Você está na página 1de 16

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang di berikan oleh guru
kami.
Dalam pembuatan tugas ini,kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam
menyelesaikannya.kami berterimakasih kepada Ibu Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang telah memberikan saya tugas ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan tugas yang kami buat ini yang
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami memohon maaf apabila ada kekurangan
ataupun kesalahan. Kritik dan saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik serta
berdaya guna dimasa yang akan datang.

Takalar,20 November 2016


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
B.Perumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan

BAB II ISI
A.Awal masuknya ajaran islam di Nusantara
B. Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara
C. Proses penyebaran Islam di Nusantara
D. Penyebaran Menurut Wilayah

BAB III PENUTUP


A. KesimPulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Makalah


Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-
pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan
Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik
bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara
itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk
kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan
Jawa antara abad ke-1 dan 7 M sering disinggahi pedagang asing seperti Lamuri (Aceh),
Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah.
Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang
berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia
ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar
secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah


a. Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara?
b. Apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara?
c. Bagaimana Proses Penyebaran Islam di Nusantara?
d. Proses Penyebaran Islam di Wilayah?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara.
b. Mengetahui dan mengenal Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara.
c. Untuk mengetahui Proses Penyebaran Islam di Nusantara.
d. Mengetahui Poses Penyebaran Islam di Nusantara
BAB II
PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA

A. Awal Masuknya Islam Di Nusantara

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan
Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-
wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-
prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan
dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan
membacadua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.

Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar


masuknya Islam di Indonesia pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke
Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur
Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

B. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA


1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama, didirikan oleh Malik As-
Saleh. Kerajaan ini terletak di Lhok Seumawe Aceh Utara di daerah Selat Malaka yang
merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Pada masa pemerintahan Malik
As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi bandar pelabuhan besar yang
banyak didatangi oleh pedagang dari berbagai daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina.
Dalam perkembangannya setelah Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan pemerintahan
dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik Al-Taher (1927 1326), Sultan
Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin.

2. Kerajaan Malaka
Pendiri Kerajaan Malaka adalah Iskandar Syah. Kerajaan ini letaknya berhadapan
dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis karena letaknya tersebut, kerajaan ini sering
kali menjadi tempat persinggahan para pedagang Islam yang berasal dari berbagai negara.
Selain Iskandar Syah, terdapat beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di
antaranya sebagai berikut.

a. Muhammad Iskandar Syah (1414-1424).


b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah (1458-1477).
c. Sultan Alaudin Syah yang (1477-1488).
d. Sultan Mahmud Syah (1488-151).
Kerajaan Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Cina, Arab,
Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk meningkatkan
kegiatan ekonominya. Karena kemajuannya dalam perdagangan, Kerajaan Malaka mampu
mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra Pasai.

3. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh
Raden Patah (1478). Raden Patah adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu
keturunan Champa (perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam). Kebudayaan masyarakat
Demak bercorak Islam yang terlihat dari banyaknya masjid, makam-makam, kitab suci Al-
Quran, ukir-ukiran berlanggam (bercorak) Islam, dan sebagainya. Sampai-sampai sekarang
Demak dikenal sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam di Jawa Tengah.
Bahkan, dalam sejarah Indonesia, Demak dikenal sebagai pusat daerah budaya Islam di Pulau
Jawa.
4. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan yang
meninggal pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya Sutawijaya (Senopati Ing
Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah). Pada masanya, Kerajaan Mataram terus
berkembang dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang seputar Jawa
Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.
Setelah meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau
Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh anak Mas Jolang
yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan, Raden Mas Martapura digantikan
oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama
Sultan Agung (1613-1645). Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak
kejayaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga
berubah menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya gejolak politik di daerah-
daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan penguasa Belanda yang menginginkan
menguasai tanah Jawa.
Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi
dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
a. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat dengan
Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin
jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga raja yang
masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta,
Pakualaman dan Mangkunegaran.
5. Kerajaan Cirebon
Kerajaan ini lahir pada abad ke-16. Pada abad tersebut, daerah Cirebon berkembang
menjadi pelabuhan ramai dan menjadi pusat perdagangan di pantai utara Jawa Barat.
Majunya kegiatan perdagangan juga mendorong proses islamisasi semakin berkembang
sehingga Sunan Gunung Jati membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya
kerajaan Islam Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran
Islam di Jawa Barat.
6. Kerajaan Banten
Pendiri Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya adalah
Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Semula wilayah ini termasuk
bagian dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki hubungan dengan kerajaan
Demak. Hasanuddin menikah dengan putri Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang
anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara.
Dalam perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf (1570) menggantikan ayahnya
untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580. Setelah itu,
dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian Abdul Mufakhir, Abu Mali
Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah Abdulfatah yang lebih dikenal dengan
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582). Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan
Banten mengalami puncak kejayaan.
7. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh muncul setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis. Masa kejayaan
Kerajaan Aceh tercapai dalam pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Seni sastranya dalam
kebudayaan masyarakat Aceh dipengaruhi oleh budaya agama Islam. Rakyat Aceh terutama
kaum ulamanya gemar menulis buku kesusastraan. Misalnya, Nuruddin ar-Raniri menulis
buku Bustanus Salatin dan Hamzah Fansuri menulis Syair Perahu, Syair Burung Pingai, dan
Asrar al Arifin. Selain itu, hasil-hasil kebudayaan masyarakat Aceh dipengaruhi oleh
lingkungan alamnya, yaitu sungai dan lautan.Rakyat Aceh pandai membuat perahu dan
kapal-kapal layar. Dengan demikian, tampaklah bahwa masyarakat kerajaan Aceh
dipengaruhi oleh budaya Islam

8. Kerajaan Gowa-Tallo
Hasil kebudayaan masyarakat Makasar dipengaruhi oleh lingkungannya yang
dikelilingi lautan. Hasil budaya rakyat Makasar yang paling terkenal adalah perahu bercadik,
yang disebut Korakora. Ciri pertahanan dari kerajaan Makasar adalah adanya benteng-
benteng pertahanan. Sampai sekarang di Makasar masih terdapat benteng-benteng
pertahanan, yaitu benteng Sombaopu dan View Rotterdam. Jadi, aspek kehidupan budaya
rakyat Makkasar lebih bersifat aqraris dan bahari.
9. Kerajaan Ternate dan Tidore
Pengaruh agama dan budaya Islam di Maluku (Ternate dan Tidore) belum meluas ke
seluruh daerah. Sebabnya, masih banyak 89 rakyat Maluku yang mempertahankan
kepercayaan nenek moyangnya. Hal tersebut terbukti dari bekas peninggalan-
peninggalannya, yakni masjid, buku-buku tentang Islam, makam-makam yang berpolakan
Islam yang ada di Maluku tidak begitu banyak jumlah- nya. Dengan kata lain hasil-hasil
kebudayaan rakyat Maluku merupakan campuran antara budaya Islam dan pra islam

C. PROSES PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA

Proses penyebaran Islam di Indonesia berjalan secara damai. Hal ini terjadi karena
penyebaran Islam di Nusantara dilaksanakan melalui penyesuaian diri dengan adat istiadat
pendidika tanpa paksaan dan kekerasan. Itulah penyebab utama agama Islam mudah diterima
oleh masyarakat Indonesia. Faktor lainnya adalah karena agama Islam mengajarkan
persamaan derajat dan martabat manusia, tidak membeda-bedakan baik jenis kelamin
maupun kedudukan. Uka Tjandra Sasmita, menyatakan bahwa proses masuknya Islam di
Indonesia dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:
1. PERDAGANGAN
Perdagangan merupakan proses pertama Islamisasi di Indonesia. Pada Abad ke-7 M,
bangsa Indonesia kedatangan para pedagang dari Arab, Persia dan India. Mereka telah
mengambil bagian dari kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal itu, mengakibatkan adanya
jalinan hubungan dagang antara pedagang Indonesia dengan pedagang Islam yang datang
dari Arab, Persia dan India.

