Você está na página 1de 6

ARIFIN

RMK F1316021
S1 AKUNTANSI (TRANSFER)

Audit untuk Mengatasi Agency Problem


17 Juni 2015 09:24 Diperbarui: 17 Juni 2015 10:44 4673 0 0

Perkembangan bisnis-dari masa ke masa menjadi semakin kompleks. Kesatuan bisnis/perusahaan pada masa
lalu, dijalankan oleh perorangan atau hanya beberapa pihak saja dalam struktur yang sederhana, namun saat
ini, perusahaan pada umumnya dijalankan oleh banyak pihak yang terkait di dalamnya. Salah satu asumsi
dasar dalam akuntansi -yaitu economic entity, menyatakan bahwa perusahaan adalah entitas ekonomi yang
independen yang mensyaratkan pemisahaan antara pemilik usaha (owner) dengan pihak yang menjalankan
usaha tersebut (manajemen).

Pemisahan ini selain memberikan berbagai manfaat, juga menimbulkan beberapa permasalahan.
Permasalahan mengenai asumsi dasar economic entity ini dibahas dalam teori agensi (agency theory). Teori
agensi mengasumsikan bahwa masing-masing dari owner dan manajemen pempunyai kepentingan masing-
masing terhadap perusahaan. Manajemen sebagai pihak yang melaksanakan kegiatan operasional perusahaan
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Namun
di sisi lain pihak manajemen juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.
Perbedaan kepentingan antara pihak pengelola perusahaan (manajemen) sebagai agen dengan pihak
pemegang saham (prinsipal) akan menyebabkan konflik kepentingan yang biasa disebut sebagai masalah
keagenan atau agency problem.

Audit dan Agency Theory

Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal)
dengan manajemen sebagai agent. Teori keagenan lahir sekitar tahun 1970an, berawal dari adanya bentuk
korporasi yang memisahkan dengan tegas antara kepemilikan perusahaan dengan kontrol atau dengan kata
lain ada pemisahan yang jelas antara pemilik perusahaan dengan pihak manajemen. Semakin rumit dan
besarnya suatu perusahaan membuat pihak pemilik tidak bisa secara intensif mengelola perusahaannya
sehingga meminta pihak manajemen untuk mengelola kelangsungan hidup perusahaan dalam usahanya
mendapatkan profit. Selanjutnya manajemen dianggap sebagai agen dan pemilik dianggap sebagai prinsipal.
Hubungan tersebut oleh banyak ahli disebut dengan hubungan keagenan/agency relationship.
ARIFIN
RMK F1316021
S1 AKUNTANSI (TRANSFER)

Teori agensi menjelaskan hubungan kontraktual antara principalsdan agents. Pihak principals adalah pihak
yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas
nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. [1]

Tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan individu (baik prinsipal maupun
agen) dalam mengevaluasi lingkungan dimana keputusan harus diambil (The belief revision role). Kedua,
untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna mempermudah pengalokasian hasil antara
prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja (The performance evaluation role).

Secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua yaitu positive agency
research dan principal agent research.[2] Positve agent research memfokuskan pada identifikasi situasi di
mana agen dan prinsipal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme pengendalian yang terbatas
hanya menjaga perilaku self serving agen. Secara ekslusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik
tujuan antara pemilik (stockholder) dengan manajer. Sementara itu principal agent research memfokuskan
pada kontrak optimal antara perilaku dan hasilnya, secara garis besar penekanan pada
hubungan principal dan agent. Principal-agent researchmengungkapkan bahwa hubungan agent-
principal dapat diaplikasikan secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan pekerja dan
pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee.

Agency theory tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak di atas, baik prinsipal maupun agen merupakan
pelaku utama dan keduanya mempunyai bargaining position masing-masing dalam menempatkan posisi,
peran dan kedudukannya. Prinsipal sebagai pemilik modal memiliki akses pada informasi internal
perusahaan sedangkan agen sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan mempunyai informasi
tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Posisi, fungsi, situasi, tujuan, kepentingan
dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda dan saling bertolak belakang tersebut akan menimbulkan
pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan (conflict of interest) dan pengaruh antara satu sama
lain.

