Você está na página 1de 20

ASKEP BRONKHITIS KRONIS

BRONKHITIS KRONIS
A. Definisi
Merupakan penyakit di saluran napas yang diakibatkan oleh rekasi keradangan yang berlangsung lama dan selanjutnya akan
berkembang menjadi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM), karena kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan
gejala berupa penyumbatan.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling
sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998,
hal : 490).

B. Etiologi
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis.
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat zat
kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat zat pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa 1 antitripsin
yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

5. Faktor sosial ekonomi


Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan
dan ekonomi yang lebih jelek.

C. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai
dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan
sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan
dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat
memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan perubahan pada sel sel penghasil mukus dan sel sel
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas.

D. Manifestasi Klinis
1. Keluhan dan Gejala
Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan
berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk
darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat
inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
Bronkitis kronis ringan (simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan
lain yang ringan.
Bronkitis kronis mukopurulen (chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas (chronic bronchitis with obstruction),
ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh
dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru,
EKG, analisa gas darah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis.
Kadang kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu
ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.
Juga didapatkan tanda tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis
Pada perkusi terdengar hipersonor
Peranjakan hati mengecil
Batas paru hati lebih ke bawah
Pekak jantung berkurang
Suara nafas dan suara jantung lemah,
Kadang kadang disertai kontraksi otot otot pernafasan tambahan.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut
adalah bayangan bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah
b. Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.
KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter - 4,8 liter)
VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter - 1,2 liter)
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter - 6,0 liter)
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik/normal (normal 1,8ltr - 2,2 ltr)

c. Analisa gas darah


Pa O2 : rendah (normal 25 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun
Eritropoesis bertambah.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah
timbulnya penyulit, meliputi:
Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.
Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah
kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah
yang cukup, makan makanan bergizi.
Oksigenasi (terapi oksigen)
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami eksaserbasi oleh
infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika
(pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Para penderita Bronkitis kronis seyogyanya periksa dan berkonsultasi ke dokter manakala
mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan
pengobatan yang tepat.

F. Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik waktu
berobat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BRONKHITIS


A. Pengkajian
Data dasar pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda: Keletihan, Gelisah, insomnia.
2. Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependent
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
3. Integritas Ego
Gejala :
Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
4. Makanan/cairan
Gejala :
Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat.
Penurunan berat badan
Palpitasi abdomen
5. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala :
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut turut tiap
tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda :
Pernafasan biasa cepat.
Penggunaan otot bantu pernafasan
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas ronchi
Perkusi hyperresonan pada area paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu abu keseluruhan.
7. Keamanan
Gejala :
Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
8. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
9. Interaksi sosial
Gejala :
Hubungan ketergantungan
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
10. Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan

Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma, peningkatan
area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan
derajat disfungsi.
3. Analisa gas darah : Untuk menentukan kandungan gas yang berada dalam darah

B. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan dirumah.

C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi
nafas.
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.

c. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir


Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
d. Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
e. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan
nafas, dispenea dan kerja nafas
c. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
d. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
e. Awasi GDA
Rasional : PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
f. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.


Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
a. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
a. Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi

Rencana Tindakan:
a. Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
6. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Rencana tindakan:
a. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang
sesuai.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
b. Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
c. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
d. Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan
pengobatan.
e. Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
8. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Rencana tindakan:
a. Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
b. Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
c. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.

D. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan.
Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas,
meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang
proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

E. Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan
bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.
Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien
memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT BRONKITIS

A. PENGERTIAN

Bronchitis akut adalah radang pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring,
sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili,
pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.

Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar
bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan
dengan produksi mucus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi
paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun berturut-turut.

Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk manahun dari bronchitis akut. Walaupun
demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada paenyakit bronchitis kronis. Hal
tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi
sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan meperburuk
keadaan.

B. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu
terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.

a. Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama
timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume
ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.

b. Infeksi

Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan
infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie.

c. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko
akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat zat pereduksi seperti
O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

d. Keturunan

Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita
defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

e. Faktor sosial ekonomi

Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

Bronkhitis akut dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia.
Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi.

b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.

c. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga
infeksi bakterinmudah terjadi.

d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir
terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :

a. Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah

b. Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak

c. Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis

d. Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.

C. PATOFISIOLOGI

Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada umumnya virus merupakan awal dari serangan
bronchitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika
pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu
tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.

Serangan bronchitis disebbabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi
(terurtama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi
yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkopasme. Tidak seperti
emfisema, bronchitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam
keadaan bronchitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.

Pasien dengan bronchitis kronis akan mengalami:


a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga meningkatkan produksi
mucus.

b. Mucus lebih kental

c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme pembersihan mucus.

Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu
system penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan bronchitis akut,
system mucocilliary sefence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi.
Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran membesar dan
jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding
bronchial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mucus
kental. Adanya mucus kental dari dinding bronchial dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam
jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran napas.

Mucus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobtruksi jalan napas terutama selama
ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari
paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia dan asidosis. Pasien
mengalami kekurangan O2, jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi
penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO 2 sehingga pasien terlihat
sianosis. Sebagian kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Virus : (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut -
Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak
dan menghasilkan lendir - Pilek 3 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih -
Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal
- Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder
(pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981).

Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
D. MANIFESTASI KLINIK

a. Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema
(akibat CHF kanan), dan barrel chest.

b. Usia: 45-65 tahun

c. Pengkajian:

Batuk persisten,produksi sputum seperti kopi, dispnea dalam beberapa keadaan, variable wheezing
pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada system repirasi

Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.

d. Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan Hematokrit > 60%.

e. Riwayat merokok positif (+).

E. MANAJEMEN MEDIS

Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase
bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:

a. Antimicrobial

b. Postural drainase

c. Bronchodilator

d. Aerosolized Nebulizer

e. Surgical Intervention

F. KOMPLIKASI

a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik

b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi
Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia

c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi


d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis.

G. ASUHAN KEPERAWATN

a. Pengkajian

a) Aktivitas/istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas


sehari hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat
istirahat.

Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa


otot.

b) Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia


berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup,
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat
menunjukkan anemi.

c) Integritas Ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d) Makanan/cairan

Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk


makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat


badan, palpitasi abdomen.

e) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

f) Pernafasan

Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun
3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk
hilang timbul.

Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk


barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi
hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis bibir dan
dasar kuku, abu abu keseluruhan.

g) Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya /


berulangnya infeksi.

h) Seksualitas

Gejala : Penurunan libido

i) Interaksi social

Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap


pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik

Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress


pernafasan. Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan
anggota keluarga lain.

b. Pemeriksaan Diagnostik

a) Sinar x dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area
udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.

b) Tes fungsi paru: Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi.
c) TLC: Meningkat

d) Volume residu: Meningkat.

e) FEV1/FVC: Rasio volume meningkat.

f) GDA: PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.

g) Bronchogram: Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.

h) Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.

i) EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.

j) Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.

k) Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai
sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.

c. Pemeriksaan Fisik

Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang kadang terdengar ronchi
pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda tanda overinflasi paru seperti barrel
chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke
bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang kadang disertai
kontraksi otot otot pernafasan tambahan.

d. Pemeriksaan Radiologis

Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah

e. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret.

2. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.

3. Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.


4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit kronis.

f. Intervensi

1. Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.

Intervensi Rasional

Auskultasi bunyi nafas. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi


dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi
nafas.

Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Tachipnoe biasanya ada pada beberapa


derajat dan dapat ditemukan selama /
adanya proses infeksi akut.

Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau Memberikan cara untuk mengatasi dan
bibir mengontrol dispoe dan menurunkan
jebakan udara.

Observasi karakteristik batuk Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,


khususnya pada lansia, penyakit akut atau
kelemahan

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 Hidrasi membantu menurunkan kekentalan


ml/hari sekret mempermudah pengeluaran.

2. Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas oleh sekresi, spasme bronchus.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang


adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi Rasional

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Berguna dalam evaluasi derajat distress


pernafasan dan kronisnya proses penyakit.

Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
dalam. posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea
dan kerja nafas.

Auskultasi bunyi nafas. Bunyi nafas makin redup karena penurunan


aliran udara atau area konsolidasi.

Awasi tanda vital dan irama jantung Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.

Awasi GDA PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2


menurun sehingga hipoksia terjadi derajat
lebih besar/kecil.

Berikan O2 tambahan sesuai dengan Dapat memperbaiki/mencegah buruknya


indikasi hasil GDA hipoksia.

3. Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif b.d broncokontriksi, mukus.

Tujuan : Perbaikan dalam pola nafas.

Intervensi Rasional

Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan Membantu pasien memperpanjang


pernafasan bibir waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
pasien akan bernafas lebih efisien dan
efektif.

Berikan dorongan untuk menyelingi memungkinkan pasien untuk


aktivitas dan periode istirahat melakukan aktivitas tanpa distres
berlebihan.

Berikan dorongan penggunaan pelatihan menguatkan dan mengkondisikan


otot-otot pernafsan jika diharuskan otot-otot pernafasan

4. Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d dispnoe,

anoreksia, mual muntah.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.

Intervensi Rasional

Kaji kebiasaan diet. Pasien distress pernafasan akut,


anoreksia karena dispnea, produksi
sputum.

Auskultasi bunyi usus Penurunan bising usus menunjukkan


penurunan motilitas gaster.

Berikan perawatan oral Rasa tidak enak, bau adalah


pencegahan utama yang dapat
membuat mual dan muntah.

Timbang berat badan sesuai indikasi. Berguna menentukan kebutuhan


kalori dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.

Konsul ahli gizi Kebutuhan kalori yang didasarkan


pada kebutuhan individu memberikan
nutrisi maksimal.

5. Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan

menetapnya sekret, proses penyakit kronis.

Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi


Intervensi Rasional

Awasi suhu. Demam dapat terjadi karena infeksi


atau dehidrasi

Observasi warna, bau sputum Sekret berbau, kuning dan kehijauan


menunjukkan adanya infeksi.

Tunjukkan dan bantu pasien tentang mencegah penyebaran patogen.


pembuangan sputum.

Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi Malnutrisi dapat mempengaruhi


adekuat kesehatan umum dan menurunkan
tekanan darah terhadap infeksi.

Berikan anti mikroba sesuai indikasi Dapat diberikan untuk organisme


khusus yang teridentifikasi dengan
kultur.

g. Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap
setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada
pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas,
mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000,
Remcana Asuhan Keperawatan)

h. Evaluasi

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi
merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien
dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon
pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi
mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan
berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.

Você também pode gostar