Kegiatan berdagang dilaksanakan oleh seluruh umat Islam. Selama melakukan kegiatan
dagang, para pedagang Muslim juga melakukan kegiatan dakwah. Dakwah ini sangat efektif,
karena dakwah itu kemudian diteruskan oleh pedagang Indonesia yang telah masuk Islam,
ketika mereka berdagang ke tempat lain. Sasmita menyatakan banyak di antara para
pedagang Islam yang kemudian tinggal menetap di daerah pesisir di pulau Jawa dan
Sumatera.

2. PERKAWINAN

Pedagang pada saat itu merupakan orang yang dihormati dan memiliki kedudukan
yang tinggi di tengah masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan penduduk pribumi
menginginkan untuk menikahkan putri-putrinya dengan para pedagang tersebut, dengan
terlebih dahulu mereka diislamkan. Cara ini merupakan langkah efektif, karena dengan
pernikahan ini akan terlahir seorang anak yang muslim juga. Harapan lainnya, dengan
pernikahan akan terbentuk masyarakat sehingga suatu saat dapat terbentuk kerajaan dan
pemerintahan Islam.

Contoh peristiwa pernikahan antara pedagang Islam dengan penduduk pribumi adalah
perkawinan Raden Rakhmat atau Sunan Ampel dengan Nya Manila, perkawinan Sunan
Gunung Djati dengan putri Kawungaten, perkawinan antara Raja Brawijaya dengan putri
Jeumpa yang bergama Islam yang kemudian berputra Raden Patah yang menjadi Raja
Demak.

3. POLITIK

Islamisasi jalur politik dilakukan secara berkesinambungan antara penguasa dan


pemerintahan. Setelah penguasa atau raja masuk Islam, hampir dapat dipastikan bahwa
rakyatnya juga masuk Islam. Misalnya yang terjadi di Maluku dan Sulawesi. Hal itu terjadi
karena masyarakat memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap pemerintah, dan seorang raja
akan menjadi panutan bahkan menjadi contoh bagi rakyatnya.
Di Jawa proses perkaninan para wali dan juru dakwah dengan putri-putri keturunan
kerajaan, membuat status dakwah dan penyebaran Islam mendapatkan perlindungan dan
berkembang lebih cepat. Setelah raja dan rakyat memeluk Islam, kepentingan politik
dilakukan dengan cara perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama
Islam. Misalnya Sultan Demak yang mengirimkan pasukan di bawah komandi Fatahillah
untuk menguasai wilayah Jawa Barat dan menyebarkan Islam di wilayah tersebut.

4. PENDIDIKAN

Islamisasi jalur pendidikan dilakukan melalui pendidikan pesantren oleh para guru
agama, kiyai dan ulama. Bahkan banyak diantara para santri itu yang mendirikan dan
memiliki pondok pesantren sendiri.

Tujuan pendidikan di pondok pesantren adalah untuk mempermudah penyebaran dan


pemahaman agama Islam. Contoh pesantren perintis penyebaran Islam seperti pesantren yang
didirikan oleh Raden Rakhmat di Ample Denta-Surabaya, Pesantren Sunan Giti di Giri.
Santri yang belajar di pesantren tersebut bukan hanya berasal dari lingkungan sekitar, akan
tetapi banyak yang datang dari jauh bahkan dari luar pulau jawa semisal Kalimantan,
Maluku, Makasar dan Sumatera.

