usia kehamilan (buruk jika
prematur).5,21

Berdasarkan NCCU Guidelines, prognosis HIE sebagai berikut:

a. Ringan (stadium 1) : Semua hidup normal


b. Sedang (stadium 2) : 5% meninggal, 20% dengan sekuele neurologi
c. Berat (stadium 3): 75% meninggal, 90-100% dengan sekuele
neurologi.

Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai prognosis.
Prognosisnya jelek apabila:1,17

1. Asfiksia berat yang berkepanjangan (apgar score = 3 pada umur 20 menit)


2. HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia dan sisanya
dengan gejala berat.
3. Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan kelainan
multi organ.
4. Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat dipulangkan,
50% akan timbul epilepsi.
5. Adanya oliguria persisten (produksi urin <1 ml/kgBB per jam selama 36 jam
pertama).
6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir. Menurunnya rasio lingkaran
kepala yang didapatkan waktu lahir dibandingkan dengan usia 4 bulan dibagi
rerata lingkaran kepala pada usianya x 100% > 3,1%, merupakan cara untuk
memprediksi timbulnya mikrosefali sebelum usia 18 bulan.
7. Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat. Adanya EEG yang normal atau
ringan yang terjadi pada hari pertama setelah lahir merupakan tanda outcome yang
normal.
8. Adanya kelainan CT Scan yang berupa perdarahan hebat, periventrikular
leukomalasia atau nekrosis.
9. Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir. Pemeriksaan
MRI yang normal pada 24-72 jam setelah lahir hampir selalu menghasilkan
prediksi outcome yang baik walaupun pada neonatus yang mengalami asfiksia
berat.
Secara umum dilaporkan angka kematian sebesar 25%. Paling banyak kematian
terjadi pada minggu pertama kehidupan yang berhubungan dengan multiple oragn failure.
Beberapa bayi dengan kelainan neurologik berat meninggal karena aspirasi pneumonia atau
penyakit sistemik lainnya.5

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik
sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak
nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap
dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat
alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan,
edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress
syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama
akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan
tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease
(HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan
dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang
memadai. (Dot Stables, 2005).
Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual
sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),
Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.

Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah
lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang
berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio
sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat
terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
Mencegah kelahiran < bulan (premature).
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
Management yang tepat.
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus
Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml)
Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl
diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak
jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan
Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,
deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian)
Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran
rasio lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada
bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2
Frekuensi < 60-80 x/menit >80x/menit
Nafas 60x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi
retraksi berat
Sianosis Tidak Sianosis hilang dengan Sianosis
sianosis O2 menetap
walaupun
diberi O2
Air Entry Udara Penurunan ringan udara
masuk masuk
Merintih Tidak Dapat didengar dengan Dapat
merintih stetoskop didengar
tanpa alat
bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe


Skor < 4 gangguan pernafasan ringan
Skor 4 5 gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah harus
dilakukan)

Penunjang / Diagnostik
Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn

Test Indication
Blood culture May indicate bacteremia Not helpful initially because results may
take 48 hours
Blood gas Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or
acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually used
unless high oxygen requirement)
Blood glucose Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea
Chest radiography Used to differentiate various types of respiratory distress
Complete blood Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection
count with
differential
Neutropenia correlates with bacterial infection
Low hemoglobin level shows anemia
High hemoglobin level occurs in polycythemia
Low platelet level occurs in sepsis
Lumbar puncture If meningitis is suspected
Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation

Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
Pantau selalu tanda vital
Jaga kepatenan jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau
menajemen lanjut:

Gangguan nafas ringan


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir
tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN). Terutama
terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang


Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat
diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
o Suhu aksiler <> 39C
o Air ketuban bercampur mekonium
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai
ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika
untuk terapi kemungkinan besar seposis
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan
tersebut diatas.
Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi
untuk kemungkinan besar sepsis
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap .
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak
kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap
tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.

Gangguan nafas berat


Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi
untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk
di rumah sakit rujukan.
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu cara alternatif pemberian minuman.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat
dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

NEONATAL INFEKSI

Definisi

infeksi neonates adalah infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early
infection (infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi
diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi
yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain

Patofisiologi

Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :

1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk
ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :

a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic


inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi
plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin
mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Perinatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih
utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina.
Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia
kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal
dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina
misalnya blenorea dan oral trush .

3. Infeksi Postnatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi
silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini
penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini
sangat tinggi.

Penegakkan Diagnosis

Diagnosis infeksi peria\natal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan


dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya
dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.

Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga
gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat
ditegakkan kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang
seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang
dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau
kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus
selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.

Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama
pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka
kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapun
gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :

- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drasti
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema

Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal infeksi :

a. Bell Squash score


- Partus tindakan (SC, forcep, vacum, sungsang)
- Ketuban tidak normal
- Kelainan bawaan
- Asfiksia Hasil
- Preterm
- BBLR < 4 observasi NI
- Infeksi tali pusat
- Riwayat penyakit ibu 4 NI
- Riwayat penyakit kehamilan

b. Gupte score
Prematuritas 3 Hasil
Cairan amnion berbau busuk 2
3-5Screening NI
Ibu demam 2
5 NI
Asfiksia 2

Partus lama 1

Vagina tidak bersih 2

KPD 1

Klasifikasi

Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
a. Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
b. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi
umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.

1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejala-gejala
sistemik.
Faktor risiko :
- Persalinan (partus) lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi/febris pd ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD lebih dr 18 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distres
Tanda & gejala :

- Reflek hisap lemah


- Bayi tampak sakit, tidak aktif, dantampaklemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:

- Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik


- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah dan uji resistensi
- Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi
2. Meningitis pada Neonatus
Tanda dan gejala :

- Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis


- Kejang
- UUB menonjol
- Kaku kuduk
Pengobatan :
- Gunakan antibiotic yang dapat menembus sawar otak dan diberikan dalam
minimal 3 minggu
- Pungsi lumbal (atas indikasi)
3. Sindrom Aspirasi Mekonium
SAMterjadi pada intrauterin karena inhalasi mekonium dan sering
menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex menelan dan batuk
yang belum sempurna.
Gejala :

- Pada waktu lahir ditemukan meconium staining


- Letargia
- Malas minum
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban keruhdan bau
- Rhonki (+)
Pengobatan :

- Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium staining


dan lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan napas
- Bila setelah di suction rhonki masih (+), pasang ET
- Bila setelah di suction rhonki (-) dilakan resusitasi
- Terapi antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Cek darah rutin, BGA, GDS dan foto baby gram
4. Tetanus neonatorum
Etiologi

- Perawatan tali pusat yang tidak steril


- Pembantu persalinan yang tidak steril
Gejala

- Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorok)
- Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus)
- Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus
- Tangan mengepal (boxer hand)
- Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
- Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru
Tindakan

- Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari pemberian


IM karena dapat merangsang muscular spasm)
- Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
- Pasang IV line dan OGT
- Pemberian ATS 3000 6000 unit IM
- Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari
- Rawat tali pusat
- Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya
rangsangan
5. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseriagonorrhoeae
saat bayi lewat jalan lahir

Dibagi menjadi 3 stadium

- Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme, mungkit
terdapat pseudomembran

- Stadium supuratif
Berlangsung 2 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret
bercampur darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak (muncrat)
saat palpebra dibuka

- Stadium konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Secret jauh berkurang, gejala lain tidak begitu
hebat lagi.

Penatalaksanaan

- Bayi harus diisolasi


- Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap jam disusul
dengan pemberian salep mata penisilin
- Berikan salep mata penisilin setiap jam selama 3 hari
- Penisilin prokain 50.000 unit/kgbb IM
Pencegahan

Prinsip pencegahan infeksi antara lain:

o Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.


o Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan
infeksi.
o Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
o Pakai pakaian pelindung dan sarung tangan.
o Gunakan teknik aseptik.
o Pegang instrumen tajam dengan hati hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan
atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
o Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
o Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dubowitz LMS Dubowitz V Goldberg C. Clinical assessment of gestational age in the


newborn infant. J Pediatri. 1970; 77: 1-10
2. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Neonatology. 2 nd Ed. New York:
Taylor & Francis Group; 2005.
3. Behrman, Kliegman : Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 15, halaman 543-572, 589-
599. W.B Saunders Company 2000.
4. Volpe JJ. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. In: Volpe J.J. eds. Neurology of the
newborn 4th ed. Philadelphia:WB. Saunders Co, 2001.
5. New Ballard Score & nbspMaturational Assessment of Gestational Age [Online]. 2007
Dec [cited 2009 Dec 21]; Available from: URL:
/www.ballardscore.com/Pages/mono_neuro_posture.aspx.
6. Sanders M, Allen M, Alexander G R, Yankowitz J, Graeber J, Johnson T R B, and Repka
M X. Gestational Age Assessment in Preterm Neonates Weighing Less than 1500 Grams.
PEDIATRICS 1991; 88: 542-45.
7. Bernbaum J C, Umbach D M, Ragan N B, Ballard J L., Archer J I, Schmidt-Davis H, and
Rogan W J. Pilot Studies of Estrogen-Related Physical Findings in Infants.
Environmental Health Perspectives 2008; 116: 416-19.

Você também pode gostar