Você está na página 1de 20

A.

Anatomi Fisiologi Ginjal


1. Anatomi

a. Struktur Makroskopik Ginjal


Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 120 gr. Ukuranya
tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Ginjal diliputi oleh sesuatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berkaitan
longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari
permukaan ginjal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda korteks di
bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi baji segitiga
yang disebut piramida. Piramida-piramida tersebut diselingi oleh bagian korteks yang
disebut kolumna bertini. Piramida-piramida tesebut tampak bercorak karena tersusun
dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul becorak. Setiap duktus papilaris
masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang
disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang
selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan
resevoar utama sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan
vesika urinaria.
Pengetahuan mengenai anatomi ginjal merupakan dasar untuk memahami
pembentukan urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urine
yang terbentuk kemudian mengalir ke dalam mayor, pelvis ginjal, dan akhirnya
meninggalkan ginjal melalui ureter menuju vesika urinaria. Dinding kaliks, pelvis dan
urieter mengandung otot polos yang mendorong urine melalui saluran kemih dengan
gerakan-peristaltik.
b. Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal
Ginjal mendapat aliran darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis
bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteria arkuata. Arteria
interlobaris yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk
gumpalan-gumpalan yang disebut glomerolus. Glomerolus ini dikelilingi alat yang
disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang
meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk kedalam vena
kava inferior. (Syaifudin, H, 2006).
c. Struktur Mikroskopik Ginjal
Unit kerja Fungsional ginjal disebut sebagai nefron, dalam setiap ginjal terdapat
sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama.
Dengan demikian kerja ginjal dapat di anggap sebagai jumlah total dari setiap nefron.
Setiap nefron terdiri atas kapsula bowman yang mengitari glomerolus , Tubulus
kontortus proksimal dan tubukus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul.
d. Persarafan ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis, saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam Ginjal, saraf ini berjalan bersama
dengan pembuluh darah. Diatas ginjal terdapat kelenjar suprenalis kelenjar ini
merupakan suatu kelenjar buntu yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormon
adrenalin dan hormon kortisol. (Syaifuddin, H 2006)
b. Fisiologi ginjal
1. Mengatur volume cairan dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di keluarkan
sebagai urine. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang
dieksresikan menjadi sedikit.
2. Mengatur keseimbangan osmotic yang mempertahankan keseimbangan ion yang
optimal dalam plasma.
3. Mangatur keseimbangan asam basah dalam cairan tubuh bergantung pada apa yang
dimakan, campuran makanan.
4. Menghasilkan urine yang bersifat asam, ph kurang dari 6 disebabkan metabolisme
protein
5. Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat , kreatinin) zat-zat toksik, obat-
obatan dan bahan kimia yang lain
6. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal memproduksi rennin dan eritropoitin.
(Syaifuddin, H 2006)

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 1999).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2001).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992).

2. Epidemiologi
Jumlah gagal ginjal kronik belakangan ini terus bertambah. Hipertensi dan
diabetes adalah dua penyebab paling umum gagal ginjal kronik, sekitar diatas 60% dari
jumlah pasien menurut hasil uji dialisis. Jenis kelamin pria dan wanita jumlahnya hampir
setara terserang penyakit ini, jumlah kasus tertinggi ditemukan pada pasien berusia
menengah.

3. Etiologi
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,nefrosklerosis maligna,
dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.

4. Patofisiologi
Pada gagal ginjal terjadi penurunan fungsi renal yang mengakibatkan produk akhir
metabolism protein tidak dapat diekskresikan ke dalam urine sehingga tertimbun didalam
darah yang disebut uremia. Uremia dapat mempengaruhi setiap system tubuh, dan
semakin banyak timbunan produk sampah uremia maka gejala yang ditimbulkan semakin
berat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) mengakibatkan klirens kreatinin akan
menurun sehingga kreatinin darah akan meningkat. Kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya juga meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh, sementara BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit ginjal tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme jaringan medikasi seperti steroid.
Ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara
normal dan sering terjadi retensi natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi system rennin angiotensin aldosteron.
Asidosis sering terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mengeluarkan ion H+
(muatan basa) yang berlebihan, ketidakmampuan menyekresikan ammonia (NH3+) dan
mengabsorpsi bikarbonat (HCO3-).
Anemia terjadi akibat sekresi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat dtatus uremik, terutama dari saluran gastrointentinal.
Penurunan GFR juga mengakibatkan peningkatan kadar fosfat serum sehingga
terjadi penurunan kadar kalsium serum. Penurunan kadar kalsium menyebabkan sekresi
kadar parathormon, terjadi respon abnormal sehingga kalsium dalam tulang menurun
menyebabkan penyakit tulang dan kalsifikasi metastasik. Disamping itu penyakit tulang
juga disebabkan penurunan produksi metabolit aktif vitamin D (1,25
dehidrokolekalsiferol)

