Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh:
Affian Hudatama Putra
121611101081
Instruktur :
drg. Niken Probowati, M.Kes.
BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1
terjadi pada kehidupan sehari-hari. Kebiasaan buruk ini sangat besar pengaruhnya
terhadap kesehatan gigi dan mulut anak, namun demikian terkadang orangtua
tidak menyadari bahwa bruxism merupakan kebiasaan buruk yang membutuhkan
perawatan, bahkan sebagian besar penderita tidak sadar bahwa dirinya memiliki
kebiasaan tersebut. Disamping keluhan dari teman tidur yaitu suara gesekan, dan
mengasah, bruxism juga menyebabkan sakit pada otot wajah, sakit pada
musculoskeletal, maxillofacial, kerusakan TMJ, sakit orofasial, fibromyalgia, dan
kelelahan kronik (Amandia, 2010).
Pengetahuan mengenai kebiasaan buruk meliputi macam-macam,
penyebab, dampak yang akan terjadi bila dibiarkan terus-menerus, serta upaya
preventif dan manajemen perawatannya perlu kita ketahui. Pengetahuan tersebut
dapat membantu orang tua untuk meningkatkan kewaspadaannya menyikapi
kebiasaan buruk pada anak sehingga dapat berperan aktif menghentikan sedari
dini dan terhindar dari masalah kesehatan gigi dan mulut di kemudian hari. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai macam-macam, penyebab, dampak yang akan
terjadi bila dibiarkan terus-menerus, serta upaya preventif dan manajemen
perawatannya.
2
1. Memberi informasi mengenai dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan
bruxism.
2. Memberi informasi mengenai penatalaksanaan kebiasaan buruk dalam rongga
mulut anak, baik pada jaringan lunak maupun jaringan keras rongga mulut.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2.2.1 Mengisap Jari
Sumber: http://tokoalkes.com/wp-content/uploads/2014/05/menghisap-
jari.jpg accesed May 6th 2014
Menghisap jempol adalah oral habit yang paling umum dan dilaporkan
prevalensi antara 13% sampai 100% di kalangan masyarakat. Beberapa anak-anak
yang tidak berhenti dari kebiasaan ini, menyebabkan gigi permanen mereka
erupsi, tapi ada kecenderungan kebiasaan mengisap akan berlanjut bahkan sampai
dewasa. Ada 2 jenis mengisap jempol (Shahracki, 2012):
1. Aktif: Pada tipe ini, terdapat kekuatan berat oleh otot selama
mengisap dan jika kebiasaan ini berlanjut untuk jangka waktu yang
panjang, posisi gigi permanen dan bentuk rahang akan terpengaruh.
2. Pasif: Pada tipe ini, anak menempatkan jarinya di mulut, tetapi karena
tidak ada kekuatan pada gigi dan mandibula, sehingga kebiasaan ini
tidak menyebabkan perubahan skeletal.
2.2.2 Menjulurkan Lidah (tongue thrusting)
Kebiasaan menjulurkan lidah adalah gerakan ke depan dari ujung lidah
antara gigi untuk bertemu bibir bawah saat penelanan dan berbicara, sehingga
lidah berada di interdental. Menjulurkan lidah merupakan pola oral habit terkait
dengan pola menelan infantil secara terus-menerus sehingga dapat menghasilkan
gigitan terbuka dan protrusi dari segmen gigi anterior (Tarvade, 2015). Lihat
gambar 2.2.2.
5
Gambar 2.2.2 Tongue Thrusting
Sumber: https://www.reflectivesmiles.com/services/tongue-thrust
6
sampai infeksi kulit, jaringan parut, kehilangan kuku, dan bahkan masalah pada
gigi seperti gangguan temporomandibular (Shahracki, 2012). Liha Gambar 2.2.4.
2.2.5 Menggigit Bibir
7
dilakukan dengan frekwensi yang tinggi akan mengakibatkan saliva di dalam
rongga mulut selalu dalam suasana asam, hal ini membuat gigi rentan terhadap
karies. Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat
menyebabkan karies gigi, terutama pada makanan yang manis dan lengket dan
juga berhubungan dengan oral clearance time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk mengeliminasi makanan dari mulut, dan mengurangi konsentrasi
karbohidrat sampai pada titik terang. Seseorang yang mengulum makanan lebih
lama didalam mulutnya mempunyai resiko karies lebih tinggi dari pada orang
yang mengulum makanan / oral clearance time pendek (Johansson, 2010). Lihat
Gambar 2.2.6.
