Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
NIM : 04121401092
Kelompok :6
Tutor : dr.Liniyanti D Oswari
SKENARIO
Tn. Abdul, 60 tahun, dibawaanaknyaberobatdengankeluhanseringmengompolsejak 2
mingguterakhir. Menurutanaknya, ayahnyatidakdapatmenahankeinginannyauntukbuang air kecil,
bahkan air seninyasudahkeluarsebelumsampaikekamarmandi.Selaintu,
dalamsatutahunterakhirkeduatangan Tn. Abdul seringbergetarterutamatangankanan,
apabilaberjalanlangkahnyakecil-kecildanseringterjatuh.
Padapemeriksaanfisikditemukantekanandarah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali//menit, temperature
36.8C.pemeriksaan laboratoriumdalambatas normal. Padapemeriksaanneurologisditemukan resting
tremor, pull test (+) MMSE score 17.
Analisis Masalah
1. Tn. Abdul, 60 tahun, dibawa anaknya berobat dengan keluhan sering mengompol sejak
2 minggu terakhir. Menurut anaknya, ayahnya tidak dapat menahan keinginannya
untuk buang air kecil, bahkan air seninya sudah keluar sebelum sampai ke kamar
mandi.
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari traktus urinarius?
Jawab :
Anatomi vesica urinaria (kandung kemih)
Lapisan kandung kemih yaitu : lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa,lapisan mukosa. Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang
terdiri dari 2 bagian besar,yaitu ;
(1) Corpus, merupakan bagian utama vesica urinaria di mana urin berkumpul
(2) Collum, merupakan lanjutan dari corpus yang berbentuk corong.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, serat-seratnya ke segala arah dan
apabila berkontraksi dapat menigkat tekanan intra vesica menjadi 40-60 mmHg.
Kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting dalam proses berkemih. Pada dinding
posterior kandung kemih, tepat di atas collum vesicae terdapat daerah berbentuk segitiga
yang lapisan mukosanya halus (kecuali daerah ini, lapisan mukosa dinding kandung
kemih berbentuk ruggae/berlipat-lipat). Collum (leher kandung kemih) panjangnya 2-3
cm, dindingnya terdiri dari dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastic. Otot pada daerah ini disebut sphincter urethra internum. Setelah urethra
posterior, urethra berjalan melewati diafrgama urogenital, yang mengandung lapisan otot
yang disebut sphincter urethra externum. Otot ini merupakan otot lurik yang bekerja
dibawah kesadaran dan dapat melawan upaya kendali involunter yang berusaha untuk
mengosongkan kandung kemih.
Persarafan kandung kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan
medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2 dan S-3. Berjalan
dari nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik
mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari
urethra (posterior) dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex berkemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini
berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf
postganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat 2 tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi
kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus
pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang
mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfinter. Kandung kemih juga menerima
saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama
berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis.
Tipe Saraf Fungsi
Kolinergik parasimpatik (Nervus erigenus) Kontraksi bladder
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord. Sebagian besar pengosongan di
luar kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari/dilatih. Sistem saraf simpatis : impuls
menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan
spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot
detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi. (normal: tidak
nyeri).
Saat kandung kemih terisi, ujung-ujung saraf di dinding kandung kemih mengirim
sinyal ke medula spinalis dan kemudian ke otak, sehingga muncul perasaan/ sensasi ingin
berkemih. Kemudian otak mengirim sinyal ke otot sfingter uretra dan otot pelvis untuk
berelaksasi. Setelah itu otot sfingter uretra dan otot pelvis mengirim sinyal ke dinding
kandung kemih (detrusor) yang akan berkontraksi dan memompa urin keluar melalui
uretra.
Setelah urin dari kandung kemih kosong, otot sfingter uretra dan otot pelvis
berkontraksi kembali, menutup uretra, dan otot kandung kemih berelaksasi. Setelah
berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam
uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus.
Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali
reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk
berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat
dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan
volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga
membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen.
Orang dewasa dengan kandung kemih yang normal, yang minum 2 L cairan per hari,
umumnya akan berkemih 4-7 kali sehari (setiap 3-4 jam). Rata-rata, setiap orang akan
berkemih sebanyak 250-500 mL urin setiap kalinya.
b. Etiologi dan mekanisme mengompol ?
Jawab :
Etiologi Inkontinensia Urin Pada Usia Lanjut
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung
kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan
rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan
gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat
atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih
bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka
tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi
penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus
dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Bila terjadi impaksi feses, maka
harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan
yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa
terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan
metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah
asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan
yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke
toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk
mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien
lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya.
Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika
memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan
obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik,
antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium
antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif
hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam
terjadinya mengompol.Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan
mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan
otot dasar panggul.
Pada kasus ini, inkontinensia yang terjadi akibat dari penyakit parkinson yang
dideritanya. Penyakit parkinson yang dideritanya ini terjadi karena hilangnya
pigmentasi di daerah substansia nigra dan badan Lewy serta penurunan dopamin di
neuron substansia nigra pars kompakta dan korpus striatum. Adanya kerusakan
tersebut dapat mempengaruhi motorik , termasuk juga saraf otonom yang mengatur
sistem perkemihan sehingga terjadi inkontinensia urin akibat pengaturan yang tidak
terkontrol dalam sistem perkemihan.
