Você está na página 1de 21

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Protein merupakan molekul polipeptida berukuran besar yang disusun oleh
lebih dari 100 buah asam amino yang saling berikatan satu sama lain secara kovalen
dan dalam urutan yang khas. Kandungan protein dalam bahan pangan sangat
bervariasi dalam jumlah maupun jenisnya. Kadar protein pada bahan dan produk
pangan dan hasil pertanian dapat ditentukan dengan berbagai jenis metode analisa,
diantaranya ialah metode Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry, dan metode
Bradford.
Metode Kjeldahl merupakan metode penetapan kadar protein kasar (crude
protein) dan digunakan untuk menentukan kandungan protein dalam bahan pangan
pada analisa proksimat. Metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen
total pada sampel. Kandungan protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio
tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk sampel yang dianalisa. Untuk
mengubah kadar nitrogen ke dalam kadar protein digunakan angka faktor konversi
6,25. Namun, untuk beberapa jenis bahan pangan, faktor konversi yang digunakan
berbeda. Prosedur penetapan kadar protein dengan metode ini tidak membutuhkan
biaya mahal dan hasilnya cukup akurat. Kelemahan dari metode ini ialah kadar
nitrogen yang terhitung tidak hanya berasal dari protein namun juga juga dari
komponen non protein dalam bahan pangan.
Berdasarkan uraian di atas, dilakukan praktikum mengenai analisa kadar protein
ini agar mahasiswa lebih memahami dan terampil dalam melakukan analisa
kandungan protein pada bahan pangan dan hasil pertanian.

1.2 Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini memiliki tujuan untuk mengetahui kadar protein
pada beberapa sampel dengan menggunakan metode Kjeldahl.
BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA

2.1 Bahan
2.1.1 Bahan Pangan yang Digunakan
1. Tahu
Menurut SNI 01-3142-1998, tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan
lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine species) dengan cara
pengendapan proteinnya, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan.
Berikut merupakan syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01-3142-1998.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Tahu (SNI 01-3142-1998)
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Putih normal atau kuning normal
Normal tidak berlendir dan tidak
1.4 Penampakan -
berjamur
2. Abu % (b/b) Maks. 1,0
3. Protein (N x 6,25) % (b/b) Min. 9,0
4. Lemak % (b/b) Min. 0,5
5. Serat kasar % (b/b) Maks. 0,1
Sesuai SNI 01-0222-1995 dan
6. Bahan tambahan makanan % (b/b) Peraturan Men. Kes. No.
722/Men.Kes/Per/IX/1988
7. Cemaran logam:
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0
7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 / 250,0
7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
9 Cemaran mikroba:
9.1 Escherichia coli APM/g Maks. 10
9.2 Salmonella /25 g Negatif
(Badan Standardisasi Nasional, 1998)
Persiapan sampel tahu untuk uji kimia sesuai dengan metode yang terdapat pada
SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, untuk contoh padatan butir 4.
Sementara untuk metode pengujian kadar abu, protein, dan lemak dalam tahu secara
berturt-turut sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman,
pada butir 6.1, 7.1, dan 8.1.
2. Kedelai
Berdasarkan SNI 01-3922-1995, kedelai adalah hasil tanaman kedelai (Glycine
max Merr) berupa biji kering yang telah dilepaskan dari kulit polong dan
dibersihkan. Secara umum, kedelai digolongkan ke dalam empat jenis, yakni mutu
I, mutu II, mutu III, dan mutu IV. Syarat umum yang harus dimiliki oleh kedelai
berdasarkan SNI 01-3922-1995 ialah bebas dari hama dan penyakit; bebas dari bau
busuk, asam, apek, dan bau asing lainnya; bebas dari bahan kimia, seperti insektisia
dan fungisida; serta memiliki suhu yang normal. Sementara syarat khusus yang
harus dipenuhi oleh kedelai ditampilkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Spesifikasi Persyaratan Mutu Kedelai (SNI 01-3922-1992)
Persyaratan umum
No. Jenis uji Satuan
I II III IV
1. Kadar air (%) Maks. 13 Maks. 14 Maks. 14 Maks. 16
2. Butir belah (%) Maks. 1 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 5
3. Butir rusak (%) Maks. 1 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 5
Butir
4. (%) Maks. 1 Maks. 3 Maks. 5 Maks. 10
warna lain
5. Kotoran (%) Maks. 0 Maks. 1 Maks. 2 Maks. 3
Butir
6. (%) Maks. 0 Maks. 1 Maks. 3 Maks. 5
keriput
(Badan Standardisasi Nasional, 1995)

