Você está na página 1de 11

Abortus

Definisi
Pengertian aborsi atau abortus :
a. Secara medis abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari
pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram (Obstetri Williams,
2006).
b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah terjadi keguguran janin, melakukan abortus
(dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
c. Keguguran adalah pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
(Rustam Muchtar, 2002).

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin
yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang
dari 20 minggu.

Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor
ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan
oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).
Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus,
ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada
40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada
20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic
lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus
berkaitan dengan abnormalitas uterus (kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa,
inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula
dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh
kematian janin. Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu: (Obstetri Williams, 2001)

1. Faktor janin

Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60%
kasus keguguran. Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan
abortus pada trimester pertama, yakni:

a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan kromosom
(monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b. Embrio dengan kelainan lokal
c. Abnormalitas pembentukan plasenta(hipoplasi trofoblas). 17

2. Faktor maternal
a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang &
terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketahui
penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin
yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan abortus adalah:
- Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella zoster,
vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan ensefalomielitis.
- Bakteri, misalnya Salmonella typhi
- Parasit, misalnya Toxoplosma gondii, Plasmodium.
b. Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular.
c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak mencukupi atau pada
penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis
Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte Antigen).
e. Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut,
misalnya akibat trauma pembedahan. Pengangkatan ovarium yang mengandung
korpus luteum gravidarum sebelum minggu ke-8. Pembedahan intraabdominal dan
operasi pada uterus pada saat hamil.
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks inkompeten atau
retroflexio uteri gravidi incarcerata.
g. Faktor psikosomatik. 17
3. Faktor Ayah
Kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus.

Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah: (Prawirohardjo, S.
2009)
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom
trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah
abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada
trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik
yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya
trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan
sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5%
pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan
tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut.
Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 % wanita dengan
abortus spontan yang rekuren.
- Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus
mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
- Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium.
- Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.

Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang
berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan
(acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat
menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired
yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan
uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari
pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi
(prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah
pemeriksaan USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya
suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada
pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan apakah
mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada pasien ini. Hal ini penting
karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin:
- Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
- Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak cukupnya
produksi progesteron)
- Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan
faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan
defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden
abortus. Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus.
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau
plasenta mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi
pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus
spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain
Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan
Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum
dapat dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan
kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari
sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut.
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang
berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin.
Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan
yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi
dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi
dan peningkatan fragilitas kapiler.
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya
penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien
dengan penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis
(diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih
mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan
penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi
dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk
menilai apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian
dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi
abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisisensi
salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus
dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin
hal ini merupakan salah satu yang berperan. Beberapa obat yang berbahaya adalah antagonis
asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum
kehamilan 16 minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan
janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti
bahan yang mengandung arsen dan benzen. 17

9. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak janin dan
dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguguran.
10. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental
akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah
wanita yang belum matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan
kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan
segala sesuatu kepadanya, sangat membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap
pada terjadinya abortus spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih
baik bagi penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan
yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna
mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.

Faktor Resiko (Prawirohardjo, 2009)


1. Usia
Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima
kehamilannya. Akibamya, selain tidak ada persiapan, kehamilanya tidak dipelihara dengan
baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi stress dan akan meningkatkan resiko terjadinya
abortus. Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9% terjadi pada kelompok usia di atas 35
tahun, kemudjan diikuti kelompok usia 30 - 34 tahun dan antara 25 - 29 tahun. Hal ini
disebabkan usia diatas 35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk kehamilan.
Selain itu, ibu cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap kehamilannya
dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih dari sekali dan tidak bermasalah pada
kehamilan sebelumnya. Pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun.
Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai
anak premature, persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus spontan yang secara
klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi
26% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
2. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering melahirkan,
rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu
diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus
spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.

3. Riwayat abortus sebelumnya


Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami
keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30-45%. Penderita
dengan riwayat abortus satu kali dan dua kali menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang
terhambat pada kehamilan berikutnya melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat
abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, prematuritas.

4. Jarak kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan
ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada
kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau
perdarahan. Insidensi abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan aterm.

5. Sosial ekonomi (pendapatan)


Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya
berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian abortus. Selain itu
pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan,
sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya abortus dapat terdeteksi.

6. Pendidikan
Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan
kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan
dan cara berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun datam membuat
kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang rendah membuat
seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga mereka tidak mengenal
bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu
mereka mau menggunakannya.

7. Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pun dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga
memperbesar peluang terjadinya abortus. Selain itu kemungkinan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Tapi bisa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Infeksi vagina pada kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus
sebelum waktunya. Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit
sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik maternal tertentu lainnya.

8. Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan
dalam jumlah sedang.

9. Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita
yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan
wanita tersebut juga minum alkohol saat hamil. Kebiasaan gaya hidup termasuk status
merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 1-19
batang perhari dan 20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami abortus spontan
yang lebih awal.

Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
Menurut terjadinya dibedakan atas (Mochtar, 2002):
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan
tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-
faktor alamiah.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis,
baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a. Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi oleh tenaga tradisional.

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut : (Prawirohardjo, 2009)


1. Abortus Iminens
Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan per vaginam pada usia
kphamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan
sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tenutup besarnya uterus
masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Pemeriksaan USG
diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta
apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.

2. Abortus Insipiens
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus masih
sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan
USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak janin
dan gerak jantung masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat
penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan
plasenta dari dinding uterus.

3. Abortus Inkompletus
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di datam uterus dimana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri
atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya
pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan
sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh
dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.

4. Abortus Kompletus
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada
pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan
penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi
roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu
diberikan.

5. Missed Abortion
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu
sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-
tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion
juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan
janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari
terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang
mengecil, kantong gestasi yang mengeci], dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran
fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4
minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan
kuretase.

6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
7. Abortus septik
Gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan]elah, takikardia, perdarahan pervaginam
yang berbau, uterus yang membesar dan]embut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium
didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita
akan tampak lelah, panas tinggi, menggigjl dan tekanan darah turun.

DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta: JPNKR-
POGI.

Mochtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Cunningham, F.G. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21. Jakarta: EGC. 2001,950-975

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta.

Sayidun, R, 2001. http://medic.webs88.com. Berita Kedokteran Indikasi tindakan abortus di


Indonesa

Você também pode gostar