Mekanisme :
Mikturisi diinginkan
Kontraksi sfingter >> reflex Pusat inhibisi dan fasilitasi
relaksasi sfingter kandung
penghambat terletak di pons dan korteks
kemih eksterna
serebri
Refleks menghambat
Mikturisi tidak diinginkan kontraksi kontraksi sfingter >>
sfingter kandung kemih eksterna kontraksi sfingter
Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih di daerah sakrum.
Jaras aferen lewat persarafan somatik dan otonom, membawa informasi tentang isi kandung
kemih ke medula spinalis sesuai pengisian kandung kemih.
Tonus simpatik akan menyebabkan penutupan kandung kemih dan menghambat
tonus parasimpatik. Pada saat proses berkemih berlangsung, tonus simpatik menurun dan
peningkatan rangsang parasimpatik mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Semua proses
ini berlangsung dibawah koordinasi dari pusat yang lebih tinggi pada batang otak, otak kecil
dan korteks serebri. Sehingga patologik yang mengenai pusat-pusat ini, seperti pada kasus
kita yaitu penyakit parkinson dan demensia dapat menyebabkan inkontinensia. Semua ini
adalah deskripsi yang disederhanakan dari proses berkemih yang sebenarnya sangat rumit,
sedangkan keadaan neurofisiologik yang sesungguhnya belum sepenuhnya diketahui.
Pada kasus kita , terjadinya mekanisme tidak bisa menahan kencing karena adanya
gangguan neurologik akibat lesi disuprapontin.
Mekanisme:
Usia dan etiologi dari parkinson demensia ( seperti, faktor genetik, faktor
lingkungan, proses degeneratif/menua,ras, cedera kraniocerebral atau stres
emosional) kerusakan di sistem saraf otak lesi di suprapontin mempengaruhi
sistem perkemihan yang mengenai saraf otonom gangguan pengaturan
pengosongan urin Menghambat fungsi normal otot detrusor komplians VU
Overactive detrusor Inkontinensia urin urgensi.
d. Apa hubungan diantara jenis kelamin dan usia Tn.Abdul dengan keluhan yang
dialami?
Jawab : Saluran kemih bagian bawah mengalami perubahan karena usia, walaupun tanpa
ada penyakit apapun. Kapasitas kandung kemih, kontraktilitas, dan kemampuan untuk
menahan berkemih menurun pada usila, sedangkan kekuatan dan lama menutup uretra
menurun bersamaan dengan meningkatnya usia . Pada usila, prevalensi kontraksi kandung
kemih meningkat sedangkan volume residu setelah berkemih meningkat sampai 50-100
ml. Sebagai tambahan, usila sering mengeksresikan sebagian besar asupan cairan pada
malam hari, walaupun tidak memiliki penyakit ginjal, edema perifer dan prostatismus.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan berkemih 1-2 kali di malam hari pada
kebanyakan usila sehat.
Prevalensi wanita mengalami inkontinensia urin lebih besar, bisa disebabkan
karena faktor estrogen yang mulai menurun, mudah terinfeksinya struktur saluran
urogenital karena anatominya yang langsung berhubungan dengan keadaan luar, atau
karena faktor pasca melahirkan yang menyebabkan otot dasar panggul menjadi tidak
optimal lagi apabila tidak dilatih. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti :
Terjadi perubahan anatomis :
Kandung kemih Perubahan morfologis
Trabekulasi
Fibrosis
Saraf otonom
Pembentukan divertikula
Perubahan fisiologis
Kapasitas
Kemampuan menahan kencing
Kontraksi involunter
Volume residu pasca berkemih
Uretra Perubahan morfologis
Komponene seluler
Deposit kolagen
Perubahan fisiologis
Tekanan penutupan
Tekanan akhiran keluar
Vagina Componen selular
Mucosa atrofi
2. Selain itu, dalam satu tahun terakhir kedua tangan Tn. Abdul sering bergetar terutama
tangan kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-kecil dan sering terjatuh.
a. Adakah hubungan diantara keluhan satu tahun yang lalu dengan keluhan Tn.Abdul
yg sekarang?
Jawab : Ada. Pada satu tahun yang lalu, Tn.Abdul sudah menderita penyakit parkinson
karena didapatkan adanya gejala seperti resting tremor, langkah yang kecil-kecil saat
berjalan dan sering terjatuh(kehilangan keseimbangan). Penyakit parkinson yang
dideritanya ini tidak ditatalaksana padahal penyakit parkinson terseut bersifat progresif
yang nantinya dapat menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Pada kasus didapatkan
pada pemeriksaan menggunakan MMSE skornya 17 ini mengindikasikan bahwa sudah
terjad penurun fungsi kognitif pada Tn.Abdul. selain ini juga sudah terjadi keluhan
mengompol dan tidak bisa menahan kencingnya yang mengindikasikan bahwa
pengaturan akan sistem perkemihan pada Tn.Abdul ini sudah terjadi gangguan. Pusat
pengaturan perkemihan ini ada disuprapontin, yang pada penyakit parkinson memang
bisa menyebabkan lesi di suprapontin tersebut. Maka keluhan yang dialami Tn.Abdul satu
tahun yang lalu dengan keluhannya sekarang memang ada hubungannya, terkait dengan
adanya gangguan defek neurologik yang terjadi.
