Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BRONKHITIS KRONIS
A. Definisi
Merupakan penyakit di saluran napas yang diakibatkan oleh rekasi keradangan yang berlangsung lama dan selanjutnya akan
berkembang menjadi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM), karena kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan
gejala berupa penyumbatan.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling
sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998,
hal : 490).
B. Etiologi
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis.
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat zat
kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat zat pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa 1 antitripsin
yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
C. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai
dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan
sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan
dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat
memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan perubahan pada sel sel penghasil mukus dan sel sel
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas.
D. Manifestasi Klinis
1. Keluhan dan Gejala
Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan
berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk
darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok terutama saat
inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
Bronkitis kronis ringan (simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan
lain yang ringan.
Bronkitis kronis mukopurulen (chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas (chronic bronchitis with obstruction),
ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.
Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis oleh
dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru,
EKG, analisa gas darah.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis.
Kadang kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu
ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.
Juga didapatkan tanda tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis
Pada perkusi terdengar hipersonor
Peranjakan hati mengecil
Batas paru hati lebih ke bawah
Pekak jantung berkurang
Suara nafas dan suara jantung lemah,
Kadang kadang disertai kontraksi otot otot pernafasan tambahan.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut
adalah bayangan bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah
b. Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.
KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter - 4,8 liter)
VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter - 1,2 liter)
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter - 6,0 liter)
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik/normal (normal 1,8ltr - 2,2 ltr)
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah
timbulnya penyulit, meliputi:
Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan
faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.
Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah
kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah
yang cukup, makan makanan bergizi.
Oksigenasi (terapi oksigen)
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami eksaserbasi oleh
infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika
(pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Para penderita Bronkitis kronis seyogyanya periksa dan berkonsultasi ke dokter manakala
mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan
pengobatan yang tepat.
F. Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik waktu
berobat.
Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma, peningkatan
area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan
derajat disfungsi.
3. Analisa gas darah : Untuk menentukan kandungan gas yang berada dalam darah
B. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan dirumah.
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi
nafas.
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
Rencana Tindakan:
a. Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
6. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Rencana tindakan:
a. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang
sesuai.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
b. Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
c. Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
d. Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan
pengobatan.
e. Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
8. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Rencana tindakan:
a. Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
b. Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
c. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.
D. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan.
Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas,
meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang
proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
E. Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan
bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.
Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien
memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
A. PENGERTIAN
Bronchitis akut adalah radang pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring,
sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili,
pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar
bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan
dengan produksi mucus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi
paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun berturut-turut.
Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk manahun dari bronchitis akut. Walaupun
demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada paenyakit bronchitis kronis. Hal
tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi
sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan meperburuk
keadaan.
B. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu
terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama
timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume
ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan
infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko
akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat zat pereduksi seperti
O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita
defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Bronkhitis akut dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia.
Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga
infeksi bakterinmudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir
terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
C. PATOFISIOLOGI
Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada umumnya virus merupakan awal dari serangan
bronchitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronchitis kronis jika
pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu
tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebbabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi
(terurtama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi
yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkopasme. Tidak seperti
emfisema, bronchitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam
keadaan bronchitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu
system penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan bronchitis akut,
system mucocilliary sefence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi.
Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran membesar dan
jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding
bronchial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mucus
kental. Adanya mucus kental dari dinding bronchial dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam
jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran napas.
Mucus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobtruksi jalan napas terutama selama
ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari
paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia dan asidosis. Pasien
mengalami kekurangan O2, jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi
penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO 2 sehingga pasien terlihat
sianosis. Sebagian kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Virus : (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut -
Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak
dan menghasilkan lendir - Pilek 3 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih -
Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal
- Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder
(pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
D. MANIFESTASI KLINIK
a. Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema
(akibat CHF kanan), dan barrel chest.
c. Pengkajian:
Batuk persisten,produksi sputum seperti kopi, dispnea dalam beberapa keadaan, variable wheezing
pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada system repirasi
E. MANAJEMEN MEDIS
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase
bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Antimicrobial
b. Postural drainase
c. Bronchodilator
d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention
F. KOMPLIKASI
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi
Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
G. ASUHAN KEPERAWATN
a. Pengkajian
a) Aktivitas/istirahat
b) Sirkulasi
c) Integritas Ego
d) Makanan/cairan
e) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
f) Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun
3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk
hilang timbul.
g) Keamanan
h) Seksualitas
i) Interaksi social
b. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar x dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area
udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
b) Tes fungsi paru: Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi.
c) TLC: Meningkat
g) Bronchogram: Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
i) EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
j) Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan karbon dioksida arteri.
k) Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai
sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
c. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang kadang terdengar ronchi
pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda tanda overinflasi paru seperti barrel
chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke
bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang kadang disertai
kontraksi otot otot pernafasan tambahan.
d. Pemeriksaan Radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks
paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal. Corak paru bertambah
e. Diagnosa Keperawatan
2. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
f. Intervensi
1. Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Intervensi Rasional
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau Memberikan cara untuk mengatasi dan
bibir mengontrol dispoe dan menurunkan
jebakan udara.
Intervensi Rasional
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
dalam. posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea
dan kerja nafas.
Awasi tanda vital dan irama jantung Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
g. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap
setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada
pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas,
mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000,
Remcana Asuhan Keperawatan)
h. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi
merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien
dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon
pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi
mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas
adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan
berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.