Permasalahan yang muncul dari agency


problem mampu diatasi melalui salah satu mekanisme pengawasan yang dinamakan audit.
Watts et al. (1986) berargumen bahwa pengauditan memainkan peranan penting dalam
memonitor kontrak dan mengurangi risiko informasi. Selain itu, Wallace (1985) juga menyatakan bahwa
ARIFIN
RMK F1316021
S1 AKUNTANSI (TRANSFER)

audit merupakan cara yang mampu mengurangi biaya agensi akibat adanya perilaku mementingkan diri
sendiri oleh manajer dan asimetri informasi.[3]

Berkaitan dengan auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang memiliki
rasionalitas ekonomi, di mana setiap tindakan yang dilakukan termotivasi oleh kepentingan pribadi atau akan
memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain. Oleh karena itu,
dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang
dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya
yang tercermin dalam laporan keuangan.

Auditing merupakan suatu proses sistematik yang terdiri atas langkah-langkah yang berurutan termasuk (1)
evaluasi internal control accounting, (2) tes terhadap subtansi transaksi-transaksi dan saldo. Sistem akuntansi,
mencakup pengendalian internal yang diperlukan, dan menghailkan data yang tercantum dalam laporan
keuangan. Karena itu auditor mempelajari dan mengevaluasi pengendalian inteern seebelum melakukan tes
substansi dari transaksi-transaksi dan saldo-saldo perkiraan (substantive testing). Pengendalian intern yang
kuat meningkatkan tingkat kepercayaan auitor dan mengurangi jumlah tes atas transaksi-transaksi dan saldo-
saldo perkiraan. Auditor harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti audit yang sufficient (cukup)
dan competent.

Auditor mengkomunikasikan hasil pekerjaan auditnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.


Komunikasi tersebut merupakan puncak dari proses atestasi, dan mekanismenya adalah laporan audit.
Langkah-langkah utama dari auditing dapat dilihat melalui ilustrasi berikut,[4]

Adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik kepetingan atau asimetri informasi ini,
menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya keagenan. Jensen dan Meckling membagi biaya
keagenan menjadi tiga yaitu monitoring cost, bonding cost,
dan residual loss. Monitoring cost yaitu biaya yang timbul dan ditanggung prinsipal untuk mengawasi
perilaku agen. Bonding costadalah biaya
yang ditanggung oleh agen menempatkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan
bertindak untuk kepentingan prinsipal. Residual loss adalah nilai kerugian yang dialami prinsipal akibat
keputusan yang diambil oleh agen yang menyimpang dari keputusan yang dibuat oleh prinsipal.[5]
ARIFIN
RMK F1316021
S1 AKUNTANSI (TRANSFER)

Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya/monitoring
cost dalam bentuk biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency cost. Biaya pengawasan (monitoring
cost) merupakan biaya untuk mengawasi perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentingan
principal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian
tersebut di atas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani
kepentingan pihak pemegang saham (principal) dengan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan
perusahaan termasuk menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan
keuangan perusahaan.

Audit dalam Perspektif Islam

Auditing berfungsi untuk memeriksa/menyaksikan kewajaran (kebenaran) suatu laporan yang disajikan oleh
manajemen sehingga bisa diyakini oleh pembaca umum yang digunakan dalam proses pengambilan
keputusan.[6]

Rasulullah SAW. sebagai role model bagi umat Islam dikenal dengan sebutan al-amin, yang berarti selalu
dapat dipercaya. Gelar ini diperoleh Muhammad sejak masih usia belia. Dalam kesehariannya Muhammad
belum pernah berbohong dan merugikan orang-orang di sekitarnya. Gelar al-amin ini tentu tidak muncul jika
nabi tidak memiliki sifat-sifat berikut ini,[7]

Shiddiq, yang berarti jujur. Nabi dan rasul selalu jujur dalam perkataan dan perilakunya dan mustahil akan
berbuat yang sebaliknya, yakni berdusta, munafik, dan yang semisalnya.
Fathanah, yang berarti cerdas atau pandai. Semua nabi dan rasul cerdas dan selalu mampu berfikir jernih
sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya.
Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam kata dan perbuatannya. Nabi dan rasul selalu amanah dalam
segala tindakannya, seperti menghakimi, memutuskan perkara, menerima dan menyampaikan wahyu, serta
mustahil akan berperilaku yang sebaliknya.
Tabligh, yang berarti menyampaikan. Nabi dan rasul selalu menyampaikan apa saja yang diterimanya dari
Allah (wahyu) kepada umat manusia dan mustahil nabi dan rasul menyembunyikan wahyu yang diterimanya.

