Você está na página 1de 28

SKENARIO

Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 th, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar
kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Mr.
X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Mr. X mengeluh luka dan
memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan:


Kesadaran: GCS (E4M6V5) , Tekanan Darah: 130/90 mmHg, Frekuensi Napas:
28x/menit, Denyut Nadi: 50x/mnt, pupil isokor, reflex cahayar: pupil kanan reaktif,
pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)
Regio Temporal dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul
dengan dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: Tampak darah segar mengalir dan kedua lubang hidung.

Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/mnt, Nadi 50xa/mnt, tekanana darah 140/90 mmHg, Pasien
membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam
bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, refleks
cahaya pupil kiri reaktif normal.
Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3
orang perawat.

I. Klarifikasi Istilah

a. Visum et Repertum :Keterangan atau laporan tertulis yang dibuat


oleh dokter atas permintaan penyidik tentang apa yang dilihat atau yang
ditemukan pada manusia, baik hidup ataupun mati ataupun bagian dari tubuh
manusia berdasarkan untuk kepentingan keilmuan
b. Sub-conjungtival bleeding :Perdarahan akibat ruptur pembuluh darah
dibawah lapisan konjungtiva yaitu pembuluh darah konjungtivalis atau
episklera
c. Dianiaya :Perbuatan penyiksaan dan penindasan
d. Memar :Suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit
akibat pecahnya kapiler dan vena yang dapat disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul
e. Hematom :Kumpulan darah tidak normal diluar pembuluh
darah
f. Pupil Anisokor :Pupil yang tidak berukuran sama pada kedua
mata
g. Pupil Isokor :Keadaan dimana diameter pada kedua mata
berukuran sama
h. Pupil Reaktif :Pupil yang responsif terhadap suatu stimulus

II. Identifikasi Masalah


a. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 th, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian
sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat dan
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat
dan muntah. (***)
b. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum di
RSUD. (*)
c. Pemeriksaan pertama (*)
d. Pemeriksaan kedua (setelah penurunan kesadaran) (**)

III. Prioritas Masalah


IV. Analisis Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Mr. X 20 th, dianiaya oleh tetangganya dengan
menggunakan sepotong kayu. Mr. X pingsan kurang lebih 5 menit kemudian
sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat dan
mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala
hebat dan muntah.
a. Mengapa Mr. X pingsan lalu sadar kembali setelah 5 menit? 1
Diawali dengan adanya benturan kayu pada os temporal dextra pada Mr.
X rupture a. Meningea media (arteri yang terdapat di antara os
temporal dan duramater yang masuk melalui foramen spinosum)
terjadi kekurangan darah yang sifatnya cepat (akselarasi) kehilangan
darah dalam jangka waktu yang cepat pingsan

b. Bagaimana mekanisme trauma yang terjadi pada Mr. X? 2


Berdasarkan skenario, trauma yang dialami oleh Mr. X adalah trauma
mekanik tumpul dengan jenis luka yang dialami adalah luka memar dan luka
robek.

Gambar . Coup-contrecoup injury and in vivoinjury mechanisms


Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak, namun
biasanya ini bukan merupakan penyebab utama timbulnya kacacatan
neurologis. Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang
biasanya dijumpai pada kira-kira separuh dari kasus cedera kepala berat.
Kelainan ini mencakup kontusi kortikal, hematom subdural, epidural dan
intraserebral yang secara makroskopis tampak dengan mata telanjang
sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas.

Dampak
Hal ini berdampak trauma langsung pada kepala yang berakibat timbulmya
laserasi ataupun robekan di jaringan kepala. Laserasi kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah karena kulit kepala memiliki banyak
pembuluh darah.
Terjadinya fraktur linear pada os temporalis menyebabkan robeknya arteri
meningea media yang akan menimbulkan epidural hematoma, yaitu
pengumpulan darah diantara lamina interna kranui dan duramater. Pada
awalnya TIK masih terkompesasi dengan cara bergesernya CSF dan darah
vena keluar dari ruang intrakranial, namun selanjutnya TIK tidak dapat
dikompensasi dan menyebabkan TIK meningkat.

c. Bagaimana mekanisme terjadinya:


i. Luka dan memar di kepala? 3
ii. Nyeri kepala hebat? 4
iii. Muntah? 1
Pecahnya pembuluh arteri meningeal media pars temporal mengisi
celah duramater diantara tengkorak dan duramater pars meningeal
terbentuk hematoma lama kelamaan masuk ke tentorium dan menekan
pons pengatur reflex muntah, bernafas, pacu jantung terganggu.

