Você está na página 1de 10

Asuhan Keperawatan

sebagai bahan sharing bagi seluruh mahasiswa kesehatan By : Yohanes Oda Teda Ona
widarma
SELASA, 24 MEI 2011

ASUHAN KEPERAWATAN TIFUS ABDOMINAL


1) PENGERTIAN TIFUS ABDOMINAL
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat
pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui
makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).
2) ANATOMI FISIOLOGI
Usus halus
Adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah panjangnya kira-kira dua
pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm
area permukaan untuk sekresi dan absorbsi.
Usus halus dibagi 3 bagian anatomik : bagian atas disebut duodenum, bagian tengah disebut
yeyunum dan bagian bawah disebut ileum. Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak di bagian
bawah kanan duodenum ini disebut sekum
Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus
besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.
Terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang dari
abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar
terdiri dari dua bagian kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada anus. Jalan keluar anal di atur oleh
jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal.
Ada 2 tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus halus :
1)Kontraksi segmental yang menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi usus ke belakang
dan ke depan dalam gerakan mengaduk.
2)Peristaltik usus mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.
Karbohidrat dipecahkan menjadi disakarida dan monosakarida. Protein dipecahkan menjadi asam amino dan
peptida. Lemak dicerna diemulsifikasi menjadi monogliserida dan asam lemak.
3) ETIOLOGI
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat
komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti
(glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
4) PATOFISIOLOGI
a.Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus (terutama di ileum bagian distal), ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredarahan darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikula
endotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnnya.
b.Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikula endotelial melepaskan
kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman
masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu.
c.Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus
halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu
keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
d.Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus halus (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).

5) TANDA DAN GEJALA


* Demam lebih dari seminggu
Siang hari biasanya terlihat segar namun malamnya demam tinggi. Suhu tubuh naik-turun.
* Mencret
Bakteri Salmonella typhi juga menyerang saluran cerna karena itu saluran cerna terganggu. Tapi pada
sejumlah kasus, penderita malah sulit buang air besar.
* Mual Berat
Bakteri Salmonella typhi berkumpul di hati, saluran cerna, juga di kelenjar getah bening. Akibatnya,
terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
* Muntah
Karena rasa mual, otomatis makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat
mulut. Karena itu harus makan makanan yang lunak agar mudah dicerna. Selain itu, makanan pedas dan
mengandung soda harus dihindari agar saluran cerna yang sedang luka bisa diistirahatkan.
* Lidah kotor
Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan
cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
* Lemas, pusing, dan sakit perut
* Terkesan acuh tak acuh bahkan bengong
Ini terjadi karena adanya gangguan kesadaran. Jika kondisinya semakin parah, seringkali tak
sadarkan diri/pingsan.
* Tidur pasif
Penderita merasa lebih nyaman jika berbaring atau tidur. Saat tidur, akan pasif (tak banyak gerak)
dengan wajah pucat.

6) TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambar leukoperia, limfositosis relatif dan aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia ringan.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Teradapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan
sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
a. Biakan empedu
Basil salmonella typhii dapat ditemukan dalam darah penderita biasnya dalam minggu pertama sakit.
Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang
lama.
Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan diagnosis,
sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturt-turut digunakan untuk memnentukan
bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawakman (karier).
b. Pemeriksaan lidah
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan
suspensi antigen salmonella typii. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan
mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan reaksi aglutinasi.

c. Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih sedangkan titer terhadap antigen H
walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menengakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
7) KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom
uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.

8) PENULARAN
a. Penderita Tifus mengeluarkan kotoran dan urine yang mengandung kuman penyebab penyakit tifus.
b. Bila pembuangan kotoran ini tidak dilakukan di jamban yang memenuhi syarat akan memudahkan penularan.
c. Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian
dimasukan ke mulut atau dipakai untuk memegang makanan.
d. Kuman dapat mencemari air bila kotoran tersebut terbawa atau terkena air. Kalau air yang tercemar tersebut
diepergunakan orang untuk keperluan sehari hari tanpa direbus atau dimasak. Misalnya untuk menggosok gigi,
berkumur, atau mencuci sayur lalap, ia dapat menulari orang tersebut dengan penyakit Tifus.
e. Kuman dapat ditularkan langsung kepada orang lain atau dapat menemari air, makanan dan minuman atau
lingkungannya.
f. Penderita yang baru ini dengan cara yang sama dapat menularkan lagi pada orang lain dan lingkungan
sekitarnya, dan seterusnya, merupakan lingkaran yang tidak putus putusnya.
g. Kotoran dapat dihinggapi lalat, dan bila lalat ini hinggap di makanan, akan menyebabkan makanan itu
tercemar. Penularan terjadi bila seseorang memakan makan yang tercemar ini.

9) PENCEGAHAN
* LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat.
Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan
gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya.
Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat
akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan.
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.

* DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga.
Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap
kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa
(tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak
lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh.
Untuk mengurangi kemungkinan penularan penyakit ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
* Saat merawat penderita, baik di rumah maupun RS, harus lebih seksama dan ekstra hati-hati kala
membersihkan tubuhnya maupun benda-benda perlengkapannya, terutama yang mungkin tercemar tinjanya.
Jangan lupa, selalu mencuci bersih-bersih tangan dengan sabun atau cairan antiseptik setelah mencebokinya.
* Jangan pernah ijinkan anak duduk atau main-main di lantai kamar mandi, karena sisa kotoran yang mungkin
tercecer di lantai kamar mandi dapat menularkan penyakit. Meski tak ada penderita, sering-seringlah
membersihkan lantai kamar mandi dengan banyak air dan cairan antiseptik; apalagi bila telah digunakan
penderita.
* Ajarkan cara cebok yang baik dan benar pada anak yang sudah agak besar maupun pengasuhnya. Begitu
pula cara menyiram WC dan lantai kamar mandi.
* Selalu cuci tangan dengan sabun setiap kali bersentuhan dengan penderita.
Sementara pencegahan penyakit ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
* Saat menyiapkan makanan dan minuman, jangan gunakan tangan secara langsung, tapi pakailah alat bantu
semisal sendok, garpu, atau penjepit makanan.
* Kala hendak sekolah, bekali makanan lengkap dengan sendok-garpu dari rumah yang lebih terjaga
kebersihannya ketimbang jajan sembarangan.
* Hindari atau minimal waspadai warung makanan. Tak ada salahnya untuk memperhatikan kebiasaan cuci
tangan juru masak atau pelayannya maupun pencucian alat-alat makan bekas pakai, sebelum memutuskan
makan di kedai tersebut.
* Tanamkan kebiasaan hidup bersih pada anak dan pengasuhnya. Jangan pernah lelah atau menyerah untuk
memberi penjelasan, contoh nyata, maupun saat mengawasi pelaksanaannya.
* Gunakan air yang mengalir dari kran untuk mencuci tangan, bukan dari ember atau bak penampung yang
jarang dikuras dan dicuci. Begitu juga untuk mencuci bahan makanan, alat masak maupun perlengkapan
makan. Untuk mencuci lalap mentah dan buah segar, sebaiknya gunakan air matang.
* Bila mungkin, sediakan sabun untuk masing-masing anggota keluarga. Usahakan pula sumber air bersih
sebaiknya terpisah minimal 10 meter dari septic-tank.
10) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan
kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan
fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena,
selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari
atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR,
maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)

Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
1. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
2. Tidak mengandung banyak serat.
3. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
4. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
11) PROGNOSIS
Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:
1. Panas tinggi (hipperpereksia) atau kontinua.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dll.
4. Keadaan gizi penderita buruk.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian sistem gastrointestinal meliputi riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik komprehensif
dimulai dari rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien. Tujuan tindakan ini untuk mengumpulkan
riwayat, pengkajian fisik dan tes diagnostik untuk mengidentifikasi dan mengatasi diagnosa keperawatan dan
medis klien. (Monica Ester, 2001).
Pada pengkajian penderita dengan kasus typhus abdominalis yang perlu dikaji :
a.Riwayat keperawatan
b.Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor,
tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk 2001).
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
Perencanaan/Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital
stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman
untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode
istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energy
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang
jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi
cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan
faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala

Pelaksanaan / Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Beberapa
petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a.Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b.Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c.Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d.Dokumentasi intervensi dan respons klien.
(Keliat, Anna Budi, 1999).

Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan
(diagnosa, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.
Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah :
a.Anak menunjukkan tanda tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b.Anak menunjukkan tanda tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c.Anak tidak menunjukkan tanda tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan anak.
e.Anak akan menunjukkan tanda tanda vital dalam batas normal.
(Suriadi, dkk 1999).
Diposkan oleh oda sunrise di 22.53
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
MENGENAI SAYA
oda sunrise
Yogyakarta - nabire, DIY - Papua, Indonesia
lahir pada tanggal 16 januari 1991, di kota nabire - papua. saya seorang mahasiswa di salah satu universitas
swasta yang berada di kota Yogyakarta. perawat adalah cita-cita ke 3 saya.Trimakasih Ayah Ibu yang sudah
memberikan semuanya selama ini,dan buat teman-teman Prodi S1 keperawatan makasih ya buat dukungannya
selama ini (Peace love and respect.... )
Lihat profil lengkapku

ARSIP BLOG

2012 (4)
2011 (35)
o September (3)
o Juni (6)
o Mei (26)
ASUHAN KEPERAWATAN PERIKARDITIS

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR


ASUHAN KEPERAWATAN SINDROMA GUILAIN BARRE
ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA PEKTORIS
ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS EKSFOLIATIF
ASUHAN KEPERAWATAN VARISES VENA
ASUHAN KEPERAWATAN MYOCARD INFARK
ASUHAN KEPERAWATAN ATRESI ANI / ANUS IMPERFORATE
ASUHAN KEPERAWATAN DISENTRI
ASUHAN KEPERAWATAN TIFUS ABDOMINAL
ASUHAN KEPERAWATAN TONSILITIS
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR IGA
ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS
ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA PARU
ASUHAN KEPERAWATAN EMBOLISME PARU
ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN VASKULER HEPATOMEGALI...
ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA MEDULLA SPINALIS
ASUHAN KEPERAWATAN HNP (Hernia Nukleus Pulposus)
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS ( S...
ASUHAN KEPERAWATAN MIKROGLOBULINEMIA WALDENSTROM
ASUHAN KEPERAWATAN ERITROBLASTOSIS FETALIS
ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
ASUHAN KEPERAWATAN MICROCEPHALUS
ASUHAN KEPERAWATAN Mielomeningokel (Mylomeningocel...

LINK

http://ners-nerskeperawatan.blogspot.com/
http://penick-penick.blogspot.com/
http://stikesbethesda.ac.id/
http://www.facebook.com/profile.php?id=100000080728349&sk=info

PENGIKUT

LANGGANAN

Pos

Komentar
TOTAL TAYANGAN LAMAN

355,419
APAKAH ANDA MENYUKAI BLOG INI? Ada kesalahan di dalam gadget ini
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta. Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Você também pode gostar