2.2.7 Bruxism
Merupakan kebiasaan menggesekan gigi rahang atas dengan gigi rahang
bawah. Biasanya terjadi ketika tidur saat malam hari dan biasanya penderita tidak
menyadari memiliki kebiasaan ini. Bruxism lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan laki-laki.kebiasaan ini bisa terjadi pada anak-anak maupun
pada orang dewasa. Pada anak-anak, kebiasaan ini timbul pada masa
perkembangan gigi (Joelijanto, 2012). Prevalensi bruxism pada anak-anak
diperkirakan berkisar dari 7% sampai 15,1% (Rao, 2012).
8
Gambar 2.2.8 Bottle Feeding
Sember: https://www.todaysparent.com/wp-
content/uploads/2012/02/bottlefed-baby-istock660.jpg
Penggunaan susu botol pada waktu tidur dapat mengakibatkan karies. Susu
formula biasanya dalam produksinya terdapat penambahan sukrosa dan laktosa
yang dapat menjadi substrat bagi bakteri yang dapat menghasilkan asam. Saliva
pada saat tidur akan berkurang sehingga air susu akan tergenang di permukaan
gigi. Pada kasus ini akan terbentuk urutan karies yang khas, yakni dimulai dari
keempat insisif atas, dilanjutkan dengan gigi-gigi molar hingga yang terakhir pada
gigi anterior bawah,. Karies ini dinamakan sebagai karies rampan (Anisyah,
2006). Lihat Gambar 2.2.8.
.
9
BAB 3. PEMBAHASAN
Bruksisme (Bruxism)
3.1 Gambaran Umum Bruxism
Bruxism adalah kebiasaan kronis mengatup-ngatupkan rahang dan
mengasah gigi yang terjadi pada anak-anak, terutama anak dibawah 5 tahun.
Bruxism terjadi paling sering pada saat tidur lelap di malam hari, mungkin juga
terjadi selama anak mengalami tekanan atau ketakutan5. Bruxism merupakan
aktivitas parafungsional yang disebabkan oleh refleks aktifitas mengunyah, akan
tetapi ini bukan hasil dari aktifitas belajar. Mengunyah adalah aktivitas
neuromuscular yang kompleks yang dikontrol oleh jalur persyarafan reflek,
dimana pengontrol tertinggi adalah otak. Saat tidur, bagian ini masih tetap aktif
meskipun kontrol pusat tidak aktif, pada fase inilah bruxism terjadi (Amandia,
2010).
Bruksisme biasa terjadi pada anak. Kebiasaan ini biasanya muncul pada
malam hari, dan berlangsung dalam periode waktu yang lama, sehingga dapat
menyebabkan gigi sulung dan gigi permanen abrasi. Kebiasaan ini timbul pada
masa gigi-geligi sedang tumbuh. Dan jika bertahan hingga anak dewasa biasanya
disertai dengan adanya stres emosional, parasomnia, trauma cedera otak, ataupun
cacat neurologis, dengan komplikasi erosi gigi, sakit kepala, disfungsi sendi
temporomandibular, dan nyeri pada otot-otot pengunyahan (Hartono, 2011).
10
laki-laki dan perempuan yang melakukan clenching jumlahnya sama. Clark
menegaskan bahwa bruxism tipe clenching yang berhubungan dengan kontraksi
muskulus yang kuat dan berkelanjutan adalah lebih berbahaya. Bruxism lebih
sering dimiliki oleh kaum wanita dibandingkan pria (ferro et.al., 2017)
Etiologi bruxism secara pasti masih sulit untuk diketahui. Diduga faktor
penyebabnya antara lain faktor lokal, sistemik, maupun psikologis. Faktor lokal
diantaranya karena ketidaksesuaian oklusi akibat tambalan gigi yang terlalu
tinggi. Faktor sistemik tertinggi karena penyakit epilepsi, meningitis, dan
gangguan gastrointestinal. Faktor psikologis disebabkan karena kondisi cemas
dan stress. Faktor psikologis inilah yang dianggap paling mendasar sebagai
penyebab bruxism, sehingga didapati bahwa bruxism sering terjadi pada anak-
anak yang mudah marah dan memiliki kebiasaan buruk lain yang menyertai
seperti thumb sucking dan menggigit kuku 7. Melalui beberapa penelitian, tidak
ada satupun yang secara pasti mengetahui penyebab bruxism. Tetapi pada
beberapa kasus bruxism pada anak mungkin terjadi oleh karena kontak gigi
rahang atas dan bawah yang tidak tepat, atau bisa juga sebagai respon sakit,
misalnya sakit pada telinga maupun sakit gigi. Stress, biasanya kecemasan dan
ketakutan bisa menjadi penyebab lainnya. Misalnya karena ketakutan menghadapi
ujian di sekolah maupun ketakutan menghadapi guru baru. Beberapa anak yang
hiperaktif, mengekspresikan keaktifannya dengan melakukan bruxism. Pada anak-
anak, bruxism mungkin dihubungkan dengan pertumbuhan TMJ dan gigi.