d. Bagaimana hubungan keluhan nyeri kepala, memar, dan muntah dengan


trauma yang dialami Mr. X? 2
Trauma yang dialami Mr.X menyebabkan fraktur di os temporal ruptur a.
meningea media hematoma epidural (memar)
Kerusakan jaringan akibat trauma merangsang ujung-ujung syaraf.
Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf servikalis
bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. Resptor
reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls
melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka.
Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis
posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala
dirujuk kebelakang kepala dan leher.
Pecahnya pembuluh arteri meningeal media pars temporal mengisi celah
duramater diantara tengkorak dan duramater pars meningeal terbentuk
hematoma lama kelamaan masuk ke tentorium dan menekan pons
pengatur reflex muntah, bernafas, pacu jantung terganggu.
Jika lama dibiarkan, perdarahan epidural akan terus menerus menekan
cerebrum. Akibatnya jaringan otak akan terdorong masuk ke tentorium, dan
biasa dikenal dengan kondisi herniasi. Herniasi otak di tentorium ini mampu
menekan pons dan batang otak sehingga mengganggu laju nafas, detak
jantung, reflex muntah, dan pengaturan autonom lain yang jika dibiarkan
dapat berdampak kematian

e. Apa yang dimaksud dengan penganiayaan? 3


f. Apa saja jenis-jenis trauma kepala? 4

g. Bagaimana anatomi kepala? 1


A. Kulit Kepala (SCALP)
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
- Skin atau kulit
- Connective Tissue atau jaringan penyambung
- Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak
- Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
- Perikranium
Gambar 1. Lapisan Kulit Kepala

B. Tulang Tengkorak
Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fossa :
a) Anterior : tempat lobus frontalis
b) Media : tempat lobus temporalis
c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum

C. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1. Duramater
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang
subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior digaris tengah disebut bridging veins, dapat mengalami robekan
serta menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk
2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu:sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.
Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3
posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan
tekanan intracranial.Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural,
dimana yang sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang
terletak pada fosa temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.
2. Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen.Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan
yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara
trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal
dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural.Pada beberapa daerah,
arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang
membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater.Bagian ini dikenal
dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan
serebrospinal ke darah sinus venous.Arachnoid merupakan selaput yang
tipis dan transparan.Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba.Antara
arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk
melindungi otak bila terjadi benturan.Baik arachnoid dan piameter kadang-
kadang disebut sebagai leptomeninges.
3. Piamater
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri.Cairan serebro
spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang
subarahnoid.Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra
cranial.

2. Polisi mengantar Mr. X ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum di


RSUD. (*)
a. Bagaimana cara membuat visum et repertum pada kasus? 2
Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban
hidup
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter
umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P.
Rumah Sakit tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah
penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah
ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa
terhadap korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin
spesialis.
Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum
merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut.
Dokter sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus
meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu
pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada
atau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan
ahli/ visum et repertum . Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka
perlu dibuat kriteria tentang pasien/korban yang pada waktu masuk
Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV. Sebagai berikut :
- Setiap pasien dengan trauma
- Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan
- Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas
- Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan
- Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum
Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan
dalam hal pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus,
diberi tanda pada map rekam medisnya (tanda VER), warna sampul
rekam medis serta penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan
rekam medis pasien umum.
Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu
forensik yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan
dihadapi kesulitan yang mengakibatkan beberapa data terlewat dari
pemeriksaan.
Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/ visum et repertum oleh petugas
administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena
ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir
alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Contoh :Pada kepala sebelah kanan
ditemukan luka dan memar, tapi tidak rata ukuran 6x1cm
Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka
yang menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang
menangani tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh
beberapa orang dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya
adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas
korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang
melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan dengan
luka/cedera/racun/tindak pidana.
Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada
penyidik saja dengan menggunakan berita acara.

Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum


Surat keterangan ahli/ visum et repertum juga hanya boleh
diserahkan pada pihak penyidik yang memintanya saja.