2. Langkah kecil-kecil
Etiologi : penyakit parkinson (gangguan neurologik) atau kerusakan substansia nigra.
Mekanisme : Adanya kerusakan substansia nigra yang merupakan regio kecil di otak
(brain stem) yang terletak diatas sedikit medula spinalis. Bagian ini merupakan pusat
kontrol atau koordinasi semua pergerakan. Sel-sel nya menghasilkan neurotransmiter
yang disebut dopamin yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan
keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural serta kelancaran
komunikasi. Pada penyakit parkinson , sel-sel di substansia nigra pars compacta
mengalami degenerasi sehingga produksi dari dopamin juga menurun.
Freezing yang juga berarti motor block, merupakan suatu bentuk akinesia
(hilang pergerakan) dan merupakan gejala disabilitas paling penting pada penyakit
Parkinson. Meskipun freezing merupakan gejala klinik yang khas, gejala ini tidak
selalu terdapat pada pasien dengan PD. Gejala ini lebih sering terdapat pada laki-laki
dibandingkan pada wanita dan frekuensi lebih sedikit pada pasien dengan gejala
utama berupa tremor. Freezing paling sering mengenai tungkai saat berjalan, tetapi
lengan dan kelopak mata juga dapat terkena. Manifestasi klinik dapat terjadi secara
mendadak dan bersifat sementara (biasanya kurang dari 10 detik), sehingga dapat
terjadi kesulitan dalam berjalan. Dalam hal ini mungkin meliputi kesulitan untuk
memulai berjalan atau terjadi secara tiba-tiba saat sedang berjalan melintasi jalanan
yang padat dan ramai. Freezing merupakan sebab tersering terjadinya trauma.
Episode freezing tampak lebih parah pada fenomena OFF, yang
managejala ini dapat diredakan melalui terapi dengan levodopa. Faktor resiko
berkembangnya freezing termasuk; ada tidaknya rigiditas, bradikinesia, instabilitas
postural dan lamanya pasien tersebut mengidap penyakit Parkinson. Tremor yang
terjadi saat onset penyakit, dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya
freezing. Freezing yang terdapat terutama pada fenomenaON, tidak selalu
memberikan respon dengan pemberian obat-obat dopaminergik, tetapi pasien dengan
pemberian selefiline memiliki resiko yang lebih rendah. Penyuntikkan toksin
Botulinum, walaupun efektif untuk bermacam-macam gejala Parkinsonian, seperti
tremor, distonia dan sialorrhoea, namun secara konsisten masih belum efektif untuk
terapi terhadap freezing.
Rigiditas ditandai dengan adanya peningkatan tahanan otot, biasanya disertai
oleh adanyacogwhell phenomenon yang secara khusus dihubungkan dengan
adanya tremor, terdapat melalui pergerakan pasif extremitas baik flexi, extensi atau
rotasi sendi. Rigiditas dapat terjadi di tubuh bagian proximal maupun bagian
distal. Foments maneuver merupakan manuver yang biasa digunakan untuk
memeriksa adanya rigiditas. Keistimewaan manuver ini dapat mendeteksi rigiditas
yang masih ringan.Rigiditas dapat disertai dengan nyeri, dan nyeri pada bahu adalah
satu hal yang tersering yang merupakan manifestasi dini penyakit Parkinson.
Meskipun seringkali terjadi misdiagnosis, sebagai arthritis, bursitis atau cedera pada
otot-otot rotator cuff. Sebuah prospektif studi yang dilakukan pada 6038 orang (usia
rata-rata 68,5 tahun), dimana tidak terdapat demensia ataupun gejalan Parkinsonism,
ditemukan adanya kekakuan, tremor dan ketidakseimbangan yang diasosiasikan
dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit Parkinson. Melalui penelitian dengan
kohort, dengan follow up selama 5,8 tahun, ditegakkan diagnosis 56 kasus penyakit
Parkinson.
3. Sering terjatuh
Etiologi : penyakit parkinson (gangguan neurologik) atau kerusakan substansia nigra.
Mekanisme : Adanya kerusakan substansia nigra yang merupakan regio kecil di otak
(brain stem) yang terletak diatas sedikit medula spinalis. Bagian ini merupakan pusat
kontrol atau koordinasi semua pergerakan. Sel-sel nya menghasilkan neurotransmiter
yang disebut dopamin yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan
keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural serta kelancaran
komunikasi. Pada penyakit parkinson , sel-sel di substansia nigra pars compacta
mengalami degenerasi sehingga produksi dari dopamin juga menurun. Karena adanya
penurunan dopamin tersebut, terjadilah gangguan pada pusat keseimbangan, sehingga
didapatkan pada kasus Tn.Abdul sering terjatuh.
3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali//menit,
temperature 36.8C.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal ?