2.1.2 Bahan Kimia yang Digunakan


1. Selenium
Selenium merupakan elemen kimia non metalik pada group VI A, pada tabel
periodik dengan simbol Se, nomor atom 34, berat atom 78,96 A. Titik beku
217,00C, titik didih 684,9oC. Selenium memiliki 3 bentuk, yaitu kristal berwarna
merah, bubuk berwarna merah dan kristal heksagonal warna abu-abu. Selenium
juga merupakan elemen semilogam golongan transisi yang dapat berperan sebagai
antioksidan sebagai pencegah kanker dan merupakan suatu elemen mineral mikro
yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi dapat bersifat racun dalam jumlah besar
(Whanger, 2006).
2. Asam Sulfat (H2SO4)
Jenis asam ini umumnya digunakan untuk pembersih toilet, pembersih logam,
cairan baterai pada automotif, amunisi, dan pupuk. Asam sulfat merupakan cairan
tidak berwarna dan amat korosif, asam ini mampu bereaksi dengan air dan
mengeluarkan panas (eksotermis). Asam sulfat merupakan bahan kimia yang sangat
kuat yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan rasa terbakar yang sangat parah
dan kerusakan jaringan ketika kontak dengan kulit atau membran mukosa.
3. Asam Borat
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama
borax (Cahyadi, 2008). Asam borat merupakan jenis asam lemah dan garam
alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air
dapat menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak
tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008).
4. Asam Klorida
Larutan asam klorida (HCl) merupakan cairan kimia yang sangat korosif,
berbau menyengat dan sangat iritatif dan beracun. HCl dalam tubuh diproduksi di
dalam lambung dan lebih dikenal dengan asam lambung.
5. Indikator MMB
Metil Biru merupakan senyawa yang memiliki rumus molekul
C16H18ClN3S.3H2O dengan bobot molekul 373,91 gram/mol, berwarna hijau tua,
tidak berbau dan stabil dalam udara serta mudah larut dalam air (larutannya
berwarna biru tua), kloroform dan alkohol (Hawley, 1981). Larutan metil merah
dapat membedakan antara larutan asam dengan larutan netral. Larutan asam yang
ditetesi metil merah akan tetap berwarna merah, sedangkan larutan netral berwarna
kuning. Akan tetapi, metil merah juga akan menyebabkan larutan basa berwarna
kuning, Berarti, untuk mengetahui apakah suatu larutan bersifat basa atau netral kita
tidak dapat menggunakan metil merah.
6. NaOH
NaOH atau yang juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida,
merupakan sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida dapat membentuk
larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida
merupakan basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan,
butiran ataupun larutan jenuh 50%. Senyawa ini sangat larut dalam air dan akan
melepaskan panas ketika dilarutkan.
2.2 Persiapan Bahan
Sampel

Penghancuran

Penimbangan sebanyak 0,5 gram

Sebelum digunakan dalam praktikum, sampel harus dihaluskan terlebih dahulu


untuk memudahkan proses ekstraksi protein nantinya. Setelah dihancurkan,
masing-masing sampel ditimbang kurang lebih sebanyak 0,5 gram.
2.3 Prosedur Analisa