5. TASAWUF

Para sufi mengajarkan tasawuf yang diramu dengan ajaran yang suda h dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Seorang sufi biasa dikenal dengan gaya hidup yang penuh
kesederhanaan. Seorang sufi biasa menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama
di tengah-tengah masyarakat. Para sufi terbiasa membantu masyarakat, diantara mereka ada
yang ahli dalam menyembuhkan penyakit. Selain itu juga aktif menyiarkan dan mengajarkan
ajaran Islam. Diantara para sufi itu yang melakukan islamisasi dengan pendekatan tasawuf
adalah Hamzah Fansuri dari Aceh dan Ki Ageng Pengging di Jawa.

6. KESENIAN

Islamisasi jalur kesenian yang paling terkenal adalah dengan cara mengadakan
pertunjukan seni gamelan dan wayang. Cara ini banyak ditemukan di kawasan Yogyakarta,
Solo, Cirebon. Seni wayang, adalah kesenian yang memiliki banyak penggemar pada saat itu.
Dengan mengemas cerita wayang, para ulama menyisipkan ajaran Islam ke dalamnya
sehingga masyarakat dapat dengan mudah menangkap dan memahami ajaran Islam. Contoh
pertunjukan wayang yang dilaskanakan oleh Sunan Kalijaga, dimana dalam pertunjukannya
masyarakat dapat menonton dengan karcis membaca dua kalimat syahadat.
Kesenian lainnya yang juga berkembang dan menjadi jalur dalam penyebaran Islam adalah
seni bangunan, seni rupa (kaligrafi), seni tarik suara, permainan anak-anak.

Selain beberapa cara di atas, ada beberapa faktor yang menjadi sebab kenapa Islam mudah
berkembang di tanah air, yaitu:

Agama Islam bersifat terbuka sehingga penyiaran dan pengajaran agama Islam dapat
dilakukan oleh setiap orang Islam;
Penyebaran agama Islam dilakukan dengan cara damai;
Islam tidak mengenal diskriminasi dan tidak membedakan kedudukan seseorang dalam
masyarakat;
Perayaan-perayaan dalam agama Islam dilakukan dengan sederhana;
Dalam Islam dikenal adanya kewajiban bagi orang yang mampu untuk mengeluarkan
zakat. Zakat ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan kepedulian hidup di
masyarakat

D. PENYEBARAN MENURUT WILAYAH

Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara


dengan cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad ke-14 sampai akhir abad
ke-19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir.
Namun klaim ini kemudian dibantah oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari
Jawa, seperti Suku Sunda di Jawa Barat dan kerajaan Majapahit di Jawa Timur
ditaklukkan oleh Muslim Jawa. Kerajaan Hindu-Buddha Sunda Pajajaran ditaklukkan oleh
kaum Muslim di abad ke-16, sedangkan bagian pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa
Timur yang Hindu-Buddha sering berperang. Penyebaran terorganisir Islam juga terbukti
dengan adanya Wali Sanga (sembilan orang suci) yang diakui mempunyai andil besar
dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama periode ini.

1. Malaka

Didirikan sekitar awal abad ke-15 , negara perdagangan Melayu Kesultanan Malaka
(sekarang bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat
perdagangan paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim asing,
dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara.
Parameswara sendiiri diketahui telah dikonversi ke Islam, dan mengambil nama Iskandar
Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang merupakan Suku Hui muslim dari
negeri China. Di Malaka dan di tempat lain batu-batu nisan bertahan dan menunjukkan tidak
hanya penyebaran Islam di kepulauan Melayu, tetapi juga sebagai agama dari sejumlah
budaya dan penguasa mereka pada akhir abad ke-15.

2. Sumatera Utara

Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua
batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh di Sumatera Utara, masing-masing dengan
tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari abad ke-14,
batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur adalah bukti
penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi bahasa Sansekerta atas kata-kata Arab,
menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan: survei
umum pantai samudra (1433) yang ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan penerjemah
Cheng Ho: "negara-negara utama di bagian utara Sumatra sudah merupakan Kesultanan
Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan Malaka, penguasanya
Iskandar Shah adalah Muslim dan juga warganya, dan mereka percaya dengan sangat taat".

Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di Utara pulau Sumatera


didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan
pertama dan kedua Kesultanan Pedir (sekarang Pidie), Muzaffar Syah, dimakamkan
902 H (1497 M) dan Ma'ruf Syah, dimakamkan 917 H (1511 M). Kesultanan Aceh
didirikan pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di
utara Pulau Sumatra dan salah satu yang paling kuat di seluruh kepulauan Melayu.
Sultan pertama Kesultanan Aceh adalah Ali Mughayat Syah yang nisannya bertanggal
tahun 936 H (1530 M).
Buku ahli pengobatan Portugis Tome Pires yang mendokumentasikan pengamatannya
atas Jawa dan Sumatera dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap salah satu
sumber yang paling penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut,
menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan
sepanjang pantai timur ke Palembang, para penguasanya adalah Muslim, sementara
sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke pantai barat,
sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatera, seperti Pasai dan Minangkabau
penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orang-orang
di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam
terus memperoleh penganut baru.
Setelah kedatangan rombongan kolonial Portugis dan ketegangan yang mengikuti
tentang kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Aceh Alauddin al-Kahar
(1539-1571) mengirimkan dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman I
tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti
Utsmani kemudian dikirim laksamana mereka, Kurtolu Hzr Reis. Dia kemudian
berlayar dengan kekuatan 22 kapal membawa tentara, peralatan militer dan
perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh Laksamana Portugis Ferno
Mendes Pinto, armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh terdiri dari
beberapa dan kebanyakan Muslim dari pelabuhan Samudera Hindia.

3. Jawa Tengah dan Jawa Timur


Prasasti-prasasti dalam aksara Jawa Kuno, bukan bahasa Arab, ditemukan pada banyak
serangkaian batu nisan bertanggal sampai 1369 M di Jawa Timur, menunjukkan bahwa
mereka hampir pasti adalah Jawa pribumi, bukan Muslim asing. Karena dekorasi rumit
dan kedekatan dengan lokasi bekas ibukota kerajaan Hindu-Buddha Majapahit, Louis-
Charles Damais (peneliti dan sejarawan) menyimpulkan bahwa makam ini adalah
makam orang-orang Jawa pribumi yang sangat terhormat, bahkan mungkin keluarga
kerajaan.[8] Hal ini menunjukkan bahwa beberapa elit Kerajaan Majapahit di Jawa
telah memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan Kerajaan Hindu-Buddha
berada di puncak kejayaannya.
Ricklefs (1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan
bertanggal di wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa Islam
di Jawa berasal dari pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk kerajaan
Majapahit. Sebagai sebuah kerajaan dengan kontak politik dan perdagangan yang luas,
Majapahit hampir pasti telah melakukan kontak dengan para pedagang Muslim, namun
kemungkinan adanya abdi dalem keraton yang berpengalaman untuk tertarik pada
agama kasta pedagang masih sebatas dugaan. Sebaliknya, guru Sufi-Islam yang
dipengaruhi mistisisme dan mungkin mengklaim mempunyai kekuatan gaib, lebih
mungkin untuk diduga sebagai agen konversi agama para elit istana Jawa yang sudah
lama akrab dengan aspek mistisisme Hindu dan Buddha.
Pada awal abad ke-16, Jawa Tengah dan Jawa Timur, daerah di mana suku Jawa
hidup, masih dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa Timur
di Daha (sekarang Kediri). Namun daerah pesisir seperti Surabaya, telah ter-Islamisasi
dan sering berperang dengan daerah pedalaman, kecuali Tuban, yang tetap setia
kepada raja Hindu-Buddha. Beberapa wilayah di pesisir tersebut adalah wilayah
penguasa Jawa yang telah berkonversi ke Islam, atau wilayah Tionghoa Muslim, India,
Arab dan Melayu yang menetap dan mendirikan negara perdagangan mereka di pantai.
Menurut Pires, para pemukim asing dan keturunan mereka tersebut begitu mengagumi
budaya Hindu-Buddha Jawa sehingga mereka meniru gaya tersebut dan dengan
demikian mereka menjadi "Jawa". Perang antara Muslim-pantai dan Hindu-Buddha-
pedalaman ini juga terus berlanjut lama setelah jatuhnya Majapahit oleh Kesultanan
Demak, bahkan permusuhan ini juga terus berlanjut lama setelah kedua wilayah
tersebut mengadopsi Islam.
Kapan orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim
Tionghoa, Ma Huan, utusan Kaisar Yongle,[4] mengunjungi pantai Jawa pada 1416
dan melaporkan dalam bukunya, Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra
(1433), bahwa hanya ada tiga jenis orang di Jawa: Muslim dari wilayah barat
Nusantara, Tionghoa (beberapa adalah Muslim) dan Jawa yang bukan Muslim.[9]
Karena batu-batu nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima puluh tahun
sebelumnya, laporan Ma Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah
diadopsi oleh sebagian abdi dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.
Sebuah nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik, pelabuhan di
Jawa Timur dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun, dia
adalah orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi
pesisir Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari
sembilan rasul Islam di Jawa (disebut Wali Sanga) meskipun tidak ada bukti tertulis
ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad ke-15-an, Kerajaan Majapahit yang kuat di
Jawa berada di penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran, kerajaan
Hindu terakhir di Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan Demak
pada tahun 1520.