Jawab :
1. Tekanan darah 120/80 mmHg : Normal.
2. Nadi 80 kali/menit : Normal.
3. Temperature tubuh : 36,50 C. Nilai normal pada lansia : pada usia lanjut,
suhu oral rata-rata adalah 360 C. Interpretasi : normal
Pembahasan : pada kasus ini, suhu Tn.Abdul termasuk normal. Namun, perlu
diperhatikan bahwa orang tua memiliki kerentanan mengalami hipotermia, hal ini
berkaitan dengan adanya penyakit dan perubahan fisiologis. Pusat termoregulasi
menjaga suhu tubuh melalui kontrol keringat, vasokontriksi, vasodilatasi,
thermogenesis kimia, dan menggigil. Berkurangnya sensasi terhadap suhu dingin dan
gangguan sensitivitas terhadap perubahan temperature dikaitkan dengan
memburuknya termoregulasi pada usia lanjut dan dapat menyebabkan perilaku
adaptif pada lingkungan yang dingin. Berikut faktor-faktor yang meningkatkan resiko
hipotermia pada usia lanjut :
a. Gangguan termoregulasi
o Kegagalan vasokontriksi segera pada pajanan dingin
o Kegagalan merasakan dingin
o Kegagalan tanggapan perilaku untuk melindungi diri dari cuaca dingin
o Berkurang atau tidak adanya proses menggigil untuk membentuk panas, padahal
proses menggigil yang maksimal dapat meningkatkan produksi panas 3-5 x lipat
lebih besar dari saat istirahat.
o Kegagalan respons peningkatan laju metabolisme terhadap dingin , karena
berkurangnya massa tubuh kering sehingga berkontribusi terhadap resiko
hipotermia. Efek termal makanan juga berkurang pada usia lanjut. Karena lemak
tubuh berkontribusi untuk menahan kehilangan panas.
5. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE score 17.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal ?
Jawab :
1. Resting tremor : Abnormal. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan
substansia nigra yang merupakan regio kecil di otak (brain stem) yang terletak diatas
sedikit medula spinalis. Bagian ini merupakan pusat kontrol atau koordinasi semua
pergerakan. Sel-sel nya menghasilkan neurotransmiter yang disebut dopamin yang
berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang
dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural serta kelancaran komunikasi. Pada penyakit
parkinson , sel-sel di substansia nigra pars compacta mengalami degenerasi sehingga
produksi dari dopamin juga menurun. Karena adanya penurunan jumlah
neurotransmiter dopamin mengakibatkan gangguan pusat motorik, sehingga terjadilah
resting tremor.
2. Pull test (+) : Abnormal. Hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan
yang terjadi karena kerusakan substansia nigra yang merupakan regio kecil di otak
(brain stem) yang terletak diatas sedikit medula spinalis. Bagian ini merupakan pusat
kontrol atau koordinasi semua pergerakan. Sel-sel nya menghasilkan neurotransmiter
yang disebut dopamin yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan
keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam
mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural serta kelancaran
komunikasi. Pada penyakit parkinson , sel-sel di substansia nigra pars compacta
mengalami degenerasi sehingga produksi dari dopamin juga menurun. Adanya
penurunan neurotransmiter dopamin ini akan mengakibatkan gangguan apada pusat
keseimbangan, yang menyebabkan pull test yang dilakukan potitif.
3. MMSE score 17.
Pemeriksaan pada
Nilai Interpretasi
kasus
MMSE : 17 0-17 : severe cognitive severe cognitive
impairment impairment
18-23 : mild cognitive
impairment
24-30 : no cognitive
impairment
Hasil MMSE yang ada mengindikasikan bahwa sudah terjadi gangguan fungsi
kognitif pada Tn.Abdul. Hal ini terjadi karena penyakit parkinson yang dideritanya.
Penyakit parkinson yang bersifat degeneratif progresif ini apabila tidak ditangani
dengan baik, maka bisa menyebabkan juga gangguan pada fungsi kognitif di otak
yang akan memperberat penyakit parkinsonnya ituu sendiri.
b. Cara melakukan pemeriksaan neurologis ?
a. Pull test
Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, lalu pemeriksa
memberikan sedikit tarikan pada bahu pasien , kemudian
perhatikan ada atau tidaknya gerakan untuk
menstabilkan postur tubuh. Hilangnya keseimbangan
pada pasien akan memberikan gambaran yaitu pasien
seolah-olah akan duduk di atas kursi atau yang disebut
sitting en bloc.
b. MMSE
PEMERIKSAAN NEUROCHYATRIC & PROSUDER PEMERIKSAAN
MMSE
Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30.
Metode Skor Interpretasi
Single Cutoff < 24 Abnormal
Range < 21 Meningkatkan kemungkinan menderita demensia
> 25 Menurunkan kemungkinan menderita demensia
Pendidikan 21 Abnormal untuk pendidikan kelas 8
< 23 Abnormal untuk pendidikan SMA
< 24 Abnormal untuk pendidikan kuliah
Keparahan 24 30 Tidak ada pelemahan kognitif
18 23 Pelemahan kognitif ringan
0 17 Pelemahan kognitif berat
Tabel: Interpretasi Skor MMSE
TOTAL 30
Tanggal Pemeriksaan : 2014 Score :
Nama Pemeriksa :
Normal : >24
MCI : 23-17
Demensia : <18
(.........................................)
Nilai: 24 -30: normal
Nilai: 17-23 : probable
gangguan kognitif
Nilai:
0-16:definite gangguan kognitif
Template
1. How to diagnose
Anamnesis
a. Identitas pasien ( nama, jenis kelamin, usia, alamat, pekerjaan dll)
b. Keluhan utama : inkontinensia urin (mengompol sejak 2 minggu terakhir, tidak
dapat menahan keinginan untuk buang air kecil dan air seninya sudah keluar
sebelum sampai ke kemar mandi).
c. Riwayat perjalanan penyakit : sejak satu tahun yang lalu, kedua tangan Tn.Abdul
sering bergetar terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-kecil
dan sering terjatuh.