Beberapa peneliti menduga bahwa bruxism sebagai akibat dari keadaan gigi-gigi
rahang atas dan bawah yang tidak tepat satu sama lain (selama masa
pertumbuhan) (Amandia, 2010).
Berbagai teori dikemukakan untuk menjelaskan adanya kontroversi
etiologi bruxism yang telah berlangsung bertahun-tahun. Berdasarkan telaah
literatur terdapat dua kelompok faktor penyebab bruxism yaitu periferal
(morfologis) dan sentral (physiopatologis dan psikologis). Saat ini, bruxism lebih
mengarah ke etiologi sentral daripada periferal.
11
3.2.1 Peran faktor periferal (morfologis)
Faktor periferal pada waktu lalu dipertimbangkan sebagai etiologi utama
bruxism. Ramfjorf (1961) menyarankan bahwa bruxism dapat dihilangkan dengan
penyesuaian oklusal. Tapi dari berbagai studi menunjukkan bahwa hubungan
antara bruxism dan faktor oklusal adalah lemah atau tidak ada. Sementara itu,
Michelotti dkk, 2005, dalam eksperimennya, bahwa suprakontak nyata
berhubungan dengan pengurangan kegiatan elektomiografi (EMG) ketika bangun.
Hasil double-blind randomized controlled studies di Finland menunjukkan bahwa
interferensi oklusal artifisial tampaknya mengganggu keseimbangan oromotor
pada mereka dengan kelainan temporomandibular. Artikel tinjauan Luther, 2007
menyatakan tidak ada bukti bahwa interferens oklusal sebagai etiologi bruxism,
atau penyesuaian oklusal dapat mencegahnya (Hartono, 2011).
12
b. Faktor psikologis
13
kebiasaan bruxism yang dilakukan dalam waktu yang lama yaitu trauma pada
dentin dan jaringan pendukung seperti hipersensitifitas pada suhu,
hipersementosis, fraktur cusp, pulpitis, pulpa nekrosis dan penyakit periodontal.
Bruxism cenderung mengakibatkan kehilangan kontinuitas bahkan lamina dura
disekitar gigi sampai lepas. Hal ini terjadi karena traumatik oklusi yang kronis.
Terjadi juga pelebaran ruang periodontal diantara gigi dan tulang alveolar
disekitarnya, selain itu dapat pula mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal
di bagian apikal (Amandia, 2010).
Akibat lain yang ditimbulkan yaitu sakit kepala, karena tekanan dan
kontraksi otot temporalis. Fungsi otot temporalis mengangkat mandibula dan
mengembalikan posisi mandibula, nyeri pada otot pengunyahan, biasanya saat
bangun tidur pagi akan terasa nyeri di pipi. Hipertropi otot kunyah terutama
maseter akibat dari penggunaan aktivitas otot yang berlebihan. Exostosis, tulang
menjadi hipertropi jika terjadi fungsi abnormal otot pengunyahan jika tidak
digipergunakan. Maloklusi, disebabkan oleh perubahan posisi menutup mulut
untuk menghindari nyeri kontak dengan gigi yang atrisi. Kontraksi otot yang
cenderung pada satu sisi rahang saja, sehingga gigitan silang sering terjadi.
Umumnya bruxism tidak menimbulkan sakit secara langsung pada gigi anak. Pada
kasus yang lebih parah, bruxism dapat merusak lapisan email gigi, meningkatkan
sensitifitas gigi terhadap suhu, dan sebagai salah satu penyebab keluhan pada otot
wajah serta memicu munculnya berbagai masalah terhadap TMJ. Pada kasus yang
ekstrim, email gigi akan mengalami kerusakan dan penurunan serta terlihatnya
lapisan dentin sehingga gigi menjadi datar dan kecil (Amandia, 2010).
14
Namun, karena kurangnya penelitian, tidak jelas apakah strategi manajemen untuk
mengobati bruxisme siang hari mempengaruhi perilaku yang terjadi saat tidur.