4. Jawa Barat

Suma Oriental ("Dunia Timur") yang ditulis Tome Pires melaporkan juga bahwa Suku
Sunda di Jawa Barat bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi Islam.[1]
Sebuah penaklukan oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16. Dalam studinya
tentang Kesultanan Banten, Martin van Bruinessen berfokus pada hubungan antara
mistik dan keluarga kerajaan, mengkontraskan bahwa proses Islamisasi dengan yang
yang berlaku di tempat lain di Pulau Jawa: "Dalam kasus Banten, sumber-sumber
pribumi mengasosiasikan "tarekat" tidak dengan perdagangan dan pedagang, tetapi
dengan raja, kekuatan magis dan legitimasi politik."[10] Ia menyajikan bukti bahwa
Sunan Gunungjati diinisiasi ke dalam aliran "Kubra", "Shattari", dan
"Naqsyabandiyah" dari sufisme.
5. Daerah lain

Tidak ada bukti dari penerapan Islam oleh orang Nusantara sebelum abad ke-16 di daerah
luar Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku, dan
Kesultanan Brunei dan Semenanjung Melayu.

BAB III
KESIMPULAN

Islam masuk ke nusantara sekitar abad ke 7 masehi dan sebelum islam masuk di
nusantara , sudah banyak agama dan kepercayaan yang berkembang seperti animisme,
dinamisma,hindu, budha. Islam masuk di nusantara melalui berbagai macam cara yaitu
melalui perdagangan, kurtural, pendidikan, kekuasaan politik.
Setelah islam masuk di nusantara, islam langsung berkembang dengan sangat pesat
dan semakin banyak orang yang masuk islam karena cara penyebaran islam sangat
bagus dan tanpa paksaan. Karena semakin banyak orang yang memeluk agama islam
sehingga hal ini menyebabkan mulai banyak kerajaan kerajaan islam yeng berdiri di
nusantara. Kerajaan yang pertama berdiri di nusantara adalah samudera pasai, dan
setelah itu makin banyak kerajaan kerajaan yang berdiri seperti Demak, Cirebon,
Ternate, Tidore, Aceh, Perlak, Banten, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Umar. (2012). Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara. [ONLINE]. Tersedia di:
http://umarohsiti80.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-islam-di-
nusantara.html (03 Oktober 2013)
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
XII.MIA 4
Karmila Nurhaedah
Mardatillah Nuryana Suhasni.S
Megawati Rahmawati
Nur Annisa Safitri

Você também pode gostar