Bagian-bagian visum:
Projustisia
Demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai.
Pendahuluan
Berisi tentang : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan
pukul diterimanya permohonan visum et repertum, dentitas dokter yang
melakukan pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis
kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan,
dimana dilakukan pemeriksaan, alasan dimintakannya visum et repertum,
rumah sakit tempat korban dirawat sebelumnya, pukul korban meninggal
dunia, keterangan mengenai orang yang mengantar korban ke rumah sakit
Pemberitaan (pemeriksaan luar, dalam, dan ringkasan pemeriksaan luar
dan dalam)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang
diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai
dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka
dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik
anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,
karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada
pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
1. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda
dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum
dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak
pidananya (status lokalis).
2. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya
tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk
menghindari kesalahpahaman tentang tepat tidaknya penanganan
dokter dan tepat -tidaknya kesimpulan yang diambil.
3. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas.
Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital,
lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan
pengobatan atau perawatan yang diberikan.
Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et
repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et
repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu
jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.
Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan. Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum.
Ketentuan umum pembuatan visum et repertum:
o Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
o Bernomor dan bertanggal.
o Mencantumkan kata "Pro justitia" di bagian atas (kiri atau tengah).
o Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
o Tidak menggunakan singkatan - terutama pada waktu
mendeskripsikan temuan pemeriksaan
o Tidak menggunakan istilah asing.
o Ditandatangani dan diberi nama jelas.
o Berstempel instansi pemeriksa tersebut
o Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
o Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum
(instansi).
o Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada
umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 30 tahun.

b. Apa saja jenis-jenis visum? 3


c. Apa saja syarat untuk membuat visum et repertum? 4
d. Apa saja dasar hukum visum et repertum? 1
1. Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan
tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
2. Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan
penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal
11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1)
butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik
tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk
pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh
karena VeR adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil
tidak berwenang meminta VeR, karena mereka hanya mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP.
3. Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik adalah
sanksi pidana : Pasal 216 KUHP: Barangsiapa dengan sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,
atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian
pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
KUHAP pasal 179, 180, 184, 186, dan 187

e. Siapa saja yang bisa membuat visum et repertum? 2


Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal
133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain.

f. Berapa lama sebaiknya batas waktu untuk pembuatan visum et repertum


dari waktu kejadian? 3

3. Pemeriksaan pertama (*)


a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan? 4
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas:
i. Tekanan darah? 1
CPP = MAP - ICP
Hipertensi, kompensasi iskemik otak. Dengan rumus :
Jika tekanan intracranial meningkat maka MAP juga harus meningkat
agar perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan MAP menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
TIK (ICP) kompensasi untuk mempertahankan CPP
peningkatan MAP hipertensi

ii. Frekuensi napas? 2


TIK perfusi otak inadekuat tubuh melakukan kompensasi
dengan meningkatkan RR
iii. Denyut nadi? 3
iv. Regio orbita tampak hematom? 4
v. Regio temporal dextra tampak luka? 1
Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang artinya adalah terjadi vulnus laserasi pada Mr. X.
Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan
benda tumpul, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga
lapisan otot.Pada kasus, Mr. X dipukul menggunakan sepotong kayu
sehingga goresan dari kayu tersebut mengenai kepala Mr.X dan
menyebabkan laserasi tersebut.Pukulan ini juga menyebabkan fraktur
tulang, yang kemungkinan pada kasus merupakan fraktur fossa anterior
basis cranii yang terletak di regio temporal.

vi. Regio nasal tampak darah segar mengalir? 2


Akibat benturan kayu yang mengenai bagian wajah (Fossa cranii
anterior) ruptur plexus kiesselbach perdarahan dari hidung.
c. Bagaimana membedakan trauma tajam dan trauma tumpul? 3
d. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus? 4
e. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus? 1
CT SCAN dan MRI

4. Pemeriksaan kedua (setelah penurunan kesadaran) (**)


a. Apa penyebab terjadinya penurunan kesadaran pada Mr. X? 2
Massa berupa hematom semakin membesar menimbulkan desakan durameter
yang akan menjauhkan duramater dari tulang tengkorak Perluasan hematom
ini akan menekan lobus temporal ke dalam dan kebawah TIK meningkat
Tekanan ini menyebabkan isi otak mengalami herniasi mengakibatkan
penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata
hilangnya kesadaran.