Hipnosis sebagian didukung oleh laporan kasus. Meditasi dilaporkan mengurangi
stres, meningkatkan harga diri dan pengendalian diri yang secara tidak langsung
dapat mempengaruhi waktu bruxism jika kualitas tidur ditingkatkan. Pendekatan
pengobatan fisik lainnya seperti program pengencangan kardiovaskular, TENS,
akupunktur, pijat manual dan beberapa pendekatan naturopati alternatif
(suplementasi B-5, magnesium, kalsium, potassium atau vitamin C) juga
disarankan untuk pengelolaan bruxism tidur. Tak satu pun dari terapi ini telah
dipelajari dengan tepat untuk memberi komentar yang masuk akal mengenai
keampuhan mereka untuk perilaku siang atau malam hari (Burgess, 2014).
3.4.2 Farmakoterapi
Beberapa jenis obat yang berbeda telah menunjukkan keperluan dalam
mengobati bruxism tidur. Hal ini termasuk hydroxyzine, clonazepam, levodopa
(L-Dopa) yang dikombinasikan dengan benserazida, pergolide (agonis reseptor
dopamin D1 / D2), propranolol dan gabapentin, Bukti untuk efektivitas
pengobatan serotonergis dalam mengurangi bruksisme tidur masih kurang baik. L-
triptofan belum terbukti berguna dalam hal ini dan efek obat antidepresan telah
dicampur. Bahkan, antidepresan serotonin re-uptake inhibitor selektif (SSRI) telah
terbukti memperburuk bruxisme. Selain itu, obat-obatan jalanan tertentu seperti
ekstasi dapat menyebabkan bruxism yang parah.60 Praktik terbaik menentukan
bahwa obat yang diresepkan untuk tidur bruxism hanya boleh digunakan dalam
jangka pendek untuk mendapatkan manfaat maksimal. Penggunaan beberapa obat
yang berkepanjangan (misalnya L-dopa) dikaitkan dengan peningkatan perilaku
bruxing. Resep dokter harus terbiasa dengan efek umum, efek samping dan
interaksi obat potensial sebelum menggunakan obat ini untuk mengatasi bruxism
(Burgess, 2014).
15
disebut night-guard dan digunakan saat tidur pada malam hari. Alat ini akan
membentuk batas antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah sehingga tidak
akan saling beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah kerusakan yang lebih jauh
pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan buruknya.
Night guard atau mouth guard atau bite splint atau bite guard merupakan
alat yang dapat dipakai untuk mengatasi kebiasaan bruxism. Bite splint dianjurkan
untuk anak karena berbahan dasar lunak (soft rubber splint), cukup mampu
melawan grinding. Bite splint ini merupakan alat lepasan yang terbuat dari akrilik
yang menutupi permukaan oklusal, insisal dan palatal gigi pada salah satu rahang.
Alat tersebut lebih sering dibuat pada rahang atas, karena pada rahang bawah
lebih banyak undercut dan adanya tekanan dari lidah sehingga cenderung kurang
stabil. Mekanisme dari bite splint ini adalah kekuatan tekanan bruxism yang
menyentuh dataran oklusal splint akan didistribusikan secara merata,
menyeluruh, dan tidak langsung mengenai permukaan oklusal maupun insisal,
sehingga gigi geligi tidak terdesak, tetap stabil dan terlindungi. Prinsip dari mouth
guard adalah meminimalkan abrasi pada permukaan gigi dengan memakai akrilik
dental guard/splint, dengan desain berbentuk individual tray rahang atas atau
rahang bawah dari oklusal. Mouth guard memiliki 4 fungsi, antara lain : a)
sebagai dasar perhatian bagi pasien bahwa pencegahan bruxism berarti
pencegahan terhadap kerusakan TMJ yang lebih parah, b) menstabilkan oklusi
sebagai upaya untuk meminimalkan derajat perubahan posisi gigi yang mungkin
16
terjadi selama bruxism, c) mencegah kerusakan gigi, d) sebagai pertimbangan
bagi praktisi. Mouth guard biasanya buatan pabrik dengan keuntungan murah dan
mudah didapat, tetapi ukurannya dalam standart, sehingga belum tentu cocok
dipakai tiap individu. Untuk anak-anak dianjurkan memakai ukuran individual
sehingga aman dipakai dan stabil dalam rongga mulut (Amandia, 2010).