Pathway
Terlampir

5. Klasifikasi
Stadium penyakit GGK dapat dibagi tiga :
1. Stadium I : Terjadi penurunan cadangan ginjal, kadar BUN & Kreatinin
normal, asimtomatik.
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal, lebih dari 75% nefron rusak, BUN Kreatinin
mulai meningkat, azotemia ringan, nokturia,poliuria.
3. Stadium III : 90 % nefron rusak, BUN Kreatinin sangat meningkat, oligouria
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :

a. Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
e. Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala CKD menurut Suzanne, C. Smeltzer (2001) adalah :
a. Kardiovaskuler : hipertensi, piting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Pulmoner : krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul.
d. Gastrointestinal : napas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual dan muntah, konstipasi atau diare, perdarahan dari saluran GI.
e. Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Muskuloskletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Reproduktif : amenore, atrofi testikuler.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b.Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d.Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g.Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h.Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan
laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar
serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum
dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang
dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-
rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada
stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan
urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan
WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif
dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal
ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang
harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada
peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
Urine
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar
(anuria)
- Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri,
lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan
adanya darah, HB, mioglobin.
- Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan
ginjal berat).
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio
urine/serum sering 1:1
- Klirens keratin : Mungkin agak menurun
- Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
- Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
- BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
- Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari
78 g/dL
- SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
- GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil
akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun
- Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal kehabisan Natrium atas normal
(menunjukan status dilusi hipernatremia).
- Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG
mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
- Magnesium/Fosfat : Meningkat
- Kalsium : Menurun
- Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
- Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
2. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
a. Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria
untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada
gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan
karena adanya proses infeksi.
b. Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas
sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
c. Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi
ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal
yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat,
calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
d. Aortorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem aretri, vena, dan
kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula,
serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post
transplantasi ginjal.
f. KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu)
g. Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
h. Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular massa.
i. Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke
dalam ureter, terensi.
j. Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
k. Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histoligis.
l. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
3. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal
lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik
sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
4. EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
5. Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
- Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditambah dengan iwl 500ml, maka
air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
- Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
- Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
- Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
- Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.
- Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada
seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang
kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
- Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
- Dialisis.
- Transplantasi ginjal

b. Penatalaksanaan keperawatan
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk

c. Pencegahan
Pencegahan kerusakan ginjal dan mengubah perjalanan penyakit juga tidak kalah
pentingnya melalui terapi sejak awal dan pengawasan progresifitas penyakit.
- Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi pemaparan
terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal (pencegahan
paparan infeksi, konseling genetik, pencegahan obesitas, dan lain- lain).
- Pencegahan sekunder dilakukan dengan menjaga agar progresifitas CKD tidak
terus berlanjut dengan penanganan yang tepat pada setiap stadium CKD.
- Pencegahan tersier difokuskan pada penundaan komplikasi jangka panjang,
disabilitas atau kecacatan akibat CKD melalui terapi penggantian ginjal (dialysis
atau transplantasi ginjal).
10. Komplikasi
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

d. Prognosis
Penderita gagal ginjal kronik stadium akhir biasanya yang tidak dapat atau tidak
mampu mengusahakan pengobatan yang optimal biasanya berakihir dengan kematian

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Mengkaji identitas pasien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan,
agama, dan pekerjaan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAKmual, muntah, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal
pada kulit
Riwayat Kesehatan Sekarang
Penyakit yang diderita oleh klien saat masuk rumah sakit, untuk kasus gagal ginjal
kronis, penurunan output urine, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan
perubahan pemenuhan nutrisi
Riwayat Kesehatan Terdahulu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien sebelumnya seperti DM,
glomerulonefritis, hipertensi, obstruksi saluran kemih
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita oleh angggota keluarga klien seperti
mengalami penyakit yang sama.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d retensi cairan dan natrium
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah.
c. Ganggguan perfusi jaringan b.d perubahan kemampuan hemoglobin mengikat oksigen.
d. Gangguan integritas kulit b.d akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit
atau uremia.
e. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot
f. Pk hiperkalemia
g. Pk: uremia
h. Pk: anemia
i. Pk hipertensi

