Você está na página 1de 10

NAMA : WIRDA HANIM

JURUSAN : MIPA BIOLOGI


MATA KULIAH : AGAMA

ISLAM DAN LINGKUNGAN SEKITARNYA


Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam
sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus
menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu,
seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup.
Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia
sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allh Azza wa Jalla ini.

Allah Subhanahu wa Taala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup


karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita
tempati ini adalah milik Allh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk
menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh
karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat
yang muncul.

Allh Azza wa Jalla berfirman :





Itulah ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar
dan tiadalah Allh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya. [Ali Imrn/3:108]

Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan
sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan
diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allh semata.

Allh Subhanahu wa Taala berfirman:










(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya
Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrn/3:191]

Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihd


fisablillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa
alasan dan keperluan yang jelas.

Ibnu Katsr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, Zaid bin Rfi berkata, Telah
nampak kerusakan, maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik
dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.
Pengertian Islam Menurut Bahasa dan Istilah Dalam Al Quran

Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan
rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.
Pengertian Islam Menurut BahasaPengertian Islam secara harfiyah artinya damai,
selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M
(mim) yang bermakna dasar selamat (Salama)

Pengertian Islam Menurut Bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari
kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.

Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki
beberapa pengertian, diantaranya adalah:
1. Berasal dari salm (
)yang berarti damai.
Dalam al-Quran Allah SWT berfirman (QS. 8 : 61)
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.

Kata salm dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini
merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang
senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.
Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman : (QS. 49 : 9)
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mumin berperang maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain
maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada
perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah
antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.

Sebagai salah satu bukti bahwa Islam merupakan agama yang sangat menjunjung
tinggi perdamaian adalah bahwa Islam baru memperbolehkan kaum muslimin berperang jika
mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.
Dalam Al-Quran Allah berfirman: (QS. 22 : 39)
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka
telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.

)yang berarti menyerah.


2. Berasal dari kata aslama (
Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan seseorang yang
secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT. Penyerahan diri
seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta menjauhi
segala larangan-Nya. Menunjukkan makna penyerahan ini,
Allah berfirman dalam al-Quran: (QS. 4 : 125) Dan siapakah yang lebih baik
agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun
mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayanganNya.

Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk menyerahkan seluruh jiwa
dan raga kita hanya kepada-Nya. Dalam sebuah ayat Allah berfirman: (QS. 6 : 162)
Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.
Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk Allah baik yang
ada di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan dirinya kepada Allah SWT,
dengan mengikuti sunnatullah-Nya. Allah berfirman: (QS. 3 : 83) :
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah
berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan
hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
Oleh karena itulah, sebagai seorang muslim, hendaknya kita menyerahkan diri kita
kepada aturan Islam dan juga kepada kehendak Allah SWT. Karena insya Allah dengan
demikian akan menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutmainah).

3. Berasal dari kata istaslamamustaslimun : penyerahan total kepada Allah.


Dalam Al-Quran Allah berfirman (QS. 37 : 26) Bahkan mereka pada hari itu
menyerah diri.
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua). Karena sebagai
seorang muslim, kita benar-benar diminta untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan
raga serta harta atau apapun yang kita miliki, hanya kepada Allah SWT. Dimensi atau
bentuk-bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah adalah seperti dalam setiap gerak
gerik, pemikiran, tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, kesedihan
dan lain sebagainya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga berbagai sisi kehidupan yang
bersinggungan dengan orang lain, seperti sisi politik, ekonomi, pendidikan, sosial,
kebudayaan dan lain sebagainya, semuanya dilakukan hanya karena Allah dan menggunakan
manhaj Allah.
Dalam Al-Quran Allah berfirman (QS. 2 : 208) Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-
langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah
dalam melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang dilarang-
Nya.

4. Berasal dari kata saliim (


) yang berarti bersih dan suci.
Mengenai makna ini, Allah berfirman dalam Al-Quran (QS. 26 : 89): Kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 37: 84) (Ingatlah) ketika ia datang kepada
Tuhannya dengan hati yang suci.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang
mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang
dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Karena
pada hakekatnya, ketika Allah SWT mensyariatkan berbagai ajaran Islam, adalah karena
tujuan utamanya untuk mensucikan dan membersihkan jiwa manusia.

Allah berfirman: (QS. 5 : 6) Allah sesungguhnya tidak menghendaki dari (adanya


syariat Islam) itu hendak menyulitkan kamu, tetapi sesungguhnya Dia berkeinginan untuk
membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

5. Berasal dari salam (


) yang berarti selamat dan sejahtera.
Allah berfirman dalam Al-Quran: (QS. 19 : 47) Berkata Ibrahim: Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.

Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat
manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena Islam memberikan kesejahteraan dan
juga keselamatan pada setiap insan.
Adapun Pengertian Islam Menurut Istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia terhadap
dinul Islam), Islam adalah ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan
kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan
juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang
lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.

Definisi di atas, memuat beberapa poin penting yang dilandasi dan didasari oleh ayat-
ayat Al-Quran. Diantara poin-poinnya adalah:
A. Islam sebagai wahyu ilahi
Mengenai hal ini, Allah berfirman QS. 53 : 3-4 : Dan tiadalah yang diucapkannya itu
(Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu
yang diwahyukan (kepadanya).

B. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW)


Membenarkan hal ini, firman Allah SWT (QS. 3 : 84)Katakanlah: Kami beriman
kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa,
`Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.

C. Sebagai pedoman hidup


Allah berfirman (QS. 45 : 20):Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang meyakini.
D. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50) Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

E. Membimbing manusia ke jalan yang lurus.

Allah berfirman (QS. 6 : 153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

F. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.


Allah berfirman (QS. 16 : 97) Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Hubungan dan perbedaan syariah, fiqih dan hokum islam serta
manfaatnya bagi kebutuhan manusia

1. PERBEDAAN FIQH, SYARIAT, DAN HUKUM ISLAM

1. Hukum Islam sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yaitu koleksi
daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang bersumber kepada al-Quran As-Sunnah dan Ijmak para sahabat dan
tabiin.
2. Syariat : Bawa syariat, yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah,
merupakan dasar-dasar hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti
oleh orang islam dasar-dasar hukum ini dijelaskan lebih lanjut oleh Nabi Muhammad
sebagai Rosul-Nya.
3. Fiqh artinya faham atau pengertian., dapat juga dirumuskan sebagai ilmu yang bertugas
menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan-ketentuan umum yang
terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab
hadits, dan berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Quran dan
Sunnah nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa
yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum islam.
Karakter dan tantangannya, Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu mewujudkan
kemaslahatan manusia. dan kemajuan umuat melalui proses siyasah syariyyah, dengan
produk qanun atau perundang-undangan.
Dalam membahas fiqh sering ditemui pengertian hukum dalam pengertiannya menurut ilmu
hukum, artinya fiqh. tidak ada pemisahan antara hukum Islam atau fiqh yang merupakan
hasil ijtihad ulama dengan konsep syariah Allah. Karena norma-norma dasar yang terdapat
di dalam al-Quran itu masih bersifat umum, perlu dirinci lebih lanjut ke dalam kaidah-
kaidah lebih konkrit agar dapat dilaksanakan dalam praktek.

2. PERSAMAAN FIQH, SYARIAT, DAN HUKUM ISLAM

Setelah kita tahu perbedaan antara Fiqh, Syariat, dan Hukum Islam. Kita juga harus tahu
bahwa diantara ketiganya ada satu persamaan yang mengaitkan antara ketiganya.
Fiqh adalah aturan yang baru diterapkan pada zaman nabi Muhammad dan setelahnya,
dan sebelumnya belum pernah ada istilah fiqh di masa nabi-nabi sebelumnya. Syariat adalah
aturan Allah yang telah diterapkan sejak nabi terdahulu Adam, As. Hingga sekarang dan
berlaku sangat umum. Sedangkan Hukum Islam adalah istilah dalam bahasa Indonesia dari
Syariat dan Fiqh. Hukum Islam lebih ditekankan kepada analisis suatu peristiwa pada dasar
hukum al-Quran dan as-Sunnah.
dapat kita simpulkan bahwa Fiqh, Syariat, dan Hukum Islam dan manfaatnya bagi
kebutuhan manusia, adalah satu pengertian yang sama. Hanya ada sedikit perbedaan pada
penerapan dan pembagiannya. Ketiganya juga memiliki peran masing-masing dalam
penerapannya di kehidupan manusia.
Hukum Islam sebenarnya tidak lain dari pada fiqh islam atau syariat Islam, yang
diterapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersumber kepada al-Quran As-
Sunnah dan Ijmak para sahabat dan tabiin.
Syariat sendiri adalah wahyu Allah dan sabda Rasulullah, merupakan dasar-dasar hukum
yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, yang wajib diikuti oleh orang islam dasar-dasar
hukum ini dijelaskan lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rosul-Nya.
Fiqh artinya faham atau pengertian, dapat juga diartikan sebagai ilmu yang bertugas
menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan- ketentuan umum yang
terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam dalam kitab-kitab
hadits.