Pemeriksaan fisik
a. Antropometri ( dalam kasus dianggap normal).
b. Vital sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg (normal).
Nadi : 80 kali/menit (normal).
Temperature : 36,8oC (normal).
Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis, kultur urine, sitologi urin untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
proses inflamasi/ infeksi atau keganasan saluran kemih.
b. Cystouretroskopi
c. Pem. urodinamik : Uroflometri, pengukuran profil tekanan uretra, sistometri,
valsava leak point pressure, serta video urodinamika.
d. Pencitraan : pielografi intravena, sistografi miksi
e. Pem. residu urine : kateterisasi atau USG sehabis miksi.
2. Working diagnosis
Tn.Abdul, 60 tahun, menderita inkontinensia persisten tipe urgensi et causa penyakit
parkinson demensia dengan faktor predisposisi usia lanjut.
3. Dd
Tipe
Tipe Campuran Tipe urgensia Tipe stress Tipe overflow
fungsional
Urin Ada keinginan Ada keinginan Tekanan Vesika urinaria Pada orang
keluar untuk kencing untuk kencing intraabdomen mencapai usia lanjut yg
pada saat (tidak mampu (tidak mampu meningkat kapasitas tidak mampu
menunda)>8x menunda)>8x (batuk, bersin, maksimum tetapi atau tidak
sehari (tipe sehari mengangkat tidak dapat mau
urgensi )dan beban) keluar semuanya mencapai
Tekanan toilet pada
intraabdomen waktunya
meningkat
(batuk, bersin,
mengangkat
beban) (tipe
stress)
4. Epidemiologi
Penyakit parkinson demensia yang dialami oleh Tn.Abdul yang menyebabkan inkontinensia
urin , terjadi hampir pada semua ras dan negara. Penyakit ini banyak ditemukan pada orang-
orang berkulit putih dibandingkan dengan orang-orang berkulit hitam. Lebih banyak
ditemukan pada orang-orang Amerika dan Eropa daripada orang-orang Asia dan Afrika.
Ditinjau dari jenis kelamin, penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini, bisa dari faktor
lingkungan seperti penggunaan herbisida dan pestisida serta paparan terhadap air sumur. Pada
kasus ini, Tn.Abdul mempunyai faktor resiko ditinjau dari aspek epidemiologi, yaitu jenis
kelaminnya laki-laki dan usia yang relatif tua.
5. Etiologi
Menurut anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap Tn.Abdul, dapat kita
ketahui bahwa etiologi terjadinya inkontinensia yang dialami beliau akibat dari penyakit
parkinson yang dideritanya satu tahun yang lalu dengan ditandai adanya tremor saat istirahat,
apabila berjalan langkahnya kecil-kecil dan sering terjatuh. Penyakit parkinson bisa disertai
dengan demensia akibat telah terjadinya kerusakan pada otak yang berakibat mempengaruhi
sistem saraf pusatnya termasuk gejala motorik maupun gejala nonmotoriknya (disfungsi
proses miksi).
6. Patogenesis
Adanya kerusakan substansia nigra yang merupakan regio kecil di otak (brain stem) yang
terletak diatas sedikit medula spinalis. Bagian ini merupakan pusat kontrol atau koordinasi
semua pergerakan. Sel-sel nya menghasilkan neurotransmiter yang disebut dopamin yang
berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan
oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel
neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural serta
kelancaran komunikasi. Pada penyakit parkinson , sel-sel di substansia nigra pars compacta
mengalami degenerasi sehingga produksi dari dopamin juga menurun.
Secara garis besar, proses berkemih diatur oleh pusat refleks kemih di daerah sakrum.
Jaras aferen lewat persarafan somatik dan otonom, membawa informasi tentang isi kandung
kemih ke medula spinalis sesuai pengisian kandung kemih.
Tonus simpatik akan menyebabkan penutupan kandung kemih dan menghambat
tonus parasimpatik. Pada saat proses berkemih berlangsung, tonus simpatik menurun dan
peningkatan rangsang parasimpatik mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Semua proses
ini berlangsung dibawah koordinasi dari pusat yang lebih tinggi pada batang otak, otak kecil
dan korteks serebri. Sehingga patologik yang mengenai pusat-pusat ini, seperti pada kasus
kita yaitu penyakit parkinson dan demensia dapat menyebabkan inkontinensia. Semua ini
adalah deskripsi yang disederhanakan dari proses berkemih yang sebenarnya sangat rumit,
sedangkan keadaan neurofisiologik yang sesungguhnya belum sepenuhnya diketahui.
Pada kasus karena penyakit parkinsonnya disertai dengan demensia maka akan terjadi
gejala-gejala yang banyak juga. Selain adanya gangguan motorik, gangguan keseimbangan
dan gangguan kognitif juga disertai dengan inkontinensia urin karena adaya lesi yang terjadi
di suprapontin yang mengatur sistem perkemihan. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
Usia dan etiologi dari parkinson demensia ( seperti, faktor genetik, faktor lingkungan,
proses degeneratif/menua,ras, cedera kraniocerebral atau stres emosional) kerusakan di
sistem saraf otak lesi di suprapontin mempengaruhi sistem perkemihan yang mengenai
saraf otonom gangguan pengaturan pengosongan urin Menghambat fungsi normal otot
detrusor komplians VU Overactive detrusor Inkontinensia urin urgensi.
