Você está na página 1de 7

BAB 12

ANALISIS DAN PENGARUH PENGGUNAAN HUTANG

1. RISIKO BISNIS DAN RISIKO FINANSIAL


Dalam mempelajari teknik penggunaan modal kita mendefinisikan risiko sebagai variabilitas
dari keuntungan atau pendapatan yang diharapkan terjadi. Karena perhatian kita saat ini
difokuskan pada keputusan pendanaan investasi, kita lebih baik membagi variasi arus
pem\ndapatan yang disebabkan oleh Keterbukaan perusahaan-perusahaan terhadap risiko
bisnis dan Keputusan perusahaan yang menimbulkan risiko finansial.
a) Risiko Bisnis
Adalah ketidakpastian pada perkiraaan pendapatan operasi perusahaan dimasa
mendatang. Risiko bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi-operasi perusahaan yang
tidak menggunakan hutang dan diukur dengan deviasi standar dari ROE (Return Of
Equity)

=

Deviasi standar ROE (ROE) mengukur variabilitas ROE-ROE perusahaan dari nilai
ROE yang diproyaksi perusahaan.
Risiko bisnis dipengaruhi oleh fakto-faktor berikut ini:
a. Variabilitas permintaan. Semakn pasti permintaan untuk produk perusahaan cateris
paribus, semakin randah resiko bisnis.
b. Variabilitas harga. Semakin mudah harga berubah, semakin besar risiko bisnis.
c. Varibilitas biaya input. Semakin tidak menentukan biaya input, semakin besar
risiko bisnis.
d. Kemampuan menyesuaikan harga jika ada perubahan biaya. Semkin beasr
kemampuan ini, semakin kecil risiko bisnis.
e. Tinggat penggunaan biaya tetap (operating leverage). Semakin tinggi operating
laverage, semaikin besar risiko bisnis.
b) Risiko Finansial
adalah risiko tambahan pada perusahaan akibat keputusan menggunakan hutang atau
resiko yang ditimbulkan dari penggunaan hutang (financial leverage)
= () ()
dimana:
() = Risiko perusahaan yang menggunakan hutang (Levered firm)
() = Risiko perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Unlevered firm) atau
risiko bisnis
Satu hal yang perlu diperhatikan dalm penggunaan hutang adalah: penggunaan hutang
akan meningkatkan ROE hanya jika tingkat keuntungan pada aktiva lebih besar dari biaya
modal (biaya hutang).

2. RISKO BISNIS DAN FINANSIAL: DARI PERSPEKTIF BETA


Robert Hamada menggabungkan teori CAPM denga model MM dengan pajak untuk
mendapatkan suatu model biaya modal untuk perusahaan yang menggunakan hutang sebagai
berikut:
= +
+
Atau dinyatakan sebagai:

= + ( ) + ( ) . (1 ) ( )

Dimana:
KSL = Biaya modal sendriri perusahaan yang menggunakan hutang
Krf = Suku bunga bebas risiko
KM = Tingkat keuntungan yang disyaratkan pada portpolio pasar
bu = Beta untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang (unlevered firm)
T = Pajak (Tax rate)
D = Hutang perusahaan
S = Modal sendiri perusahaan
Selanjutnya Hamada mengembangkan perhitungan untuk menentukan hubungan antara
beta untuk Levered Firm (bL) dan beta untuk Unlevered Firm (bU).
Menurut Security Market Line pada CAPM:
= + ( )
Menurut Hamada:

= + ( ) + ( ) . (1 ) ( )

Maka:

+ ( ) = + ( ) + ( ) . (1 ) ( )


( ) = ( ) + ( ) . (1 ) ( )


= + . (1 ) ( )


= [1 + (1 ) ( )]

Dimana:
BL = Beta untuk perusahaan yang menggunakan hutang
BU = Beta untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang
T = Pajak (Tax rate)
D = Hutang perusahaan
S = Modal sendiri perusahaan

Berdasarkam asumsi-asumsi MM dan CAPM, beta untuk Levered Firm adalah sama
dan beta untuk Unlevered Firm yang telah disesuaikan dengan suatu faktor yang tergantung
pada Pajak Perusahaan, dan Jumlah hutang perusahaan. Semakin besar tingkat pajak,
semakin kecil faktor penyesuaian tersebut. sebaliknya, semakin besar hutang, semakin besar
faktor penyesuai.
Dalam kontesk suatu resiko pasar, risiko bisnis suatu perusahaan diukur dengan
unlevered beta (bu), risiko total perusahaan diukur dengan levered beta (bl), dan risiko finansial
diukur dengan perebedaan bu dan bl.
Risiko Total = Risiko Bisnis + Risiko Finansial
Dimana:
Risiko Total = bL
Risiko Bisnis = bU
Risko Finansial = bL bU
3. ANALISIS BREAKEVEN
Analisis Breakeven digunakan untuk menentukan jumlah penjualan yang menghasilkan
EBIT atau labah bersih sebelum bunga dan pajak sebesar 0. Dengan laba lain breakeven poin
atau BEP adalah suatu titik yang menunjukkan tingkat penjualan yang menyebabkan
perusahaan tidak untuk juga tidak rugi.
Rumus untuk menghitung Breakeven point:

=

Dimana:
F = Total Fixed Cost (biaya tetap)
P = Harga jual per Unit
V = Variable Cost (Biaya variabel) per Unit
Rumus ini diperoleh dari perhitungan berikut:
EBIT = Penjulan (Total biaya variabel = Total biaya tetap) = 0
= (P.Q) (V.Q + F) = 0
= (P.Q) (V.Q) F = 0
Q (P V) = F

=


=

1

Dimana:
F = Fixed Cost per Unit
V = Variable Cost per Unit
P = Harga Jual per Unit
Rumus ini diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:
EBIT = Penjulan dalam Rp Total biaya varibel Total biaya tetap
Ebit = S TVC F = 0

[( ) . ] = 0


. [1 ( )]


. [1 ( )] = 0


=

[1 ( )]

Karena:
( /)
=
( /)
Maka:

=

(1 )

Bebrapa penerapan analisis breakeven:


a) Analisis Penggunaan Modal. Analisis breakeven digunakan dalam analisis
penggunaan atau penggunaan modal sebagai meroda pelengkap untuk metoda-metoda
lain yang digunakan pendekatan discounted cashflows seperti NPV dan IRR.
b) Kebijakan Harga. Harga jual dari suatu produk dapat ditentukan guna mencapai
tingkat EBIT yang diinginkan. Selain itu analisis breakeven memberikan gambaran
sejauh mana harga jual dapat diuturnkan tanpa menyebabkan kerugian (EBIT yang
negatif).
c) Negosiasi Kontrak Karyawan. Efek dari kenaikan biaya variabel akibat kenaikan
upah karyawan terhadap jumlah breakeven dapat dianalisis.
d) Struktur Biaya. Alternatif mengurangi biaya variabel dengan konsekuensi kanikan
biaya tetap dapat dievaluasi.
e) Keputusan Pendanaan. Analisis terhadap struktur biaya perusahaan memberiakn
informasi tentang proporsi biaya operasi tetap yang ditanggungkan pada penjualan. Jika
proporsi ini terlalu tinggi, perusahaan dapat memutuskan untuk tidak menambah biaya
tetap.

4. OPERATING LAVERAGE
Operating leverage adlah kepekaan EBIT terhadap perubahan penjualan perusahaan.
Operating leverage timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap. Dengan
adanya biaya operasi tetap, perubahan pada penjualan akan mengakibatkan perubahan yang
lebih besar pada EBIT perusahaan.
Degree of Operating Leverage (DOL) mengukur berapa persen EBIT berubah jika
penjualan berubah 1%.

=

Dimana DOL Rp = DOL pada rupiah penjualan tertentu

=


Karena EBIT = Q (P-V) F
Maka EBIT = Q (P-V) karena F tetap
Q (P V)
=
Q (P V) F
Q (P V)
=
Q (P V) F
Dimana:
Q = Unit penjualan
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
F = Total biya tetap

Rumus DOL juga dapat dirubah menjadi:



=

Dimana:
S = Jumlah penjualan total dalam rupiah
TVC = Total variabel ciost atau biaya variabel total
F = Total fixed cost atau biaya tetap total.
Semakin tinggi tingkat penjualan perusahaan, semakin rendah DOL. Dari rumus
Q (PV)
= dapat disimpulkan bahwa selama perusahaan measih menggunakan biaya
Q (PV) F

tetap (F), Q(P-Q) akan lebih besar dari Q(P-V)-F, artinya DOL lebih besar dari 1 jika
Q (PV)
F=0, = =1
Q (PV) 0

Semakin besar DOL perusahaan, semakin peka atau semakin besar variabel keuntungan
akibat perusahaan pada penjualan perusahaan . maka DOL jelas merupakan suatu atribut dari
resiiko bisnis perusahaan. Semakin tinggi DOL, semakin besar pula risiko bisnis perusahaan.
5. FINANCIAL LEVERAGE
Suatu perusahaan dikatakan menggunakan financial-leverage jika ia membelanjai
sebagian dari aktivanya dengan sekuritas yang membayar bunga yang tetap. Jika perusahaan
menggunakan financial leverage atau hutang, perubahan pada EBIT perusahaan akan
mengakibatkan prubahan yang lebih besar pada EPS atau penghasilan per lembar saham
perusahaan.
Degree of Financial Leverage (DFL) mengukur kepekaan EPS terhadap prubahan EBIT
perusahaan.

=

Dimana DFL adalah degree of financial leverage pada EBIT tertentu.

=

atau
( )
=
( )
Dimana:
Q = Unit penjualan
P = Harga Jual per unit
V = Biaya variabel per unti
F = Biaya tetap total
C = biaya bunga
Semakin besar DFL, semakin besar pula fluktuasi EPS akibat perubahan pada EBIT
perusahaan. Besar-kecilnya DFL tergantung pada besar kecilnya hutang yang digunakan
perusahaan. Semakin besar hutang yang digunakan, semakin besar pula DFL sehingga semakin
besar resiko finansial perusahaan

Você também pode gostar