0,5 gram sampel

Penambahan ke dalam labu Kjeldahl

Penambahan 1 gram selenium dan 5 ml H2SO4

Penambahan 0,5 ml aquades pada blanko

Pemasangan labu

Destruksi selama 1 jam pada skala 8

Pendinginan selama 1 jam

Pemindahan ke dalam erlenmeyer

Penambahan 30 ml asam borat dan 2 tetes MMB

Pemasangan labu pada destilator

Pemasangan penampung

Destilasi selama 4 menit

Titrasi dengan HCl

Pengukuran volume HCl yang digunakan


Sebanyak 0,5 gram sampel diambil dan dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl.
Kemudian ditambahkan pula 1 gram selenium dan 5 ml asam sulfat. Penambahan selenium
ini berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi karena selenium dapat bertindak sebagai
katalis dalam reaksi. Sedangkan asam sulfat akan mendekstruksi protein menjadi
komponen-komponennya sehingga nantinya akan terbentuk amonium sulfat. Setelah itu,
dilakukan penambahan aquades untuk digunakan sebagai blanko dan sebagai pembanding
dalam analisa nantinya. Labu untuk destruksi selanjutnya dipasang dan proses destruksi
dilakukan selama 1 jam pada skala 8. Kemudian sampel didinginkan selama 1 jam dan
dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu dilakukan penambahan asam borat sebanyak
30 ml dan 2 tetes indikator MMB. Setelah itu, campuran larutan tadi dimasukkan ke dalam
labu distilator dan destilasi dilakukan selama 4 menit setelah penampung dipasang.
Langkah selanjutnya ialah titrasi larutan dengan menggunakan larutan HCl dan pengukuran
volume HCl yang dipakai dalam titrasi.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Analisis


3.1.1 Hasil Pengamatan
Volume Volume
HCL HCL
Berat untuk untuk
(b) (a)
Sampel Ulangan sampel N HCl titrasi titrasi
(ml)
(gr) blanko sampel
(ml) (ml)
(a) (b)
1 0,5202 0,02 0,9 40,6 39,7
Tahu I 2 0,4875 0,02 0,9 39,8 38,9
3 0,5240 0,02 0,9 42,7 41,8
1 0,5222 0,02 0,9 138,4 137,5
Kedelai I
2 0,5409 0,02 0,9 142,1 141,2
1 0,2077 0,02 0,7 12,9 12,2
Tahu II
2 0,2356 0,02 0,7 11,6 10,9
1 0,2158 0,02 0,7 43,3 42,6
Kedelai II 2 0,2098 0,02 0,7 40,5 39,8
3 0,2164 0,02 0,7 46,1 45,4
3.1.2 Hasil Perhitungan
1. Tahu I
Rata-rata %
% Protein SD RSD (%)
Ulangan %N protein
bb bk bb bbbk bk bb Bk
1 2,1381 13,3631 95,4505
2 2,2355 13,9721 99,8006 13,7677 98,3406 0,3504 2,5029 2,5452 2,5452
3 2,2349 13,9679 99,7707
2. Kedelai I
Rata-rata % SD RSD (%)
% Protein
Ulangan %N protein
bb bk bb bbbk bk bb Bk
1 7,3769 42,4170 43,6523
42,2347 43,4648 0,2577 0,2652 0,6103 0,6103
2 7,3135 42,0525 43,2772
3. Tahu II
Rata-rata % SD RSD (%)
% Protein
Ulangan %N protein
bb bk bb bk bb bk bb Bk
1 1,6456 10,2851 73,4652
9,1930 65,6646 1,5444 11,0316 16,7999 16,7999
2 1,2962 8,1010 57,8651
4. Kedelai II
Rata-rata %
% Protein SD RSD (%)
Ulangan %N protein
bb bk bb bk bb bb
Bk bk
1 5,5305 31,8004 32,7265
2 5,3148 30,5599 31,4499 32,0523 32,9858 1,6330 1,6805 5,0948 5,0948
3 5,8777 33,7966 34,7809

3.2 Pembahasan

100
90
rata-rata kadar protein (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
tahu I tahu I kedelai I kedelai I tahu II tahu II kedelai kedelai
(bb) (bk) (bb) (bk) (bb) (bk) II (bb) II (bk)
sampel

Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa sampel tahu I memiliki rata-rata


kadar protein basis basah sebesar 13,7677% dan 98,3406% untuk basis kering,
sampel kedelai I sebesar 42,2347% untuk basis basah dan 43,4648% untuk basis kering,
sampel tahu II sebesar 9,1930% untuk basis basah dan 65,6646% untuk basis kering.
Sedangkan sampel kedelai II memiliki rata-rata kadar protein basis basah sebesar
32,0523% dan 32,9858% untuk basis kering. Kadar protein sampel untuk basis
kering memang lebih besar dibandingkan dengan basis basah karena dalam
perhitungannya basis kering keberadaan air tidak diperhitungkan. Apabila
dibandingkan dengan literatur, kadar protein tahu jauh lebih tinggi dan memenuhi
syarat SNI 01-3142-1998. Hal ini masih wajar, karena syarat mutu tahu dalam SNI
menyatakan bahwa kandungan protein pada tahu minimal ialah 9,0%. Sementara
itu, bila dibandingkan dengan sampel kedelai, kadar protein tahu memiliki
perbedaan yang cukup nyata, baik secara basis basah maupun kering. Hal ini dapat
dikarenakan jumlah air yang terkandung dalam kedelai tidak sebesar kandungan air
pada tahu sehingga saat dihitung kadar protein basis keringnya, hasil yang
didapatkan tidak terlalu jauh dibandingkan kadar protein basis basahnya.
Dari hasil analisa ini juga didapatkan nilai SD dan RSD untuk keseluruhan
sampel cukup beragam. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya ketelitian dan
kecermatan dalam melakukan analisa maupun perhitungan.
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa sampel
tahu I memiliki rata-rata kadar protein sebesar 13,7677% untuk basis basah dan
98,3406% untuk basis kering, kedelai I sebesar 42,2347% untuk basis basah dan
43,4648% untuk basis kering, tahu II sebesar 9,1930% untuk basis basah dan
65,6646% untuk basis kering, sedangkan sampel kedelai II memiliki rata-rata kadar
protein sebesar 32,0523% untuk basis basah dan 32,9858% untuk basis kering
melalui pengujian metode Kjeldahl.

4.2 Saran
1. Sebelum praktikum sebaiknya praktikan telah mengetahui materi dan prosedur
yang akan dilakukan dalam praktikum
2. Saat praktikum sebaiknya komunikasi antara praktikan dan asisten dosen lebih
ditingkatkan sehingga praktikum dapat selesai tepat waktu
3. Saat praktikum sebaiknya praktikan bekerja lebih teliti dan fokus sehingga hasil
yang didapatkan lebih akurat dan presisi serta tidak menghambat jalannya
praktikum
4. Setelah praktikum sebaiknya praktikan membersihkan dan membereskan alat
dan sisa bahan yang telah digunakan dalam praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional No. 01-3142-1998. 1998. Tahu. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Badan Standardisasi Nasional No. 01-3922-1995. 1995. Kedelai. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DATA PERHITUNGAN

Faktor konversi tahu = 6,25


Faktor konversi kedelai = 5,75
Kadar air (bb) tahu = 86%
Kadar air (bb) kedelai = 2,83%
() ,
%N =
% Protein (bb) = % N x Faktor konversi
% ()
% Protein (bk) = ()
+++
Rata-rata =
(xx)
SD =

RSD = %
x

1. Tahu I
Ulangan 1
(39,7) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,5202 1000

= 2,1381
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 2,1381 x 6,25
= 13,3631
13,3631
c. % Protein (bk) = 10086 100
13,3631
= 100
14

= 95,4507
Ulangan 2
(38,9) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,4875 1000

= 2,2355
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 2,2355 x 6,25
= 13,9721
13,9721
c. % Protein (bk) = 10086 100
13,9721
= 100
14

= 99,8006
Ulangan 3
(41,8) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,5240 1000

= 2,2349
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 2,2349 x 6,25
= 13,9679
13,9679
c. % Protein (bk) = 10086 100
13,9679
= 100
14

= 99,7707
13,3631+13,9721+13,9679
Rata-rata (bb) = 3

= 13,7677
95,4505+99,8006+99,7707
Rata-rata (bk) = 3

= 98,3406
(13,363113,7677)2 +(13,972113,7677)2 +(13,967913,7677)2
SD (bb) = 2

= 0,3504
(95,4505 98,3406)2 +(99,800698,3406)2 +(99,770798,3406)2
SD (bk) = 2

= 2,5029
0,3504
RSD (bb) = 13,7677 100%

= 2,5452 %
2,5029
RSD (bk) = 98,3406 100%

= 2,5452 %
2. Kedelai I
Ulangan 1
(137,5) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,5222 1000
= 7,3769
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 7,3769 x 5,75
= 42,4170
42,4170
c. % Protein (bk) = 1002,83 100
42,4170
= 100
97,17