Hukum islam menekankan pada final goal, yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia.
dan kemajuan umuat melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundang-
undangan ;
Dalam membahas fiqh sering ditemui pengertian hukum dalam pengertiannya
menurut ilmu hukum, artinya fiqh. tidak ada pemisahan antara hokum Islam atau fiqh yang
merupakan hasil ijtihad ulama dengan konsep syariah Allah. Karena norma-norma dasar yang
terdapat di dalam AL Quran itu masih bersifat umum, perlu dirinci lebih lanjut ke dalam
kaidah-kaidah lebih konkrit agar dapat dilaksanakan dalam praktek.
Mengapa setiap amal ibadah harus didasarkan niat iklhas dan pendapat
soal amal yang didasarkan dengan riya

1. Niat adalah, Sebuah Penentu Amal Ibadah

Menurut Imam Baidlawi, niat adalah ibarat sebuah gejolak hati untuk mengerjakan
sesuatu yang sesuai dengan tujuan, baik dalam rangka ingin mencapai suatu manfaat atau
menghindari suatu mudharat pada masa sekarang atau yang akan datang. Adapun menurut
syara, niat bisa diartikan sebagai sebuah keinginan untuk melakukan sesuatu dan mendapat
ridha Allah.
Dari pengertian di atas, dapat diambil contoh, saat seseorang melangkah pergi ke masjid
untuk shalat dan memang dalam hatinya ingin melakukan shalat, maka pada saat itulah orang
tersebut bisa dikatakan sudah berniat shalat.
Niat sesungguhnya adalah pekerjaan hati, bukan pekerjaan lisan. Karenanya, yang tahu
persis niat seseorang hanyalah dirinya sendiri dan Allah. Niat tidak bisa diukur dari ucapan
lisan. Ucapan dalam bentuk kata-kata hanyalah sekadar sebagai ikrar, tidak lebih dari itu.
Begitu pula niat tidak bisa diukur dari bentuk formalitas suatu pekerjaan.
Niat terletak dalam kehendak hati, bukan dalam wujud tindakan nyata. Niat tersembunyi
di dalam qalbu, bukan terletak pada yang nampak mata. Jadi, niat termasuk sesuatu yang
rahasia dimana hanya Allah dan pemilik niat itu sendiri yang mengetahuinya.
Dalam perspektif ilmu fikih, niat sangat berpengaruh dalam menentukan status amal
perbuatan. Pengaruh niat terhadap status amal perbuatan setidaknya terlihat pada beberapa
hal berikut ini :
a. Niat menjadi Syarat Mutlak Ibadah
Firman Allah swt. dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 :

Dan mereka tidak diperintah melainkan agar beribadah kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS. Al-Bayyinah:5)

Kemudian dalam surat Az-Zumar ayat 2 :




Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS. Az-
Zumar:2)

Berdasarkan pada kedua ayat tersebut, jumhur ulama menetapkan bahwa setiap amal
ibadah harus didasari dengan niat ikhlas hanya untuk mencari keridhaan Allah. Ibadah tidak
akan diterima Allah jika tidak dilandasi dengan niat ikhlas tersebut.
Hal ini semakin diperjelas dengan hadits berikut yang artinya :
Sesungguhnya setiap amal itu harus dengan niat dan sesungguhnya masing-masing orang
tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (berniat) karena Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrah tersebut (dicatat) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
(berniat) karena dunia yang akan diperoleh atau karena seorang perempuan yang akan
dinikahinya, maka hijrahnya akan (mendapat) apa yang dia kerjakan. (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dari hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa niat adalah wajib menjadi landasan dari setiap
amal, dan amal tak akan sah jika tidak ada niatnya. Dalam ibadah mahdhah, misalnya shalat
atau puasa, niat menjadi rukun ibadah. Karena menjadi rukun, maka ibadah tidak akan sah
dan dianggap batal jika rukun tersebut tidak terpenuhi. Dari sini, maka niat sesungguhnya
menjadi penentu sebuah ibadah. Diterima atau ditolaknya ibadah tergantung apakah dalam
ibadah tersebut ada niat atau tidak.

b. Niat yang Salah akan Merusak Nilai Ibadah


Niat sesungguhnya merupakan ruh dari amal. Amal sendiri sebenarnya akan mengikuti
niat. Amal perbuatan akan menjadi benar jika niatnya juga benar. Sebaliknya, amal pun akan
menjadi rusak jika niatnya salah. Niat yang salah adalah kehendak hati yang bukan ditujukan
kepada Allah.
Apapun jenis amal ibadahnya, baik yang mahdhah ataupun muamalah, akan menjadi
rusak dan tidak berarti jika niat saat melakukannya salah. Shat yang dilakukan seseorang
akan rusak nilainya dan bahkan menjadi tidak berarti jika niatnya bukan shalat kepada Allah.
Contoh lain, misalnya seorang wanita sengaja tidak makan seharian dari masuknya waktu
subuh hingga maghrib dengan niat untuk diet, maka lapar dan dahaganya tidak berpahala
puasa, sebab niatnya bukan untuk puasa, meski antara diet dengan puasa sama-sama lapar.
Contoh lainnya, saat seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan niat agar ia
mendapatkan simpati dari orang yang diberi, maka perbuatan itu tidak bernilai
sedekah/ibadah, meskipun harusnya perbuatan itu termasuk sedekah/ibadah.