Otak dilapisi oleh 3 lapisan yaitu Duramater (lapisan terluar yang terdiri dari
jaringan fibrosa, memiliki 2 bagian yaitu pars periosseal yang menempel dengan
cranium dan pars meningeal yang menempel dengan subarachnoid),
Arachnoidmater (lapisan yang tersusun mirip jarring laba-laba yang kaya akan
vena-vena dan kapiler), dan Piamater (lapisan terdalam). Ketiga lapisan ini
diperdarahi oleh arteri meningeal media yang terdapat di celah duramater. Arteri
ini sangat rentan pecah akibat trauma dari luar. Pecahnya arteri ini akibat
tumbukan atau tekanan pada cranium akan menjadi kondisi yang disebut
perdarahan epidural. Mula-mula, tumbukan atau tekanan tinggi terhadap cranium
yang secara mendadak mengubah posisi atau anatomi otak akan menyebabkan
reaksi kehilangan kesadaran spontan. Darah bertekanan tinggi akan mengisi celah
duramater ini dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial akibat
dorongan dari massa darah atau hematoma. Otak akan meregulasi tekanan perfusi
untuk dirinya dengan menaikkan tekanan darah arteri dengan vasokonstriksi.
Pada fase ini, penderita akan merasa sehat, seolah tidak terjadi apa-apa. Lama
kelamaan, kompensasi ini akan menjadi gagal akibat massa darah yang terus
menerus bertambah. Akibatnya CPP atau Cerebral Perfusion Pressure akan
menurun drastic akibat ICP (Intra-cranial Pressure) yang melebihi tekanan arteri
rata-rata. Otak kemudian mengalami penurunan pasokan darah sehingga
menurunlah kesadaran otak (switch off) untuk menkompensasi keadaan
hipoperfusi sel-sel otaknya.

Gambar . Epidural dan subdural hematom


b. Bagaimana mekanisme abnormalitas:
i. Pasien ngorok? 3
ii. Nadi? 4
iii. Tekanan darah yang meningkat? 1

CPP = MAP - ICP


Hipertensi, kompensasi iskemik otak. Dengan rumus :
Jika tekanan intracranial meningkat maka MAP juga harus meningkat
agar perfusi otak tetap adekuat. Peningkatan MAP menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
TIK (ICP) kompensasi untuk mempertahankan CPP peningkatan
MAP hipertensi

iv. GCS? 2
Trauma kepala fraktur pecahnya arteri meningea media di
antara duramater dan tengkorak pembentukan hematoma di
epidural TIK kompresi lobus temporalis ke arah bawah
dan dalam herniasi uncus melalui incisura tentorii menekan
batang otak / ascending reticulo activation system (ARAS)
penurunan GCS

v. Pupil anisokor? 3
vi. Refleks cahaya pupil kanan negatif? 4
c. Bagaimana peran masing-masing anggota tim dalam menangani kasus
trauma? 1
d. Apakah hasil pemeriksaan pasien saat tidak sadarkan diri dimasukkan dalam
visum et repertum? 2
Tidak
e. Bagaimana tatalaksana lanjutan setelah terjadi penurunan kesadaran pada
pasien? 3
f. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada kasus? 4
g. Bagaimana prognosis Mr. X? 1
a. Vitam : dubia ad bonam
b. Fungsionam : dubia ad malam

V. Hipotesis
Mr. X menderita cidera kepala sedang (EDH) dengan keluhan luka dan
memar dikepala sebelah kanan disertai dengan nyeri kepala hebat dan muntah
disebabkan trauma tumpul pada kepala.
a. Diagnosis Banding 2
Epidural hemorrhage : Sering terletak di area temporal atau temporo
parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media
akibat fraktur tulang tengkorak.
Subdural hemorrhage : robeknya vena-vena kecil di permukaan
korteks serebri
Intracerebral Hematoma : pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal
otak atau kadang-kadang cedera penetrans.

b. Penegakkan diagnosis dan diagnosis Kerja 3


c. Epidemiologi 4
d. Etiologi dan faktor risiko 1
1. Trauma kepala
2. Sobekan a/v meningea mediana
3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum
4. Ruptur v diplorica
e. Patofisiologi 2
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak
dan durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal
bila salah satu cabang arteri meningea media robek. Robekan ini sering
terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom
dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari
tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan
pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya
kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga
(okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil
dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang
berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik
kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski
positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearahyang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial
yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial
antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan
fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting
atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar
kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri
kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur
menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita
sadar setelah terjadi kecelakaan disebut lucid interval. Fenomena lucid
interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma, cedera primernya hampir
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primerberat tidak
terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar.

f. Manifestasi klinis 3
g. Pemeriksaan penunjang 4
h. Penatalaksanaan farmako dan non farmako 1
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang
bersih. Dan lakukan serta amankan ABC pada pasien.
A. Airway
- Fiksasi vertebra servikal dengan neck brace wajib untuk semua jenis
cedera kepala
- Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
- Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
- Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
- Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid.
- Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.

