Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-Itidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam
Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah tabiin yang dapat dipercaya, tetapi ia
memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh
oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asyas. Tampaknya disini ia
dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa terbunuhnya
karena soal zindik. Mabad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan
banyak penduduk Basrah yang mengikuti alirannya .
- Ghailan Ad-Dimasyqi
Sepeninggal Mabad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga dengan Abu
Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan bahwa
Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah menjadi pengikut Al-
Haris Ibnu Said yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap
pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz, namun setelah Umar
wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya.
Dialah yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar
tahun 98 H. Dan juga dalam masalah ta'wil, ta'thil (mengingkari sebagian sifat-
sifat Allah) dan masalah irja. Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk
diantara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Beliau menegakkan
hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul
Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan
ciri yang sangat dominan bagi ahli bid'ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari
bid'ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan
kembali kepada bid'ahnya. Ghailan ini akhirnya dihukum mati setelah dimintai taubat
namun menolak bertaubat pada tahun 105 H. Dia mati dihukum oleh Hisyam Abd al-
Malik (724-743). Sebelum dijatuhi hukuman mati diadakan perdebatan antara Ghailan
dan al-Awzai yang dihadiri oleh Hisyam sendiri.
- Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)
Dia mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendahulunya dan meracik antara bid'ah
Qadariyah dengan bid'ah Mu'aththilah dan ahli ta'wil. Kemudian ia menyebarkan
pemikiran rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf
memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia
menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja'd ini dan
menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum
muslimin yang terkena racun pemikirannya, para ulama memutuskan hukuman mati
atasnya demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abullah
Al-Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja'd ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai
menunaikan shalat 'Idul Adha : "Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah
menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin Dirham,
karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menjadikan Ibrahim
sebagai khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara ...... dan
seterusnya". Kemudian beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 124 H.
- Al-jahm bin Shafwan
Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga kemudian
marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid'ah dan
kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru. Akibat ulahnya
muncullah bid'ah Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang
ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan
Al-Ja'd, bahkan ia menambah lagi dengan bid'ah ta'thil (penolakan sifat-sifat
Allah), bid'ah ta'wil, bid'ah irja', bid'ah Jabariyah, bid'ah Kalam, dan
sebagainya. Al-Jahm akhirnya dihukum mati pada tahun 128 H
- Washil bin Atha' dan Amr bin Ubeid
Orang ini muncul bersamaan di masa Al-Jahm bin Shafwan. Mereka berdua meletakkan
dasar-dasar pemikiran Mu'tazilah Qadariyah.
3. Sekte Qadariyah
Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya, faham Qadariyah pun terpecah menjadi
beberapa kelompok. Banyak pendapat tentang perpecahan Qadariyah ini, diantaranya
dikatakan bahwa faham Qadariyah terpecah menjadi dua puluh kelompok besar, yang
setiap kelompok dari mereka mengkafirkan kelompok yang lainnya. Dua puluh aliran
dari Qadariyah itu adalah Washiliyah, Amruwiyah, Hudzaliyah, Nazhamiyah,
Murdariyah, Mamariyah, Tsamamiyah, Jahizhiyah, Khabithiyah, Himariyah,
Khiyathiyah, Syahamiyah, Ashhab Shalih Qubbah, Marisiyah, Kabiyah, Jubbaiyah,
Bahsyamiyah, Murjiah Qadariyah. Dari Bahsyamiyah lahir pula aliran besar, yakni
Khabithiyah dan Himariyah.
Dan sesungguhnya Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada
yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran)
tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Inilah
keadaan ahlul bidah yang mana mereka selalu dalam perpecahan dan selalu
menciptakan pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-penyimpangan yang berbeda dan
saling berlawanan.
Namun berapa banyak pun jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham
Qadariyah, tetap saja hal ini berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.
Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta
mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika
Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya, dan
kami tidak mengharamkan apapun.
Yang kedua, Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat
dalam penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan
sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa
yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala
merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
Dan yang ketiga Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber
terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari
paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin
maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi
kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal
jamaah).
Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu: Qadariyah yang ghuluw
(berlebihan) dalam menolak takdir, dan Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam
menetapkan takdir.
WALLAHU ALAM
...................................................................................
.........................................................
SUMBER / REFERENSI:
1. Al-Quran dan Terjemah (Kalim, Banten, 2010)
2. Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Sedia, 1998).
3. Al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari
"Mabahits fi Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004)
4. An-Nasyar, Ali Syami, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-
Ma'arif, 1977)
Asy-Syahrastani, Muhammad ibn Abd al-Karim, al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon:
Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, t.th)
5. Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2
6. Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan
Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
7. Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)
8. Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam,
(Banjarmasin: Antasari Press, 2008)
9. Hadi, Muhammad, Manhaj Dan Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah Menurut Paham Salaf
(Jakarta:Gema Insani Press, 1994)
10. Maghfur, Muhammad, Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil:
al-Izzah, 2002)
11. Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5
12. Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998)
Share