Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 th, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Mr.
X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan
memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/mnt, Nadi 50xa/mnt, tekanana darah 140/90 mmHg, Pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam
bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks
cahaya pupil kiri reaktif normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3
orang perawat.
I. Klarifikasi Istilah
Dampak
Hal ini berdampak trauma langsung pada kepala yang berakibat timbulmya
laserasi ataupun robekan di jaringan kepala. Laserasi kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah karena kulit kepala memiliki banyak
pembuluh darah.
Terjadinya fraktur linear pada os temporalis menyebabkan robeknya arteri
meningea media yang akan menimbulkan epidural hematoma, yaitu
pengumpulan darah diantara lamina interna kranui dan duramater. Pada
awalnya TIK masih terkompesasi dengan cara bergesernya CSF dan darah
vena keluar dari ruang intrakranial, namun selanjutnya TIK tidak dapat
dikompensasi dan menyebabkan TIK meningkat.
B. Tulang Tengkorak
Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fossa :
a) Anterior : tempat lobus frontalis
b) Media : tempat lobus temporalis
c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum
C. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut bridging veins, dapat mengalami robekan
serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk
2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu:sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.
Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3
posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan
tekanan intracranial.Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural,
dimana yang sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fosa temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen.Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan
yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal
dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural.Pada beberapa daerah,
arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang
membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater.Bagian ini dikenal
dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan
serebrospinal ke darah sinus venous.Arachnoid merupakan selaput yang
tipis dan transparan.Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba.Antara
arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk
melindungi otak bila terjadi benturan.Baik arachnoid dan piameter kadang-
kadang disebut sebagai leptomeninges.
3. Piamater
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri.Cairan serebro
spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang
subarahnoid.Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra
cranial.
Bagian-bagian visum:
Projustisia
Demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai.
Pendahuluan
Berisi tentang : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan
pukul diterimanya permohonan visum et repertum, dentitas dokter yang
melakukan pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis
kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan,
dimana dilakukan pemeriksaan, alasan dimintakannya visum et repertum,
rumah sakit tempat korban dirawat sebelumnya, pukul korban meninggal
dunia, keterangan mengenai orang yang mengantar korban ke rumah sakit
Pemberitaan (pemeriksaan luar, dalam, dan ringkasan pemeriksaan luar
dan dalam)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang
diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai
dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka
dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik
anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,
karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
1. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda
dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum
dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak
pidananya (status lokalis).
2. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya
tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk
menghindari kesalahpahaman tentang tepat tidaknya penanganan
dokter dan tepat -tidaknya kesimpulan yang diambil.
3. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas.
Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital,
lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan
pengobatan atau perawatan yang diberikan.
Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et
repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et
repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu
jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.
Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan. Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum.
Ketentuan umum pembuatan visum et repertum:
o Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
o Bernomor dan bertanggal.
o Mencantumkan kata "Pro justitia" di bagian atas (kiri atau tengah).
o Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
o Tidak menggunakan singkatan - terutama pada waktu
mendeskripsikan temuan pemeriksaan
o Tidak menggunakan istilah asing.
o Ditandatangani dan diberi nama jelas.
o Berstempel instansi pemeriksa tersebut
o Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
o Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum
(instansi).
o Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada
umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 30 tahun.
Otak dilapisi oleh 3 lapisan yaitu Duramater (lapisan terluar yang terdiri dari
jaringan fibrosa, memiliki 2 bagian yaitu pars periosseal yang menempel dengan
cranium dan pars meningeal yang menempel dengan subarachnoid),
Arachnoidmater (lapisan yang tersusun mirip jarring laba-laba yang kaya akan
vena-vena dan kapiler), dan Piamater (lapisan terdalam). Ketiga lapisan ini
diperdarahi oleh arteri meningeal media yang terdapat di celah duramater. Arteri
ini sangat rentan pecah akibat trauma dari luar. Pecahnya arteri ini akibat
tumbukan atau tekanan pada cranium akan menjadi kondisi yang disebut
perdarahan epidural. Mula-mula, tumbukan atau tekanan tinggi terhadap cranium
yang secara mendadak mengubah posisi atau anatomi otak akan menyebabkan
reaksi kehilangan kesadaran spontan. Darah bertekanan tinggi akan mengisi celah
duramater ini dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial akibat
dorongan dari massa darah atau hematoma. Otak akan meregulasi tekanan perfusi
untuk dirinya dengan menaikkan tekanan darah arteri dengan vasokonstriksi.