Night guard atau bite splint digunakan setiap malam. Bersihkanlah gigi
geligi dari sisa makanan sebelum menggunakan piranti ini, baik dengan
menggunakan sikat gigi, dental floss, maupun dengan mouth wash. Gigi-geligi
yang tidak bersih akan menyebabkan kerusakan gigi, demikian juga dengan
piranti ini juga harus tetap dalam keaadaan bersih sebelum digunakan kembali.
awal penggunaan piranti ini akan terasa tidak nyaman, diperlukan beberapa hari
untuk membiasakan. Setiap kunjungan ke dokter gigi alat harus dibawa untuk
dilakukan pemeriksaan, jika memungkinkan dilakukan penyesuaian kembali
dengan gigi geligi pengguna. ( Carr, 2011)
17
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan :
1. Kebiasaan bruxism dapat mengakibatkan kerusakan pada gigi berupa atrisi yang nyata
disertai penurunan dimensi vertikal, kegoyangan gigi, atau fraktur gigi, kerusakan
pada jaringan periodontal, gigi sensitif, nyeri pada otot2 pengunyahan, sakit kepala
dan pundak, hingga terjadinya gangguan pada fungsi TMJ.
2. Upaya yang paling penting yaitu mengontrol bruxism dengan cara merelaksasikan
emosi anak sebelum tidur. Dapat dipertimbangkan pemakaian alat lepasan untuk
mengurangi kerusakan gigi selama bruxism, yaitu mouth guard atau bite guard atau
night guard atau bite splint.
4.2 Saran :
18
DAFTAR PUSTAKA
Amandia. Bruxism pada Anak- Anak dan Perawatannya. Stomatognatic (J.K.G.
Unej) Vol. 7 No. 1 2010 : 17-21
Anisyah Ika. Hubungan Antara Lama Pemberian Susu Botol dan Oklusi pada Gigi
Sulung. IJD. 2006;Edisi Khusus KPPIKG XIV:388-392.
Burgess Jeff. The Management of Bruxism. Dental Academy of CE. 2014;1-10
Carr AB, Browan DT. 2011. McCrackens Removable Partial Prosthodontics.
13th ed. Elsevier: Canada
Ferro. 2017. The Glossary of Prosthodontic Terms. J Prosthet Dent vol. 117.
Foster. 1993. Buku Ajar Ortodonsi.Third Edition. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Hartono A . 2011. Bruxism. Bagian Periodonsia FKG Unpad. Bandung
Indushekar, G. B., Bhavna G., Indushekar K. R. Childhood Thumb Sucking
Habit:the Burden of A Preventable Problem. Medicine and Medical
Sciences. 2012;2(1):1-4.
Joelijanto, Rudy. Oral Habits That Cause malocllusion Problems. IDJ. 2012;
1(2):86-88.
Johansson, I. Snacking Habits and Caries in Young Children. aries Res
2010;44:421430
Kamdar, R. J. Dan Ibrahim A. S. Damaging Oral Habits. Journal of International
Oral Health. 2015; 7(4):85-87.
Lagana, G., C.m Masucci, F. Fabi, P., Bollero, P. Cozza. 2013. Prevalence of
maloclussion, Oral Habits adn orthodontic Treatment need in a 7 to 15 years
old schoolchildren Population in Tirana. Progress orthodontics.
DOI:10.1186/2196-1042-14-12.
Oston R.., Harty F.J., 2012. Kamus Kedokteran Gigi. Penerbit Buku Kedoktran
EGC: Jakarta
Omer, M. I., Amal H. A. Prevalence of Oral Habits and its Effect in Primary
Dentition Among Sudanese Preschool Childreen in Khartoum City. Indian
Journal of Dental Education. 2015; 8(2):57-62.
19
Patheco, M. C. T., Camila F. C., Licia P. T., Nathalia S. F. M T. M. Guidelines
proposal for clinical recognition mouth breathing children. 2015;20(4):39-
44.
Prasad, K. Archana A. S., Anupama P. D. A review of current concept in
bruxism-diagnosis and management. Nitte University Journal of Health
Science. 2014; 4(2):129-136.
Shahraki N. Abnormal oral habits: A review. J of Den and Oral Hyg 2012:
4(2):12-15.
Rao A. Principles and practices of pedodontics. 3rd ed, India: Jaypee 2012. p.
161-172
Tarvade SM., Ramkrishna S, Tongue thrusting habit: A review. Int J Contemp
Dent Med Rev, Vol. 2015:14
Trasti. 2007. Pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial yang Normal.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
20