3. Intervensi
Tujuan Dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Setelah diberikan 1. Ukur masukan dan 1.Menunjukkan status volume
Kelebihan
asuhan haluaran, catat sirkulasi, terjadinya/
volume cairan
keperawatan keseimbangan positif. perbaikan perpindahan cairan,
1 b.d retensi cairan
selama ... x... jam, 2. Awasi TD dan CVP. Catat dengan respon terhadap
dan natrium
diharapkan pasien JVD/ distensi vena. terapi.
menunjukkan 3. Auskultasi paru, catat 2.Peningkatan TD biasanya
volume cairan penurunan/ tak adanya berhubungan dengan
stabil. Dengan bunyi nafas dan terjadinya kelebihan volume cairan
kriteria hasil: bunyi tambahan (mis. tetapi mungkoin tidak terjedi
Pemasukan krekels). karena perpindahan cairan
sama dengan 4. Awasi disritmia jantung. keluar area vaskuler. Distensi
pengeluaran Auskultasi bunyi jantung. jugular eksternal dan vena
Tanda vital 5. Ukur lingkar abdomen. abdominal sehubungan
normal 6. Awasi albumin serum dan dengan kongesti vaskuler.
Tak ada elektrolit 3. Peningkatan kongesti
edema atau 7. Batasi natrium dan cairan pulmonal dapat
ascites sesuai indikasi. mengakibatkan konsolidasi,
gangguan pertukaran gas,
dan komplikasi contoh
edema paru.
4. Mungkin disebabkan oleh
GJK, penurunan perfusi
arteri koroner, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
5. Menunjukkan akumulasi
cairan (ascites) diakibatkan
oleh kehilangan protein
plasma atau cairan ke dalam
area peritoneal.
6. Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan
osmotik, koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan
edema.
7. Meminimalkan retensi cairan
dalam area ekstra vaskuler.
2 Ketidakseimban Setelah 1. Kaji terhadap malnutrisi 1. Memberikan pengukuran
gan nutrisi dilakukan dengan mengukur tinggi obyektif terhadap status
kurang dari asuhan dan berat badan, usia, nutrisi.
kebutuhan tubuh keperawatan protein serum, 2. Memastikan kebutuhan
b.d mual selama ....x.... albumin,hemoglobin dan terhadap pendidikan
muntah. jam diharapkan pengukuran antropometri. nutrisi, membantu
kebutuhan 2. Kaji riwayat diet termasuk intervensi individual.
nutrisi makanan yang disukai dan 3. Memberikan dasar dan
terpenuhi tidak disukai serta arahan untuk intervensi.
dengan kriteria intoleransi makanan 4. Memudahkan perencanaan
hasil 3. Kaji faktor-faktor yang makanan.
Melaporkan mempengaruhi masukan 5. Mengetahui perkembangan
peningkatan oral: kemampuan BB
nafsu makan mengunyah, merasakan, 6. Meminimalkan keletihan
Porsi makan menelan. yang dapat menurunkan
habis 4. Kolaborasi dengan ahli nafsu makan.
gizi untuk diet kalori a. Menurunkan rangsang
tinggi. mencemaskan.
5. Timbang BB sesuai b. Membatasi isolasi sosial
kebutuhan dan meningkatakan
6. Kurangi faktor yang nafsu makan.
membatasi masukan oral : c. Mengurangi mual dan
a. Dorong pasien mencegah pasien terlalu
istirahat sebelum kenyang..
makan d. Mencegah pasien terlalu
b. Rencanakan makan kenyang.
sehingga jadwal e. Mengurangi muntah,
makan tidak terjadi meningkatkan fungsi
segera setelah gaster, mengatasi
prosedur yang kandidiasis dan
menimbulkan nyeri mencukupi kebutuhan
atau tidak enak. nutrisi.
c. Dorong pasien untuk 7. Sebagai indikator
makan dengan orang kebutuhan nutrisi.
terdekat bila
mungkin.
d. Beri makan sedikit
tapi sering.
e. Batasi cairan 1 jam
sebelum makan dan
pada saat makan.
7. Delegatif tentang
pemberian antiemetik
suplemen vitamin, anti
jamur dan nutrisi
parentral, enteral.