Pada fase ini, penderita akan merasa sehat, seolah tidak terjadi apa-apa. Lama
kelamaan, kompensasi ini akan menjadi gagal akibat massa darah yang terus
menerus bertambah. Akibatnya CPP atau Cerebral Perfusion Pressure akan
menurun drastic akibat ICP (Intra-cranial Pressure) yang melebihi tekanan arteri
rata-rata. Otak kemudian mengalami penurunan pasokan darah sehingga
menurunlah kesadaran otak (switch off) untuk menkompensasi keadaan
hipoperfusi sel-sel otaknya.
iv. GCS? 2
Trauma kepala fraktur pecahnya arteri meningea media di
antara duramater dan tengkorak pembentukan hematoma di
epidural TIK kompresi lobus temporalis ke arah bawah
dan dalam herniasi uncus melalui incisura tentorii menekan
batang otak / ascending reticulo activation system (ARAS)
penurunan GCS
v. Pupil anisokor? 3
vi. Refleks cahaya pupil kanan negatif? 4
c. Bagaimana peran masing-masing anggota tim dalam menangani kasus
trauma? 1
d. Apakah hasil pemeriksaan pasien saat tidak sadarkan diri dimasukkan dalam
visum et repertum? 2
Tidak
e. Bagaimana tatalaksana lanjutan setelah terjadi penurunan kesadaran pada
pasien? 3
f. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada kasus? 4
g. Bagaimana prognosis Mr. X? 1
a. Vitam : dubia ad bonam
b. Fungsionam : dubia ad malam
V. Hipotesis
Mr. X menderita cidera kepala sedang (EDH) dengan keluhan luka dan
memar dikepala sebelah kanan disertai dengan nyeri kepala hebat dan muntah
disebabkan trauma tumpul pada kepala.
a. Diagnosis Banding 2
Epidural hemorrhage : Sering terletak di area temporal atau temporo
parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media
akibat fraktur tulang tengkorak.
Subdural hemorrhage : robeknya vena-vena kecil di permukaan
korteks serebri
Intracerebral Hematoma : pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal
otak atau kadang-kadang cedera penetrans.
f. Manifestasi klinis 3
g. Pemeriksaan penunjang 4
h. Penatalaksanaan farmako dan non farmako 1
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang
bersih. Dan lakukan serta amankan ABC pada pasien.
A. Airway
- Fiksasi vertebra servikal dengan neck brace wajib untuk semua jenis
cedera kepala
- Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
- Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
- Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
- Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid.
- Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.
B. Breathing
Pemasangan airway orofaringeal
- Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang
tidak sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.
- Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai
dengan jarak dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus
eksterna.
- Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-
finger (scissors technique).
- Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk
menekan lidah, hati-hati jangan merangsang penderita sampai
muntah.
- Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas
lengkungan lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir
penderita.
- Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.
- Tarik spatula lidah.
- Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.
C. Circulation
Akses vena perifer
- Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya
pembuluh di
- sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
- Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
- Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
- Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan
plastik di atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.
- Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian
keluarkan jarum dan buka torniketnya.
- Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan
laboratorium.
- Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi
larutan RL atau normal saline.
- Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
- Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
- Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar
dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
i. Komplikasi 2
Luka kepala :
- Infeksi
- Perdarahan
Cedera kepala :
- Herniasi otak lanjutan
- Penekanan pusat vegetatif
- Edema cerebri
- Deficit neurologis
- Koma
- Kematian
Fraktur hidung - Epistaksis :
- Syok dan anemia
- Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi
koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian
- Aspirasi
j. Pencegahan 3
k. Prognosis 4
l. SKDI 1
GCS
Klasifikasi cidera kepala
Tanda-tanda peningkatan TIK
EDH, herniasi, fraktur basis kranii
Autoregulasi pada cidera kepala
Anatomi tulang kepala
Lucid interval
Patofisiologi dan jenis-jenis herniasi otak
Tatalaksana
Learning Issue:
1. Anatomi kepala 1 3
2. Autoregulasi pada cidera kepala 2 4
3. Trauma kepala dan tatalaksana (lucid interval, herniasi otak) WAJIB
Pembagian Anmal
1. Keken, oka, rahma
2. Ria, picut, yudis
3. Kopek, ulwan, kokik
4. Trisa, nisa, noelene
TRAUMA KEPALA
Definisi
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis (gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial) baik temporer maupun
permanen.
Klasifikasi
Trauma kapitis diklasifikasikan menggunakan GCS.
trauma kepala berat jika GCS 3-8
trauma kepala sedang jika GCS 9-12
trauma kepala ringan jika GCS 13-15
Patologi
1. Hematoma epidural, memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
hilangnya kesadaran (menurun dengan cepat) setelah suatu masa bebas
(lucid interval)
perdarahan arteria meningea media dengan peningkatan cepat dari
tekanan intrakranial
timbulnya kelumpuhan (hemiparesis) pada sisi yang berlawanan
dengan sisi trauma
timbulnya pupil yang fixed (tidak ada reaksi cahaya) pada sisi yang
sama dengan tempat trauma.