c. Niat bisa Menjadikan Hal yang Mubah Bernilai Ibadah


Sesungguhnya semua hal yang mubah bisa saja bernilai ibadah jika memang diniati untuk
beribadah. Dengan demikian segala rutinitas kita bisa saja memperoleh ibadah jika memang
diniati untuk melakukan segala rutinitas itu karena Allah.
Sebagai contoh, bekerja bisa bernilai ibadah jika diniati untuk mencukupi kebutuhan
hidup keluarga. Belajar, membaca dan menonton pengajian agama di TV juga akan bernilai
ibadah jika diniati untuk mencari ilmu. Bahkan, tersenyum kepada orang lain juga akan
bernilai ibadah jika diniat untuk menyenangkan hati orang lain. Kesimpulannya, semua
perbuatan manusia bisa bernilai ibadah jika diniati untuk ibadah.
Dari ketiga pengaruh tersebut, bisa diketahui bahwa niat memang pengaruh yang sangat
besar terhadap amal kebaikan, bahkan bisa dikatakan unsur niatnya yang menjadi penentu
utama dalam setiap amal.
Namun bukan berarti semua amal perbuatan serta-merta bisa diniati ibadah. Tidak semua
tindakan bisa dijadikan sebagai sarana ibadah meski diniati sebagai ibadah. Yang jelas,
semua amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia bisa saja bernilai ibadah jika amal
perbuatan itu jelas-jelas tidak melanggar tata aturan Allah.

Jadi, semua hal atau perbuatan yang diharamkan oleh Allah tidak bisa dilakukan dengan
alasan niat ibadah. Jadi bohong ceritanya jika meminum khamr atau mengonsumsi narkoba
diniati agar tubuh menjadi vit sehingga bisa melakukan ibadah dengan giat. Demikian juga
dengan memberi uang kepada seseorang dengan niat untuk sedekah, padahal uang yang
diberikan itu didapatkan dengan cara yang haram.
Kita bisa menjadikan sebuah perbuatan dalam bentuk apapun sebagai ibadah dengan
syarat perbuatan itu bukan termasuk hal yang diharamkan oleh Allah. Jika perbuatan tersebut
nyata-nyata dilarang agama, seberapapun murninya niat tersebut tetap saja tidak akan
berubah status haramnya menjadi halal atau sarana ibadah.

Rasulullah saw. bersabda :


Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus sesuatu yang buruk dengan sesuatu yang buruk
pula, akan tetapi Allah akan menghapus sesuatu yang buruk itu dengan sesuatu yang baik.
Sesungguhnya yang kotor itu tidak akan bisa menghapus yang kotor. (HR. Ahmad)

2. Riya perusak amal ibadah

Daripada Mahmud bin Labid r.anhu, beliau berkata:


Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya apa yang paling aku takutkan ke atas
kamu adalah syirik kecil, iaitu riya.

( Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang hasan: 1513 )


MAKNA HADIS :
Riya itu dapat merosak amal ibadah seperti sepertimana lebah merosak madu. Begitu
besar kerosakan yang ditimbulkan oleh sifat riya sehingga ia digolongkan sebagai suatu
kemusyrikan. Kenapa demikian? Kerana amal ibadah seseorang tidak akan diterima apabila
disertai dengan riya, sepertimana Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 23,
maksudnya:
Dan Kami tujukan perbicaraan kepada apa yang mereka telah kerjakan dari jenis
amal ( yang mereka pandang baik ), lalu dia terbuang sebagai debu yang berterbangan.

Riya digolongkan sebagai syirik kecil dan dapat merosakkan amal ibadah. Ini terjadi
apabila riya itu berlangsung daripada awal sehingga akhir perbuatan. Apabila riya itu
muncul selepas melakukan sesuatu amal ibadah, maka ulama berbeza pendapat dalam perkara
ini. Jika ibadah itu didasari oleh riya tetapi ketika hendak melakukannya dia menyesalinya,
maka sebahagian ulama mengatakan dia wajib mengulangi ibadahnya. Pendapat ini disokong
oleh Imam al-Ghazali.

Você também pode gostar