Setelah dilakukan 1.Awasi tanda vital, kaji 1. Memberikan informasi


asuhan pengisian kapiler, warna tentang derajat/ keadekuatan
keperawatan kulit/membran mukosa, perfusi jaringan dan
selama ... x ... jam, dasar kuku. membantu menetukan
Ganggguan diharapkan pasien 2. Selidiki keluhan nyeri kebutuhan intervensi.
perfusi jaringan menunjukkan dada,palpitasi. 2. Iskemia seluler
b.d perubahan perfusi adekuat. 3. Orientasikan ulang pasien mempengaruhi jaringan
kemampuan Dengan kriteria sesuai kebutuhan. miokardial/potensial resiko
3
hemoglobin hasil: 4. Catat keluhan rasa dingin, infark.
mengikat Tanda vital perthankan suhu 3. Membantu memperbaiki
oksigen. stabil. lingkungan dan tubuh proses pikir.
Membran hangat sesuai indikasi. 4. Vasikontriksi menurunkan
mukosa 5. Awasi pemeriksaan sirkulasi perifer.
merah muda. laboratorium, misalnya: 5. Mengidentifikasi defisiensi
Pengisian Hb/Ht dan jumlah sel dan kebutuhan
kapiler baik. darah merah, GDA. pengobatan/respon terhadap
Haluaran urin 6. Berikan suplemen oksigen terapi.
adekuat. lembab sesuai indikasi. 6. Memaksimalkan transport
7. Berikan transfusi darah. oksigen ke jaringan.
8. Siapkan intervensi 7. Meningkatkan jumlah sel
pembedahan sesuai pembawa oksigen dan
indikasi. memperbaiki sirkulasi.
8. Tansplantasi sumsum tulang
dilakukan pada kegagalan
sumsum tulang/anemia
aplastik.
Setelah dilakukan 1. Kaji kulit untuk luka 1. Mengetahui tentang sirkulai
asuhan terbuka, benda asing, kulit dan masalah yang
keperawatan kemerahan, perdarahan dan mungkin disebabkan oleh
selama ...x.... jam bengkak. pembentukan edema yang
diharapkan 2. Tempatkan pada posisi membutuhkan intervensi
kerusakan semi-fowler pada punggung lebih lanjut.
Gangguan integritas kulit atau sisi yang sakit dengan 2. membantu drainase cairan
integritas kulit berkurang dengan lengan tinggi dan disokong melalui gravitasi.
b.d akumulasi kriteria hasil : dengan bantal. 3. Akumulasi cairan drainase
toksik dalam Menunjukan 3. Kosongkan drain luka, meningkatkan penyembuhan
4 kulit dan perilaku/teknik secara periodik catat jumlah dan menurunkan kerentanan
gangguan turgor untuk mencegah dan karakteristik drainase. terhadap infeksi.
kulit atau kerusakan kulit/ 4. Berikan 4. Diberikan secara profilaksis
uremia. memudahkan antibiotik sesuai indikasi atau untuk mengobati infeksi
penyembuhan khusus dan meningkatkan
sesuai indikasi penyembuhan.
Mencapai
penyembuhan
luka sesuai
waktu/
penyembuhan
luka terjadi
Setelah diberikan 1. Kaji respon pasien terhadap 1.Menyebutkan parameter
asuhan aktivitas membantu dalam mengkaji
keperawatan 2. Instruksikan pasien tentang respons fisiologi terhadap
selama ... x ... jam, teknik penghematan energi , stres aktivitas dan bila ada,
diharapkan pasien misalnya menggunakan merupakan indikator dari
dapat kursi saat mandi, duduk saat kelebihan kerja yang
berpartisipasi menyisir rambut atau berkaitan dengan tingkat
dalam aktivitas menggosok gigi, melakukan aktivitas.
yang aktivitas dengan perlahan 2.Teknik menghemat energi
diinginkan/diperuk 3. Kaji sejauh mana aktivitas mengurangi pengguanan
Intoleransi an dengan kriteria yang dapat ditoleransi. energi, juga membantu
aktivitas b.d hasil : 4. Berikan dorongan untuk keseimbangan antara suplai
5
kelemahan otot Melaporkan melakukan dan kebutuhan oksigen.
peningkatan aktivitas/perawatan diri 3.Mengidentifikasi sejauh mana
dalam toleransi bertahap jika dapat kemampuan pasien dalam
aktivitas yang ditoleransi melakukan aktivitas dan
dapat diukur perawatan diri.
Menunjukkan 4.Kemajuan aktivitas bertahap
penurunan mencegah peningkatan kerja
dalam tanda- jantung tiba-tiba. Memberikan
tanda bantuan hanya sebatas
intoleransi kebutuhan hanya akan
fisiologi mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.

4. Implementasi
Sesuaikan dengan intervensi.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk
menilai setiap hasil yang telah di capai. Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus
pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan. Melalui SOAP kita
dapat mengevaluasi kembali.
1. Pasien menunjukkan volume cairan stabil.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Perfusi jaringan adekuat.
4. Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperukan.
5. Kerusakan integritas kulit berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. From


http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses
pada tanggal 6 september 2015.

Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. From


http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses
pada tanggal 6 september 2015

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. From
http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-
gagal_31.html . Diakses pada tanggal 6 september 2015

Você também pode gostar