Pada CT scan, tampak lesi hiperdens berbentuk bikonveks.
2. Hematoma subdural, terjadi akibat robeknya vena yang melintang antara
korteks dan dura. Bekuan darah dalam rongga subdural disertai dengan
kontusio jaringan otak di bawahnya.
Kedua keadaan tersebut diatas memerlukan pembedahan dan harus
diupayakan
dekompresi dengan burr-hole.
3. Perdarahan subarakhnoid, terjadi pada ruang subarakhnoid (antara piamater
dan arakhnoid).
4. Perdarahan intraserebral dan kontusio
5. Diffuse axonal injury
Keadaan di bawah ini memerlukan pengelolaan medik konservatif, karena
pembedahan
tidak akan membawa hasil lebih baik.
Fraktura basis cranii - ditandai adanya memar biru hitam pada kelopak mata
(Racoon eyes) atau memar diatas prosesus mastoid (Battles sign) dan atau
kebocoran
cairan serebrospinalis yang menetes dari telinga atau hidung.
Comotio cerebri - ditandai dengan gangguan kesadaran temporer
Fraktura depresi tulang tengkorak - dimana mungkin ada pecahan tulang
yang
menembus dura dan jaringan otak
Hematoma intracerebral - dapat disebabkan oleh kerusakan akut atau
progresif akibat contusio.
Diagnosis
1. Anamnesis
Mekanisme trauma, jenis trauma apakah tembus atau tidak, waktu
terjadinya trauma
Riwayat kejang, penurunan kesadaran, serta mual dan muntah
Apakah terdapat kelemahan pada salah satu sisi tubuh
2. Pemeriksaan Fisik
ABC dan GCS
Pemeriksaan neurologis lengkap setelah stabil
- Kesadaran
-Pemeriksaan n.cranialis: lebar pupil, rangsang cahaya, pergerakan
bola mata.
Pada pasien koma, respons okulosefalik dan okulovestibular
dilakukan
Periksa apakah ada:
- Otorea Otorea tandanya fraktur basis cranii media
- Racoon eye (ekimosis periorbita bilateral) atau rinorea tanda dari
fraktur
basis cranii anterior
- Battles sign (ekimosis mastoid bilateral) tanda fraktur basis cranii
posterior
3. Pemeriksaan penunjang
Radiologi: CT scan tanpa kontras atau foto polos kepala posisi AP, lateral, dan
tangensial
Laboratorium: darah lengkap, urinalisis, gula darah, ureum, kreatinin, AGD
Tatalaksana Awal (di IGD)
1. Primary Survey: untuk stabilisasi pasien
a. Airway (dengan cervical spine control)
Pastikan tidak ada benda asing atau cairan yang menghalangi jalan
napas
Lakukan intubasi jika diperlukan (awas cedera servikal)
Cervical spine control dengan memasang collar neck (bila curiga
fraktur cervical) kemudian pasien diletakkan di atas long spine
board
b. Breathing Berikan O2 dengan target saturasi O2 >92%
c. Circulation Pasang IV line dan infus NaCL 0,9% atau RL. Hindari
cairan hipotonis. Pertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg.
d. Disability penilaian status neurologis dengan metode AVPU atau GCS
e. Environment cegah terjadinya hipothermia
2. Secondary Survey: dilakukan setelah ABC pasien stabil
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih lanjut
b. Pemeriksaan penunjang
c. Penentuan apakah pasien harus menjalani operasi, dirawat di ruang rawat
intensif, ruang rawat biasa, atau boleh rawat jalan
Tatalaksana Pasien Cedera Kepala Ringan tanpa Defisit Neurologis
1. Pasien dirawat selama 2x24 jam, apabila terdapat indikasi berikut:
a. Ada gangguan orientasi waktu atau tempat
b. Sakit kepala dan muntah
c. Tidak ada pengawas di rumah
d. Letak rumah jauh dan sulit untuk kembali ke RS
2. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat.
3. Perawatan luka-luka.
4. Pemberian obat-obatan simtomatik seperti analgetik, anti-emetik, dll bila
diperlukan.
5. Apabila pasien mengalami sakit kepala yang semakin berat, muntah proyektil,
atau cenderung semakin mengantuk, keluarga dianjurkan untuk membawa
pasien ke RS.
Tatalaksana Pasien Cedera Kepala Berat (dirawat di ruang rawat intensif)
1. Intubasi dan hiperventilasi agar tercapai hipokapnia sedang (pCO2 33 -35
mmHg) hingga volume darah di otak menurun dan tekanan intrakranial juga
menurun untuk sementara
2. Obat sedatif dan mungkin disertai obat pelumpuh otot
3. Cairan infus dibatasi, jangan sampai overload, kalau perlu diberikan diuretika.
4. Posisi head up 20
5. Cegah hipertermia