7. Tatalaksana
Inkontinensia
a. Medikamentosa
- Obat antikolinergik dan antispasmodic
- Mekanisme : Meningkatkan kapasitas vesika urinaria, mengurangi involunter
vesika urinaria.
- Efek samping : mulut kering, penglihatan kabur, peningkatan TIO, konstipasi
dan delirium.
- Nama obat dan dosis :
1. Oksibutinin : 2,5-5 mg tid, atau
2. Tolterodine : 2 mg bid, atau
3. Propanthelin : 15-30 mg tid, atau
4. Dicyclomine : 10-20 mg, atau
5. Imipramine : 10-50 mg tid.
b.Nonmedikamentosa
1. Latihan Perilaku
a. Latihan Kandung Kemih (Bladder Training)
Sasaran:
- Memperpanjang waktu untuk ke kamar kecil
- Meningkatkan jumlah urin yang ditahan oleh kandung kemih
- Meningkatkan control pada dorongan/rangsangan berkemih
menurut jadwal, dan tidak begitu saja saat dorongan berkemih
dating
- Mengurangi atau menghilangkan inkontinensia
Cara melakukan:
- Dimulai dengan membuat catatan harian untuk berkemih. Catat
kunjungan ke kamar kecil dan kebocoran urin selama satu
minggu. Sedapatnya ukur urin yang keluar, ini dapat
menggambarkan jumlah urin yang ditahan.
- Pada minggu 1 gunakan kamar kecil ketat menurut jadwal. Bila
dating dorongan untuk berkemih, pakai cara teknik menahan
rangsangan tersebut, dan tunggu sampai jadwal berikutnya untuk
berkemih.
- Tiap minggu, tingkatkan jadwal berkemih 15-30 menit sesuai
yang dapat ditoleransi.
- Catat jumlah urin yang bocor, berapa jumlahnya, banyak atau
beberapa tetes.
Parkinson
Dengan ditegakkannya diagnosis penyakit Parkinson, tidaklah semata-mata memulai
terapi dengan pemberian obat-obatan. Terapi farmakologis dibenarkan jika pasien telah
merasa terganggu dengan gejala-gejala yang ada, atau jika mulai timbul kecacatan; keinginan
dan pilihan pasien merupakan hal yang mendasar dalam membuat keputusan untuk
dimulainya terapi farmakologis.
Jika pasien membutuhkan terapi untuk mengatasi gejala motorik, maka obat paling
tepat yang digunakan untuk memulai terapi adalah levodopa, agonis dopamine,
antikolinergik, amantadine dan selektif monoamine oxidase B (MAO-B) inhibitors. Kecuali
untuk dilakukannya perbandingan pada individu dengan pemakaian agonis dopamine dan
levodopa, dalam hal ini tidak terdapat perbedaan yang kuat mengenai keunggulan 2 obat
tersebut, namun pengalaman secara klinik menunjukkan bahwa obat-obat dopaminergik lebih
poten dibandingkan antikolinergik, amantadine dan selektif monoamine oxidase B (MAO-B)
inhibitors. Dengan adanya alasan inilah obat-obat dopaminergik digunakan sebagai terapi
inisial. Guidelines darithe American Academy of Neurology dan evidence-based
menurut Movement Disorder Society menyatakan bahwa terapi inisial dengan
menggunakan levodopa atau agonis dopamine, memiliki alasan yang dapat diterima.
Levodopa
Levodopa merupakan precursor dopamine, diyakini merupakan obat antiparkinsonian yang
paling efektif. Dalam percobaan yang membandingkan efektifitas levodopa dan agonis
domain, yang dilakukan secara random, menunjukkan peningkatan ADL dan motorik
sebanyak 40-50% dengan penggunaan levodopa. Levodopa dalam penggunaannya
dikombinasikan dengan peripheral decarboxylase inhibitor seperti carbidopa, untuk
mengurangi terjadinya dekarboksilasi levodopa, sebelum mencapai otak. Tersedia dalam
bentuk immediate-release dan controlled-release. Carbidopa plus levodopa dikombinasikan
dengan catechol O-methyltransferase inhibitor, entacapone, merupakan satu preparat lain,
yang di produksi untuk menciptakan suatu prolong aksi, dengan mencegah terjadinya
metilasi.
Banyak alasan yang mendasari terjadinya kegagalan terapi dengan menggunakan levodopa,
termasuk di dalamnya; penggunaan yang tidak sesuai index respons seperti tremor, dosis yang
tidak adekuat, durasi terapi yang tidak adekuat, dan interaksi obat (mis; penggunaan levodopa
bersamaan dengan metoclopramide, atau risperidone). Percobaan dengan levodopa harus
digunakan selama 3 bulan, dengan peningkatan dosis bertahap, setidaknya 1000 mg per hari
(bentuk immediate-release) atau sampai dosis limitasi yang menampakkan efek merugikan
sebelum pasien tidak memiliki respon lagi terhadap pengobatan dengan levodopa. Karena
kegagalan terapi terhadap dosis terapi levodopa hanya dicapai sebanyak kurang dari 10%
pasien yang secara patologi terbukti menderita penyakit Parkinson, maka kegagalan yang
timbul diduga merupakan suatu kemungkinan dari adanya kerusakan lain yang
mengindikasikan tidak adanya terapi farmakologis ataupun terapi pembedahan yang
menguntungkan.
