Você está na página 1de 4

Komponen-komponen Sistem Peradilan Pidana

Setiap negara dalam praktiknya mengembangkan sistem peradilan pidananya sendiri-


sendiri yang ditentukan oleh perkembangan agama, kebiasaan, budaya, dan tradisi,
penalaman sejarah dan struktur ekonomi serta organisasi politik negara tersebut. Mien
Rukmini dalam bukunya yang berjudul Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak
Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana
Indonesia mengatakan bahwa, sebaik apa pun suatu undang-undang tidaklah berarti, apabila
pelaksanaannya tidak adil dan benar disertai moralitas tinggi dari para penegak hukumnya.

Sistem peradilan pidana Indonesisa dalam KUHAP sebagai hukum acara pidana yang
berlaku di Indonesia. Terkait dengan hukum cara pidana, Enschede, menyatakan bahwa
hukum acara pidana adalah hukum yang riskan sebagai instrumen penegak hukum yang
pelaksanaannya dengan pengawasan yang rumit. Apabila ditelaah lebih jauh mengenai isi
dari ketentuan KUHAP sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1981, maka Criminal Justice System atau sistem peradilan pidana di
Indonesia terdiri dari komponen-komponen kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga
masyarakat dan pengacara atau advokat sebagai penegak hukum. Kelima aparat penegak
hukum tersebut memiliki hubungan yang erat satu sama lain, yang kesemuanya itu akan
saling terkait dan diharapkan adanya suatu kerjasama yang terintegrasi. Sebaliknya, jika
terdapat kelemahan pada salah satu sistem kerja komponen sistem peradilan pidana, akan
memengaruhi komponen lainnya dalam sistem yang terintegrasi.

Setelah diundangkannya KUHAP melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1981


pada 31 Desember 1981 yang berlaku menggantikan Herziene Inlandsch Reglement atau HIR
(Stbl. 1941 No. 44) yang terdiri dari 22 bab, dan 286 pasal serta dilengkapi dengan penjelasan
secara lengkap, maka berakhirlah HIR sebagai satu-satunya landasan hukum bagi proses
penyelesaian perkara pidana di Indonesia. Para aparatur penegak hukum (kepolisisan,
kejaksaan, pengadilan, dan advokat) membawa pengetahuan, yang diperolehnya dalam
kehidupan sehari-hari untuk membangun realitas.

A. Kepolisian

Kepolisian Repubik Indonesia mempunyai tugas utama menerima laporan dan


pengaduan masyarakat, manakala terjadi tindak pidana, melakukan penyelidikan dugaan
adanya tindak pidana, melakukan seleksi atau penyaringan terhadap kasus-kasus yang
memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melaporkan hasil penyidikan kepada
kejaksaan dan memastikan dilindunguinya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan
pidana. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kepolisisan sebagai subsistem dalam
sistem peradilan pidaa adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 1 butir (1) Jo. Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 1 butir (2) KUHAP merumuskan
pengertian penyidik adalah pejabat Polisi Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dan penyidikan berarti
serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Dalam Pasal 2 Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, salah satu fungsi kepolisian adalah
penegak hukum di samping pemeliharaan keamanan, pengayoman dan pelayanan terhadap
masyarakat. Dalam Pasal 1 angka 14 disebutkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia
adalah pemimpin kepolisian dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian,
hingga pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan perundang-
undangan.

B. Kejaksaan

Lembaga kejaksaan mempunyai tugas pokok yakni untuk menyaring kasus yang layak
diajukan ke pengadilan, mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan. Tgas dan wewenang
Kejaksaan Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
subsistem atau komponen penegak hukum sistem peradilan pidana Indonesia tercantum
dalam KUHAP, Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 Jo. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Negara Republik Indonesia.