B. Breathing
Pemasangan airway orofaringeal
- Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang
tidak sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.
- Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai
dengan jarak dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus
eksterna.
- Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-
finger (scissors technique).
- Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk
menekan lidah, hati-hati jangan merangsang penderita sampai
muntah.
- Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas
lengkungan lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir
penderita.
- Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.
- Tarik spatula lidah.
- Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

Ventilasi bag-valve-mask- teknik dua orang


- Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.
- Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur
aliran oksigen sampai 12 L/ menit.
- Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-
teknik yang telah dijelaskan sebelumnya.
- Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga
agar rapat dengan dua tangan.
- Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong
dengan dua tangan.
- Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada
penderita.
- Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.

Intubasi orotrakeal dewasa


- Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan,
dan
- peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan
bila
- penderita muntah.
- Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon
tidak bocor, kemudian kempiskan balon.
- Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa
terangnya lampu.
- Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan
tangan.
- Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi
selama prosedur ini.
- Pegang laringoskop dengan tangan kiri.
- Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan
menggeser lidah kesebelah kiri.
- Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.
- Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa
menekan gigi atau jaringan-jaringan di mulut.
- Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor.
Jangan mengembangkan balon secara berlebihan.
- Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi
dengan bag valve tube.
- Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.
- Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan
letak pipa.
- Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak
pipa harus dinilai ulang.
- Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa
detik atau selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas
sebelum ekshalasi, hentikan percobaan intubasinya, ventilasi
penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba lagi.
- Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna
untuk menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi
esofageal.
- Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor
dengan alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu
cara yang dapat diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa
endotrakeal berada dalam airway.
- Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi
perifer harus masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat
saturasi oksigen penderita.
- Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen
secara terus menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan
intervensi.

Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri


Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi
pada sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah
pembacaan pembacaan awal:
- Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?
- Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?
- Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat
sulit membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan
menyalahkan alatnya.

C. Circulation
Akses vena perifer
- Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya
pembuluh di
- sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
- Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
- Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
- Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan
plastik di atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.
- Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian
keluarkan jarum dan buka torniketnya.
- Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan
laboratorium.
- Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi
larutan RL atau normal saline.
- Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
- Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
- Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar
dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.

i. Komplikasi 2
Luka kepala :
- Infeksi
- Perdarahan
Cedera kepala :
- Herniasi otak lanjutan
- Penekanan pusat vegetatif
- Edema cerebri
- Deficit neurologis
- Koma
- Kematian
Fraktur hidung - Epistaksis :
- Syok dan anemia
- Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi
koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian
- Aspirasi

j. Pencegahan 3
k. Prognosis 4
l. SKDI 1

GCS
Klasifikasi cidera kepala
Tanda-tanda peningkatan TIK
EDH, herniasi, fraktur basis kranii
Autoregulasi pada cidera kepala
Anatomi tulang kepala
Lucid interval
Patofisiologi dan jenis-jenis herniasi otak
Tatalaksana
Learning Issue:
1. Anatomi kepala 1 3
2. Autoregulasi pada cidera kepala 2 4
3. Trauma kepala dan tatalaksana (lucid interval, herniasi otak) WAJIB

Pembagian Anmal
1. Keken, oka, rahma
2. Ria, picut, yudis
3. Kopek, ulwan, kokik
4. Trisa, nisa, noelene