Keempat sifat Rasul SAW. ini merupakan uswah hasanah (contoh yang baik) dan modal yang paling penting
dalam menjalankan kehidupan, termasuk dalam kegiatan berekonomi. Keempat sifat tersebut tidak akan
tumbuh dengan baik apabila dalam diri manusia tidak terdapat keyakinan bahwa Allah maha mengawasi.
ARIFIN
RMK F1316021
S1 AKUNTANSI (TRANSFER)

Hal ini dikarenakan seluruh aktivitas manusia sejatinya berada dalam pengawasan dan penilaian dari Allah
SWT. Allah telah memerintahkan seluruh umatnya untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya,
karena pengawas dan penilai yang paling pertama dan utama adalah Allah SWT sendiri. Hal ini sebagaimana
Firman Allah SWT dalam Q.S. At-Taubah ; 105,

Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Laporan keuangan yang disajikan perusahaan diperiksa oleh auditor untuk mendapatkan bukti sejauh mana
kewajaran, atau kesesuaiannya dengan bukti yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil audit ini adalah dalam
bentuk penyaksian yang akan dituangkan dalam bentuk laporan audit.

Fungsi audit didasarkan pada kehati-hatian terhadap kemungkinan laporan yang disajikan oleh agen
mengandung informasi yang tidak benar yang dapat merugikan pihak lain yang tidak memiliki kemampuan
akses terhadap sumber informasi. Dalam Islam fungsi ini disebut tabayyun atau mengecek kebenaran berita
yang disampaikan dari sumber yang kurang dipercaya.

Fungsi audit juga didasarkan kepada keinginan mendapatkan informasi yang lebih dipercaya, karena
informasi keuangan ini dinilai sangat penting dan besar dampaknya jika mengandung kesalahan maka
diperlukan upaya dari pihak ketiga yang independen untuk mengecek ulang, meyakinkan bukan saja
kebenarannya tetapi juga penyampaian, isi, bentuk dan kecukupan informasi yang disajikan.

Hal ini sesuai dengan Firman Allah yang tercantu dalam Q.S Al-Hujurat: 6 berikut,

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Oleh karena itu baik manajemen sebagai agen bagi prinsipal, stakeholder maupun auditor sebagai
pelaksanaan peengawasan perusahaan harus selalu ingat bahwa masing-masing akan
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya di hadapan Allah dan juga kepada publik, profesi, atasan
dan dirinya sendiri.
ARIFIN
RMK F1316021
S1 AKUNTANSI (TRANSFER)

[1] Michael C. Jensen and Clifford W. Smith, Jr., The Modern Theory of Corporate Finance, Editors, (New
York: McGraw-Hill Inc., 1984) pp. 2-20.

[2] Eisenhardt, Kathleen M., Agency Theory: An Assessment and Review The Academy of Management
Review Vol. 14, No. 1 (Jan., 1989), pp. 57-74

[3] Maharani, Bunga, Pergantian Auditor: Pengujian Teori Yang Menghubungkan Biaya Agensi Dengan
Diferensiasi Kualitas Auditor (Studi pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek
Indonesia), Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2010.

[4] Ibid., hlm. 7.

[5] Hariani, Diana, Faktor-Faktor Pemengaruh Audit Report Lag (Studi Empiris Pada Perusahaan-
Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia), Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 2014,
hlm. 18

[6] Harahap, Sofyan S, Auditing dalam Perspektif Islam, Jakarta : Pustaka Quantum, 2002, hlm. 1

[7] Marzuki, Meneladani Nabi Muhammad Saw. Dalam Kehidupan Sehari-Hari, Jurnal Humanika Vol. 8
No. 1, Maret 2008, Hal. 75-87.

Você também pode gostar