Pasal 13 KUHAP menyatakan bahwa Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 angka 1 Undang-Undang No. 16 Tahun
2004 menyatakan bahwa Kejaksaan Negara Republik Indonesia adalah lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan
lain berdasarkan undang-undang. Di samping itu, berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Negara Republik Indonesia
menyatakan bahwa jaksa diberikan wewenang sebagai pelaksana putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan undang-undang. Hal tersebut tertuang
tegas dalam definisi jaksa, yaitu pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan tersebut dalam pasal 1 angka 3 penuntutan


adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkanperkara ke pengadilan negeri yang
berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

C. Pengadilan

Pengadilan adalah salah satu proses dalam sistem peradilan pidana yang tidak dapat
berjalan tanpa adanya proses-proses lainnya yang mendahului, yaitu penyidikan dan
penuntutan, karena dalam tahap ini suatu perkara akan dinilai hasil yang dikumpulkan pada
tahap penyidikan dan penuntutan, apakah perkara tersebut melanggar hukum atau tidak dan
apakah pelaku perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atau tidak.
Pengadilan berkewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan, melindungi hak
terdakwa, saksi dan korban dalam proses pengadilan pidana, melakukan pemeriksaan kasus-
kasus secara efisien dan efektif, memberikan putusan yang adil dan berdasarkan hukum yang
berlaku dan menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga publik dapat berpartisipasi
dan melakukan penilaian terhadap proses pengadilan di tingkat ini.

Pasal 1 butir (8) KUHAP menyatakan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara
yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Selanjutnya, dalam pasal 1
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, memberikanmdefinisi
Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi
terselenggarakannya Ngeara Hukum Republik Indonesia. Penyelenggaraan Kekuasaan
Kehakiman menurut pasal 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dilakuka oleh Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh Mahkamah
Konstitusi.

D. Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga ini memiliki fungsi yang penting dalam sistem peradilan pidana, karena
keberadaannya menentukan tujuan yang dibangun oleh sistem peradilan pidana, khususnya
proses pembinaan bagi narapidana, agar nantinya narapidana tersebut setelah menjalani
pidana dan keluar dari lembaga pemasyarakatan dapat diterima kembali oleh masyarakat luas.

Lembaga pemasyarakatan mempunyai fungsi untuk menjalankan putusan pengadilan


yang merupakan pemenjaraan dan pemasyarakatan, memastikan hak-hak narapidana,
melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana dan mempersiapkan narapidana
untuk bisa kembali ke masyarakat.a

Adanya perubahan sistem dalam pemasyarakatan, dari penjara menjadi


pemasyarakatan membawa perubahan yang mendasar. Pengaturan mengenai bagaimana
sistem pemasyarakatan telah diatur daam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.

E. Pengacara atau Advokat


Advokat memiliki status sebagai penegak hukum sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Jika keempat penegak hukum
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya mewakili negara dalam fungsinya untuk
menjalankan sistem peradilan pidana (khususnya dalam hal menjatuhkan pidana bagi para
pelanggar hukum) maka advokat mewakili warga negara dalam hubungannya dengan
pemerintah atau negara melalui alat-alat penegak hukumnya.
Pengacara atau advokat berfungsi untuk melakukan pembelaan bagi tersangka atau
terdakwa dan menjaga hak-hak tersangka atau terdakwa dapat dipenuhi dalam proses
peradilan pidana. Advokat memiliki kewenangan dan tugas di semua tingkatan dalam sistem
peradilan pidana. Hal tersebut dilakukan dengan satu tujuan, yaitu untuk memberikan
bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa. Hal ini diatur dalam Pasal 69 KUHAP yang
berbunyi penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan
pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang.
Selain itu kewenangan advokat untuk melakukan pembelaan dan menjaga hak-hak tersangka
atau terdakwa diatur dalam Pasal 70 ayat (1) KUHAP yang menyatakan Penasihat hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka
pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentngan perkaranya. Dalam Pasal
1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa advokat adalah orang yang
berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-
undang No. 18 Tahun 2003 dinyatakan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum,
bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Tujuan Hukum Acara Pidana menurut ketentuan Pedoman Pelaksanaan Kitab


Undang-Undang Hukum Acara Pidana, adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-
tidaknya mendekati kebenaran materiel. Kebenran materiel sendiri adalah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara
Pidana secara jujur dan tepat. Mengutip pendapat dari Muladi, tujuan Sistem peradilan
Pidana dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan rahabilitasi
pelaku tindak pidana.
b. Dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak dituju lebih
luas yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam konteks politik
kriminal.
c. Tujuan jangka panjang, apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan
mesyarakat dalam konteks politik sosial.

Você também pode gostar