TRAUMA KEPALA
Definisi
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis (gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial) baik temporer maupun
permanen.
Klasifikasi
Trauma kapitis diklasifikasikan menggunakan GCS.
trauma kepala berat jika GCS 3-8
trauma kepala sedang jika GCS 9-12
trauma kepala ringan jika GCS 13-15
Patologi
1. Hematoma epidural, memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
hilangnya kesadaran (menurun dengan cepat) setelah suatu masa bebas
(lucid interval)
perdarahan arteria meningea media dengan peningkatan cepat dari
tekanan intrakranial
timbulnya kelumpuhan (hemiparesis) pada sisi yang berlawanan
dengan sisi trauma
timbulnya pupil yang fixed (tidak ada reaksi cahaya) pada sisi yang
sama dengan tempat trauma.
Pada CT scan, tampak lesi hiperdens berbentuk bikonveks.
2. Hematoma subdural, terjadi akibat robeknya vena yang melintang antara
korteks dan dura. Bekuan darah dalam rongga subdural disertai dengan
kontusio jaringan otak di bawahnya.
Kedua keadaan tersebut diatas memerlukan pembedahan dan harus
diupayakan
dekompresi dengan burr-hole.
3. Perdarahan subarakhnoid, terjadi pada ruang subarakhnoid (antara piamater
dan arakhnoid).
4. Perdarahan intraserebral dan kontusio
5. Diffuse axonal injury
Keadaan di bawah ini memerlukan pengelolaan medik konservatif, karena
pembedahan
tidak akan membawa hasil lebih baik.
Fraktura basis cranii - ditandai adanya memar biru hitam pada kelopak mata
(Racoon eyes) atau memar diatas prosesus mastoid (Battles sign) dan atau
kebocoran
cairan serebrospinalis yang menetes dari telinga atau hidung.
Comotio cerebri - ditandai dengan gangguan kesadaran temporer
Fraktura depresi tulang tengkorak - dimana mungkin ada pecahan tulang
yang
menembus dura dan jaringan otak
Hematoma intracerebral - dapat disebabkan oleh kerusakan akut atau
progresif akibat contusio.
Diagnosis
1. Anamnesis
Mekanisme trauma, jenis trauma apakah tembus atau tidak, waktu
terjadinya trauma
Riwayat kejang, penurunan kesadaran, serta mual dan muntah
Apakah terdapat kelemahan pada salah satu sisi tubuh
2. Pemeriksaan Fisik
ABC dan GCS
Pemeriksaan neurologis lengkap setelah stabil
- Kesadaran
-Pemeriksaan n.cranialis: lebar pupil, rangsang cahaya, pergerakan
bola mata.
Pada pasien koma, respons okulosefalik dan okulovestibular
dilakukan
Periksa apakah ada:
- Otorea Otorea tandanya fraktur basis cranii media
- Racoon eye (ekimosis periorbita bilateral) atau rinorea tanda dari
fraktur
basis cranii anterior
- Battles sign (ekimosis mastoid bilateral) tanda fraktur basis cranii
posterior
3. Pemeriksaan penunjang
Radiologi: CT scan tanpa kontras atau foto polos kepala posisi AP, lateral, dan
tangensial
Laboratorium: darah lengkap, urinalisis, gula darah, ureum, kreatinin, AGD
Tatalaksana Awal (di IGD)
1. Primary Survey: untuk stabilisasi pasien
a. Airway (dengan cervical spine control)
Pastikan tidak ada benda asing atau cairan yang menghalangi jalan
napas
Lakukan intubasi jika diperlukan (awas cedera servikal)
Cervical spine control dengan memasang collar neck (bila curiga
fraktur cervical) kemudian pasien diletakkan di atas long spine
board
b. Breathing Berikan O2 dengan target saturasi O2 >92%
c. Circulation Pasang IV line dan infus NaCL 0,9% atau RL. Hindari
cairan hipotonis. Pertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg.
d. Disability penilaian status neurologis dengan metode AVPU atau GCS
e. Environment cegah terjadinya hipothermia
2. Secondary Survey: dilakukan setelah ABC pasien stabil
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih lanjut
b. Pemeriksaan penunjang
c. Penentuan apakah pasien harus menjalani operasi, dirawat di ruang rawat
intensif, ruang rawat biasa, atau boleh rawat jalan
Tatalaksana Pasien Cedera Kepala Ringan tanpa Defisit Neurologis
1. Pasien dirawat selama 2x24 jam, apabila terdapat indikasi berikut:
a. Ada gangguan orientasi waktu atau tempat
b. Sakit kepala dan muntah
c. Tidak ada pengawas di rumah
d. Letak rumah jauh dan sulit untuk kembali ke RS
2. Posisi kepala ditinggikan 30 derajat.
3. Perawatan luka-luka.
4. Pemberian obat-obatan simtomatik seperti analgetik, anti-emetik, dll bila
diperlukan.
5. Apabila pasien mengalami sakit kepala yang semakin berat, muntah proyektil,
atau cenderung semakin mengantuk, keluarga dianjurkan untuk membawa
pasien ke RS.
Tatalaksana Pasien Cedera Kepala Berat (dirawat di ruang rawat intensif)
1. Intubasi dan hiperventilasi agar tercapai hipokapnia sedang (pCO2 33 -35
mmHg) hingga volume darah di otak menurun dan tekanan intrakranial juga
menurun untuk sementara
2. Obat sedatif dan mungkin disertai obat pelumpuh otot
3. Cairan infus dibatasi, jangan sampai overload, kalau perlu diberikan diuretika.
4. Posisi head up 20
5. Cegah hipertermia

Você também pode gostar