Agonis Dopamin
Meskipun agonis dopamine kurang efektif dibandingkan dengan levodopa, obat-obatan ini
merupakan obat first-line alternative dalam terapi penyakit Parkinson. Bermacam-macam
agonis dopamine memiliki efektifitas yang hampir mirip. Salah satu keuntungan yang
potensial dari obat ini dibandingkan dengan levodopa ialah rendahnya resiko untuk terjadinya
diskinesia dan fluktuasi fungsi motorik sebagai efek terapi, dalam 1 hingga 5 tahun
pengobatan, khususnya pada pasien yang mendapatkan agonis dopamine sebagai pengobatan
tunggal. Namun bagaimanapun, sering dibutuhkan penggunaan kombinasi dari agonis
dopamine dan levodopa selama beberapa tahun setelah diagnosis ditegakkan, untuk
mengontrol gejala-gejala lanjutan. Agonis dopamine dihindari pemakaiannya pada pasien
dengan demensia, karena kecenderungan obat ini dalam menimbulkan halusinasi.
Obat-obat agonis dopamine yang lama dikenal, seperti bromokriptine dan pergolide,
merupakan derivate ergot yang jarang menimbulkan fibrosis retroperitoneal, pleural dan
pericardial. Baru-baru ini dilaporkan mengenai hubungan antara penggunaan pergolide
dengan terjadinya penebalan dan disfungsi katup-katup jantung. Hasil echocardiografi pada
pasien dengan penggunaan pergolide jangka panjang menunjukkan adanya penyakit restriktif
valvular dengan resiko 2 sampai 4 kali lipat lebih besar dibandingkan pasien penyakit
Parkinson yang tidak mendapat terapi dengan pergolide. Dengan adanya peristiwa ini, agonis
dopamine tidak diberikan yang berasal dari derivate ergot; seperti pramipexole dan ropinirole.
Obat-obatan Lainnya
Secara umum, antikolinergik tidak digunakan sebagai pengobatan dalam penyakit Parkinson,
dikarenakan efeknya yang merugikan. Namun begitu, obat-obatan golongan ini kadang
ditambahkan jika gejala tremor dirasa sangat mengganggu dan tidak responsive dengan
pengobatan lain, meskipun sesungguhnya, fakta di lapangan menunjukkan kekurang-efektifan
obat ini dalam mengurangi tremor. Obat golongan antikolinergik merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan demensia dan biasanya dihindari penggunaannya pada pasien yang
berusia lebih dari 70 tahun. MAO inhibitor dan amantadine memiliki beberapa efek yang
merugikan dan membutuhkan peningkatan titrasi sedikit demi sedikit untuk mencapai dosis
terapetik. Namun Karen efek dari obat-obatan ini cenderung lemah, maka obat ini tidak
digunakan sebagai obat tunggal dalam pengobatan.
Terapi Pembedahan
Thalamotomy dan thalamic stimulationdeep brains timulation (DBS) dengan implantasi
elektodadapat merupakan terapi yang mujarab dalam mengatasi tremor pada penyakit
Parkinson, ketika sudah tidak ada lagi respon dengan pengobatan non-surgikal. Pallidotomy,
pallidal deep brain stimulation dapat mengatasi gejala-gejala penyakit Parkinson pada pasien
yang responnya terhadap medikasi antiparkinsonism mengalami komplikasi dengan adanya
fluktuasi fungsi motorik yang memburuk dan diskinesia. Karena indikasi dari terapi surgical
pada tahap dini penyakit tidak ditemui dank arena tindakan yang cukup beresiko serta
membutuhkan biaya yang mahal, maka terapi pembedahan ini tidak mempunyai peran pada
awal penyakit Parkinson.
Terapi Neuroprotektif
Saat ini, belum ditemukan bukti yang mendukung bahwa pemberian neuroprotektif sebagai
terapi memiliki efektifitas. Namun begitu, percobaan klinik menyatakan bahwa selektif
MAO-B inhibitor, agonis dopamine dan coenzyme Q10 mungkin dapat memperlambat
progresivitas penyakit. Masih banyak data yang dibutuhkan untuk menjelaskan efektifitas
neuroprotektif dalam terapi penyakit Parkinson.
Edukasi : Berikan penjelasan bahwa inkontinensia dapat diatasi (untuk kasus akut) dan dapat
menjadi lebih ringan (untuk kasus kronik) dengan melakukan terapi non farmakologi dan
farmakologi dengan baik.
Parkinson
Dukungan dan edukasi merupakan hal sangat kritis saat seorang pasien didiagnosia sebagai
penderita penyakit Parkinson. Pasien harus mengerti bahwa penyakit Parkinson merupakan
penyakit kronik progresif, dengan tingkat progresifitas yang berbeda-beda pada setiap orang,
dan telah banyak pendekatan yang dilakukan untuk memperingan gejala. Adanya group
pendukung yang berisikan pasien penderita Parkinson tahap lanjut, akan lebih membantu
penderita yang baru saja didiagnosa sebagai penderita penyakit Parkinson. Pasien harus
diberikan nasehat mengenai latihan, termasul stretching, strengthening, fitness
kardiovaskular, dan latihan keseimbangan, walaupun hanya dalam waktu singkat. Studi
jangka pendek menyatakan bahwa hal ini dapat meningkatkan kemampuan penderita dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, kecepatan berjalan dan keseimbangan.