= 43,6523
Ulangan 2
(141,2) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,5409 1000

= 7,3135
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 7,3135 x 5,75
= 42,0525
42,0525
c. % Protein (bk) = 1002,83 100
42,0525
= 100
97,17

= 43,2772
42,4170+42,0525
Rata-rata (bb) = 2

= 42,2347
43,6523+43,2772
Rata-rata (bk) = 2

= 43,4648
(42,417042,2347)2 +(42,052542,2347)2
SD (bb) = 1

= 0,2577
(43,6523 43,4648)2 +(43,277243,4648)2
SD (bk) = 1

= 0,2652
0,2577
RSD (bb) = 100%
42,2347

= 0,6103
0,2652
RSD (bk) = 43,4648

100%

= 0,6103 %
3. Tahu II
Ulangan 1
(12,2) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,2077 1000

= 1,6456
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 1,6456 x 6,25
= 10,2851
10,2851
c. % Protein (bk) = 10086 100
10,2851
= 100
14

= 73,4652
Ulangan 2
(10,9) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,2356 1000

= 1,2962
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 1,2962 x 6,25
= 8,1010
8,1010
c. % Protein (bk) = 10086 100
8,1010
= 100
14

= 57,8641
10,2851+8,1010
Rata-rata (bb) =
2

= 9,1930
73,4652+57,8641
Rata-rata (bk) = 2

= 65,6646
(10,28519,1930)2 +(8,10109,1930)2
SD (bb) = 1

= 1,5444
(73,4652 65,6646)2 +(57,864165,6646)2
SD (bk) = 1

= 11,0316
1,5444
RSD (bb) = 9,1930 100%

= 16,7999 %
11,0316
RSD (bk) = 65,6646 100%

= 16,7999 %
4. Kedelai II
Ulangan 1
(42,6) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,2158 1000

= 5,5305
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 5,5305 x 5,75
= 31,8004
31,8004
c. % Protein (bk) = 100
1002,83
31,8004
= 100
97,17

= 32,7265
Ulangan 2
(39,8) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,2098

= 5,3148
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 5,3148 x 5,75
= 30,5599
30,5599
c. % Protein (bk) = 1002,83 100
30,5599
= 100
97,17

= 31,4499
Ulangan 3
(45,4) 0,02 14,008 1 100
a. % N = 0,2164 1000

= 5,8777
b. % Protein (bb) = % N x Faktor konversi
= 5,8777 x 5,75
= 33,7966
33,7966
c. % Protein (bk) = 1002,83 100
33,7966
= 100
97,17

= 33,7809
31,8004+30,5599+33,7966
Rata-rata(bb) = 3

= 32,0523
32,7265+31,4499+33,7809
Rata-rata (bk) = 3

= 32,9858
(31,800432,0523)2 +(30,559932,0523)2 +(33,796632,0523)2
SD (bb) = 2

= 1,6330
(32,7265 32,9858)2 +(31,449932,9858)2 +(33,780932,9858)2
SD (bk) = 2

= 1,6805
1,6330
RSD (bb) = 32,0523 100%

= 5,0948 %
1,6805
RSD (bk) = 100%
32,9858

= 5,0948
DOKUMENTASI

No. Gambar Keterangan

Penimbangan Sampel
1.

2. Ekstrak sampel yang akan digunakan

Selenium yang akan digunakan sebagai salah satu


3.
pereaksi

Penambahan selenium dan ekstrak sampel ke


4.
dalam tabung Kjeldahl

5. Penambahan H2SO4

6. Pemasangan labu Kjeldahl

7. Proses destruksi
8. Penambahan MMB dan asam borat

9. Destilasi selama 4 menit

10 Hasil Destilasi

11. Titrasi menggunakan HCl 0,02 N

12. Hasil Titrasi

Você também pode gostar