Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
sebagai bahan sharing bagi seluruh mahasiswa kesehatan By : Yohanes Oda Teda Ona
widarma
SELASA, 24 MEI 2011
6) TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambar leukoperia, limfositosis relatif dan aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia ringan.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Teradapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan
sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
a. Biakan empedu
Basil salmonella typhii dapat ditemukan dalam darah penderita biasnya dalam minggu pertama sakit.
Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang
lama.
Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan diagnosis,
sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturt-turut digunakan untuk memnentukan
bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawakman (karier).
b. Pemeriksaan lidah
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan
suspensi antigen salmonella typii. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan
mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan reaksi aglutinasi.
c. Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih sedangkan titer terhadap antigen H
walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menengakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
7) KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom
uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
8) PENULARAN
a. Penderita Tifus mengeluarkan kotoran dan urine yang mengandung kuman penyebab penyakit tifus.
b. Bila pembuangan kotoran ini tidak dilakukan di jamban yang memenuhi syarat akan memudahkan penularan.
c. Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian
dimasukan ke mulut atau dipakai untuk memegang makanan.
d. Kuman dapat mencemari air bila kotoran tersebut terbawa atau terkena air. Kalau air yang tercemar tersebut
diepergunakan orang untuk keperluan sehari hari tanpa direbus atau dimasak. Misalnya untuk menggosok gigi,
berkumur, atau mencuci sayur lalap, ia dapat menulari orang tersebut dengan penyakit Tifus.
e. Kuman dapat ditularkan langsung kepada orang lain atau dapat menemari air, makanan dan minuman atau
lingkungannya.
f. Penderita yang baru ini dengan cara yang sama dapat menularkan lagi pada orang lain dan lingkungan
sekitarnya, dan seterusnya, merupakan lingkaran yang tidak putus putusnya.
g. Kotoran dapat dihinggapi lalat, dan bila lalat ini hinggap di makanan, akan menyebabkan makanan itu
tercemar. Penularan terjadi bila seseorang memakan makan yang tercemar ini.
9) PENCEGAHAN
* LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat.
Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan
gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya.
Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat
akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan.
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.
* DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga.
Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap
kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa
(tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak
lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh.
Untuk mengurangi kemungkinan penularan penyakit ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
* Saat merawat penderita, baik di rumah maupun RS, harus lebih seksama dan ekstra hati-hati kala
membersihkan tubuhnya maupun benda-benda perlengkapannya, terutama yang mungkin tercemar tinjanya.
Jangan lupa, selalu mencuci bersih-bersih tangan dengan sabun atau cairan antiseptik setelah mencebokinya.
* Jangan pernah ijinkan anak duduk atau main-main di lantai kamar mandi, karena sisa kotoran yang mungkin
tercecer di lantai kamar mandi dapat menularkan penyakit. Meski tak ada penderita, sering-seringlah
membersihkan lantai kamar mandi dengan banyak air dan cairan antiseptik; apalagi bila telah digunakan
penderita.
* Ajarkan cara cebok yang baik dan benar pada anak yang sudah agak besar maupun pengasuhnya. Begitu
pula cara menyiram WC dan lantai kamar mandi.
* Selalu cuci tangan dengan sabun setiap kali bersentuhan dengan penderita.
Sementara pencegahan penyakit ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
* Saat menyiapkan makanan dan minuman, jangan gunakan tangan secara langsung, tapi pakailah alat bantu
semisal sendok, garpu, atau penjepit makanan.
* Kala hendak sekolah, bekali makanan lengkap dengan sendok-garpu dari rumah yang lebih terjaga
kebersihannya ketimbang jajan sembarangan.
* Hindari atau minimal waspadai warung makanan. Tak ada salahnya untuk memperhatikan kebiasaan cuci
tangan juru masak atau pelayannya maupun pencucian alat-alat makan bekas pakai, sebelum memutuskan
makan di kedai tersebut.
* Tanamkan kebiasaan hidup bersih pada anak dan pengasuhnya. Jangan pernah lelah atau menyerah untuk
memberi penjelasan, contoh nyata, maupun saat mengawasi pelaksanaannya.
* Gunakan air yang mengalir dari kran untuk mencuci tangan, bukan dari ember atau bak penampung yang
jarang dikuras dan dicuci. Begitu juga untuk mencuci bahan makanan, alat masak maupun perlengkapan
makan. Untuk mencuci lalap mentah dan buah segar, sebaiknya gunakan air matang.
* Bila mungkin, sediakan sabun untuk masing-masing anggota keluarga. Usahakan pula sumber air bersih
sebaiknya terpisah minimal 10 meter dari septic-tank.
10) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan
kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan
fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena,
selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari
atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR,
maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
1. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
2. Tidak mengandung banyak serat.
3. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
4. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
11) PROGNOSIS
Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:
1. Panas tinggi (hipperpereksia) atau kontinua.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dll.
4. Keadaan gizi penderita buruk.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian sistem gastrointestinal meliputi riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik komprehensif
dimulai dari rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien. Tujuan tindakan ini untuk mengumpulkan
riwayat, pengkajian fisik dan tes diagnostik untuk mengidentifikasi dan mengatasi diagnosa keperawatan dan
medis klien. (Monica Ester, 2001).
Pada pengkajian penderita dengan kasus typhus abdominalis yang perlu dikaji :
a.Riwayat keperawatan
b.Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor,
tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk 2001).
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
Perencanaan/Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital
stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman
untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode
istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energy
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang
jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi
cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan
faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala
Pelaksanaan / Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Beberapa
petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a.Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b.Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c.Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d.Dokumentasi intervensi dan respons klien.
(Keliat, Anna Budi, 1999).
Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan
(diagnosa, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.
Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah :
a.Anak menunjukkan tanda tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b.Anak menunjukkan tanda tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c.Anak tidak menunjukkan tanda tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan anak.
e.Anak akan menunjukkan tanda tanda vital dalam batas normal.
(Suriadi, dkk 1999).
Diposkan oleh oda sunrise di 22.53
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Poskan Komentar
ARSIP BLOG
2012 (4)
2011 (35)
o September (3)
o Juni (6)
o Mei (26)
ASUHAN KEPERAWATAN PERIKARDITIS
LINK
http://ners-nerskeperawatan.blogspot.com/
http://penick-penick.blogspot.com/
http://stikesbethesda.ac.id/
http://www.facebook.com/profile.php?id=100000080728349&sk=info
PENGIKUT
LANGGANAN
Pos
Komentar
TOTAL TAYANGAN LAMAN
355,419
APAKAH ANDA MENYUKAI BLOG INI? Ada kesalahan di dalam gadget ini
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta. Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.