9. Komplikasi
- Infeksi saluran kemih, urosepsis
- Infeksi kulit daerah kemaluan
- Gangguan tidur
- Masalah psikososial seperti depresi, mudah marah dan rasa terisolasi
- Dehidrasi karena pasien mengurangi minum karena khawatir terjadi inkontinensia urin
- Ulkus dekubitus pada pasien yang kurang aktifitas, hanya berbaring
10. Prognosis
Vitam: dubia ad bonam
Fungsionam: dubia ad bonam
Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan yang besar untuk disembuhkan, terutama pada
penderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik.
11. Skdi
Tingkat kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter (pemeriksaan lab sederhana dan pemeriksaan x-ray). Dokter mampu
merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya.
Learning issue
Inkontinensia urin
Definisi
Inkontinenensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang
cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.
Epidemiologi
Inkontinensia urin biasanya terjadi dua sampai tiga kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pria
Wanita > pria
Jenis inkontinensia :
1. Inkontinensia terjadi secara akut, yang biasanya reversibel. Inkontinensia yang terjadi secara
akut ini terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan dengan sakit yang sedang diderita atau
masalah obat-obatan yang digunakan (iatrogenik). Inkontinensia akan membaik, bila penyakit
akut yang diderita sembuh atau penyebab dihentikan.
Merujuk pada IU yg tidak terkait pada penyakit akut dan bersifat menetap/ berlangsung lama.
Terdiri dari 4 tipe:
1. Tipe Urgensi
- Ditandai dengan ketidakmapuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul
- Manifestasi:
Urgensi
Frekuensi
Nokturia
- Dibagi menjadi 2 subtipe:
Motorik
Disebabkan oleh lesi pada sistem saraf pusat seperti: stroke, parkinson, tumor otak, sclerosis
multiple atau adanya lesi pada medulla spinalis suprasakral.
Sensorik
o Disebabkan karena hipersensitivitas kandung kemih akibat sistitis, uretritis dan diverttikulitis
o Overactive Bladder (OAB) pada pemeriksaan urodinamik menunjukan aktivitas detrusor
berlebihan (kontraksi detrusor involunter) selama fase pengisian/penyimpanan baik timbul secara
spontan ataupun dengan dirangsang .
o OAB adalah gejala urgensi (tidak mampu untuk menunda berkemih saat timbul sensasi
keinginan untuk berkemih dengan atau tanpa IU tipe urgensi
2. Tipe Stress
- Terjadi akibat gangguan fungsi sfingter uretra sehingga urin keluar dari kandung kemih
manakala tekanan intra abdomen meningkat seperti batuk atau bersin .
- Dikaitkan dengan kelemahan ligamen pubouretra dan dinding anterior vagina
- Etiologi:
Prolaps Hipermobilitas uretra
Perubahan posisi uretra dan kandung kemih
Defisiensi intrinsik sfingter(kongenital)
Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi .
- Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam ,terapi
radiasi keganasan
3. Tipe Fungsional
- Terjadi bakibat penurunan berat fungsi dan kognitif sehingga orang usia lanjut tidak
dapat mencapai toilet pada saat yang tepat
- Faktor penyebab dapat mengeksaserbasi tipe lain
- Memiliki kelainan saluran kemih bagian bawah seperti hiperaktivitas detrusor
5. Tipe Campuran
Inkontinensia tipe campuran yang sering terjadi adalah kombinasi antara inkontinensia urin tipe
stres dan urgensi.
Etiologi
1) Inkontinensia urin akut
DRIP DIAPERS
- Delirium - Delirium
- Restricted mobility , retention - Infection
- Infection , implammation , - Atrophic vaginitis , atrophic
impaction urethritis
- Polyuria, pharmaceutical - Pharmaceutical , psikologis
disoreder ( depresi )
- Endocrin disorder , excess urine
output
- Restricted mobility
- Stool imfaction
b. Tipe stress : gangguan fungsi sfingter uretra saat tekanan intra abdomen meningkat
Prolaps hipermobilitas
Perubahan posisi uretra dan vesica urinaria
Defisiensi intrinsik sfingter (kongenital)
Denervasi akibat obat penghambat adrenergic alfa, trauma bedah, radiasi
Predisposisi : obesitas, batuk kronik, trauma perineal, melahirkan pervaginam, terapi radiasi
keganasan
c. Tipe overflow : retensi urin
Menurunnya kontraksi vesica urinaria sekunder akibat obat-obatan yang merelaksasi otot
detrusor vesica urinaria
Denervasi detrusor akibat kelainan neurologis yang mempengaruhi inervasi vesica urinaria
Obstruksi aliran urin akibat BPH dan impaksi feses. Striktur uretra, kontraksi uretra akibat
agonis adrenergic alfa
Obstruksi anatomic pada perempuan prolaps pelvis dan distorsi uretra
e. Tipe campuran